You are on page 1of 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA TUBERKULOSIS PARU 1.

PENGERTIAN Koch pulmonal adalah salah satu penyakit paru, yang kebanyakan di masyarakat dikenal dengan tuberkulosis paru (TBC). Tuberkulosis paru disebut juga dengan Koch Pulmonal , karena kuman penyebabnya ditemukan oleh Koch, pada tahun 1882 (Basil koch). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang di tularkan lewat batuk dan dahak (Tuberkulosis klinik, 1998, Hal: 06) Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini merupakan batang aerobik tahan asam, yang patogen dan saprofitik.(Patofisiologi,Bag 1,Hal 592) Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis dengan gejala yang sangat berfariasi (Kapita selekta kedokteran,jilid 1,Hal: 472) Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobakterium Tuberkulosis (Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru ,Hal:73) Tuberkulosis pulmoner adalahpenyakit infeksi kronis akut atau sub akut yang disebabkan oleh Basilus Tuberkulosis, Mycobakterium Tuberkulosis, kebanyakan mengenai struktur alveolar parua; presentasi klinis bervariasi berkisar asimtomatik dengan hanya menunjukkan tes kulit positif meliputi pulmoner luas dan sistemik.(Standart Perawatan Pasien,Vol 2,Hal 275).

2. ETIOLOGI Penyebab Tuberkulosis adalah kuman Mycobakterium Tuberkulosis (Bacil Koch). Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid) yang mengakibatkan kuman lebih tahan terhadap gangguan fisik dan kimia. Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Pada suasana lembab dan kuman dapat bertahan dalam lemari es dapat bertahan bertahun-tahun. Kuman ini menyerangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen.Tekanan oksigen bagian apikal paru lebih tinggi dari pada bagian lain, sehingga tempat ini merupakan predileksi penyakit Tuberkulosis. Didalam jaringan , kuman hidup intra seluler yaitu dalam sitoplasma makrofag. Faktor lain yang menyebabkan: malnutrisi, infeksi HIV, campak pada anak, dan AIDS.

4. MANIFESTASI KLINIS Gejala utama TB paru adalah lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum darah, malaise, gejala flu, demam, nyeri dada, batuk terdapat bercak darah, berat badan menurun, berkeringat dingin.

5. PEMBAGIAN TUBERKULOSIS. Tuberkulosis dibagi menjadi 2 antara lain: 1). Tuberkulosis Primer. Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru.Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran pertikel< 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil,kemudian baru oleh makrofag. Kebanyakan pertikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari cabang trakeo-bronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman menetap jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembangbiak dalam sitoplasma. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainya. Kuman yang bersarang di paru-paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi disetiap jaringan paru. Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran gasrtointestinal ,jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfa denopati regional kemudian bakteri masuk kedalam vena dan menjalar keseluruh organ seperti paru, otak ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmunalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadentis regional = komplek primer (ranke) Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.

Komplek primer ini selanjutnya dapat menjadi : a.Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi. b.Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotik, klasifikasi dihilus, keadaan ini terdapat di lesi pnemonia yang luasnya >5mm dan kurang lebih 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

c.Berkomplikasi dan menyebar secara: Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya, Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya. Kuman dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga mnyebar ke usus, Secara limfogen , ke organ tubuh lainya, Secara hematogen, ke organ tubuh lain lainya. Setelah infeksi primer berjalan kurang lebih dari 12 minggu, yaitu setelah timbul kekebalan spesifik terhadap basil tuberkolis, maka akan terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sebagai akibat penyebaran limfogen(limfohematogen). Pada saat ini reaksi tubuh masih seperti tersebut diatas di tambah dengan : a.Uji kulit dengan PPD yang semula negatif menjadi positif. b.Batuk-batuk oleh karena ada pembesaran kelenjar yang menekan saluran pernafasan (brokus). c.Pada foto toraks tampak pembesaran kelenjar limfe di daerah hilus, trakhea dan leher. d.Disamping itu juga tampak infiltrat halus yang terbesar luas pada seluruh lapangan paru dan dikenal sebagai tuberkulosis milier. e.Panas badan menjadi tinggi dan sering kali disertai kejang kejang bila terdapat meningitis. Penyulit Tuberkulosis Primer. a.Pembesaran kelenjar servikal superfisial. Penyebaran langsung tuberkulosis ke kelenjar limfe mediastinum bagian atas dan para trakhea berasal dari kelenjar hilus. Paling sering menyerang kelenjar limfe supraklavikula dan servikal anterior. Kelainan di kelenjar tersebut bereaksi sangat lambat terhadap obat anti tuberkulosis. Bila terjadi abses pada kelenjar di lakukan tindakan pembedahan.

b.Pleuritis Tuberkulosis. Kelainan pada pleura (pleuritis tuberkulosis) merupakan penyulit dini tuberkulosis primer dan terjadi 6-8 bulan setelah serangan awal. Sering disertai kelainan pada kulit yaitu eritoma nodusum. c.Efusi pleura

Efusi pleura karena tuberkulosis biasanya jernih. Pada keadaan ini,prognosa penyakit masih baik. Reaksi terhadap obat anti tuberkulosis sering kali dramatis karena dapat memberi resolusi sempurna dalam 1-2 manggu, akan tetapi kemungkinan untuk menderita tuberkulosis post primer di kemudian hari lebih besar. d.Tuberkulosis milier. Kelainan ini paling dini di bandingkan dengan penyulit tuberkulosis primer yang lain. Proses tuberkulosis milier terjadi 8 bulan setelah timbul tuberkulosa primer, gambaran radiologis tanpak 2 minggu setelah gejala klinis. Karena penyebaran yang meluas ke seluruh organ maka perlu di cari kemungkinan adanya tuberkel di fondus okuli, sum sum tulang dan hati. e.Meningitis Tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis dapat terjadi sebagai akibat penyebaran hematogen atau fokus pengejuan yang pecah di rongga subaraknoid pada tahap akhir dari tuberkulosis milier. 2). Tuberkulosis Sekunder. Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi kerena imunitas menurun seperti mal nutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis post primer dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru(bagian apikalposterior lobus superior atau inferior). Infasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. TB post primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda menjadi Tb usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini dapat menjadi: Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan jaringan ikat dan sekitarnya dan bagian tengahya mengalami nekrosis, menjadi lembek menjadi jaringan keju. Bila jaringan keju di batukkan keluar akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nuklead oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya . Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminata Tb

yang terjadi pada immuno defisiensi dan usia lanjut. Disini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat : Meluas kembali dan menimbulkan sarang pnemonia baru.Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi Tb milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya masuk ke usus menjad Tb usus . Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu. Bisa juga terjadi Tb endobronkial dan Tb endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergilus dan kemudian menjadi mycetoma. Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga menyembbuh dengan membungkus diri menjadi kecil.

6.KOMPLIKASI Penyakit Tuberkulosis paru tidak di tangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi di bagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, menjalar ke organ lain. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim berat, karsinoma paru.

7. PENATALAKSANAAN 1)Aktifitas Bakterisidal. Terhadap basil yang membelah cepat. Ekstra selule (Rifampisin dan Streptomisin ) Intraseluler (Rifampisin dan Isoniazid ) 2)Aktivitas Sterilisasi. Ekstraseluler (Rifampisin dan Isoniazid )

Intraseluler (untuk slowly growing bacilli dipergunakan Rifampisin dan isoniazid ) (Very slowly growing bacilli dipergunakan Pirazinamid ). 3) Aktivitas bakteriositatis. Obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriositas terhadap BTA: Ekstraseluler adalah Etambutol (EMB), para amino salisilik asid ( pas ) dan Sirklosirene. Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh INH dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder. Serta dapat pula di lakukan perawatan : Menjaga kondisi tubuh, memulihkan kondisi tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh dengan :memperbaiki standar hidup, makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna, atur lingkungan yang sehat dan nyaman, usahakan tiap hari tidur yang cukup dan teratur, membatasi aktivitas yang menguras tenaga, dll. Pemberian pengobatan (OAT) secara efektif, tepat dan teratur,terus menerus tidak boleh di hentikan selama kurun waktu sekitar 6 bulan atau sampai diinstruksikan oleh dokter. Isolasi penderita untuk menjaga daya tahan tubuh dan mencegah penyebaran mikrobakterium tuberkulosis. Lakukan pencegagan untuk orang-orang sekitarnya yang masih sehat dengan vaksinasi. Terapi. Program nasional menyatakan : 1)Standar terapi untuk kasus baru. Pada negara miskin mungkin salah satu rejimen murah tapi sangat efektif di berikan untuk satu tahun. Tapi di beberapa negara sekarang di ketahui bahwa salah satu mungkin lebih mahal 6 atau 8 bulan dengan rifampisin sebenarnya menghemat uang karena kerjanya lebih cepat, sedikit penderita berhenti dari pengobatan yang terlalu awal dan menghilang, dan lebih banyak sembuh menetap. Juga diakui streptimisin menghemat uang jika pemberian injeksi dan penyediaan semprit. Itu adalah kemoterapi jangka pendek yang sekarang direkomendasi oleh WHO dan IUATLD. 2)Kemungkinan standart terapi untuk kasus kronik dan kambuhan berbeda. Beberapa penderita mungkin kambuh karena terapi yang mereka terima terlalu singkat. Tuberkulosis mereka mungkin masih sensitif. Lainya mungkin mendapat kombinasi obat yang tidak tepat dan resisten terhadap tuberkulosis: rejimen yang di rikumendasi dalam program harus di desain untuk sesuai dengan pola resistensi obat lokal yang umum. 3)Beberapa program dapat merekomendasi rejimen yang berbeda untuk penderita dengan sputum negatif (misal kemoterapi singkat 4 bulan menggantikan 6 bulan ) atau anak anak. Tapi ini jelas sedikit

membingungkan untuk memberi rejimen yang sama untuk seluruh penderita baru yang didiagnosis tuberkulosis. Pengawasan Terapi : Ini menjadi dasar dari program. Sukses keseluruhan program tergantung pada pengawasan terapi yang baik. Idealnya terapi harus di awasi langsung (berati penderita harus di awasi setiap minum obat ), sedikitnya untuk 2 bulan pertama yang penting. Pada beberapa program penderita di sarankan untuk di rawat di RS selama 2 pertama. Lainya disarankan untuk menginap dekat klinik. Cara lain penderita mengunjungi klinik atau pos kesehatan untuk setiap minum obat, bila cara ini dipakai, pastikan penderita tidak menunggu. Bila penderita sampai menunggu mungkin tidak mau kembali. Pada beberapa daerah pengawasan harus di awasi oleh penduduk setempat yang bertanggung jawab atas suka relawan.Program akan menempatkan metode untuk mengingatkan penderita yang gagal melapor untuk terapi atau gagal mendapatkan obatnya. Bila tidak ada sistem didaerah anda sangat penting untuk membuat perencanaan sendiri. Kegagalan Pengobatan : Sebab kegagalan pengobatan terbanyak adalah karena masalah biaya atau penderita merasa sudah sembuh. Kegagalan penderita dapat mencapai 50 % pada pengobatan jangka panjang. Untuk mencegah kegagalan ini perlu kerja sama yang baik antara dokter, paramedis serta motifasi pengobatan terhadap penderita dan keluarganya. Penanggulangan terhadap kasus yang gagal adalah : 1). Bila penderita berobat teratur : Menilai kembali dosis dan cara pemberian obat apakah sudah adekuat. Lakukan pemeriksaan resistensi kuman terhadap obat. Pertimbangan terapi pembelahan terutama pada penderita dengan kavitas atau destroyed lung . 2). Bila penderita tidak teratur berobat : Teruskan pengobatan lama 3 bulan lebih panjang dengan evaluasi bakteriologis setiap bulan. Nilai kembali resistensi kuman terhadap obat. Bila ada resistensi terhadap obat, ganti dengan panduan obat yang masih sensitif. Penderita Kambuh Yang dimaksud dengan penderita kambuh adalah penderita yang telah menjalani pengobatan secara teratur dan adekuat, tetapi saat kontrol ulangan sputum BTA positif. Frekuensi kekambuhan berkisar antara 2-10 %. Biasanya kekambuhan terjadi pada tahun pertama setelah pengobatan selesai, dan sebagai besar kuman masih sensitif terhadap obat panduan semula.

Pengobatan pada kasus demikian adalah : Pengobatan diulang dengan panduan obat yang sama. Pemeriksaan bakteriologis mikrokopis langsung 3 kali, biarkan dan tes kepekaan obat.

Pengobatan Pembedahan Dengan ditemukanya obat anti tuberkulosis maka pembedahan pada kasus tuberkulosis jarang di lakukan. Indikasi pembedahan pada tuberkulosis adalah : Batuk darah yang tidak dapat diatasi dengan terapi konservatif. Sputum BTA tetap positif walaupun pengobatan telah diulang. Timbulnya empiema yang tidak dapat sembuh dengan terapi konservatif. Tindakan pembedahan dikerjakan dengan syarat adanya obat anti tuberkulosis yang masih sensitif dan penderita baik operasi obat anti tuberkulosis tetap di berikan sampai 6 bulan paska operasi.

3. Penyuluhan Kesehatan. 4. Evaluasi Pengobatan. 5. Pengobatan penyakit lain yang dapat menghambat penyembuhan.

BAB 2 ASPEK TEORITIS KEPERAWATAN

I PENGKAJIAN

1.Data Biografi : Nama, Jenis kelamin (laki-laki lebih banyak menderita TB dari pada wanita), Usia (banyak di temukan pada laki-laki usia 60 thn, wanita usia 40-60 thn, pada bayi dan anak menderita tuberkulosis miliar), Suku atau Bangsa, Alamat, Agama, Pendidikan, Status perekonomian (perumahan yang padat dan jelek atau lingkungan yang jelek mempermudah infeksi TB), Ras (pada orang eskimo dan indian amerika memiliki pertahanan tubuh yang jelek ), perkawinan.

2. Riwayat Keperawatan a. Keluhan Utama. Nyeri dada, batuk berdahak, batuk berdarah, dispneu, keringat malam, lemah, penurunan berat badan, anoreksia, malaise. b.Riwayat Penyakit Sekarang. Nyeri disebabkan karena adanya infeksi oleh kuman TB, nyeri termasuk nyeri pleuritik yang ringan, bila nyeri bertambah berat berarti telah menjadi pleuritis luas, nyerinya pada dada biasanya menjalar didaerah aksila, diujung skapula atau tempat lain, skala nyeri tergantung luas infiltrasi radangnya, nyeri timbul sewaktu- waktu Gejala batuk disebabkan karena adanya iritasi pada bronkus, batuk bisa produktif bisa non produktif, gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada saat penderita tertidur dan di keluarkan pada saat penderita bangun pagi hari. Batuk darah disebabkan karena adanya pembuluh darah yang pecah, yang di keluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak (profus). Batuk darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis atau initial symptom.

Dispenea merupakan late symtom dari proses lanjut tuberkulosis paru akibat adanya restriksi dan obstruksi saluran pernafasan serta loss of vascular bed/ vascular trombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmonal, dan kor pulmonal. Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang dengan vosomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.

Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkn bila proses progresif. Badan lemah dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur,dan keadaan sehari hari yang kurang menyenangkan.

c. Riwayat Penyakit Dahulu. Adanya riwayat penyakit TB, adanya riwayat kontak dengan penderita TB, adanya infeksi HIV atau AIDS yang pernah diderita klien, adanya riwayat mallnutrisi, penyakit campak pada anak, serta mengkonsumsi alkohol yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh menurun.

d. Riwayat Penyakit Keluarga. Adanya keluarga yang menderita penyakit TB.

e. Pola Fungsi Kesehatan. 1)Pola nutrisi Gejala: anoreksia Tanda: berat badan menurun, turgor kulit buruk, kulit kering atau kulit bersisik, kehilangan otot atau hilang lemak subkutan 2)Pola aktivitas. Gejala: kelelahan umum, kelemahan, dan napas pendek. Tanda: takikardi, takipnea atau disepnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak. 3)Pola kognitif dan konsektual. Gejala: nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Tanda: berhati hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, dan gelisah. 4)Pola istirahat Dan Tidur. Gejala: kurang tidur Tanda: wajah pucat

5)Pola Pernafasan. Gejala: batuk tak produktif atau produktif, nafas pendek. Tanda: peningkatan frekuensi pernafasan, pada perkusi terdengar suara pekak, karakteristik sputum hijau atau purulen, mukoid kuning atau bercak darah. 6)Pola Konsep Diri. Gejala: perasaan tak berdaya atau tak ada harapan. Tanda: ansietas dan ketakutan.

f. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: lemah, badan kurus TTV : TD : menurun Nadi : bisa takikardi bila keadaan panas. RR : meningkat karena terjadi sesak nafas Suhu : meningkat karena infeksi kuman tuberkulosis Wajah : pucat, kemerahan karena panas Dada : krepitasi pada bagian atas satu atau dua paru, pada perkusi terdapatkan pekak, pada auskultasi didapatkan wezing (mengi) karena bronkitis tuberkulosis atau tekanan dengan kelenjar bening pada Bronkus. Ekstermitas : pada penyakit lanjut kemungkinan di dapat kan jari tabuh. Kulit : kering, bersisik karena kurangnya kurangnya asupan gizi.

g. Pemeriksaan Penunjang. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sputum: hasil positif (+) terdapat virus tuberkulosis/ ditemukan kuman BTA (bakteri tahan asam). Pemeriksaan darah: LED sering meningkat pada proses aktif. Leukosit: jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang aktif. HB: sering disertai dengan anemia derajat sedang dan sering disebabkan defisiensi besi

Uji Tuberkulin Uji Tuberkulin :merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi imunitas seluler yang timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami infeksi pertama dengan basil tuberkulosis. Uji tuberkulin didapatkan hasil positip.

Pemeriksaan Radiologi Pada awal penyakit tanpak gambaran bercak bercak, seperti awan dengan batas yang tidak tegas, bila keadaan berlanjut bercak awan lebih padat dan batasnya jelas. Bila lesi putih jaringan ikat terlihat bayangan bulat dengan batas tegas yang di kenal sebagai tuberkuloma. Pada kavitas terlihat bayangan berupa cincin berdinding tipis, makin lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. BiLa terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris garis sedangkan pada klarifikasi tampak bercak padat dengan desitas tinggi.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman tuberkulosis (basil koch ). 2.Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan sekresi dahak disertai darah. 3.Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan sesak nafas. 4.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia yang di tandai dengan berat badan menurun. 5.Perubahan kenyamanan (nyeri dada) berhubungan dengan infeksi kuman TB, teganganya otot pada saat batuk. 6.Hipertermia berhubungan dengan infeksi kuman tuberkulosis. 7.Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit. 8.Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah. 9.Intolerani aktifitas berhubungan dengan sesak nafas.

10.Potensial terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko patogen.

III. INTERVENSI 1. DX: Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman tuberkulosis. Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam. KH: - Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko penyebaran infeksi - Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup dalam melakkan lingkungan yang nyaman. - TB yang diderita klien berkurang/ sembuh Intervensi : 1)Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi. R/: Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berrulang. Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadaran kemungkinan tranmisi membantu pasien / orang terdekat untuk mengambil langkah mencegah infeksi ke orang lain. 2)Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib, dan tetangga. R/: Orang orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.

3)Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu, menghindari meludah sembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demonstrasi. R/: Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran infeksi. 4)Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi pernafasan. R/: Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular. 5)Observasi TTV (suhu tubuh). R/: Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut. 6)Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun adanya dibetes militus, kanker, kalium. R/: Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindari menurunkan insiden eksaserbasi. 7)Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat. R/: Periode singkat berakhir 2 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga/ penyakit luas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan. 8)Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering makanan kecil dan makanan besar dalam jumlah yang tepat. R/: Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan. 9)Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi. R/: Untuk mempercepat penyembuhan infeksi

2. DX: Bersihkan jalan nafas tak efektif b.d sekresi dahak disertai darah Tujuan: Jalan nafas klien efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam K.H : - Mempertahankan jalan nafas pasien - Klien dapat engeluarkan sekret tanpa bantuan - Klien menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan bersihan jalan nafas - Dahak klien berkurang

Interverensi : 1)Kaji fungsi pernafasan (contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman) R/: Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret/ ketidak mampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan. 2)Catat kemampuan untuk mengeluarkan mulkosa/ batuk efektif, catat kanker ,jumlah seputum R/: Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdahak kental / darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru / luka bronkialis dan dapat memerlukan evaluasi.

3)Berikan pasien posisi semi / fowler tinggi. Bantu paien untuk batuk dan latihan nafas dalam. R/: Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. 4)Bersihkan sekret dari mulut dan trakea penghisapan sesuai keperluan. R/: Untuk mencegah obstruksi. penghisapan dapat diperlukan bila pasien tak mampu mengeluarkan sekret. 5)Pertahanan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari kecuali kontraindikasi. R/: Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.

3. Dx: Resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas b.d sesak nafas. Tujuan: Pertukaran gas klien bisa seimbang setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam. KH: - Klien melaporkan tak adanya dispenea. - Klien menunjukkan perbaikan ventilitas dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. - Sesak napas klien berkurang Intervensi : 1)Kaji dispenea, takipnea, tak normal/ menurunnya bunyi napas, peningkatan upaya pernafasan, ekspansi dinding dada dan kelemahan.

R/: TB paru ( koch pulmonal ) menyebabkan efek luas, nekrosis, effusi pleura, dan fibrosis luas. Efek pernafasan dapat dari ringan sampai dispenea berat sampai distress pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan. 2)Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran. Catat dianosis dan perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku. R/: Akumulasi sekret/ pengaruh jalan napas dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan. 3)Tunjukan/ dorong bernapas bibir selama ekstalasi khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. R/: Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps/ penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara nul paru dan menghilangkan / menurunkan nafas pendek.

4)Tingkatkan tirah baring/ batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan. R/: Menurunkan konsumsi oksigen/ kebutuhan selama periode penurunan beratnya gejala 5)Berikan oksigen tambahan yang sesuai R/: Alat dalam memperbaiki hipoksenia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi / menurunnya permukaan alvedar paru.

4 DX: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia ditandai dengan berat badan menurun. Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam. KH: - Nafsu makan klien meningkat - Klien menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboraturium normal dan bebas tanda malnutrisi. - Klien melakukan perilaku/ perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat yang tepat. Intervensi : 1)Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan/ ketidak mampuan menelan, muntah/ diare.

R/: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat. 2)Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/ tak disukai R/: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet. 3)Awasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara periodik. R/: Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan . 4)Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat awasi frekuensi, volume, konsistensi feses. R/: Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan / penggunaan nutrien. 5)Dorong dan berikan periode istirahat sering. R/: membantu menghemt energi khususnya bila kebutuhan metabolik meningkat saat demam. 6)Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan. R/: menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum. 7)Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. R/: memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ kebutuhan energi dari makanan banyak. 8)Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet. R: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet. 9)Konsul dengan terapi pernafasan untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/ setelah makan. R/: dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan obat / efek pengobatan pernafasan pada perut yang penuh. 10) Berikan antiseptik tepat. R/: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan juga konsumsi kalori.

5 Dx: Potensial terhadap transmisi infeksi yang b.d kurangnya pengetahuan tentang resiko patogen. Tujuan: mengurangi resiko penyebaran tuberkolosis.

KH: pasien mengalami penurunan untuk menularkan penyakit seperti yang di tunjukkan oleh kegagalan kontak pasien untuk mengubah tes kulit positif. Intervensi: 1)Diskusikan tentang pentingnya mempertahankan isolasi pernafasan : Hindari kontak langsung dengan sputum. R/: Untuk menjaga kondisi px agar daya tahan tubuhnya seimbang sehingga mempermudah untuk penyembuhan, kurangi resiko keparahan. 2)Ajarkan px agar batuk ditutup dengan tisu, memalingkan kepala saat batuk, membuang tisu dengan tepat dan menggunakan masker. R/ : mencegah penyebaran patogen. 3)Intruksikan pasien untuk mengumpulkan dan menangani sputum. R/: untuk memeriksa kultur penunjang pengobatan. 4)Ajarkan pasien pentingnya untuk tidak menghentikan obat obatan anti tuberkulosis sampai diintruksikan dokter. R/: pengobatan tuberkulosis secara sempurna untuk mencegah kambuh.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya: Airlangga University Press.

Andreson, Price Sylvia. 1984. Patifisiologi Bagian 2. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Jual. 2000. Diagnosa Keperawatan . Edisi: 6. Jakarta: EGC.

Carpenito, Lynda Jual.1999. Buku saku Diagnosa Keperawata Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Crofton, John. 1995. Tuberkulosis Klinik . Jakarta: Widya Merdeka.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi: 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Martin, Tucker Susan. 1993. Standar Perawatan pasien Jakarta: EGC.

Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta; EGC.

Ramali, Ahmad. 1996. Kamus Kedokteran . Jakarta: Djambatan.

Tjokronegoro, Arjatmo. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: Balai penerbit FKUI

You might also like