You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

Lupus eritematosus merupakan penyakit yang menyerang sistem konektif dan


vaskular, dan mempunyai dua varian,yaitu : lupus eritematosus diskoid (L.E.D) dan
lupus eritematosus sistemik (L.E.S).

L.E.D bersifat kronik dan cenderung tidak berbahaya. Penyakit ini


menyebabkan bercak di kulit berupa lesi yang eritematosa dan atrofik tanpa ulserasi.
Sedangkan L.E.S merupakan penyakit yang bersifat akut dan berbahaya hingga bisa
berakibat fatal. Hal ini disebabkan karena penyakit ini bersifat multisistemik serta
menyerang jaringan konektif dan vaskular.

Prevalensi bervariasi di tiap negara. Dapat mengenai semua lapisan


masyarakat, 1-5 orang di antara 100.000 penduduk, bersifat genetik, dan dapat
diturunkan. Wanita lebih sering 6-10 kali daripada pria, terutama pada usia 15-40
tahun. Bangsa Afrika dan Asia lebih rentan dibandingkan kulit putih.

Penyakit ini merupakan penyakit sistem imunitas dimana jaringan dalam


tubuh dianggap benda asing. Reaksi sistem imunitas bisa mengenai berbagai sistem
organ tubuh seperti jaringan kulit, otot, tulang, ginjal, sistem saraf, sistem
kardiovaskuler, paru-paru, lapisan pada paru-paru, hati, sistem pencernaan, mata,
otak, maupun pembuluh darah dan sel-sel darah. Timbulnya penyakit ini karena
diduga adanya faktor kepekaan dan faktor pencetus yaitu adanya infeksi, pemakaian
obat-obatan, terkena paparan sinar matahari, pemakaian pil KB, dan stress.

Pada dekade terakhir terlihat adanya kenaikan kasus untuk penyakit ini, untuk
itulah perlu upaya penyebarluasan gambaran klinis kasus ini sehingga diagnosa lebih
dini dan pengobatan yang lebih adekuat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 1


2010
BAB II

LUPUS ERITEMATOSUS

2.1. SINONIM
Di Perpustakaan Jerman juga disebut Lupus Eritematodes

2.2. ETIOLOGI
Lupus Eritmatosus merupakan penyakit autoimun. Ada banyak
anggapan bahwa penyakit ini disebabkan oleh interaksi faktor-faktor genetik
dan imunologik. Selain faktor genetik ada juga pendapat yang menyebutkan
karena faktor lingkungan dan faktor infeksi (virus). Pengaruh sinar
matahari/ultra violet sebagai faktor lingkungan yang dapat meningkatkan
eksaserbasi LES   mekanismenya dapat dijelaskan. Dengan cara perubahan
pada struktur DNA dermis yang akan  menginduksi apoptosis  keratinosit dan
sel lainnya di kulit. Beberapa peneliti juga mengemukakan adanya hubungan
antara Ebstein Barr virus (EBV) dengan LES. Infeksi EBV akan mengaktivasi
sel B limfosit yang secara genetik akan membentuk otoantibodi Nuklear
antigen  pada EBV (EBNA) adalah salah satu molekul EBV yang dapat
membuat  rentetan pada partikel Ro. Disamping itu  berbagai partikel toksin
dan faktor lingkungan dapat  mempengaruhi  sistem imun serta  respon
inflamasi.
Hormonal endogenous pada wanita tidak selalu dapat menerangkan
terjadinya penyakit otoimun akan tetapi faktor-faktor lainnya  misal hormonal
yang berlebih, faktor kromosom X dan Y , faktor khronobiotik  dan   variasi 
biologis wanita  (kehamilan dan menstruasi) merupakan kondisi yang juga
dapat menerangkan  prevalensi tinggi pada wanita.
Penyakit dapat pula diinduksi obat-obatan seperti prokainamid,
hidantoin, griseofulvin, fenilbutazone, penisilin, streptomisin, tetrasiklin, dan
sulfonamide dan disebut Systemic L.E like syndrome.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 2


2010
2.3. PATOGENESIS

Kedua bentuk lupus eritematosus dimulai dengan mutasi somatik pada sel
asal limfositik (lymphocytic stem cell) pada orang yang mempunyai
predisposisi. Faktor genetik memang ada.

Gejala-gejala pada kedua bentuk member sugesti bahwa keduanya


merupakan varian penyakit yang sama. Tanda-tanda klinis dan histologist pada
beberapa fase penyakitnya adalah sama. Kelainan-kelainan hematologik dan
imunologik pada L.E.D lebih ringan daripada L.E.S.

Berikut diuraikan perbedaan antara L.E.D dan L.E.S

L.E.D L.E.S
(Lupus Eritematosus Diskoid) (Lupus eritematosus Sistemik)
- Insidens pada wanita ›pria, - Wanita JAUH ›pria,
usia biasanya lebih dari 30th terbanyak antara 20-30th
- Sekitar 5% berasosiasi dengan - Sekitar 5% mempunyai
atau menjadi L.E.S lesi-lesi kulit L.E.D
- Jarang terdapat lesi mukosa - Lesi lukosa lebih sering,
oral dan lingual terutama pada L.E.S akut
- Jarang terdapat gejala - Sering terdapat gejala
konstitusional* konstitusional
- Jarang terdapat kelainan - Sering terdapat kelainan
laboratorik dan imunologik laboratorik dan
imunologik

*gejala konstitusional,berupa :

 Perasaan lelah
 Penurunan berat badan
 Kadang-kadang demam tanpa menggigil yang timbul selaa berbulan-
bulan sebelum ada gejala lain.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 3


2010
BAB III

LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID

(L.E.D)

3.1. Definisi
Lupus Eritematosus Diskoid adalah suatu penyakit kulit menahun
(kronik) yang ditandai dengan peradangan dan pembentukan jaringan parut
yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan kadang pada bagian tubuh
lainnya.
3.2. Gejala Klinis
Pasien terkadang mengeluhkan gatal dan terasa perih ada lesi yang
ada. Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka (terutama hidung dan
pipi), telinga, atau leher. Lesi terdiri atas :
 Bercak- bercak (makula merah atau bercak meninggi)
 Batas tegas dengan sumbatan keratin pada folikel-folikel rambut (follicular
plugs)

 Bentuk kupu-kupu (butterfly erythema) jika lesi di atas hidung dan pipi
berkonfluensi

Penyakit dapat meninggalkan sikatriks atrofik, kadang-kadang


hipertrofik bahkan distorsi telinga atau hidung. Hidung dapat berbentuk seperti

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 4


2010
paruh kakaktua. Bagian badan yang tidak tertutup pakaian (yang terkena sinar
matahari) lebih cepat residif daripada bagian-bagian lain. Lesi-lesi dapat terjadi
di mukosa,yakni mukosa oral dan vulva, atau konjungtiva. Klinis tampak
deskuamasi, kadang-kadang ulserasi dan sikatriksasi.

Varian klinis L.E.D adalah :

 Lupus Eritematosus Tumidus


Bercak-bercak eritematosa coklat yang meninggi terlihat di muka, lutut, dan
tumit. Gambaran klinis dapat menyerupai erysipelas atau selulitis

 Lupus Eritematosus profunda


Nodus-nodus terletak dalam, tampak pada dahi, leher, bokong, dan lengan
atas. Kulit di atas nodus eritematosa, atrofik atau berulserasi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 5


2010
 Lupus Hipotrofikus
Penyakit sering terlihat pada bibir bawah dari mulut, terdiri atas plak yang
berindurasi dengan sentrum yang atrofik
 Lupus Pernio (chilblain lupus, Hutchinson)
Penyakit ini terdiri atas bercak-bercak eritematosa yang berinfiltrasi di
daerah-daerah yang tidak tertutup pakaian, memburuk pada hawa dingin.

3.3. Penunjang Diagnosis


Jarang terdapat kelainan laboratorik dan imunologik. Kelainan
laboratorik yang dapat terjadi antara lain lekopenia, peningkatan Laju endap
darah, peningatan serum globulin, reaksi Wassermann atau percobaan Coombs
positif. Pada kurang lebih sepertiga pendrita terdapat ANA (antibody anti
nuclear).yakni yang mempunyai pola homogen dan berbintik-bintik.

3.4. Diagnosis
Diagnosisnya harus dibedakan dengan dermatitis seboroik, psoriasis
dan tinea fasialis. Lesi di kepala yang berbentuk alopesia sikatriksial harus
dibedakan denga liken planopapilaris dan tinea kapitis.

3.5. Pengobatan

Non medikamentosa

Hindari trauma fisik, sinar matahari, lingkungan yang sangat dingin dan stress
emosional

Medikamentosa

1. Obat anti malaria (misalnya Klorokuin)


Dosis inisial adalah 1-2 tablet(@ 100mg) sehari selama 3-6 minggu,
kemudian 0,5 – 1 tablet selama waktu yang sama. Obat hanya diberikan
maksimal selama 3 bulan agar tidak timbul kerusakan mata.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 6


2010
Kerusakan kornea berupa halo di sekitar sinar atau visus kabur yang masih
reversible. Kerusakan retina yang ireversibel adalah perubahan penglihatan
warna, visus serta ada gangguan pada pigmentasi retina.
Efek samping lain adalah nausea, nyeri kepala, pigmentasi pada palatum,
kuku, dan kulit tungkai bawah serta rambut kepala menjadi putih. Selain itu
terdapat neuropati dan atrofi neuro-muskular.

2. Kortikosteroid sistemik
Hanya diberikan pada L.E.D dengan lesi-lesi yang diseminata. Dosis kcil
diberikan secara intermiten, yakni tiap dua hari sekali, misalnya prednison
30 mg.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 7


2010
BAB IV

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK

(L.E.S)

4.1. Definisi

4.2. Manifestasi Klinis


Dapat dibagi dalam beberapa bagian, yaitu :
1. Gejala konstitusional
 Perasaan lelah
 Penurunan berat badan
 Kadang-kadang demam tanpa menggigil yang timbul selaa berbulan-
bulan sebelum ada gejala lain
2. Kelainan di kulit dan mukosa
Kelainan di kulit
 Lesi seperti kupu-kupu di area malar dan nasal dengan sedikit edema,
eritema, sisik, telangiektakis

 Erupsi makulo-papular, polimorf dan eritematosa bulosa di pipi


 Fotosensitivitas di daerah yang tidak tertutup pakaian
 Lesi papular dan urtikarial kecokelat-cokelatan
 Kadang-kadang terdapat lesi L.E.D atau nodus-nodus subkutan yang
menetap
 Vakulitis sangat menonjol
 Alopesia dan penipisan rambut

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 8


2010
 Sikatriksasi dengan atrofi progresif dan hiperpigmentasi
 Ulcus tungkai

Kelainan mukosa

Pada mukosa mulut, mata, dan vagina dapat timbul stomatitis,


keratokonjungtivitis dan kolpitis dengan petechiae, erosi bahkan ulserasi.

3. Kelainan di alat dalam


Yang tersering adalah lupus nefritis. Tanpa nefritis ataupun nefrosis
seringkali terdapat proteinuri. Selain itu dapat pula timbul
pleuritis,perikarditis dan efusi pada peritoneum. Kolitis ulserativa serta
hepatosplenomegali dapat pula ditemukan.

4. Kelainan di sendi, tulang, otot, kelenjar getah bening, dan sistem saraf
Artritis, biasanya tanpa deformitas, bersifat episodik dan migratorik,
nekrosis kepala femur dan atrofi musculoskeletal dengan mialgia telah
dilaporkan. Limfadenitis dapat bersifat regional atau generalisata. Neuritis
perifer, ensefalitis, konvulsi dan psikosis dapat terjadi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 9


2010
4.3. Pembantu Diagnosis
 Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium yang dapat ditemukan adalah :
a. Anemia hemolitik dan anemia normositer
b. Leukopenia
c. Trombositopenia
d. Peninggian LED
e. Hiperglobulinemia
f. Penurunan albumin
g. Krioglobulin, kelainan faal hepar, dan penurunan kompleks serum
h. Gross proteinuria
i. Faktor rematoid (+) pada sekitar 33% kasus
j. Tes serologik sifilis (+) hanya sekitar pada 10% kasus.

 Antibodi AntiNuklear (ANA)

Adalah suatu pemeriksaan darah menghitung antibodi yang terbentuk


yang secara langsung melawan berbagai komponen dari nucleus (inti sel).
ANA tes ini merupakan pemeriksaan awal untuk penyakit L.E.S Pasien
L.E.S umumnya mempunyai ANA pada pemeriksaan imunofluoresens tak
langsung ,hampir 90% pasien.

Terdapat 4 pola ANA, yaitu membranosa (anular,peripheral),


homogeny, berbintik, dan nuclear. Yang dianggap spesifik untuk L.E.S
adalah pola membranosa, terutama jika titernya tinggi.

Jarang sekali pasien L.E.S memiliki hasil tes yang negatif. Walaupun
ini terjadi, kemungkinan itu hanya sementara sebelum tes ini menjadi positif.
Tetapi hasil tes ANA yang positif ini tidak langsung memberikan hasil
diagnosa positif S.L.E, tapi ini hanya salah satu indikator.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 10


2010
 Lupus Band Test
Pada pemeriksaan imunofluoresens langsung dapat dilihat pita yang terdiri
atas deposit granular immunoglobulin G, M atau A dan komplemen C3 pada
taut epidermal-dermal yang disebut Lupus band. Cara ini disebut Lupus
Band Test,spesimen diambil dari kulit yang normal. Tes ini memberi hasil
(+) pada 90-100% kasus L.E.D

 Anti-ds-DNA
Anti autoantibodi yang lain yang spesifik untuk L.E.S selain ANA adalah
anti ds-DNA. Namun hanya ditemukan pada 40-50% kasus. Antibodi ini
mempunyai hubungan denga glomerulonefritis.Adanya antibodi tersebut dan
kadar komplemen yang rendah dapat meramalkan akan terjadinya hematuria
atau proteinuria.

 Anti-sm
Hanya terdapat pada 20-3-% kasus dan tidak ditemukan pada penyakit lain.

 Tes Sel L.E


Sel L.E terdiri atas granulosit neutrofilik yang mengandung bahan nuclear
basofilik yang telah difagositosis, segmen nuklearnya berpindah ke perifer.
Fenomena ini disebabkan oleh faktor antinuclear (faktor L.E dan yang lain)
yang menyerang bahan nuclear di dalam sel yang rusak. BAhan nuclear yang
berubah dikelilingi neutrofil (bentuk rosette) yang memfagositosis bahan
tersebut. Tes sel L.E kini tidak penting karena pemeriksaan antibodi
antinuklear lebih sensitif.

4.4. Diagnosis
Diagnosis dapat dibuat, bila kriteria ARA (the American Rheumatism
Asociation) dipenuhi,yaitu :
1. Eritema fasial (butterfly rash)
2. Lesi Diskoid
3. Sikatrik hipotrofik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 11


2010
4. Fotosensitivitas
5. Ulserasi di mulut dan rhinofaring
6. Arthritis (non erosif, mengenai dua atau lebih sendi perifer)
7. Serositis (pleuritis dan perikarditis)
8. Kelainan ginjal (proteinuria › 0,5gr per hari ; cellular casts
9. Kelainan neurologik (kelelahan dan psikosis)
10. Kelainan darah, yakni anemia hemolitik, lekopenia, limfopenia,
atau trombositopenia
11. Gangguan imunologik

Jika terdapat 4 dari 11 kriteria tersebut maka diagnosis L.E.S sudah dapat
ditegakkan. Harus diingat, bahwa pengumpulan berbagai gejala dan kelainan
laboratorik serta imunologik harus diadakan untuk memastikan L.E.S

4.5. Diagnosis Banding


Dengan adanya gejala di berbagai organ, maka penyakit-penyakit
yang harus didiagnosis banding banyak sekali. Beberapa penyakit yang
berasosiasi dengan L.E.S. mempunyai gejala-gejala yang dapat menyerupai
L.E.S, yakni arthritis reumatika, sklerosis sistemik, dermatomiosis, dan purpura
trombositopenik.

4.6. Pengobatan
 Penderita harus dirawat
 Kortikosteroid sistemik
Indikasi :
Bila penderita sakit kritis, misalnya terdapat krisis lupus nefritis, pleuritis,
perikarditis, atau mengalami banyak perdarahan
Dosis:
Prednison 1 mg/kgBB atau 60-80 mg per hari. Kemudian diturunkan 5
mg/minggu dan dicari dosis pemeliharaan yang diberikan selang sehari

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 12


2010
 Antibiotik, antiviral, dan anifungal
Harus diberikan bila terdapat komplikasi, misalnya infeksi sekunder,
pneumonia bakterial atau infeksi virus, dan mikosis sistemik.
 Terapi sitostatik
Diberikan pada penderita L.E.S dengan anemia hemolitik atau lupus
nefropatia yang tidak efektif dengan kortikostreroid dosis tinggi. Dapat
diberikan Azattioprin 50-150 mg per hari, dengan dosis maksimal 200 mg
per hari. Dapat pula diberikan siklofosfamid dengan dosis sama.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit RSUD Karawang 9 Agustus-10 September 13


2010

You might also like