Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pada dekade terakhir terlihat adanya kenaikan kasus untuk penyakit ini, untuk
itulah perlu upaya penyebarluasan gambaran klinis kasus ini sehingga diagnosa lebih
dini dan pengobatan yang lebih adekuat.
LUPUS ERITEMATOSUS
2.1. SINONIM
Di Perpustakaan Jerman juga disebut Lupus Eritematodes
2.2. ETIOLOGI
Lupus Eritmatosus merupakan penyakit autoimun. Ada banyak
anggapan bahwa penyakit ini disebabkan oleh interaksi faktor-faktor genetik
dan imunologik. Selain faktor genetik ada juga pendapat yang menyebutkan
karena faktor lingkungan dan faktor infeksi (virus). Pengaruh sinar
matahari/ultra violet sebagai faktor lingkungan yang dapat meningkatkan
eksaserbasi LES mekanismenya dapat dijelaskan. Dengan cara perubahan
pada struktur DNA dermis yang akan menginduksi apoptosis keratinosit dan
sel lainnya di kulit. Beberapa peneliti juga mengemukakan adanya hubungan
antara Ebstein Barr virus (EBV) dengan LES. Infeksi EBV akan mengaktivasi
sel B limfosit yang secara genetik akan membentuk otoantibodi Nuklear
antigen pada EBV (EBNA) adalah salah satu molekul EBV yang dapat
membuat rentetan pada partikel Ro. Disamping itu berbagai partikel toksin
dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi sistem imun serta respon
inflamasi.
Hormonal endogenous pada wanita tidak selalu dapat menerangkan
terjadinya penyakit otoimun akan tetapi faktor-faktor lainnya misal hormonal
yang berlebih, faktor kromosom X dan Y , faktor khronobiotik dan variasi
biologis wanita (kehamilan dan menstruasi) merupakan kondisi yang juga
dapat menerangkan prevalensi tinggi pada wanita.
Penyakit dapat pula diinduksi obat-obatan seperti prokainamid,
hidantoin, griseofulvin, fenilbutazone, penisilin, streptomisin, tetrasiklin, dan
sulfonamide dan disebut Systemic L.E like syndrome.
Kedua bentuk lupus eritematosus dimulai dengan mutasi somatik pada sel
asal limfositik (lymphocytic stem cell) pada orang yang mempunyai
predisposisi. Faktor genetik memang ada.
L.E.D L.E.S
(Lupus Eritematosus Diskoid) (Lupus eritematosus Sistemik)
- Insidens pada wanita ›pria, - Wanita JAUH ›pria,
usia biasanya lebih dari 30th terbanyak antara 20-30th
- Sekitar 5% berasosiasi dengan - Sekitar 5% mempunyai
atau menjadi L.E.S lesi-lesi kulit L.E.D
- Jarang terdapat lesi mukosa - Lesi lukosa lebih sering,
oral dan lingual terutama pada L.E.S akut
- Jarang terdapat gejala - Sering terdapat gejala
konstitusional* konstitusional
- Jarang terdapat kelainan - Sering terdapat kelainan
laboratorik dan imunologik laboratorik dan
imunologik
*gejala konstitusional,berupa :
Perasaan lelah
Penurunan berat badan
Kadang-kadang demam tanpa menggigil yang timbul selaa berbulan-
bulan sebelum ada gejala lain.
(L.E.D)
3.1. Definisi
Lupus Eritematosus Diskoid adalah suatu penyakit kulit menahun
(kronik) yang ditandai dengan peradangan dan pembentukan jaringan parut
yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan kadang pada bagian tubuh
lainnya.
3.2. Gejala Klinis
Pasien terkadang mengeluhkan gatal dan terasa perih ada lesi yang
ada. Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka (terutama hidung dan
pipi), telinga, atau leher. Lesi terdiri atas :
Bercak- bercak (makula merah atau bercak meninggi)
Batas tegas dengan sumbatan keratin pada folikel-folikel rambut (follicular
plugs)
Bentuk kupu-kupu (butterfly erythema) jika lesi di atas hidung dan pipi
berkonfluensi
3.4. Diagnosis
Diagnosisnya harus dibedakan dengan dermatitis seboroik, psoriasis
dan tinea fasialis. Lesi di kepala yang berbentuk alopesia sikatriksial harus
dibedakan denga liken planopapilaris dan tinea kapitis.
3.5. Pengobatan
Non medikamentosa
Hindari trauma fisik, sinar matahari, lingkungan yang sangat dingin dan stress
emosional
Medikamentosa
2. Kortikosteroid sistemik
Hanya diberikan pada L.E.D dengan lesi-lesi yang diseminata. Dosis kcil
diberikan secara intermiten, yakni tiap dua hari sekali, misalnya prednison
30 mg.
(L.E.S)
4.1. Definisi
Kelainan mukosa
4. Kelainan di sendi, tulang, otot, kelenjar getah bening, dan sistem saraf
Artritis, biasanya tanpa deformitas, bersifat episodik dan migratorik,
nekrosis kepala femur dan atrofi musculoskeletal dengan mialgia telah
dilaporkan. Limfadenitis dapat bersifat regional atau generalisata. Neuritis
perifer, ensefalitis, konvulsi dan psikosis dapat terjadi.
Jarang sekali pasien L.E.S memiliki hasil tes yang negatif. Walaupun
ini terjadi, kemungkinan itu hanya sementara sebelum tes ini menjadi positif.
Tetapi hasil tes ANA yang positif ini tidak langsung memberikan hasil
diagnosa positif S.L.E, tapi ini hanya salah satu indikator.
Anti-ds-DNA
Anti autoantibodi yang lain yang spesifik untuk L.E.S selain ANA adalah
anti ds-DNA. Namun hanya ditemukan pada 40-50% kasus. Antibodi ini
mempunyai hubungan denga glomerulonefritis.Adanya antibodi tersebut dan
kadar komplemen yang rendah dapat meramalkan akan terjadinya hematuria
atau proteinuria.
Anti-sm
Hanya terdapat pada 20-3-% kasus dan tidak ditemukan pada penyakit lain.
4.4. Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat, bila kriteria ARA (the American Rheumatism
Asociation) dipenuhi,yaitu :
1. Eritema fasial (butterfly rash)
2. Lesi Diskoid
3. Sikatrik hipotrofik
Jika terdapat 4 dari 11 kriteria tersebut maka diagnosis L.E.S sudah dapat
ditegakkan. Harus diingat, bahwa pengumpulan berbagai gejala dan kelainan
laboratorik serta imunologik harus diadakan untuk memastikan L.E.S
4.6. Pengobatan
Penderita harus dirawat
Kortikosteroid sistemik
Indikasi :
Bila penderita sakit kritis, misalnya terdapat krisis lupus nefritis, pleuritis,
perikarditis, atau mengalami banyak perdarahan
Dosis:
Prednison 1 mg/kgBB atau 60-80 mg per hari. Kemudian diturunkan 5
mg/minggu dan dicari dosis pemeliharaan yang diberikan selang sehari