You are on page 1of 20

BAB 14.

KEANEKARAGAMAN PROKARIOTA
ARKHAEA
Secara morfologi Arkhaea dan Bakteri tidak berbeda. Namun perbedaan antara
Arkhaea dan Bakteri dapat dilihat pada metabolisme (khususnya katabolisme) dan
kondisi lingkungan pertumbuhan. Terdapat 3 subdivisi arkhaea, yaitu Euryarchaeota,
Crenarchaeota dan Korarchaeota.
Sebagian besar Arkhaea hidup di lingkungan ekstrim, seperti dasar laut dalam,
mata air panas, dan lainnya. Lingkungan ekstrim ini tidak dapat ditumbuhi organisme
lainnya termasuk bakteri. Sebagian besar anggota Crenarchaeota hidup di lingkungan
panas ekstrim, seperti solfatara dan ceruk hidrotermal. Namun terdapat anggota
Crenarchaeota yang mampu hidup di lingkungan mesofil (berasosiasi dengan akar
tananaman) dan bahkan sampai suhu 2°C (di Antartika).
Euryarchaeota
Arkhaea ini memiliki keragaman metabolisme luas, tetapi memiliki properti dasar
bersama. Berdasarkan aktivitas metabolismenya Euryarchaeota dapat dikelompokan
menjadi 4 kelompok, yaitu metanogen, halofil, termoasidofilik, dan hipertermofil.
Arkhaea Metanogen
Kebanyakan anggota Euryarchaeota menghasilkan metana (CH4) dalam
metabolismenya. Oleh karena itu, anggota Euryarchaeota ini disebut metanogen.
Berdasarkan analisis 16SRNA, metanogen merupakan Arkhaea primitif. Metanogenesis
hanya dapat terjadi pada kondisi anaerob, karena enzim dan kofaktor pada Arkhaea ini
labil oleh serangan oksigen. Daerah anaerobik seperti kolam lumpur, dan pengolahan
limbah anaerobik merupakan lingkungan menguntungkan bagi arkhaea ini. Sebagai
tambahan arkhaea ini merupakan mikroba flora normal saluran pencernaan berbagai
hewan, termasuk ruminansia (sapi, kambing, dan kerbau), manusia, anjing, dan
serangga pengonsumsi selulosa seperti rayap. Di dalam saluran pencernaan
ruminansia, arkhaea ini berperan dalam mengkonsumsi hidrogen (H2) yang dapat
menghambat degradasi selulosa. Metana juga dapat dihasilkan dari asetat. Dalam
saluran pencernaan rayap, metanogen Methanobacterium dan Methanobenibacter,
hidup di dalam protozoa Trichomonas. Protozoa mendegradasi selulosa menjadi
glukosa dan kemudian didegradasi menjadi asam dan hidrogen. Metanogen
mengkonsumsi H2 dan mengubahnya menjadi metana. Metanogen juga dapat dijumlai di
lingkungan bersuhu tinggi, seperti ceruk hidrotermal, mata air panas, dan daerah
gunung api aktif.
Lingkungan hidup metanogen harus anaerob yang mengandung CO2 atau
senyawa C1 lainnya dan substrat tereduksi tinggi, seperti H2. Jika CO2 sebagai sumber
karbon, maka H2 dipakai sebagai sumber energi. Kadar SO42- pada habitat metanogen
harus rendah, karena dapat mengurangi populasi bakteri pereduksi sulfat. Bakteri
pereduksi sulfat akan berkompetisi dengan metanogen dalam mengkonsumsi H2.
Reaksi Metanogenesis
Arkhaea metanogen dapat dijumpai di daerah yang terjadi dekomposisi material
organik. Pada daerah demikian H2 dan asetat tersedia dan siap dikonsumsi. Jika
ditumbuhkan di daerah ini, maka arkhaea metanogen akan mengubah CO2 menjadi CH4
dan melepaskan air dengan reaksi berikut ini
CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O ∆ G = -131 kJ
Arkhaea metanogen juga dapat mengkonsumsi metanol dan H2 menjadi CH4 dengan
menghasilkan energi sama dengan konsumsi CO2.
CH3OH + H2 → CH4 + H2O ∆ G = -131 kJ
Beberapa arkhaea metanogen juga dapat mengkonsumsi metanol tanpa kehadiran H2
dengan reaksi sebagai berikut
4CH3OH → 3CH4 + CO2 + 2H2O ∆ G = -80 kJ
Beberapa arkhaea metanogen dapat mengubah asetat menjadi CH4 dan rekasinya
adalah sebagai berikut
CH3COOH + H2O → CH4 + HCO3H ∆ G = -31 kJ
Secara detail proses produksi CH4 oleh arkhaea metanogen adalah sebagai
berikut. CO2 harus diaktifkan oleh enzim metanofuran menjadi senyawa formil (HCO).
Metanofuran adalah kofaktor unik dan mampu mengikat CO2. Gugus formil terikat
metanofuran ditransfer ke enzim kedua, yaitu enzim metanopterin. Metanopterin juga
mampu mengikat senyawa C1 dan terus membawa melalui serial tahapan reduksi. Dua
reaksi reduksi terjadi pada gugus formil, sehingga mengubahnya menjadi metilen (CH2)
dan selanjutnya menjadi metil (CH3). Sumber elektron pada proses reduksi ini diperoleh
dari koenzim F420. Gugus metil ditransfer ke koenzim M (CoM) menghasilkan CH3-CoM.
Akhirnya direduksi menjadi CH4 oleh sistem metil reduktase.
Sebagian besar CH4 di atmosfir diproduksi oleh arkhaea metanogen dan CH4
merupakan gas greenhouse dan menyebabkan pemanasan global. Sebagian besar CH4
dihasilkan oleh aktivitas manusia, seperti peternakan dan pemanenan padi.
Keragaman Arkhaea Metanogen
Dua contoh arkhaea metanogen adalah Methanobacterium thermoautotrophicum
dan Methanococcus jannaschii. M. thermoautotrophicum sering dijumpai di tanah
tergenang dan digester limbah. Arkhaea ini terwarnai Gram negatif, tetapi tidak memiliki
struktur dinding sel gram negatif pada umumnya. Dinding selnya berisi
pseudopeptidoglikan bukan peptidoglikan. Seperti namanya, arkhaea ini tumbuh di
lingkungan bersuhu 35—70°C. Arkhaea ini mampu mengonsumsi H2 dan format. Sel
berbentuk batang. M. jannaschii diisolasi dari ceruk hidrotermal laut dan hidup di
lingkungan sekitar 85°C dan ahanya tumbuh dengan substrat CO2 dan H2. Sel
bebbentuk sferis. Kedua arkhaea ini mampu menyintesis semua senyawa organik dari
CO2.
Arkhaea metanogen ini merupakan arkhaea pertama yang diketahui urutan
genomnya. Ukuran genom M. thermoautotrophicum adalah 1,75 Mb dan diperkirakan
berisi 1870 gen. Sedangkan M. jannaschii memiliki ukuran genom sebesar 1,66 Mb
dengan perkiraan 1729 gen. Studi genom arkhaea metanogen menunjukkan bahwa gen
yang terlibat dalam proses anabolisme seperti biosintesis asam amino homolog dengan
Bakteri. Namun proses sentral sel seperti replikasi DNA dan transkripsi RNA lebih dekat
dengan Eukariota. Oleh karena itu, Arkhaea ini berada di antara bakteri dan Eukarya
pada pohon filogenetiknya. Perbandingan genom kedua arkhaea metanogen ini
menunjukkan bahwa 20% gen M. thermoautotrophicum tidak dijumpai pada M.
jannaschii dan 15% gen M. jannaschii tidak dijumpai pada M. thermoautotrophicum.
Arkhaea Halofil Ekstrim
Arkhaea halofil ekstrim merupakan anggota Arkhaea yang mampu hidup di
lingkungan salinitas tinggi dan merupakan organisme toleran garam. Telah teridentifikasi
sebanyak 20 species arkhaea halofil ekstrim dengan keragaman morfologi dan struktur
sel. Arkhaea halofil ekstrim memiliki dinding sel berbeda dengan bakteri gram negatif,
meskipun terwarnai Gram negatif dan tidak memiliki struktur istrirahat, seperti spora atau
kista. Kebanyakan arkhaea ini obligat aeron non-motil dan memerlukan garam untuk
pertumbuhannya. Mereka merupakan organisme kemorganotrof dan memerlukan
beberapa faktor pertumbuhan. Beberapa arkhaea halofil ekstrim mampu mengonsumsi
karbohidrat dan memproduksi energi melalui siklus TCA dan transfer elektron mirip
dengan bakteri. Beberapa arkhaea halofil ekstrim mampu hidup secara anaerob dan
melakukan fermentasi gula atau respirasi anaerob dengan nitrat atau fumarat sebagai
akseptor elektron.
Arkhaea halofil ekstrim hidup si daerah berkadar garam tinggi, dengan kadar
minimum, optimum, dan maksimum masing-masing sebesar 8,8% NaCl, sekitar 20%
NaCl, dan 32% NaCl. Daerah bersalinitas tinggi jarang dijumpai. Kebanyakan daerah
bersalinitas tinggi adalah danau garam seperti Great Salt Lake di Utah Amerika Serikat,
laut mati, dan danau soda. Terdapat organisme eukariota yang mampu hidup di
lingkungan bersalinitas tinggi seperti alga Dunaliella.
Pertanyaan pertama terhadap arkhaea ini adalah adaptasi molekuler organisme
ini terhadap lingkungan bersalinitas tinggi. Informasi terhadap adaptasi ini diketahui
setelah mempelajari mikroba halofil Halobacterium dan mungkin dapat dianalogikan ke
semua arkhaea halofil ekstrim. Permasalahan utama adalah lingkungan bersalin tinggi
akan membuat sebagian air keluar dari sel oleh proses osmosis. Organisme ini mampu
menjaga keseimbangan osolaritas di dalam sel dengan memproduksi molekul
kompatibel di ruang periplasmik. Selain itu dia mengakumulasi ion anorganik di dalam
sel yang sesuai dengan kadar garam di lingkungan. Halobacterium juga memompa
Kalium ke dalam sel, sehingga kadar kalim dalam sel seimbang dengan kadar Natrium
di lingkungan.
Arkhaea Termoasidofil
Arkhaea termoasidofil adalah arkhaea yang hidup di lingkungan bersuhu tinggi
dan benilai pH asam. Terdapat 3 genus yang umum untuk arkhaea termoasidofil, yaitu
Thermoplasma, Picrophilus, dan Ferroplasma.
Arkhaea Thermoplasma
Dua jenis Thermoplasma telah diisolasi, yaitu T. acidophilum dan T. volcanii.
Kedua organisme adalah kemorganotrof yang mampu hidup pada lingkungan
mengandung senyawa organik, dan memerlukan faktor pertumbuhan. Thermoplasma
mengonsumsi O2 dan senyawa sulfur sebagai akseptor elektron. T. acidophilum
merupakan termofil dengan kisaran suhu pertumbuhan antara 45 sampai 67°C.
Sedangkan T. volcanii mampu tumbuh baik di suhu 33°C, tetapi masih dapat tumbuh
pada suhu 67°C. Kedua organisme ini memerlukan kondisi asam sampai nilai pH
mencapai 0,5 untuk pertumbuhannya.
Ongokan buangan batubara yang berisi batubara, pirit, dan material organik
sering spontan terbakar menghasilkan suhu tinggi. T. acidophilum mampu
mengonsumsi senyawa organik ini dan mengoksidasi melalui respirasi aerob atau
anaerob dengan menggunakan sulfur sebagai akseptor elektron.
Meskipun lingkungan bernilai pH asam, tetapi nilai pH sitoplasma arkhaea
termoasidofil mendekati netral. Hal ini terjadi akibat aktivitas pompa membran
memompa proton keluar dari sel. Metode ini melindungi rekasi metabolisme dari
penghambatan kondisi asam.
Arkhaea Picrophilus
Picrophilus sp. merupakan organisme yang paling toleran terhadap asam dan
merupakan organisme umum dijumpai di solfatara darat. Nilai pH optimum
pertumbuhannya adalah 0,7 dan mampu tumbuh sampai nilai pH 0,06. Nilai pH ini
ekuivalen dengan 1,15 M larutan HCl dan mampu melarutkan logam. Picophilus sp.
merupakan organisme obligat aerob yang tumbuh dengan mengoksidasi senyawa
organik dan mampu tumbuh pada suhu 40—69°C. Dinding sel Picrophilus berisiprotein
lapisan S. Lapisan S ini yang diduga sebagai mekanisme impermeabel asam.
Arkhaea Ferroplasma
Arkhaea ini pertama kali diisolasi dari biorekator di Kazakhstan dan
pertambangan di Amerika Serikat. Arkhaea ini dijumpai di pertambangan sulfur.
Ferroplasma adalah organisme kemolitotrof yang memapu mengoksidasi ion feri (Fe2+)
atau pirit sebagai sumber energi dam mengonsumsi CO2 sebagai sumber karbon. Ion
ferat (Fe3+) merupakan produk akhir oksidasi ion feri. Selain ion feri, arkhaea ini mampu
mengoksidasi Mg2+. Arkhaea ini mampu hidup optimal di lingkungan bernilai pH 1,2
dengan kisaran pH pertumbuhan adalah 0,1—2,5. Arkhaea ini merupakan organisme
dominan (sampai 85%) di pertambangan asam. Oksidasi logam sulfida, khususnya pirit
(FeS2), menghasilkan proton yang dapat mengasamkan air. Larutan asam ini mampu
menahan ion logam seperti Fe2+, Cd2+, Cu2+, dan Zn2+.
Arkhaea Termofil Ekstrim
Arkhaea ini mampu hidup pada suhu sampai 113°C. Sebagian besar species ini
diisolasi dari solfatara dan ceruk hidrotermal. Oleh karena itu, toleransi terhadap suhu
tinggi bekan hal yang mengejutkan.
Arkhaea Thermococcales
Semua jenis Thermococcales diketahui memiliki suhu optimal pertumbuhan
bevariasi antara 75 sampai 104°C. Mereka obligat anaerob dan berkembang baik di
solfatara darat maupun laut. Thermococcales merupakan organisme organotrof yang
mengonsumsi senyawa organik sebagai sumber karbon dan energi. Mereka melakukan
respirasi dan fermentasi terhadap senyawa organik untuk menghasilkan energi. Di
antara Arkhaea Thermococcales merupakan arkhaea tumbuh cepat dengan waktu
generasi mencapai 35 menit untuk Pyrococcus dan 120 menit untuk Thermococcus.
Thermococcus dan Pyrococcus adalah arkhaea motil, karena mempunyai flagela dan
tumbuh optimal pada suhu 95°C. Kedua arkhaea ini mengonsumsi peptida dan
karbohidrat secara fermentatif dengan bertumpu pada enzim tungsten.P. furiosis
menghasilkan tungsten-G3P-feredoksin oksidoreduktase dan tampaknya mempunyai
peran sama dengan G3P-dehidrogenase pada jalur Emden-Meyerhoff-Parnas. Arkhaea
ini hidup baik tanpa hidrogen sulfida dan memiliki enzim tahan panas yang berpotensi
dalam aplikasi industri. Seperti kita ketahui reaktor industrial biasanya bekerja dengan
suhu tinggi dan terkorosi oleh hidrogen sulfida.
Arkhaea Archaeoglobales
Archaeoglobus merupakan satu-satunya genus anggota Archaeoglobales.
Arkhaea ini memerlukan kadar garam tinggi dan suhu tinggi. Oleh karena itu, habitanya
terbatas dan hanya dijumpai pada ceruk hidrotermal laut dan solfatara laut. Mereka
organisme abligat anaerob dan hanya tumbuh dengan mengonsumsi senyawa organik
dan anorganik. Sulfat dipakai sebagai akseptor elektron dan mengubahnya menjadi
hidrogen sulfida (H2S). Donor elektron berasal dari H2 dan dipakai untuk mereduksi
sulfat dan senyawa organik lainnya seperti asam laktat, gula, pati, dan peptida.
Arkhaea ini memiliki metabolisme mirip dengan arkhaea metanogen dalam hal
koenzim unik metanogen seperti faktor 420, koenzim M,dan lainnya. Selama
metabolismenya menghasilkan sedikit metana, tetapi tidak dapat tumbuh pada substrat
untuk arkhaea metanogen, seperti H2 dan CO2 kecuali tersedia sulfat. Sebuah hipotesis
menyatakan bahwa Archaeoglobales merupakan tahapan antara evolusi arkhaea
metanogen.
Crenarchaeota
Kelompok Crenarchaeota terdiri atas termoasidofil dan hipertermofil yang secara
filogenetik berbeda dengan Euryarchaeota. Arkhaea hipertermofil ini merupakan
pemecah rekor toleransi terhadap suhu tinggi.
Crenarchaeota Hipertermofil
Anggota arkhaea ini ditemukan di sekitar lingkungan volcano baik di darat
maupun di laut. Sulfolobus tumbuh di mata air panas, kaya sulfur dengan nilai pH 1—5,
dan suhu sampai 95°C. Sulfolobus adalah mikroba obligat aerob dan tumbuh secara
kemolitotrof dengan mengoksidasi H2S atau S menjadi H2SO4. Oksigen digunakan
sebagai akseptor elektron. Arkhaea ini mampu menambat CO2 melalui jalur 3-
hidroksipropionat termodifikasi. Anggota lainnya adalah Acidianus yang mengunakan
elemen sulfur secara aerob dan anaerob. Arkhaea ini mengunakan sulfur sebagai donor
elektron maupun ekseptor elektron. Dengan bantuan oksigen, sulfur dioksidasi menjadi
asam sulfat dan elektron diberikan ke oksigen. Dalam kondisi nonoksigenik, hidrogen
direduksi dan sulfur dioksidasi, sehingga menghasilkan hidrogen sulfida. Baik
Sulfolobus dan Acidianus dapat tumbuh pada suhu 60--95°C dan nilai pH optimum
adalah 2.
Kandungan G+C pada kedua arkhaea ini rendah sekitar 31% untuk Acidianus
dan 37% untuk Sulfolobus. Fakta menunjukkan bahwa DNA dengan G+C tinggi lebih
tahan panas. Oleh karena itu pasti terdapat sistem lain yang bertanggung jawab
terhadap ketahanan panas. Ternyata arkhaea ini memiliki protein terasosiasi DNA yang
tahan panas. Meskipun kandungan G+C rendah, tetapi organisme ini tahan panas
akibat mekanisme proteiksi protein terasosiasi DNA.
Pyrolobus fumarii merupakan organisme pemegang rekor suhu pertumbuhan,
yaitu 113°C. Arkhaea ini tidak dapat tumbuh di bawah suhu 90°C dan suhu optimum
pertumbuhan adalah 106°C. Pyrolobus merupakan organisme kemolitotrof pengonsumsi
(obligat) H2. Elektron dari H2 dipakai untuk mereduksi NO3-, S2O3-, atau O2, masing-
masing menghasilkan NH4+, H2S and H2O. Organisme ini mampu bertahan dari sterilisasi
autoklaf, bahkan sampai 1 jam sterilisasi.
Arkhaea pereduksi sulfat baik dari anggota Euryarchaeota dan Crenarchaeota
merupakan organisme perusak (souring) sumur minyak. Hal ini karena merka mampu
mengkonsumsi suldfat menjadi hidrogen sulfida yang larut dalam minyak. Selain itu,
peningkatan emisi sulfur ketika pembakaran minyak dapat meningkatkan biaya
pemurnian minyak dan serangan sulfida terhadap logam baik casing maupun pipa dapat
menimbulkan korosi dan kebocoran.
Kornarchaeota
Berdasarkan analisis 16S RNA arkhaea ini dipisahkan dari 2 kelompok
terdahulu. Anggota Kornarchaeota diduga memisah lebih dulu pada pohon filogenetik
dan properti selnya mirip dengan properti sel mikroba terprimitif di bumi. Sedikit sekali
informasi yang diberikan dari arkhaea ini, meskipun demikian penelitian tentang properti
metabolisme mulai dilakukan.
BAKTERI
Kelompok prokariota lain adalah bakteri. Anggota domain ini merupakan
prokariota pertama kali berhasil diisolasi dan mudah ditemukan di mana saja. Semua
prokariota patogen adalah bakteri dan keragaman metabolismenya adalah fotoautotrofik
litotrof, kemoautotrofik litotrof, dan kemoheterotrofik organotrof. Pengklasifikasian bakteri
cukup rumit karena keragaman metabolisme yang tumpang tindih. Oleh karena itu
pengelompokan atau pengorganisasian bakteri pada bagian ini berdasarkan pada
1. Filogeni dan jejak seluler bakteri
2. Habitat bakteri
3. Fisiologi, biokimia, dan genetika bakteri
4. Fitur unik bakteri
PROTEOBAKTERI
Proteobakteri secara evolusioner saling terkait, tetapi secara umum mereka
adalah bakteri dengan dinding sel gram negatif. Mereka salah satu kelompok bakteri
yang berguna bagi manusia. Terdapat keragaman di dalam kelompok ini dan mereka
dibagi dalam 5 kelompok, yaitu α -, β -, γ -, δ -, ε -Proteobakteri. Dari ke-5 kelompok,
akan dipaparkan hanya beberapa mikroba yang memiliki keragaman metabolisme.
α -Proteobakteri
Rhizobia (simbion tanaman)
Rhizobia pertama kali teridentifikasi sebagai bakteri pembentuk nodul pada
tanaman kacang-kacangan (leguminosae) dan dikelompokan dalam satu genus
Rhizobium. Bukti filogenetik menunjukkan bahwa kelompok ini cukup beragam. Rhizobia
dipisahkan dalam 6 genus, yaitu Rhizobium, Sinorhizobium, Mesorhisobium,
Bradyrizhobium, Azorhizobium, dan Allorhizobium. Bakteri-bakteri nodulasi tanaman ini
bukan kelompok tersendiri, tetapi berbaur dengan sejumlah species yang tidak
melakukan simbiosis.
Rhizobia adalah bakteri gram negatif kemoheterotrofik organotrof dan mampu
tumbuh pada media berbagai jenis karbohidrat. Bentuk normal Rhizobia adalah batang
dan tidak membentuk endospora. Mereka bakteri motil dengan flagela polar atau
subpolar atau peritrikus dan tumbuh secara aerob. Karena tanaman menghasilkan
berbagai karbohidrat dan berlebih, sehingga dapat mencukupi bakteri baik yang hidup
dekat akar tanaman maupun yang bersimbiosis dalam nodul.
Rhizobia dapat dibagi dalam galur cepat (waktu generasi <6 jam) dan galur
lambat (waktu generasi >6 jam). Galur cepat mengunakan jalur Emben Meyerhoff
Parnas (EMP), sedangkan galur lambat mengunakan jalur Entner Doudoroff (ED).
Galur cepat mampu mengonsumsi glukosa, galaktosa, fruktosa, xilosa, manitol, sukrosa,
dan dulsitol. Galur lambat juga mampu mengonsumsi berbagai jenis karbohidrat, tetapi
juga memerlukan faktor pertumbuhan.
Rhizobia galur cepat memiliki gen untuk nodulasi dan penambatan nitrogen pada
plasmid. Plasmid ini cukup besar, yaitu berukuran sekitar 1 Mb. Plasmid ini tidak
terdeteksi sampai diperoleh metode tercanggih pendeteksi plasmid. Diduga bahwa gen
nodulasi telah ada di rhizobia progenitor dan kerabatnya non-nudulasi yang menghilang
seiring perkembangan jaman. Kemungkinan gen nodulasi tertransfer ke galur lain.
Karena gen nodulasi terdapat di pasmid bukan di kromosom, maka mudah dipahami
bahwa gen nodulasi dapat hilang. Rhizobia galur lambat juga memliki gen penambat
nitrogen. Gen tersebut berada di kromosom bukan di plasmid. Kemungkinan galur
lambat melakukan rekombinasi melakukan tarnsfer horizontal dari plasmid ke
kromosom.
Rhizobia disebut simbion tanaman bukan patogen. Hal ini karena ketika
menodulasi tanaman mereka memberikan keuntungan bagi tanaman, yaitu mereka
menambat nitrogen dan hasil tambatan tersebut diberikan ke tanaman. Sebagai imbalan
tanaman memberikan sumber karbon dan energi kepada rhizobia. Mereka mampu
bersimbiosis dengan berbagai tanaman legum seperti alfalfa, kedelai, dan kacang.
Bakteri Prosthecate Dimorfis Caulobacter
Kebanyakan bakteri membelah biner simetris, tetapi bakteri prosthecate
bereproduksi secara asimetris. Salah satu contoh bakteri prosthecate adalah
Caulobacter. Caulobacter merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, dan
nonspora. Secara filogenetik bakteri-bakteri prosthecate beragam, tetapi saling
berkerabat dekat. Mereka terspesialisasi hidup di lingkungan akuatik, khususnya di
daerah miskin nutrisi, termasuk air minum. Bakteri ini tidak berbahaya dan tidak
ditemukan di lingkungan panas dan tidak berasosiasi dengan hewan. Bakteri
prosthecate hanya berasosiasi dengan fototrofik dan heterotrofik diatom. Pada inang
fotosintetik terjadi simbiosis mutualisma. Caulobacter mengambil oksigen yang
dihasilkan fotosintetik organisme dan sebagai imbalan Caulobacter menerima kelebihan
makanan dari organisme fotosintetik.
Caulobacter adalah organisme kemoheteroorganotrof yang dapat mengonsumsi
karbohidrat dan asam amino. Semua jenis obligat aerob dan cenderung mesofilik, tetapi
beberapa jenis dapat tumbuh pada suhu 5°C. Genom C. Crescentus berisi 105 gen
untuk sistem respons 2 komponen. Caulobacter memiliki 2 bentuk sel dalam siklus
hidupnya, yaitu sel stasioner (nonmotil) dan sel swarmer (motil dengan flagela tunggal).
Sel swarmer merupakan salah satu hasil pembelahan sel stationer. Flagela disintesis
sebelum pembelahan sel sempurna (sel terpisah). Sel swarmer berenang dan tidak
mengalami pembelahan. Pada saat tertentu sel swarmer berhenti (mungkin menerima
sinyal lingkungan menguntungkan) dan flagela terlepas. Kemudian sel menyintesis
prostheca dan melekat ke permukaan, sehingga menghasilkan sel stationer baru.
Mikroba ini memiliki toleransi tinggi terhadap kemiskinan nutrien dan terhambat
pertumbuhannya di media diperkaya. Bakteri prosthecate sangat penting untuk
mineralisasi molekul organik pada habitat akuatik. Mikroba lain mengonsumsi molekul
organik ketika kadarnya tinggi, sebaliknya bakteri prosthecate mengonsumsi molekul
organik ketika kadarnya rendah.
Bakteri Metanotrof
Terdapat 2 kelompok bakteri metanotrof, yaitu tipe I dan tipe II. Bakteri
metanotrof tipe I terdiri atas 6 genus, yaitu Methylococcus, Methylocaldum,
Methylomonas, Methylobacter, Methylomicrobium dan Methylosphaera. Semuanya
termasuk kelompok α -proteobakteri. Bakteri metanotrof tipe I melakukan bisosintesis
karbon melalui jalur formaldehid. Bakteri metanotrof tipe II termasuk kelompok β -
proteobakteri, yaitu Methylocystis dan Methylosinus dan beberapa jenis yang mampu
membentuk spora atau kista. Bakteri metanotrof tipe II melakukan bisosintesis karbon
melalui jalur serin.
Bakteri metanotrof adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang atau kokus,
metabolisme terspesialisasi mampu mengonsumsi senyawa C1. Senyawa C1 akan
dimetabolisme menjadi CO2 dan H2O mengunakan O2 sebagai akseptor elektron. Bakteri
metanotrof tidak berkerabat dengan arkhaea metanogen. Pada lingkungan anaerob
metana biasanya dikonsumsi oleh arkhaea dan mikroba pereduksi sulfat.
Karena lingkungan bermetana yang tersebar luas, maka bakteri metanotrof
dapat dijumpai di lingkungan tersebut dan merupakan konsumen utama dari metana.
Lingkungan bermetana dapat dijumpai di ladang padi, tanah berlumpur, sungai, kolam,
danau, lumpur limbah, tambang batu bara, dan drainase air. Bakteri metanotrof tidak
pernah diisolasi dari lingkungan ekstrim, meskipun terdapat aktivitas metanogenesis.
Beberapa jenis bakteri metanotrof hidup bersama dengan bakteri pengoksidasi sulfur
dan beberapa jenis bakteri metanotrof bersimbiosis dengan invertebrata yang hidup di
dasar laut dalam. Hal ini karena sinar matahari tidak mampu menembus laut sampai ke
dasar laut dalam dan mikroba fotoautotrof jarang ditemukan, sehingga invertebrata lebih
memilih bersimbiosis dengan bakteri metanotrof.
Oksidasi metana terjadi di membran sel yang terinvaginasi dan disebut
membran intrasitoplasma. Jumlah invaginasi membran sel tersebut meningkat seiring
dengan peningkatan kadar metana pada lingkungan. Hal ini karena semakin banyak
metana, maka bakteri menyintesis protein untuk mengonsumsi metana menjadi semakin
banyak pula. Oleh karena itu, bakteri melakukan invaginasi semakin banyak (luas) untuk
menampung kenaikan protein tersebut. Oksidasi metana oleh bakteri metanotrof (juga
metilotof) memberikan 2 manfaat, yaitu sebagai sumber karbon dan sebagai sumber
energi. Metana dioksidasi menjadi metanol dan selanjutnya menjadi formaldehid.
Setelah itu, formaldehid akan dimetabolisme menjadi format dan selanjutnya menjadi
CO2 dengan mentransfer elektron ke NADP, sehingga menjadi NADPH. NADPH
merupakan sumber elektron yang dapat dipakai untuk produksi energi. Formaldehid
dapat juga dioksidasi menjadi komponen seluler (sumber karbon) melalui beberapa jalur
biosintesis (tambatan) karbon.
Agrobacterium
Agrobacterium berkerabat dekat dengan jenis tertentu Rhizobium.
Kenyataannya, jika plasmid R. phaseoli yang mengandung gen penginfeksi kacang,
diintroduksi ke A. tumefaciens, maka bakteri A. tumefaciens berubah menjadi bakteri
nodul penambat nitrogen pada akar kacang-kacangan.
Agrobacterium adalah bakteri gram negatif, motil, bentuk sel batang pendek,
nonspora, dan tumbuh secara kemoheteroorganotrofik. Kebanyakan anggota
Agrobacterium adalah patogen tanaman. A. rhizogenes menyebabkan penyakit rambut
akar, A. vitis menyebabkan nekrosis pada anggur. Faktor virulensi Agrobacterium
patogen adalah flagelanya. A. radiobacter merupakan galur nonpatogen dan hidup di
tanah. Agobacterium nonpatogen tidak memiliki plasmid Ti yang berperan dalam induksi
tumor. Bakteri ini dijumpai di tanah dan berasosiasi dengan akar, tuber, dan batang
yang terbenam di bawah tanah.
A. tumerfaciens mengandung kromosom unik, yaitu 1 kromosom sirkuler (3 Mb)
dan 1 kromosom linier (2,1 Mb). Selain itu bakteri ini memiliki plasmid (200 Kb) yang
dinamakan plamid Ti. Sebagian plasmid ini ditransfer bakteri ke genom tanaman,
sehingga tanaman terinfeksi menyintesis senyawa-senyawa untuk pertumbuhan bakteri
patogen ini. Bagian plasmid yang tertransfer ke tanaman berfungsi untuk kolonisasi,
konjugasi, dan pemanfaatan produk metabolisme sel tumor tanaman.
Bagaimana proses infeksi A. tumerfaciens ke tanaman. Bakteri ini mengenali
adanya senyawa fenolat yang disekresi tanaman melalui reseptornya di permukaan sel.
Sinyal ini ditransfer ke genom melalui sistem respons 2 komponen. Setelah sel
menerima sinyal tersebut, maka sel bakteri ini menginfeksi akar tanaman dan
memproduksi sistem sekresi tipe IV yang (mirip) dijumpai pada bakteri patogen
manusia Helicobacter pylori dan Vibrio cholerae. Sistem ini menyekresi T-DNA dan
protein khusus keluar dari sel bakteri dan terinsersi ke kromosom tanaman. Ekspresi
gen T-DNA oleh tanaman adalah auksin dan sitokinin. Kedua senyawa tersebut dapat
memicu pertumbuhan sel takterkontrol, sehingga menyebabkan pembentukan tumor.
Selain itu, gen T-DNA terekspresi menjadi opine. Opine dikonsumsi oleh A.
tumerfaciens dan diubah menjadi molekul khusus bagi pertumbuhan A. tumerfaciens.
Pada umumnya bakteri tidak mampu mengkonsumsi opine.
Kemampuan transfer DNA pada bakteri A. tumerfaciens sangat menguntungkan
bagi rekayasa genetika tanaman. Dengan mengubah gen struktural T-DNA dengan gen
lainnya (tetapi tidak mengubah promoternya), maka kita dapat melihat hasil ekspresi gen
tersebut.
Bakteri Ungu Nonsulfur
Bakteri fotosintetik ditemukan pada berbagai filum mirkoba dan tidak
mencerminkan satu cabang pohon filogenetik. Bakteri fotosintetik meliputi sianobakteri,
bakteri ungu nonsulfur, bakteri ungu sulfur, bakteri hijau sulfur, dan Chloroflexus. Bakteri
hijau memiliki fotosistem berbeda dengan bakteri ungu. Sianobakteri tampaknya
mengunakan kombinasi fotosistem kedua bakteri dan mirip dengan fotosistem tanaman.
Kultur bakteri ungu (kontras dengan namanya) dapat berwarna beige, olive, hjau,
merah oranye, pink, dan bahkan biru. Bakteri ungu nonsulfur memiliki 4 keompok
filogenetik yang berbeda, yaitu Rhozocyclus, Rhodospirillum, Rhodopseudomonas dan
Rhodobacter. Bakteri ungu tersebut pertama termasuk kelompok filogenetik α -
proteobakteri, sedangkan sisanya termasuk kelompok filogeneti β -proteobakteri.
Bentuk sel bakteri ungu nonsulfur bervariasi, yaitu spirilum (Rhodospirillum), batang
(Rhodopseudomonas dan Rhodobacter), dan jejaring sel.
Bakteri ungu nonsulfur hidup di lingkungan tanpa oksigen (anoksigenik) dan
melakukan fotosintesis. Lingkungan anaerob dan bercahaya hanya dapat dijumpai di
lingkungan akuatik dan dasarnya. Oleh karena itu bakteri ungu nonsulfur dapat dijumpai
di lingkungan akuatik (tawar dan laut) di mana sinar matahari dapat menembus dasar
perairan. Bakteri ungu nonsulfur tumbuh secara fotoautolitotrofik atau
fotoheteroorganotrofik, tetapi dapat berubah menjadi kemoheteroorganotrof atau
kemoautolitotrofik, jika ditumbuhkan pada lingkungan tanpa cahaya.
Pertumbuhan secara fotosintetik, menyebabkan bakteri ungu memerlukan
cahaya sebagai sumber energi dan senyawa anorganik atau organik sebagai sumber
karbon. Sulfur berperan sebagai sumber elektron. Banyak jenis bakteri ungu nonsulfur
mengunakan nitrat, nitrit, dan nitrous oksida sebagai akseptor elektron dan menjadikan
senyawa-senyawa tersebut menjadi nitrogen. Rhodopseudomonas capsulata dapat
tumbuh di kegelapan dengan hidrogen sebagai sumber elektron dan oksigen sebagai
akseptor elektron. Tanpa adanya akseptor elektron, maka bakteri ungu nonsulfur mapu
melakukan fermentasi. Rhodospirillum rubrum mampu memfermentasi fruktosa menjadi
suksinat, asetat, propionat, format, CO2, dan H2. Jika ditumbuhkan pada piruvat R.
rubrum menghasilkan produk fermentasi berupa asetat, format, CO2, dan H2.
Senyawa sulfur berperan sebagai donor elektron untuk metabolisme fotosintetik.
Selain sebagai sumber alektron, hidrogen sulfida dapat meracuni bakteri ungu nonsulfur.
Bakteri ungu nonsulfur air laut lebih toleran terhadap hisrogen sulfida dibandingkan
bakteri ungu nonsulfur air tawar.
β -Proteobakteri
β -Proteobakteri tumbuh secara kemoautolitotrofik. Kemoautolitotrofik adalah
jenis metabolisme yang memerlukan senyawa anorganik sebagai sember energi,
elektron, dan karbon. β -Proteobakteri merupakan bakteri gram negatif dan mampu
mengonsumsi senyawa anorganik seperti H2, NH3, NO2-, H2S, S, Fe2+, Mn+2, dan CO.
Bakteri Pengoksidasi Amoniak
Bakteri pengoksidasi amoniak merupakan bakteri yang mampu mengoksidasi
amoniak menjadi nitrat untuk memperoleh energi dan mengunakan CO2 sebagai sumber
karbon. Sebagian besar bakteri pengoksidasi amoniak termasuk β -proteobakteri,
kecuali Nitrosococcus oceanus yang termasuk γ -proteobakteri. Bakteri ini dijumpai di
sembarang habitat, karena amoniak tersedia di sembarang tempat. Kebanyakan bakteri
pengoksidasi amoniak adalah bakteri mesofilik dan memerlukan garam pertumbuhan.
Bakteri ini yang disolasi dari lingkungan dingin dan asam, adalah bakteri fakultatif
psikrofil dan asidofil.
Dengan mengoksidasi amoniak melalui sistem rantai respirasi akan
menghasilkan sejumlah energi dan elektron diterima oleh oksigen. Reaksi keseluruhan
adalah sebagai berikut.
2H+ + NH3 + 2e- + O2 → NH2OH + H2O
NH2OH + H2O → HNO2+ 4H+ + 4e-
Reaksi pertama dikatalis oleh enzim amonia monoksigenase dan reaksi kedua dikatalis
oleh hidroksilamin oksidoreduktase. Produksi asam nitrit (HNO2) akan dioksidasi oleh
Nitrobacter dan species terkait menjadi asam nitrat (HNO3).
Tambatan karbon dari CO2 melalui jalur siklus Calvin. Enzim kunci siklus Calvin
adalah rtibulosa bisfosfat karboksilase terdapat dalam struktur karboksisom.
Karboksisom berisi enzim untuk penambatan CO2 dan CO2 sendiri.
Thiobacilli
Thiobacillus merupakan kelompok bakteri kemoautolitotrofik dan mengonsumsi
senyawa sulfur tereduksi sebagai sumber energi. Untuk mengisolasi bakteri ini cukup
mudah, yaitu dengan memumbuhkan bakteri ini pasda media mengandung sulfat
tereduksi dan tanpa senyawa organik. Analisis filogenetik anggota Thiobacilli tidak
berkerabat dan tersebar ke α -proteobakteri dan γ -proteobakteri. Sampai saat ini telah
teridentifikasi 30 jenis Thiobacilli dan semuanya mampu mengoksidasi sulfur tereduksi
dan tumbuh secara autotrof. Anggota Thiobacilli antara lain Thiobacillus dan
Thiomonas. Thiomonas mampu berubah menjadi kemoheteroorganotrofik jika
ditumbuhkan pada media senyawa organic sederhana seperti ekstrak khamir, peptone,
dan piruvat. Habitat mikroba ini terbatas hanya pada lingkungan di mana terdapat donor
elektron (senyawa sulfur atau besi pada beberapa kasus) dan akseptor elektron
(oksigen atau nitrous oksida) yang secara simultan tetap ada.
Thiobacilli mengoksidasi senyawa sulfur seperti H2S, S, and S2O32- untuk
menghasilkan energi dan menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron. Oksidasi
senyawa sulfur menghasilkan asam sulfat (H2SO4), sehingga menurunkan nilai pH
lingkungan. Karena menghasilkan asam sulfat atau besi ferat, maka bakteri ini
bertanggung jawab terhadap korosi pada pipa dan bangunan dan monumen beton.
Selain itu, bakteri ini bertanggung jawab terhadap pengasaman lingkungan perairan
(acid run-off).
FLORA NORMAL
Sejumlah mikroba hidup di kulit dan membran mukosa dari bayi sejak lahir
sampai dewasa dan mati disebut flora normal. Sejumlah mikroba flora normal manusia
dapat dilihat pada Gambar 14.1. Populasi mikroba normal flora relatif stabil dengan
genus-genus tertentu dominan untuk priode khusus kehidupan individual. Mikroba
normal flora dapat menguntungkan atau merugikan bagi inangnya. Mikroba flora normal
dapat tidak memberi keuntungan maupun kerugian (komensal) bagi inang. Meskipun
mikroba flora normal yang tinggal di kulit manusia tidak berbahaya, tetapi dapat berubah
menjadi berbahaya pada manusia yang terkompromi sistem pertahanannya. Yang
termasuk mikroba flora normal adalah prokariota khususnya bakteri. Virus dan parasit
tidak dimasukkan ke dalam kelompok mikroba flora normal

Gambar 14-1 Populasi koloni mikroba (per gram atau per ml) dalam berbagai bagian
tubuh manusia..

Nilai Penting Flora Normal


Fakta menunjukkan bahwa pengaruh terhadap kesehatan dari flora normal
diketahui sejak diperoleh hewan bebas kuman. Hewan bebas kuman menunjukkan
kemampuan hidup 2 X lipat dari hewan normal. Namun penyebab utama kematian
hewan bebas kuman dan hewan normal berbeda. Hewan bebas kuman mati oleh atonia
intestinal, sedangkan hewan normal oleh infeksi mikroba. Fakta menunjukkan bahwa
kondisi anatomi, fisiologi, dan imunologi hewan bebas kuman berbeda dengan hewan
normal. Saluran pencernaan hewan bebas kuman berkembang buruk, sedikit
mengandung imunoglobulin, dan kecepatan renewal sel epitel lebih rendah setengah
dibandingkan hewan normal.
Gambar 14.2 Mekanisme kompetisi flora normal terhadap invasi patogen

Flora normal pada manusia biasanya berkembang sejak kelahiran dan menjadi
stabil populasinya pada manusia dewasa. Faktor utama penentu komposisi flora normal
manusia adalah kondisi alami lingkungan lokal (nilai pH, suhu, potensial redoks, dan
oksigen). Sekresi imunoglobulin juga berperan dalam mengontrol flora normal. Pertama
kali bayi kontak dengan mikroba adalah saat kelahiran dan bergerak melalui saluran
kelahiran (plasenta). Pada bayi di bawah 4 bulan (ASI eksklusif), bakteri gram positif
(Bifidobacteria dan Lactobacilli) mendominasi saluran pencernaan. Ketika bayi menyusu
susu formula, maka bakteri gram positif dalam saluran pencernaan digantikan oleh
bakteri gram negatif (Enterobacteriaceae). Nilai penting flora normal adalah flora normal
mempengaruhi anatomi, fisiologi, umur, dan jenis kematian.
Gambar 14.3 lapisan mukosa usus (T) tikus yang dihuni oleh mikroba flora normal (B).

Flora Kulit
Kulit menyediakan contoh mikrolingkungan yang baik. Komposisi mikroflora
bervariasi bergantung pada karakteristik mikrolingkungan. Terdapat 3 daerah kulit yang
memiliki flora bakteri berbeda, yaitu (1) daerah axilla, perineum, dan antarjari, (2)
tangan, muka, dan badan (3) lengan atas dan kaki. Kulit dengan kelembaban, suhu
tubuh, dan kadar lipid relatif tinggi menyediakan keanekaragaman mikroflora yang tinggi.
Daerah axilla, perinium dan antarjari lebih banyak dihuni bakteri gram negatif daripada
daerah kulit yang kering. Jumlah mikroba pada kulit manusia relatif konstan. Hal ini
karena kelangsungan hidup dan kolonisasi bakteri bergantung pada aktivitas spesifik
antara kulit dan bakteri serta lingkungan khusus kulit yang hanya cocok untuk bakteri
tertentu. Sebagian besar mikroba hidup di permukaan superfisial stratum corneum dan
bagian atas folikel rambut. Beberapa mikroba mampu menembus kulit dan mencapai
folikel rambut, sehingga sulit dijangkau oleh prosedur disinfeksi.
Staphylococcus
S. epidermis merupakan bakteri utama kulit dan pada daerah tertentu
mendominasi sampai 90%. Selain itu S. aureus merupakan bakteri umum di rongga
hidung san perineum dan mampu mencapai 10—40% dari total populasi flora normal.
Pada pasien penyakit kulit (dermatitis atropi) populasi S. aureus mampu mencapai 80—
100%.
Micrococcus
Micrococcus tidak sebanyak staphylococcus dan bakteri difteroid. Micrococcus
biasanya terdapat pada kulit normal. Jenis yang dominan adalah M. luteus. Biasanya M.
luteus berjumlah 20—80% dari total Micrococcus kulit.
Difteroid (Coryneform)
Terminologi difteroid merujuk pada berbagai bakteri yang termasuk genus
Corynebacterium. Difteroid kutaneus dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu difteroid
lipofilik atau nonlipofilik, difteroid anaerobik, difteriod porfirin, dan difteroid keratinolitik.
Difteroid lipofilik merupakan difteroid umum di axilla, sedangkan difteroid nonlipofilik
umum dijumpai di glabrous skin.
Difteroid anaerobik biasanya hidup di kulit yang kaya glandula sebaceous.
Difteroid anaerob selain Corynebacterium adalah Propionibacterium (P. acnes dan P.
granulosum). Kemungkinan P. acnes merupakan bakteri penyebab infeksi acne
(jerawat). P. avidum merupakan species ke-3 difteroid anaerobik kutaneus dan jarang
diisolasi dari jerawat.
Streptococcus
Streptococcus khususnya Streptococcus β -hemolisis jarang dijumpai pada kulit
normal, tetapi Streptococcus α -hemolisis sering dijumpai di mulut dan jarang dijumpai
pada kulit lainnya.
Bacillus Gram Negatif
Bakteri gram negatif menyusun sebagiab kecil flora kulit. Biasanya mereka
dijumpai pada lingkungan lembab seperti axilla dan antarjari, tetapi tidak dijumpai pada
lingkungan kering. Enterobacter, Klebsiella, Escherichia coli, dan Proteus spp.
Merupakan bakteri gram negatif dominan pada kulit. Acinetobacter spp. Juga dijumpai di
kulit normal.
Flora Kuku
Mikorbiologi kuku normal biasanya mirip dengan kulit. Partikel debu dan material
eksternal lainnya dapat terjebak di bawah kuku. Flora residen kulit juga dijumpai di
bawah kuku. Selain itu, debu dapat membawa spora fungi dan bacillus. Aspergillus,
Penicillium, Cladosporium, dan Mucor merupakan fungi dominan yang ditemukan di
bawah kuku.
Flora Mulut dan Saluran Pernafasan Atas
Flora mulut biasanya terlibat dalam karies gigi dan penyakit periodontal, jika
populasinya meningkat sampai 80%. Flora mulut anaerob bertanggung jawab terhadap
infeksi otak, wajah, dan paru. Infeksi flora mulut anaerob biasanya menghasilkan abses.
Farinx dan trakea biasanya berisi bakteri yang juga dijumpai pada rongga mulut
(Streptococcus alfa dan beta hemolisis) serta mikroba anaerob, Saphylococcus,
Neisseriae, dan difteroid. Mikroba patogen seperti Haemophilus, Mycoplasma, dan
Pneumococcus juga dijumpai di farinx. Saluran pernafasan atas biasanya merupakan
tempat kolonisasi awal mikroba patogen seperti Neisseria meningitides, C. diphtheriae,
dan Bordetella pertussis. Saluran pernafasan bawah seperti bronkus dan alveolus
biasanya relatif steril. Hal ini karena aktivitas sistem pertahanan inang, seperti makrofag
alveolus.
Flora Saluran Pencernaan
Lambung merupakan lingkungan yang tidak bersahabat bagi bakteri. Asiditas
mampu menurunkan populasi bakteri. Beberapa jenis Heliobacter dapat berkoloni di
lambung dan berasosiasi dengan penyakit gastritis tipe B dan peptik ulcer. Aspirate dari
cairan doudenum berisi sekitar 103 mikroba/ml. Aktivitas peristaltik dan keberadaan
empedu merupakan penyebab utama sedikitnya jumlah mikroba di saluran pencernaan
atas. Pada jejenum jumlah mikroba meningkat sampai 106—108 mikroba/ml dan
didominasi oleh Lactobacillus, Bacteroides, dan Bifidobacteria.
Populasi bakteri mencapai titik tertinggi pada saluran pencernaan bawah (kolon),
yaitu 109—1011 mikroba/ml. Flora kolon teridentifikasi sejumlah 400 jenis dengan 95%
termasuk genus anaerob Bacteroides, Bifidobacterium, Eubacterium,
Peptostreptococcus, dan Clostridium. Mikroba ini berproliferasi di intestinum dan
menghasilkan produk metabolisme seperti asetat, butirat, dan laktat. Kondidi anaerob
dan produk metabolisme menghambat pertumbuhan mikroba lainnya.
Meskipun flora normal dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen, tetapi
flora normal dapat menghasilkan penyakit pada manusia. Mikorba anaerob intestinum
merupakan agen abses abdominal dan peritonial. Perforasi akibat appendicitis, kanker,
infarksi, pembedahan, dan luka tembak sering membuka lapisan peritonial, sehingga
kontak dengan flora normal. Pengobatan antibiotik dapat menjadikan mikorba anaerob
menjadi dominan dan dapat menimbulkan penyakit. Clostridium difficile tahan terhadap
terapi antimikroba dan dapat menghasilkan kolitis pseudomembran.
Flora Urogenital
Jenis flora yang ditemukan di vagina, bergantung pada umur, pH,dan tingkat
hormon inang. Lactobacillus spp. Merupakan mikroba dominan di bayi perempuan (0-1
bulan). Hal ini karena nilai pH vagina relatif asam (sekitar 5) Pada masa pubertas,
mikroba vagina didominasi oleh Difteroid, S. epidermidis, streptococcus, dan E. coli. Hal
ini karena nilai pH vagina relatif netral (sekitar 7). Pada wanita dewasa nilai pH vagina
menurun. Mikroba vagina wanita dewasa didominasi oleh Peptostreptococcus, L.
acidophilus, Corynebacteria, Staphylococcus, Streptococcus, dan Bacteroides. Setelah
menopause, nilai pH vagina meningkat dan jenis mikroba yang ditemukan seperti pada
masa pubertas. Khamir (Torulopsis dan Candida) terkadang ditemukan di vagina.
Populasi khamir ini dapat meningkat dan dapat menghasilkan penyakit vaginitis.
Bagian anterior uretra didominasi oleh S. epidermidis, Enterococci, dan Difteroid.
E. coli, Proteus, dan Neisseria nonpatogen juga ditemukan (10—30%) di uretra.
Populasi mikroba uretra dapat diisolasi dari urin, tetapi penanganan yang tidak
prosedural dapat mengubah populasi mikroba urin.
Flora Conjunctiva
Conjunctiva jarang dijumpai mikroba flora. Sampel (17—49%) populasi
conjunctiva menunjukkan hasil negatif. Lisosim yang disekresi air mata, berperan dalam
mengendalikan populasi bakteri. Conjunctiva yang positif mikroba, didominasi oleh
Corynebacteria, Neisseriae, Moraxellae, Staphylococcus dan Streptococcus.

You might also like