You are on page 1of 22

BAHAN AJAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN


SISTEM MUSKULOSKELETAL

Penyunting :
Faqih Ruhyanudin

1
Masalah-masalah yang berhubungan dengan Muskkuloskeletal

Proses Keperawatan
I. PENGKAJIAN
a. Pengkajian umum : data tentang kemampuan pergerakan, adanya ketidaknyamanan dan
abnormalitas yang mencolok, dan adanya gerakan involuntary.
observasi gaya berjalan dan gerakan yang disengaja untuk koordinasi dan kecepatan
catat postur dan posisi badan
identifikasi penggunaan alat bantu seperti tongkat, walker, dll
b. Riwayat Keperawatan
1. keluhan utama
2. Bantu klien untuk mendeskripsikan gejala seperti nyeri, kekakuan, kejang
3. identifikasi bersama-sama masalah kesehatan, praktek mempertahankan kesehatan
termasuk pengobatan, dan allergi
4. catat hal-hal yang dapat mempengaruhi gangguan musculoskeletal seperti gaya hidup,
interaksi dalam keluarga, status ekonomi keluarga
5. kaji persepsi pasien yang berhubungan dengan masalah kesehatan
6. evaluasi kemampuan pasien untuk belajar

c. Pemeriksaan Fisik
Pengumpulan data tentang kondisi system dan kemampuan fungsional diperoleh melalui
inspeksi, palpasi dan pengukuran
a. Skeletal
1. catat penyimpangan dari structur normal  defrmitas tulang, perbedaan panjang,
bentuk, amputasi
2. identifikasi pergerakan abnormal dan krepitasi

b. Sendi
1. identifikasi bengkak yang dapat menunjukkan adanya inflamasi atau effuse
2. catat deformiotas yang berhubungan dengan kontraktur atau dislokasi
3. evaluasi stabilitas yang mungkin berubah
4. gambarkan ROM baik aktif maupun pasif

c. Otot
1. inspeksi ukuran dan contour otot
2. kaji koordinasi gerakan
3. palpasi tonus otot
4. kaji kekuatan otot baik dengan evaluasi sepintas dengan jabat tangan atau dengan
mengukur skala criteria yaitu 0 untuk tidak ada kontraksi sampai 5 = normal ROM
dapat melawan penuh gaya gravitasi
5. ukur lingkar untuk mencatat peningkatan pembengkakan atau perdarahan atau
pengecilan karena atropi
6. identifikasi klonus yang abnormal

d. Neurovaskuler
1. kaji ststus sirkulasi pada extremitas dengan mencatat warna kulit, suhu, nadi perifer,
capillary refill, nyeri
2. kaji status neurology
3. tes reflek
4. catat penyebaan rambut dan keadaan kuku

e. Kulit
1. inspeksi truma injury (luka, memar)
2. kaji kondisi kronis (dermatitis, stasis ulcer)

Data Subjektif
Diperoleh dari keluhan pasien misalnya nyeri, kelemahan, sensasi yang abnormal, dan
ketidaknyamanan selama pemeriksaan fisik

2
Penyebab gangguan system musculoskeletal
1. kelainan congenital
2. neoplasma
3. infeksi
4. trauma
5. degeneratif

Evaluasi Diagnostik
a. Radiologi dan imaging studies
1. X-ray
a. pada tulang  mengetahui densitas, texture, erosion, dan perubahan sambungan
b. pada cortex  mengetahi pelebaran, penyempitan, irregularity
c. pada sendi  menunjukkan cairan, irregularity, formasi, penyempitan, perubahan
contour sendi
2. tomogram
3. computed tomogram
4. bone scan
5. arthrogram
6. myelogram
7. discogram

b. pemeriksaan sendi
1. arthrocentesis  aspirasi cairan sinovial untuk tujuan pemeriksaan dengan
menggunakan jarum
2. arthroscopy

c. otot dan saraf


1. electromyography
2. nerve conduction velocities

d. laboratorium
e. biopsy tulang, densitometry

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Yang berhubungan dengan musculoskeletal
1. nyeri b/d disfungsi otot atau skeletal
2. gangguan mobilitas
3. koping yang tidak effective
4. potensial injury (membahayakan neuromuskuler seperti compartment syndrome) b/d
penekanan yang kuat, injury, ischemia perifer akibat pemasangan gips yang terlalu kuat
5. potensial kegagalan sirkulasi perifer dan fungsi syaraf b/d peningkatan tekanan pada
jaringan
6. gangguan psikologis (cemas)

III. PERENCANAAN
1. peningkatan kesehatan
a. latihan  ROM aktif dan pasif
b. diit

2. pemeliharaan dan pemulihan


a. perawatan gips  sirkuler, spalk
b. perawatan traksi  skin, skeletal
c. perawatan bedah
d. pemakaian alat Bantu

3
TRAUMA PADA MUSKULOSKELETAL

1. Kontosio
Adalah injury pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tumpul (pukulan,tendangan,jatuh)

MANIFESTASI KLINIS
1. perdarahan pada daerah injury (ecchymosis)  karena rupture pembuluh darah kecil, juga
berhubungan dengan fraktur
2. nyeri, bengkak, dan perubahan warna
3. hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan kehilangan arah
yang banyak

INTERVENSI KEPERAWATAN
A. mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman
1. tinggikan daerah injury
2. berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap pemberian) 
untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa tidak nyaman
3. berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30 menit) 4
kali sehari  untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi
4. lakukan pembalutan  untuk mengontrol perdarahan dan bengkak
5. kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada indikasi

B. Jadual aktivitas
1. anjrkan ROM pada semua sendi
2. Bantu aktivitas yang dilakukan bila diperlukan
3. ajarkan pada pasien latihan berlebihan yang harus dihindari
4. ajarkan pada pasien untuk menghindari kekambuhan

2. Traumatic Joint Dislocation


Adalah terjadi ketika permukaan tulang sendi tidak sesuai dengan posisi anatomi. Dislokasi
merupakan keadaan emergensi karena berhubungan dengan kerusakan aliran darah dan
persarafan disekitarnya

MANIFESTASI KLINIS
1. nyeri
2. deformitas
3. perubahan panjang daerah extremitas
4. kerusakan gerakan yang normal
5. x-ray menunjukkan adanya dislokasi tanpa berhubungan dengan fraktur

PENATALAKSANAAN
1. immobilisasi area dislokasi selama pasien dibawa ke UGD
2. lakukan reduksi area dislokasi (mengembalikan ke posisi anatomi yang normal) sesegera
mungkin  jika perlu menggunakan anesthesia
3. stabilisasi reduksi selama penyembuhan struktur sendi
4. monitor perkembangan sambungan

INTERVENSI KEPERAWATAN
A. pemberian rasa nyaman
1. gunakan anesthesia pada saat melakukan reduksi
2. berikan obat-obtan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman
3. immobilisasi sendi

B. pemenuhan ADL
1. Bantu pasien dalam memenuhi ADL yang dibutuhkan

4
2. berikan KIE yang dibutuhkan pasien dengan keterbatasan aktivitas, terapi
rehabilitasi, dan monitor sambungan sendi setiap saat
3. Fraktur
Definisi Fraktur:
Fraktur adalah diskontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan
oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak. (Aswin, dkk,; 1986).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabakan
patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada
lengan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Klasifikasi Klinis:
1. greenstick fracture; terjadi pada anak-anak, tulang patah di bawah lapisan periosteum yang
elastis dan tebal (lapisan periosteum sendiri tidak rusak).
2. Fissura fraktur; patah tulang yang tidak disertai perubahan letak yang berarti.
3. complete fracture; patah tulang yang disertai dengan terpisahnya bagian-bagian tulang.
4. Comminuted fracture; tulang patah menjadi beberapa fragmen.
5. Fraktur tekan (stress fracture); kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sesudah
berulang-ulang ada tekanan berlebihan yang tidak lazim.
6. Impacted fracture; fragmen-fragmen tulang terdorong masuk ke arah dalam tulang satu sama
lain, sehingga tidak dapat terjadi gerakan di antara fragmen-fragmen itu.
7. Fraktur Tertutup (Simple): Faktur tidak meluas melewati kulit
8. Fraktur Terbuka (compaund): Fraktur tulang meluas melewati otot dan kulit
9. Fraktur Patologis: Fraktur terjadi pada penyakit tulang

Derajat Patah Tulang Terbuka


1. Derajat I : laserasi < 2 cm, pada fraktur sederhana, dislokasi fragmen
tulang minimal
2. Derajat II : laserasi > 2 cm, kontusio otot disekitarnya, disklokasi fragmen
jelas.
3. Derajat III : luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya,
komunitif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Gambaran klinis fraktur:


1. Riwayat trauma.
2. Nyeri, pembengkakan dan nyeri pada daerah fraktur (tenderness).
3. Perubahan bentuk (deformitas).
4. Hilangnya fungsi anggota badan dan persendian-persendian yang terdekat.
5. Gerakan-gerakan yang abnormal.
6. Krepitasi.

Prinsip terapi fraktur


Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu:
1. Rekognisi atau pengenalan (Price & Wilson, 1985);
Rekognisi yaitu pengenalan mengenai dignosis pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di rumah sakit. Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan yang
berperanan dan deskripsi tentang kejadian tersebut oleh klien sendiri, menentukan
kemungkinan tulang yang patah, yang dialami dan kebutuhan pemeriksaan spesifik untuk
fraktur.
2. Reduksi; pemilihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur (Sabiston, 1984)
Reposisi.
Fraktura tertutup pada tulang panjang seringkali ditangani dengan reduksi tertutup. Untuk
mengurangi rasa sakit selama tindakan ini klien dapat diberi narkotika intravena, obat
penenang (sedatif atau anastesia blok saraf lokal).
Traksi kontinu; dengan plester felt melekat di atas kulit atau dengan memasang pin trafersa
melalui tulang, distal terhadap fraktur.

5
Reduksi terbuka bedah, biasanya disertai sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat pin,
batang atau sekrup.

3. Imobilisasi (Sabiston, 1995) atau retensi reduksi (Wilson & Price, 1985)
Bila reduksi telah tercapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai timbul
penyembuhan yang mencukupi. Berbagai teknik digunakan untuk imobilisasi, yang
tergantung pada fraktur:
Fraktur impaksi pada humerus proksimal sifatnya stabil serta hanya memerlukan ambin atau
balutan lunak
Fraktur kompresi (impaksi) pada vertebra, tepat diterapi dengan korset atau brace
Fraktur yang memerlukan reduksi bedah terbuka biasanya diimobilisasi dengan perangkat
keras interna, imobilisasi eksternal normalnya tidak diperlukan.
Fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan gibs, gibs fiberglas atau dengan brace yang
tersedia secara komersial
Semua pasien fraktur perlu diperiksa untuk menilaian neurology dan vascular. Adanya nyeri,
pucat, prestesia, dan hilangnya denyut nadi pada ekstremitas distal merupakan tanda disfungsi
neurovaskuler.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai imobilisasi dengan
ekstrimitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai reduksi tercapai.

4. Pemulihan fungsi (restorasi) atau rehabilitasi (Price & Wilson 1985, Sabiston 1995)
Sesudah periode imobilisasi pada bagian manapun selalu akan terjadi kelemahan otot dan
kekakuan sendi. Hal ini dapat diatasi dengan aktivitas secara progresif, dan ini dimudahkan
dengan fisioterapi atau dengan melakukan kerja sesuai dengan fungsi sendi tersebut. Adanya
penyambungan yang awal dari fragmen-fragmen sudah cukup menjadi indikasi untuk
melepas bidai atau traksi, akan tetapi penyambungan yang sempurna (konsolidasi) seringkali
berlangsung dalam waktu yang lama. Bila konsolidasi sudah terjadi barulah klien diijinkan
untuk menahan beban atau menggunakan anggota badan tersebut secara bebas.

Pengelolaan Fraktur
Konservatif Operatif
Contoh Immobilisasi
Pro Repo Immobi Trak Pros
fraktur Repo Fiksator Pin intra Pelat dan
teksi sisi lisasi si tesis
sisi ekstern meduler sekrup
Tulang rusuk + - - -
Tungkai bwh + - + -
Radius distal + + + -
Femur tibia + + + + +
Kolum femur + + + +
Femur tibia + + +
humerus

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut:


1. Stadium pembentukan hematom;
Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek.
Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (peristeum & otot).
Terjadi sekitar 1 – 2 x 24 jam.
2. Stadium proliferasi sel/implamasi;
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur.
Sel-sel ini menjadi precusor osteoblast.
Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang.
Prolifferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.
Terjadi setelah hari ke 2 kecelakaan terjadi.
3. Stadium pembentukan kallus;
Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus).
Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.
Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.

6
Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
4. Stadium konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu.
Secara bertahap menjadi tulang mature.
Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
5. Stadium remodeling;
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur.
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.
Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, dewasa masih ada tanda penebalan tulang.

Penyembuhan fraktur disertai faal memadai umumnya dapat dicapai dengan:


1. immobilisasi dengan gips dan/atau traksi
2. mempertahankan penjajaran
3. pencegahan rotasi
4. latihan persendian secara aktif
5. penggunaan keempat ekstremitas (kecuali yang diimobilisasi)

Faktor-faktor yang menghambat penyambungan (union) fragmen-fragmen;


1. Luas fraktur.
2. Reposisi yang tidak memadai.
3. Imobilisasi yang tidak memadai ditinjau dari segi waktu maupun luas imobilisasi.
4. Sepsis atau tindakan pembedahan.

Faktor-faktor yang mencegah terjadinya penyambungan (union) fragmen-fragmen;


1. Interposisi jaringan lunak seperti otot di antara ujung-ujung fraktur.
2. Imobilisasi yang tidak memadai.
3. Traksi yang berlebihan (distraksi), sehingga mencegah peyambungan oleh callus.
4. Infeksi.

Sindroma kompartemen sering kali ditemukan pada fraktur tungkai bawah yang ditandai
1. Nyeri (pain)
2. Parestesia karena rangsangan saraf perasa
3. Pale (pucat) karena iskemis 5P
4. Paralisis atau paresis karena gangguan saraf motorik
5. Pulse (nadi) yang sulit diraba lagi

Penatalaksanaan Fraktur Terbuka


1. Debridement
2. Pemberian Tetanus Toksoid
3. Pemeriksaan Kultur Jaringan
4. Pemberian rawat luka dengan kompres terbuka
5. Pemberian antibiotic
6. Pemantauan gejala infeksi
7. Menutup luka setelah dipastikan tidak ada infeksi
8. Immobilisasi pada ekstremitas yang patah

Pemeriksaan Diagnostik:
1. Pemeriksaan rontgen : untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur atau trauma
2. Scan tulang. CT Scan, MRI : untuk memperlihatkan fraktur dapat juga digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai
4. Hitung darah lengkap : peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stres normal
setelah trauma
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple
atau cedera hati

Masalah Keperawatan: Masalah Kolaborasi: Infeksi

7
1. Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan)
2. Nyeri akut
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer
4. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas
5. Gangguan mobilitas fisik
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan jaringan kulit
7. Resiko tinggi terhadap infeksi

Diagnosa Keperawatan Dan Rencana Keperawatan:


1. Resiko tinggi terhadap trauma (tambahan) sehubungan dengan kehilangan integritas
kulit/fraktur
Tujuan: Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur dengan kriteria:
- Stabilitas pada sisi fraktur
- Pembentukan kalus atau mulai penyatuan fraktur dengan tepat.

Intervensi
1. Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi. Beri sokongan sendi di atas dan di
bawah fraktur bila bergerak/membalik
2. Letakan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik
3. Sokong fraktur dengan bantal/ gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian
yang sakit dengan bantal pasir, papan kaki
4. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi oedema
5. Pertahankan posisi/integritas traksi
6. Kaji integritas alat traksi eksternal
2. Nyeri akut sehubungan dengan spasme otot/imobilisasi
Tujuan: Nyeri hilang dengan kriteria: Rilek; mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/
istirahat dengan tepat.

Intervensi
1. Pertahankan bagian yang sakit dengan tirah baring
2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terluka
3. Hindari penggunaan sprei/bantal plastik di bawah ekstremitas dalam gips
4. Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki
5. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyaman, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk
intensitas (skala 0 – 10). Perhatikan petunjuk nyeri non verbal
6. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera
7. Jelaskan prosedur sebelum memulai
8. Beri obat sebelum perawatan aktivitas
9. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
10. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan-pijatan punggung, perubahan
posisi
11. Dorong/ajari teknik manajemen nyeri, latihan nafas dalam, sentuhan teraupeti selidiki
keluhan nyeri yang tidak biasa/tiba-tiba
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer sehubungan dengan penurunan aliran
darah
Tujuan: Mempertahankan perfusi jaringan dengan kriteria:
- Terabanya nadi
- Kulit hangat
- Sensasi normal
- Sensori biasa
- Tanda-tanda vital stabil
- Haluaran urian adequate untuk situasi individu

Intervensi
1. Lepaskan segala perhiasan/aksesoris yang ada pada ekstremitas yang sakit
2. Evaluasi adanya kualitas nadi perifer distal terhadap cedera melalui palpasi. Bandingkan
dengan ekstremitas yang sakit
3. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur

8
4. Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motorik/ sensorik untuk
melokalisasi nyeri/ ketidaknyamanan
5. Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar/tekan. Selidiki rasa terbakar di
bawah gips
6. Perhatikan keluhan nyeri ekstremitas untuk tipe cedera atau peningkatan nyeri pada
gerakan pasif ekstremitas
7. Perhatikan tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba, contoh Penurunan suhu kulit dan peningkatan
nyeri
8. Latih pasien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cedera. Ambuilasi sesegera
mungkin
9. Observasi nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki
10. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda sianosis umum, kulit dingin, perubahan
mental
11. Kolaborasi: kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi
4. Resiko tinggi terhadap gangguan pertukaran gas sehubungan dengan perubahan aliran
darah/emboli lemak
Tujuan: Mempertahankan fungsi pernafasan adequate dengan kriteria:
- Tidak adanya dispnea/sianosis
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal
- GDA dalam batas normal
Intervensi dan rasional
1. Awasi frekuensi pernafasan dan upayanya. Perhatikan stridor penggunaan otot bantu,
retraksi terjadinya seanosisi sentral
2. Auskultrasi bunyi nafas, perhatikan terjadinya ketidaknyamanan, bunyi hiperesonan juga
adanya gomericik/tonki
3. Atasi jaringan cedera tulang dengan lembut, khususnya selama beberapa hari pertama
4. Beri motivasi dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk. Reposisi dengan sering
5. Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, letargi, stupor
6. Observasi sputum untuk tanda adanya darah
7. Insfeksi kulit untuk ptekie pada axila
8. Kolaborasi: Beri O2, awasi hasil lab, beri obat sesuai indikasi; kortikosteroid, heparin dosis
rendah
5. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan nyeri daerah fraktur
Tujuan: Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas fisik dengan kriteria: mampu
melakukan aktivitas.
Intervensi
1. Kaji derajat immobilitas yang dihasilkan oleh cedera atau pengobatan dan memperhatikan
persepsi pasien terhadap immobilisasi
2. Dorong partisipasi pada aktivitas terapiotik atau relaksasi. Pertahankan rangsangan
lingkungan, contoh; radio, TV, barang milik pribadi, jam, kalender, kunjungan keluarga atau
teman
3. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang
sakit dan yang tidak sakit
4. Dorong penggunaan latihan isometric mulai dengan tungkai yang tak sakit
5. Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter/ tangan yang sesuai
6. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan
menstabilkan fraktur tungkai bawah
7. Instruksikan/dorong menggunakan trapeze dan “Pasca posisi” untuk fraktur tungkai bawah
8. Bantu.dorong perawatan diri/ kebersihan (contoh; mandi, mencukur)
9. Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tingkat, sesegera mungkin.
Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas,
10. Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing
11. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/nafas dalam
12. Auskultasi bising usus. Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi runin.
Tempatkan pada pispot, bila mungkin, atau menggunakan bedpan fraktur. Berikan privasi
13. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 2000 – 3000 ml/hari termasuk air asam/jus
14. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Pertahankan Penurunan
kandungan protein sampai setelah defekasi pertama
15. Tingkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan pembentukan gas

9
16. Kolaborasi
a. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi spesialis
b. Lakukan program defekasi (pelunak feses, edem, lakstif) sesuai indikasi
c. Rujuk ke perawat spesialis psikiatrik klinikal/ahli terapi sesuai indikasi

6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit sehubungan dengan pemasangan traksi pen,
kawat, sekrup
Tujuan: Mencegah kerusakan integritas kulit dengan kriteria:
- Mencapai penyembuhan sesuai waktu
- Ketidaknyamanan hilang.
Intervensi
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna
kelabu, memutih
2. Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering dan babas kerutan
3. Ubah posisi dengan sering
4. Kaji posisi cincin bebat pada alat traksi
5. Untuk traksi kulit + perawatan
a. Bersihkan kulit dengan air sabun hangat
b. Beri tintur benzoin
c. Gunakan plester traksi kulit
d. Lebarkan plaster sepanjang tungkai
e. Tandai garis dimana plester keluar sepanjang ekstremitas
f. Letakan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang
g. Balut lingkar tungkai
h. Palpasi jaringan yang diplester tiap hari
i. Lepaskan traksi kulit tiap 24 jam

7. Resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan dengan kerusakan kulit


Tujuan: Tidak terjadi infeksi dengan kriteria:
- Penyembuhan luka sesuai waktu
- Bebas drainase porulen
- Bebas iritema
- Bebas demam
Intervensi
1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi/ robekan kontinuitas
2. Kaji keluhan peningkatan nyeri
3. Beri perawatan steril sesuai protocol
4. Kaji tonus otot, reflek tendon
5. Selidiki nyeri tiba-tiba, keterbatasan gerak, oedema
6. Lakukan prosedur isolasi
7. Kolaborasi: Periksa lab, beri antibiotik sesuai indikasi

GANGGUAN DEGENERATIF

1. Penyakit Sendi Degeneratif (Degenerative Joint Disease) = Osteoarthritis


Penyakit sendi degenaratif disebut juga osteoarthritis, hypertrohyarthritis osteoarthrosis,
sennescent arthritis, penyakit. Ini sangat dikenal yang diduga usianya sama setua adanya
manusia. Hampir setiap orang diatas 40 tahun ada hyperthrofi persendian. Secara
simtomatis penyakit sendi degeneratif terjadi pada usia 50-70, diantara yang menderita
termuda ialah pada usia 20 tahun.. Ada dua jenis osteoarthritis, yang primer penyebab
belum diketahui, yang sekunder akibat trauma, infeksi, pernah fraktur, bentuk artritis yang
lain ialah rhematoid arthritis stres akibat persendian menerima bobot akibat obesitas atau
akibat membebani dan mencederai persendian karena pekerjaan (contoh pegawai tambang
dan tinju).
Pencegahan
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah osteoarthritis adalah :
1. Mencegah obesitas
2. Mencegah trauma yang berulang-ulang kepada persendian

10
3. Harus melatih melindungi persendian bagi mereka yang persendiannya beresiko tinggi
karena pekerjaannya.

PATHOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif (osteoarthritis/PSD) adalah penyakit dari tulang rawan. Biasanya
warna kartilago adalah merah, bening dan licin. Bila terserang penyakit menjadi berwarna
kuning dan tidak bening. Daerah kartilago jadi lunak, kasar, rusak dan pecah-pecah. Proses
terebut terjadi akibat digesti kepada tulang rawan oleh enzim dan gangguan nutrisi kepada
tulang rawan. Kartilago menjadi hancur dan tulang subchondria dalam keadaan proses
mengganti bentuk. Osteophytes atau duri-duri dari tulang baru, timbul pada tepi-tepi
sambungan struktur penunjang. Ini tumbuh banyak dan tumbuh didalam rongga sendi.
Berbeda dengan rhematoid arthritis (RA), osteoarthritis hanya menyerang persendian dan
jaringan diseputarnya. Penyakit tidak merupakan penyakit sistemik.
Pasien osteoarthritis menderita nyeri pada persendian yang bergerak, terutama sendi penerima
beban (panggul-lutut), dan persendian tangan sering kali tidak nampak adanya peradangan,
sensifitasnya rendah, hanya sendi menjadi besar. Ada kripitasi pada waktu digerakkan bentuk
persendian ekstremitas berubah. Pasien menderita kaku setelah istirahat.
PENGKAJIAN
 Data Subjektif
Penderita osteoarthritis kondisi kesehatan lainnya baik.
Bentuk pertanyaannya adalah :
Kapan timbul rasa nyeri?
Apakah yang dapat mengurangi rasa nyeri?
Sendi manakah yang terserang?
Modifikasi apakah yang telah dikerjakan untuk kegiatan kebutuhan sehari-hari (ADL)
karena adanya rasa nyeri?
 Data Objektif
Karena tanda-tanda dan gejala biasanya lokal palpasi dan infeksi adalah para yang paling
menonjol untuk para pengkaji.
1. Sendi nampak abnormal
a. Cek apakah sendi yang terserang lembek, berderik, krepitasi.
b. Palpasi apakah bengkak, ukuran sendi tidak beraturan, gangguan fleksi, adanya
deformitas lateral.
2. Amati cara berjalan pasien
3. Amati kebebasan gerakan sendi yang utama?
4. Kaji apakah ada keterbatasan dari leher dan pinggang?
5. Apakah pasien ada kesukaran untuk berdiri lama atau susah berdiri dari kursi
(terutama yang tidak memakai tangan-tangan) setelah duduk agak lama?

 Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rongenologi tampak normal bila perubahan pathologi ringan.
2. Lambat laun terjadi perubahan :
a. Mengecilnya ruang sendi
b. Pembentukan osteothyte/duri pada tepi
c. Eburnasi (sclerosis) dari tulang subchondria.
3. Serologi dan cairan sinovial keadaannya normal.

Etiologi
Penyebab degeneratif dari kartilago artikular tidak diketahui
Teori-teori penyebab:
1. Terjadi digesti kartilago oleh enzim dan ada gangguan nutrisi kartilago
2. Predisposisi pada pemakaian dan robek pada sedi yang terserang (iritasi kronis)
3. Kegemukan adanya bobot yang berlebihan kepada sendi
4. Gangguan metabolik (contoh acromegali)
5. Perdarahan sendi yang berulang-ulang
6. Trauma
7. Predisposisi genetik
8. Gangguan kongenital (contoh luksasi sendi panggul)

11
9. Stres persendian karena usia lanjut
10. Pekerjaan tertentu seperti pegawai tambang dan petinju.

Tanda-tanda dan Gejala


a. Rasa nyeri pada persendian yang bergerak, terutama penerimaan bobot.
b. Sendi kurang kuat yang meningkatkan rasa nyeri
c. Sendi membengkak dan hilang gerakan
d. Ada krepitasi
e. Ada perubahan bentuk pada bagian yang terserang dengan deformitas pad aposisi fleksi
f. Menjadi kaku setelah diistirahatkan
g. Perubahan-perubahan pada sendi tertentu:
1. Nodul-nodul Heberden tonjolan tulang pada permukaan bila terlentang pada distal
interphalangs dari persendian
2. Nodul Bouhard pada proksimal persendian antar palangus dari jari-jari tangan.
3. Coarthrosis – perubahan degeneratif rasa nyeri panggul bila ada bobot, menyebar ke
bokong dan pertengahan sendi lutut.
4. Lutut menderita – varus valgus deformitas fleksi kemampuan bergerak terbatas.

Pengobatan Medis
1. Salicylates dan nonsteroid
a. Aspirin
b. NSAIA (nonsteroid anti inflamotory agents)
c. Suntikan intraarticular streroid pada ras nyeri yang hebat.
d. Analgestic (Tylenol, Darvon)
2. Menggunakan alat bantu yang dapatmengurangi bobot pada persendian penerimaan bobot
(tongkat, alat yang berjalan, kruk).
3. Istirahat
4. Latihan
5. Melindungi persendian
6. Pembedahan
a. Arthroskopi untuk membuang sisa-sia tulang rawan atau tulang
b. Memperbaiki bangun sendi (osteotomi)
c. Fusi (arthrodesis)
d. Penggantian sendi

ANALISA: DIAGNOSA PERAWATAN


Diagnosa keperawatan ditegakkan atas hasil pengkajian data pasien. Kemungkinan diagnosa
perawatan pasien dengan penyakit sendi degeneratif adalah (walaupun tidak terbatas):
DIAGNOSA KEMUNGKINAN ETIOLOGINYA
Tidak toleransi terhadap aktivitas. Mobilitas terbatas karena sendi
terserang
Kurang pengetahuan tentang Kurang sumber informasi
osteoarthritis

Gangguan mobilitas fisik Gangguan muskuloskeletal akibat


degenerasi dari sendi yang sakit

Nutrisi melebihi kebutuhan tubuh Kelebihan makan karena kebutuhan


metabolic

nyeri pada sendi yang terserang Degenerasi dari sendi yang sakit

Kegiatan kebutuhan sehari-hari Nyeri terbatas gerakan sendi


terbatas.

PERENCANAAN: HASIL YANG DIHARAPKAN PASIEN


Hal yang diharapkan dari pasien osteoarthritis, adalah (walaupun tidak terbatas):
1. Pasien merasa lebih aman

12
2. Pasien lebih mampu untuk kegiatan fisik
3. Pasien dapat mengatur istirahat dan kegiatan
4. Pasien mampu mengatakan alasan untuk mempertahankan berat badan yang normal
5. Pasien dapat merawat diri sendiri dengan sedikit kesukaran
6. Pasien dapat menjelaskan proses penyakit, pengobatan dan merencanakan untuk
pengobatan lanjutan

IMPLEMENTASI
Langkah-langkah untuk menekan rasa nyeri, ketidak nyamanan, meningkatkan kemampuan
mobilitas dan mengerjakan ADL sama seperti untuk pasien dengan rheumatoid arthritis.
KONSULTASI DAN PENYULUHAN
Rencana penyukuhan meliputi :
1. Memperhatikan postur
2. Menurunkan berat badan, mencegah kenaikan berat badan
3. Cara pemakaian tongkat, kruk, kursi roda, sendi yang sakit jangan dibebani
4. Merobah ADL mencegah kegiatan yang menyakitkan
5. Memakai upaya dari luar, seperti menghangatkan, latihan yang ditentukan, memakai
traksi bila diinstruksikan.

PEMBEDAHAN
Tingkat pembedahan mungkin diperlukan untuk membuang tulang atau tulang rawan yang
rusak dari sendi, membetulkan bentuk, merobah dataran sendi penerima bobot, atau membuat
dataran persendian yang baru. Tujuan dari pembedahan adalah: (1) untuk mengurangi rasa
nyeri, (2) mengembalikan fungsi sendi [bila mungkin], (3) mencegah ketidak mampuan atau
menghambat perkembangan penyakit. Pembedahan panggul dan lutut sering dilakukan,
sedangkan pembedahan bahu sangat praktis dan efektif. Pembedahan yang spesifik adalah :
1. Debridement (biasanya melalui pembedahan arthroskopi atau arthrotomi)
2. Arthrodesis, memfusikan sendi, rasa nyeri sembuh, pergerakan sendi hilang, tetapi fungsi
menahan bobot dipertahankan.
3. Oestotomi. Tulang dipotong untuk mempertahankan bentuk, jadi mengoreksi deformitas
tulang atau persendian. Prosedur mengerjakan pengoreksian sudut/siku yang ada
deformitas rotasi atau merobah dataran penerima beban pada sendi yang sakit. Osteotomi
harus dibayangkan sebagai pembedahan atau fraktur intentional, atau ekstremitas ditolong
seperti pada yang fraktur dengan pengecualian bahwa yang menerima bobot ditolong
terlebih dahulu. Imobilisasi dari ekstremitas dan intervensi perawatan yang dikerjakan
sama dengan fraktur.
4. Arthroplasty, kedua jenis arthoplasty adalah :
a. Interposisi – membuat permukaan baru salah satu dataran sendi dengan logam atau
materi dari dalam atau jaringan lunak, seperti fasia.
b. Replecement (penggantian) membuat dataran pada dua tepi sendi dengan metal atau
polyethylene dicangkokkan. Penggantian pencangkokan dilaksanakan pada panggul
(lihat gambar 22-9), bahu, tumit, sikut, pergelangan, persendian interphalangus dari
jari. Prothesa pengganti ada yang menggunakan semen (dieratkan pada tulang dengan
polyethymethcrylate) atau tanpa semen (dikerjakan dengan lapis yang porous yang
bisa tumbuh kepada tulang). Pertologan pasien pasca arthropasty dibicarakan pada
uraian sebelumnya.
EVALUASI
Evaluasi berdasarkan hasil yang diharapkan dari pasien, pertanyaannya adalah :
1. Apakah pasien lebih nyaman?
2. Apakah pasien kegiatan fisik lebih efektif
3. Apakah pasien bisa mandiri hanya dengan sedikit kesulitan?
4. Apakah pasien mengerti tentang kenaikan berat badan dan mempertahankan berat badan
yang ideal?
5. Apakah pasien dapat membicarakan tentang proses penyakit, cara pengobatan dan
pengobatan lanjutannya
6. Apakah pasien bisa mengerjakan latihan-latihan yang ditentukan.

13
KELAINAN-KELAINAN DISEBABKAN GANGGUAN METABOLLISME

1. Gout
Gout atau arthritis gouty adalah suatu kelainan metabolik yang mana laki-laki delapan sampai
sembilan kali lebih sering terkena daripada wanita. Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai
usia, usia yang sering terkena adalah sekitar 50 tahunan. 85% dari penderita gout mempunyai
faktor genetik. Gout terjadi sebagai akibat dari hyperuricemia yang berlangsung lama (asam
urat serum meningkat) disebabkan oleh karena penumpukan purin atau rekresi asam urat yang
kurang dari ginjal. Etiologi tanda dan gejala serta terapi medis dimuat dalam tabel 22-10.

A. Etiologi
Kelainan metabolik dalam pembentukan purin atau ekresi asam urat yang kurang dari ginjal
yang menimbulkan hyperuricemia kronis.
B. Tanda dan Gejala
a. Akut :
1. nyeri yang berat dan berlangsung cepat pada sendi yang terinflamasi, lebih sering
pada ibu jari kaki
2. adakalanya bengkak dan lembut
3. kelelahan
4. sakit kepala
5. demam.
b. Kronis
biasanya terdapat pada yang mempunyai kecenderungan keluarga. Eksarbasi akut
terjadi bilamana tidak di diagnosa atau tidak diobati. Penumpukan thopy
(penumpukan monosodiumurate dalam jaringan) banyak terdapat pada telinga,
pangkal jari dan ibu jari kaki.
C. Terapi Medis
1. Pengobatan serangan akut :
a. Cholchicine (0,6 mg), pada pemberian oral, awalnya dua tablet, kemudian satu
tablet setiap jam sampai mual, muntah, diare atau gejala-gejala sendi berkurang,
batasannya 6,0 samapai 8,0 mg.
b. Cholchicine 1,0 sampai 3,0 mg dalam NaCi intravenouse diberikan dalam waktu
lebih dari 10 menit.
c. Phenylbutazone (Butazolidin)
d. Indhometachin (Indocin)
2. Sendi diistirahatkan secara mutlak.
Terapi pencegahan meliputi pengurangan asam urat dalam tubuh dengan salah satu dari
2 metode ini, yakni :
1. Meningkatkan ekskresi asam urat :
a. Peobenecid (Benemid) 0,5 gr/hari selama satu minggu kemudian ditambah 0,5
gr/minggu sampai asam urat serum normal kemudian 0,5 gr/hari.
b. Sulfinphyrazone (Anturane) digunakan pada pasien yang tidak tahan terhadap
Benemid.
2. Menurunkan pembentukan asam urat :
Allopurinol (Zyloprim), 100 mg 2 (dua) kali sehari pada permulaan, ditambah 100
mg setiap 2 – 4 minggu hingga asam urat serum normal kemudian 500 mg/hari.

D. PATHOFISIOLOGI
Kristal urat terbentuk dalam jaringan sinoval, menyebabkan radang yangberat. Proses
radangberlangsung dengan cepat, terjadi lebih dari beberapa jam. Gejala-gejala akut berupa
nyeri yang ekstrim, bengkak dan erythema (kemerahan) pada sendi yang terkena.
Khususnya mengenai jari besar atau ibu jari kaki (sendi metatarsaphalangeal pertama),
tetapi sendi lainnya seperti tumit, pergelangan kaki dan lutut dapat juga terkena. Nyeri
dirasakan begitu berat. Kerusakan ginjal banyak terjadi, khususnya bila batu asam urat
terdapat secara menetap. Diantara serangan gout, mungkin asimptomatis tetapi serangan
dapat berulang-ulang secara perahan kemudian meningkat bila penyakit tidak diobati.
Pasien dengan penyakit gout dapat mempunyai gejala thopy atau menumpuknya

14
monosodium urat didalam jaringan. Menumpuknya monosodium urat yang terkandung
didalamnya bereaksi sekitar peradangan. Pasien dengan penumpukan thopy (gbr. 22-22),
cenderung lebih sering dan lebih berat serangan artritis goutnya.

E. PENGKAJIAN
 Data Subjektif
1. Episode akut, keluhan utamanya nyeri berat yang berat pada ibu jari kaki atau sendi
lain.
2. Tanyakan pada pasien tentang pencegahan serangan dan bagaimana cara mengurangi
serangan
3. Adakah peningkatan berat badan ?
4. Adakah riwayat arthritis gout dikeluarga ?
5. Apakah pasien memakai obat untuk gout ?

 Data Objektif
1. Pasien tidak tahan terhadap sentuhan pada sendi dan menjaga pada daerah send yang
terkena.
2. Sendi bengkak dan merah (pertama matatarsal, sendi tarsal, pergelangan kaki, lutut atau
siku)
3. Adanya demam
4. Pembengkakan nodul mungkin terlihat dijaringan sub kutan didaerah sendi atau pada
tulang rawan di helix telinga.

 Pemeriksaan Diagnostik
1. Peningkatan kadar asam urat serum (hyperuricemia).
2. Peningkatan asam urat pada urine 24 jam
3. Peningkatan sinovial sendi menunjukkan adanya kristal urat monosodium.
4. Peningkatan kecepatan waktu pengendapan
5. Pemeriksaan sinar X menampakkan perkembangan jaringan lunak.

F. ANALISA DATA: DIAGNOSA PERAWATAN


Diagnosa perawatan ditentukan berdasarkan pegkajian data pasien. Diagnosa perawatan pada
pasien dengan gout dapat meliputi :
Diagnosa Kemungkinan Penyebab
Potensial injury: kerusakan Asam urat atau batu asam urat yang tinggi
pada sendi atau ginjal dalam urine, kristal urat dijaringan synovial

Kurang pengetahuan Kurang informasi tentang gout

Nyeri sendi Radang sendi dengan penumpukan kristal


urat dijaringan synovial.
Perencanaan: Hasil Yang Diharapkan Dari Pasien
Hasil yang diharapkan pada pasien dengan gout dapat meliputi :
1. Pasien terbebas dari ketidak nyamanan
2. Pasien terhindar dari serangan gout yang berikutnya
3. Pasien mengerti perlunya memakai obat yang dianjurkan. Sebagian besar pasien
menggunakan agen uricosuric tiap hari selama hidup.

G. IMPLEMENTASI
a. Membantu Tercapainya Tujuan Pengobatan
1. Memberi obat sesuai program
2. Memberi intake cairan yang tepat
3. Memberi kenyamanan;
a. Istirahat total hingga nyeri dari serangan akut berkurang
b. Hindari menyentuh sendi atau menggerakkan ekstremitas yang sakit hingga nyeri
akut hilang
b. Penyuluhan dan Konselling
1. Jelaskan pada pasien tentang asal mula penyakit
2. Anjurkan pada pasien untuk menggunakan obat sesuai anjuran
15
3. Bantu pasien untuk mengurangi berat badan
4. Bantu pasien untuk memenuhi intake cairan yang cukup dan output antara 2000 ml
sampai 3000 ml per hari.

H. EVALUASI
Evaluasi didasarkan pada hasil yang diharapkan dari pasien.
Pertanyaan yang dapat diajukan adalah sebagai berikut :
1. Apakah pasien terbebas dari nyeri sendi ?
2. Apakah pasien dapat mendiskusikan pengobatan dan perawatan selanjutnya untuk
menghindari serangan gout arthritis berikutnya ?

2. OSTEOPOROSIS
OSTEOPOROSIS adalah kelainan dimana terdapat reduksi atau penurunan massa total tulang.
Kecepatan resorbsi tulang lebih cepat dari pembentukan tulang. Tulang menjadi keropos seara
progresif, rapuh, mudah patah. Fraktur multiple pada vertebra mengakibatkan deformitas
skeletal (kifosis). Dengan terjadinya kifosis terdapat penurunan tinggi badan pada wanita pasca
menopause tertentu.

Faktor resiko
wanita menopause; tubuh kecil, wanita kulit putih, keturunan eropa
gaya hidup  merokok, kafein, konsumsi alcohol
kurang aktivitas fisik
Usia lebih dari 35 tahun  terkait mulai terjadinya puncak pembentukan massa tulang
tercapai dan mulai terjadi kehilangan massa tulang

Evaluasi Diagnostik
1. osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan roentgen rutin ketika telah terjadi 25 – 40%
demineralisasi
2. Absorpsiometri foton-tunggal untuk memantau massa tulang pada lengan
3. Absorpsiometri foton-ganda, Absorpsiometri energi-roentgen ganda (DEXA), dan
pemindaian computer memberikian informasi pada massa tulang spinal dan panggul

Penatalaksanaan
berikan diet seimbang yang adekuat dengan kandungan vitamin D banyak
meningkatkatkan intake kalsium pada usia baya atau resepkan preparat kalsium
terapi penggantian hormon (HRT) untuk menunda kehilangan tulang.
pengobatan lain termasuk kalsitonin, natrium florida, dan natrium etidronat.

PROSES KEPERAWATAN

I. Pengkajian
untuk mengidentifikasi resiko pasien dan pengenalan masalah-masalah yang berkaitan dengan
osteoporosis, wawancara pasien mengenai riwayat keluarga, fraktur yang terjadi
sebelumnya, kebiasaan diet, pola olahraga, awitan menopause, dan penggunaan steroid
amati terhadap fraktur, kifosis torakal, atau pemendekan batang tubuh saat melakukan
pemeriksaan fisik

II. Diagnosa keperawatan Utama


kurang pengetahuan tentang proses osteoporosis dan regimen pengobatan
nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
konstipasi yang berhubungan dengan immobilitas
resiko cidera : fraktur berhubungan dengan osteoporosis

III. Intervensi
Mengerti tentang Osteoporosis dan regimen terapi
a. fokuskan penyuluhan pasien pada faktor-faktor yang mempengaruhih perkembangan
osteoporosis, intervensi untuk memperlambat proses, dan tindakan untuk mengurangi
gejala
b. informasikan tentang diet yang adekuat atau suplemen kalsium, vitamin D yang cukup
16
c. informasikan pentingnya latihan dan aktivitas fisik untuk mengembangkan tulang yang
padat
d. informasikan pada klien untuk berjemur matahari

Menghilangkan nyeri
a. ajarkan cara menghilangkan nyeri punggung melalui tirah baring dan penggunaan matras
yang keras dan tidak menggulung
b. instruksikan pada klien untuk menggerakkan trunkusnya sebagai satu unit dan hindari
memutar
c. pasang korset lumbosakral untuk menyangga sementaraketika turun dari tempat tidur
d. berikan analgetik

memperbaiki eliminasi
anjurkan mengkonsumsi diet tinggi serat,
tingkatkan intake cairan
pantau bising usus dan aktivitas usus

Mencegah cidera
tingkatkan aktivitas fisik untuk menguatkan otot
anjurkan untuk melakukan latihan isometrik untuk menguatkan otot-otot trunkus

GANGGUAN INFEKSI
I. OSTEOMIELITIS
Oteomielitis adalah suatu bentuk infeksi tulang. Infeksi ini lebih sulit sembuh karena keterbatasan
suplai darah, respon inflamasi jaringan, dan peningkatan tekanan jaringan, dan pembentukan
involukrum. Infeksi dapat menjadi masalah kronis yang mempengaruhi kualitas hidup dan
kehilangan ekstremitas.

Penyebab
primer : terjadinya invasi kuman yang disebabkan karena fraktur tulang terbuka
sekunder : penyebaran infeksi dari organ lain secara hematogen.
kemuan penyebab infeksi :
Staphylococcus aureus menyebabkan 70 – 80% infeksi tulang
Proteus
Pseudomonas
Escherchia coli

Faktor resiko
status nutrisi buruk
lanjut usia
obesitas
pasien dengan riwayat terapi kortikosteroid jangka panjang
post bedah sendi, bedah ortopaedik

Manifestasi Klinis
A. Infeksi Hematogen
1. Awitan mendadak, terjadi dengan manifestasi klinis septikemia
2. menggigil, demam tinggi, nadi cepat, dan malaise umum
3. nyeri hebat pada ekstremitas, bengkak, nyeri tekan
4. pasien mungkin menggambarkan nyeri berdenyut yang konstan yang menguat jika
digerakkan (akibat tekanan pus yang tertumpuk)

B. Infeksi berbatasan atau kontaminasi langsung


1. tidak terdapat gejala septikemia
2. area tampak bengkak, hangat, sangat nyeri, dan nyeri tekan saat disentuh

C. osteomielitis kronis
pus secara terus-menerus mengalir atau kekambuhan periode nyeri, inflamasi, benkak, dan
drainage
17
Evaluasi diagnostik
1. roentgen dini menunjukkan hanya jaringan lunak yang mengalami pembengkakan
2. pada sekitar 2 minggu, terjadi dekalsifikasi tak teratur, peningkatan periosteum, dan
pembentukan tulang
3. pemeriksaan kultur darah
4. osteomielitis kronis : roentgen tulang menunjukkan rongga besar tak teratur, kenaikan
periosteum, sequestrae, atau pembentukan tulang padat.

Penatalaksanaan
Sasaran awal adalah mengontrol dan memusnahkan proses infeksi
1. immobilisasi area yang sakit, lakukan rendam normal salin hangat selama 20 menit
beberapa kali sehari
2. kultur darah : dilakukan smear cairan abses untuk mengidentifikasi organisme dan
memilih antibiotika
3. terapi antibiotik sepanjang waktu
4. berikan ntibiotik per oral jika infeksi tampak terkontrol, teruskan selama 3 bulan
5. bedah debridemen tulang jika tidak beresppon terhadap antibiotik, pertahankan terapi
antibiotik tambahan

PROSES KEPERWATAN
Pengkajian
1. kaji terhadap faktor resiko dan cedera sebelumnya, infeksi, atau bedah ortopedik
2. amati terhadap gerakan yang tampak sangat hati-hati dari area yang terinfeksi dan
kelemahan umum akibat infeksi sistemik
3. amati terhadap pembengkakan pada area yang sakit, drainage purulen, dan peningktan
suhu tubuh
4. perhatikan klien dengan osteomielitis kronis mungkin hanya mengalami kenaikan suhu
minimal, terjadi pada siang hari atau sore hari

Diagnosa Keperawatan
1. nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. resiko terhadap perluasan infeksi : pembentukan abses tulang
4. kurang pengetahuan tentang regimen terapi

Intervensi
a. Meredakan Nyeri
1. imobilisasi bagian yang sakit dengan bebat untuk menurunkan nyeri dan spasme otot
2. lakukan latihan ROM pada sendi diatas dan dibawah bagian yang sakit
3. tangani luka dengan hati-hati untuk menghindari timbulnya nyeri
4. tinggikan bagian yang sakit untuk mengurangi pembengkakan dan rasa tak nyaman
5. berikan analgesik yang telah diresepkan serta teknik lain untuk mengurangi nyeri

b. memperbaiki mobilitas
1. ajarkan alasan ilmiah pembatasa gerak
2. berikan dorongan melakukan ADL dalam ROM terbatas

c. mengontrol proses infeksi


1. pantau respon klien terhadap terapi antibiotika
2. pastikan sirkulasi adekuat
3. pantau kesehatan umum dan status nutrisi
4. berikan diet seimbang tinggi protein, vitamin C, dan vitamin D untuk menjamin
keseimbangab nitrogen positif dan meningkatkan penyembuhan

II. RHEMATOID ARTRITIS


Rhematoid atritis adalah peradangan yang kronis sistematik, progresif lebih banyak terjadi
pada wanita (3:1 dengan kasus pria) pada usia 25 – 35 tahun.

18
PATOFISIOLOGI
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinouid disertai edema, kongesti vaskular, eksudat
febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinoval menjadi menebal,
terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk
pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus, masuk ke tulang sub-condria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago
artukular. Kartilago menjadi nekrotis. Tingkat erasi dari kartilago persendian menentukan
tingkat ketidak mampuan sendi. Nila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi
diantara permukaan sendi, karena jaringan febrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan
kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan
subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang subchondrial bisa menyebabkan
osteporosis setempat (peningkatan keropos tulang).
Lamanya rhematoid artritis berbeda pada setiap orang. Ditandai dengan masa adanya
serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan
pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain, terutama yang mempunyai faktor
rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif
yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang
difus. Serangan dapat timbul karena status fisik dan mental.

PENYEBAB
penyebab Rheumatoid arthritis tidak diketahui secara pasti, dimungkinkan berhubungan dengan:
1. Mekanisme imunitas (antigen antibodi) seperti interaksi igG dari imunoglobin dengan
rhematoid faktor.
2. Faktor metabolik
3. Infeksi dengan kecenderungan virus.

TANDA-TANDA DAN GEJALA SETEMPAT:


1. Secara umum sakit persendian disertai kaku dan gerakan terbatas.
2. Lambat laun membengkak, panas merah, lemah.
3. Perubahan bentuk tangan.
a. Jari bengkak seperti alat pemukul genderang.
b. Deformitas bentuk leher angsa dari jari
c. Ulna deviasi dari tangan
4. Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, bahu, rahang.

Gejala sistemik:
Capai, lemah, demam, teachicardi, lesu, berat badan turun, anemi, bilateral yang simetris dari
persendian kesil dan besar pad sendi-sendi ekstemitas.

TERAPI
Istirahat, istirahan mutlak pada tingkat akut, atau 2-4 jam. Istirahat memakai bidai sendi.
Terapi fisik:
1. Bantu latihan pasif sampai kepada kegiatan aktif untuk menjaga fugsi.
2. Kompres lembab hangat untuk relaksasi otot dan mengurangi rasa sakit.
Pembedahan rekontruksi bila perlu.
Pengobatan dapat dilihat pada tabel 22-2.

PENGKAJIAN
 Data Subjektif :
Manifestasi awal dari gangguan adalah penderita dapat menerangkan lokasi yang nyeri
dan kaku pada lengan, pada tangan, pada kaki dan bukan menunjuk sendi tertentu.
Ketidaknyamanan ini akan menetap untuk beberapa waktu sebelum terjadi perubahan
sendi yang dapat dilihat atau dirasakan oleh penderita.
 Data Objektif

19
1. Infeksi dan palpasi, cek sendi pada kedua bagian tubuh apakah simetris, warnanya,
ukuran, bentuk, kelembekan, dan bengkak.
2. Evaluasi tingkat gerakan pasif dari persendian sinovial.
a. Catat bila ada deviasi (yang paling penting keterbatasan gerakan sendi)
b. Catat bila ada krepitasi, dapat terdengar derik gerakan tulang pada permukaan
persendian.
c. Catat timbulnya rasa sakit bila digerakkan.
3. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skeletal secara bilateral.
a. Catat bila ada atrofi, perubahan tonus dan kelembekan.
b. Uji kekuatan otot dengan gerakan yang ditahan.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes serologis
a. BSE akan tinggi
b. Sel darah merah (erythocyt), bisa terjadi anemi dan leukositosis
c. RF (faktor rhematoid), terjadi 50-90% pada penderita, tergantung kepada masa waktu
dan tingkat kegawatan penyakit/serum akan menunjukkan banyak molekul protein
anti bodi.
d. Tes fiksasi latex positif.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. pariarticular osteoporosis, permulaan persendian erosi
b. kelanjutan penyakit : ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
3. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari sendi dikultur dan
bisa diperiksa secara mikroskopik.

ANALISA DATA, DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar pengkajian data pasien. Kemungkinan diagnosa
keperawatan pada rhematoid arthritis adalah, (walaupun tidak selamanya tetap
DIAGNOSA KEMUNKINAN ETIOLOGINYA
Gangguan body image Perubahan penampilan tubuh, sendi,
bengkok, deformitas, postur berubah.
Potensial timbul cidera Otot hilang kekuatannya, rasa nyeri,
sendi kaku.
Kurang pengetahuan Tidak bisa dengan sumber informasi.
Rasa nyeri sendi Perubahan pathalogis oleh rematoid
arthritis
Ketidakmampuan : Gangguan muskuloskeletal, tidak
Mandi, personal hygiene, berpakaian, mampu menggunakan salah satu sendi
b.a.b., b.a.k. karena gerakan yang terbatas

PERENCANAAN : HASIL YANG DIHARAPKAN


Hasil yang diharapkan dari pasien rhematoid arthritis adalah sebagai berikut, (tapi tidak
selamanya tetap) :
1. Pasien merasa lebih nyaman
2. Gerakan sendi menjadi lebih bebas
3. Pasien memperlihatkan kemampuan ADL (kegiatan kehidupan sehari-hari)
4. Pasien mempunyai konsep yang lebih positif
5. Pasien dapat menerangkan proses penyakit, perawatan berkesinambungan, pengobatan
(macam-macam atihan, obat-obatan) dan perencanaan pelayanan oleh dokter/medis.

IMPLEMENTASI
 Memberi bantuan untuk mencapai hasil pengobatan :
1. Memberikan obat pada waktunya dengan menepati dosis yang dianjurkan (lihat tabel
22-2)

20
2. Membantu memilih makanan, membantu makan bila diperlukan, menganjurkan
makan sedikit-sedikit tapi sering.
3. Menganjurkan pasien mempertahankan berat badan yang normal
4. Menganjurkan dan membantu memperluas gerakan, meningkatkan mobilitas dan
kekuatan otot
 Membantu kenyamanan dan kegiatan kehidupan sehari-hari :
1. Mempertahankan pasien agar bebas dari rasa nyeri dan obat-obatan
2. Menggunakan penghambat sendi sesuai dengan pesan dokter
3. Membantu perawatan mandiri
4. Membantu perubahan posisi tidur
5. Memberikan waktu istirahat yang adekwat
6. Memperingatkan menggunakan bidai yang dapat mengistirahatkan sendi
 Konsultasi dan Penyuluhan
Bila memberi penyuluha tentang rhematoid arthritis atau rhematik yang lain, perawat
sebaiknya menggunakan media yang disiapkan artheritis foundation/persatuan yayasan
arthritis.
Booklet-booklet mengenai arthritis, dasar-dasar kebutuhan dimana tertulis semuanya
sehingga pasien dapat mengerti dan belajar.
Penyuluhan hendaknya menginformasikan hal berikut :
1. Adanya keseimbangan istirahat dan kegiatan
2. Melindungi sendi dan teknik menghemat energi
3. Menggunakan obat-obat yang tepat, nama obat, dosis, hati-hati dalam
mengadministrasian, efek sampingan dan keracunan.
4. Rencana implementasi program latihan yang dipesan oleh dokter atau fisiotherapi
5. Menggunakan kompres hangat atau kompres dingin yang tepat
6. Menggunakan tongkat untuk berjalan yang tepat dan alat bantu yang lain
7. Pencegahan agar terhindar dari cedera
8. Menggunakan bidai dan alat penggendong yang tepat
9. Dasar-dasar nutrisi yang baik, mencegah kenaikan berat badan
10. Penting sekali berobat ulang kepada dokter
11. Harus menganggap penting mengikuti program agar sembuh
12. Informasi tentang kelompok pendukung arthritis setempat, dan yayasan arthritis.

EVALUASI
Evaluasi berdasarkan yang diharapkan dari pasien :
1. Apakah pasien merasa senang
2. Apakah potensial terjadinya cedera berkurang
3. Apakah pasien dapat menerangkan pengobatan selanjutnya
4. Apakah pasien mengerti tentang program latihan
5. Dapatkah pasien menerangkan pentingnya bergantian antara istirahat dan kegiatan.

PEMBEDAHAN REKONSTRUKTIF
Bila rhematoid arthritis progresif dan menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan
untuk mengurangi rasa nyyeri dan memperbaiki fungsi.
Pembedhan dan indikasinya sebagai berikut, sinovektomy, membuang jaringan sinovial untuk
mencegah arthritis pada sendi tertentu untuk mempertahankan fungsi ksendi, untuk mencegah
timbulnya kembali inflamasi. Yang sring dibedah seperti tersebut adalah sendi lutut dan
pergelangan tangan.
a. Arthrotomi, membuka persendian, prosedur dilaksanakan untuk keperluan :
1. Eksplorasi persendian untuk menentukan proses penyakit
2. Membuat draenase
3. Membuang jarangan lunak dan benda asing
4. Pelaksanaan bedah sering dilakukan pada lutut.
Arthrodesis, pembedahan sendi ini sering dilaksanakan pada lutut, pergelangan tangan, tumit.
Tujuan pembedahan adalah agar :

21
1. Menghilangkan rasa nyeri bila digerakkan
2. Agar sendi stabil

Adthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian, mungkin
sebelah atau kedua belahannya.
1. Tujuan
a. Agar sendi dapat bergerak kembali
b. Mengurangi rasa nyeri
c. Memperbaiki deformitas
2. Tipe pertolongan
a. Mengganti bagian sendi dengan alat protesa yang terbuat dari logam atau bahan lain,
seperti mengganti mangkok atau leher dari sendi panggul.
b. Membentuk lagi tulang sendi, kemudian dilapisi dengan jaringan lunak sebagai alat
yang menempatkan kembali posisi.
c. Mengganti sendi seluruhnya dimana kedua belah sendi diganti dengan pencangkokan
metal atau polyethylene.

Daftar Bacaan:
C. Long Barbara. (1996). Perawatan Medikal Bedah. IAPK. Bandung.
Doegoes, Marilynn E., (2000). Nursing care Planning. EGC. Jakarta.
Staf Pengajar IKA FKUI. (1984). Ilmu Kesehatan anak. Infomedika. Jakarta.
Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aisculapues. Jakarta
Wim de Jong. (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC. Jakarta
Baughman Diane C., Hackley JoAnn C. 1987. Keperawatan Medikal Bedah buku Saku dari
Brunner & Suddarth. EGC. Jakarta

22

You might also like