You are on page 1of 10

Laporan Kasus

KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL AKUT

Oleh Yurna Afriyana I1A004027

Pembimbing dr. Agus F. Razak, Sp. M

BAGIAN/UPF ILMU PENYAKIT MATA RSUD ULIN FK UNLAM BANJARMASIN Maret, 2011

BAB I PENDAHULUAN

Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan melapisi bagian anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra (konjungtiva palpebrae). Karena letaknya paling luar itulah sehingga konjungtiva sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah

konjungtivitis.1,2 Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata yang paling umum didunia. Penyakit ini bervariasi dari hiperemia ringan dengan berair mata sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebabnya umumnya eksogen, namun dapat endogen.1 Berdasarkan agen penyebabnya maka konjungtivitis dapat dibedakan

konjungtivitis bakterial, konjungtivitis virus, konjungtivitis klamidia, konjungtivitis rickettsia, konjungtivitis fungal, konjungtivitis parasit, konjungtivitis alergika,

konjungtivitis kimia atau iritatif, konjungtivitis yang penyebabnya tidak diketahui, serta konjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik. Kalau berdasarkan atas lamanya penyakit maka konjungtivitis dapat dibedakan menjadi akut dan kronik.1,3,4 Berikut ini dilaporkan kasus konjungtivitis bakterial ODS (Oculi Dextra et Sinistra) stadium akut pada penderita wanita usia 27 tahun yang berobat ke poliklinik Mata RSUD Ulin Banjarmasin.

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS Nama Jenis Kelamin Usia Alamat Pekerjaan : ny. H : wanita : 27 tahun : Jl. Simpang Ulin No.23 Banjarmasin : ibu rumah tangga

ANAMNESIS Hari/tanggal Keluhan Utama Riwayat Penyakit Sekarang : Sabtu, 26 Maret 2011 : Mata merah :

Sejak + 2 hari yang lalu pasien mengeluh kedua matanya merah. Pasien juga mengeluh kedua matanya terasa gatal, sehingga pasien sering menggosok-gosok kedua matanya dan keluar air mata berwarna bening tapi tidak banyak. Pasien mengaku saat bangun tidur terdapat kotoran mata yang cukup banyak. Tidak ada keluhan nyeri, pandangan mata kabur pada kedua matanya dan keluhan lain yang mengganggu aktivitasnya. Sebelum berobat ke poliklinik Mata, pasien ada memberikan tetes mata tapi keluhan tidak berkurang sehingga pasien berobat ke poliklinik Mata RSUD Ulin. Tidak ada riwayat trauma pada kedua matanya. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien menyangkal adanya riwayat alergi pada dirinya dan keluarga. 2

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Baik Kesadaran Status Generalis Tanda Vital : Kompos Mentis : Dalam Batas Normal TD Nadi RR Status Lokalis : OS 5/5 Sekret (+) Sentral Ke segala arah Bentuk normal, Odem (-) Hiperemi (+), Odem (-) Jernih Putih Dalam Iris shadow (-) Sentral, regular, 3 mm, reflek cahaya (+) Jernih : : : 120/70 mmHg 82 x/menit 21 x/menit

OD 5/5 Sekret (+) Sentral Ke segala arah Bentuk normal, Odem (-) Hiperemi (+), Odem (-) Jernih Putih Dalam Iris shadow (-) Sentral, regular, 3 mm, reflek cahaya (+) Jernih

Visus Sekret Kedudukan Pergerakan Palpebra Konjungtiva Kornea Sklera COA Iris Pupil Lensa

DIAGNOSA KLINIS Diagnosis banding Konjungtivitis Bakterial akut ODS Konjungtivitis Viral ODS Konjungtivitis Alergika ODS Diagnosis kerja Konjungtivitis Bakterial akut ODS

KOMPLIKASI Phlikten Keratitis epithelial Ulkus kornea PENATALAKSANAAN 1. Garamycin eye drop 6 x 1 gtt ODS 2. Rawat jalan PROGNOSIS Dubia ad bonam

BAB III DISKUSI

Konjungtivitis adalah suatu keradangan konjungtiva yang disebabkan bakteri, virus, jamur, chlamidia, alergi atau iritasi dengan bahan-bahan kimia. Tanda penting pada konjungtivitis adalah :1,4,5 1. Hiperemia, disebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior. Warna merah terang mengesankan konjungtivitis bakterial dan keputihan mirip susu mengesankan konjungtivitis alergika. 2. Berair mata, disebabkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbak atau ar gatal, atau karena gatal. 3. Eksudasi, eksudat berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakterial dan berserabut pada konjungtivitis alergika. 4. Pseudoptosis, dijumpai pada konjungtivitis berat misalnya : trachoma dan konjungtivitis epidemika. 5. Hipertrofi papila, terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus. 6. Kemosis, mengesankan konjungtivitis alergika namun dapat terjadi pada konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama pada konjungtivitis adenovirus. 7. Folikel, tampak pada kebanyakan kasus konjungtivitis virus, pada semua kasus konjungtivitis klamidia kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus konjungtivitis parasitik dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik yang diinduksi pengobatan topikal. 5

8. Pseudomembran dan membran, adalah hasil proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya. Pseudomembran adalah pengentalan diatas permukaan epitel, bila diangkat epitel tetap utuh. Membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel dan jika diangkat akan meninggalkan permukaan yang kasar dan berdarah. 9. Konjungtivitis ligneosa, adalah bentuk istimewa konjungtivitis membranosa rekuren. 10. Granuloma, selalu mengenai stroma dan paling sering berupa kalazion. 11. Limfadenopati preaurikuler, terdapat pada konjungtivitis herpes simplek primer, keratokonjungtivitis epidemika, konjungtivitis inklusi dan trachoma. Konjungtivitis bakterial mempunyai dua bentuk : akut dan menahun. Konjungtivitis bakterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan mikroorganisme tertentu seperti Haemophylus influenzae. Lamanya penyakit bisa mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai dan dapat menjadi menahun. Gejala dan tanda dari konjungtivitis bakterial antara lain :1,2,3 1. Konjungtiviis bakterial hiperakut b. Konjungtivitis purulen, ditandai dengan banyaknya eksudat purulen. c. Konjungtivitis mukopurulen, ditandai timbulnya hiperemia konjungtiva secara akut dan jumlah eksudat mukopurulen sedang. d. Konjungtivitis subakut, ditandai eksudat berair tipis atau berawan. 2. Konjungtiviis bakterial menahun a. Konjungtiviis bakterial menahun, terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis dan dakriosistitis menahun, yang biasanya unilateral. b. Konjungtivitis bakterial jarang

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik p asien ini didiagnosis menderita konjungtivitis bakterial, yaitu kedua mata merah yang berlangsung selama + 2 hari. Pasien juga mengeluh kedua matanya terasa gatal, sehingga pasien sering menggosokgosok kedua matanya dan keluar air mata yang berwarna bening. Dan terdapat kotoran mata yang cukup banyak saat bangun tidur. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva hiperemi namun tidak didapatkan sekret yang purulen, dan tidak ada penurunan visus. Hal ini sesuai dengan gejal dan tanda dari konjungtivitis bakterial akut yang oleh orang awam disebut mata merah, dimana didapatkan hiperemi konjungtiva secara akut dan berwarna merah terang, sekresi air mata karena gatal, eksudat mukopurulen sedang. Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen mikrobiologiknya. Pada kasus ini terapi yang diberikan berupa antibiotik yaitu

pemberian Garamycin 6 x 1 tetes per hari mata kanan dan kiri. Garamycin mengandung Gentamicin sulfate yang diindikasikan untuk mengobati konjungtivitis. 6 Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati secara memadai berlangsung 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus dan konjungtivitis gonokokus. 1,7

BAB IV PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus konjungtivitis bakterial akut ODS pada seorang penderita wanita usia 27 tahun. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan pada pasien ini adalah pemberian antibiotik (Garamycin).

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika. 2. Soewono W, Budiono S, Aminoe. 1994. Konjungtivitis Vernal dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya: RSUD Dokter Soetomo. 3. Ilyas, Sidarta. 1999. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 4. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. 2006. Oftalmologi. Edisi kesembilan. Jakarta : Erlangga 5. Wijana, Nana. 1983. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. 6. Almatsier M, Djuanda A, Sani A et al. 2006. MIMS. Edisi Bahasa Indonesia Volume 7. Jakarta : CMP Medica 7. Vaughan D, Asbury T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta: Widya Medika.

You might also like