You are on page 1of 6

KAJIAN PRODUK AGROINDUSTRI YANG POTENSIAL DAN FEASIBEL UNTUK DIKEMBANGKAN SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL DI INDONESIA

Aman santoso1 Jurusan Kimia, FMIPA, UM, Malang, Indonesia amansantoso49@yahoo.co.id

Abstrak: Eksplorasi minyak bumi yang terus menerus menyebabkan cadangan minyak bumi akan habis, termasuk di Indonesia diperkirakan cadangan minyak bumi akan habis dalam 30 tahun mendatang. Sehingga tidak ada alternatif lain harus dikembangkan dan disosialisasikan untuk memanfaatkan sumber energi energi yang dapat diperbaharui. Kebutuhan solar kita sangat tinggi meskipun sebagai penghasil minyak masih mengimpor 7 milyar liter setiap tahunnya. Biodiesel adalah alternative untuk menggantikan solar yang dibuat dari minyak tanaman atau lemak dengan reaksi transesterifikasi (Demirbas, 2007). Indonesia sebagai Negara agraris dengan keanekaragaman flora dan faunanya kaya akan bahan baku biodiesel, diperkirakan Indonesia memiliki lebih dari 30 tanaman yang dapat digunakan bahan baku biodiesel Tatang (2005). Dalam kajian ini bertujuan untuk menganalisis beberapa bahan baku yang cukup potensial dan feasible untuk dikembangkan dalam mensuplai biodiesel secara massal. Minyak atau lemak merupakan trigliserida dengan viskositas tinggi untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar harus diturunkan viskositasnya dengan reaksi transesterifikasi (Demirbas, 2007). Bahan yang dapat sebagai biodiesel misalnya minyak sawit, minyak jarak, limbah minyak sawit (minyak parit), minyak kedelai, bekatul, biji nyamplung, minyak biji kapuk, minyak goreng bekas. Indonesia sejak tahun 2008 sebagai Negara penghasil terbesar minyak sawit dunia dengan produksi lebih dari 17 juta ton/th, dimana 30 persennya untuk kebutuhan dalam negeri, yang sebagian besar untuk minyak goring. Pemakaian minyak goreng bekas yang berulang untuk makanan dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Potensi lain adalah jarak pagar kandungan minyaknya dalam kisaran 30-40% dari biji kering (Hariadi, MS. 2005.). Jarak pagar potensial dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel, karena dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur atau lahan kritis. Lahan kritis tidak temanfaatkan di Indonesia cukup luas dari data BPS 2004 menunjukkan lahan kritis di Indonesia mencapai 22,115 juta ha (Sintawati, 2006) keuntungan lainnya masa produktifnya sampai 50 tahun (Manurung, 2005). Biji kapuk selama ini belum banyak digunakan, sehingga juga dapat untuk bahan biodiesel. Pemilihan bahan baku biodiesel untuk dikembangkan dalam skala produksi selain memperhitungkan harga agar dapat diterima di pasaran juga harus memperhatikan kontinuitas suplai bahan baku. Berdasarkan berbagai kajian dan analisis aspek ekonomis dan kontinuitasnya maka bahan baku biodiesel yang potensial dikembangkan berturut-turut adalah, minyak goreng bekas, minyak sawit, minyak jarak pagar, minyak biji kapuk, biji nyamplung. Saran yang dapat diberikan adalah diperlukan kajian atau eksperimen lebih lanjut tentang optimasi pembuatan biodiesel, dan kajian feasibilitas produksi biodiesel dalam skala pilot plan. Kata kunci: biodiesel, agroindustri, bahan baku, feasibel

Latar Belakang Harga minyak bumi di dunia yang fluktuatif dan impor bahan bakar minyak (BBM) Indonesia yang terus meningkat mempengaruhi kestabilan perekonomian pemerintah. Meskipun sebagai penghasil minyak Indonesia juga sebagai negara pengimpor minyak. Harga BBM di dalam negeri yang masih di subsidi menyebabkan beban pemerintah terhadap BBM semakin berat. Eksplorasi minyak bumi yang terus menerus menyebabkan cadangan minyak bumi akan habis, termasuk di Indonesia diperkirakan cadangan minyak bumi akan habis dalam 30 tahun mendatang. Sumber energi yang dapat mensubstitusi BBM salah satunya adalah biofuel, dimana dapat berupa bioetanol untuk menggantikan bensin, biodiesel untuk menggantikan solar/minyak bakar. Sebagai negara agraris sebenarnya Indonesia kaya akan bahan baku biodiesel maupun bioetanol (Tatang, 2005..) sebagai energy terbarukan. Biodiesel adalah alternative untuk menggantikan solar yang dibuat dari minyak tanaman atau lemak

BSS_251_1_ 1 - 6

dengan reaksi transesterifikasi (Demirbas, 2007) dan produksinya relatif sederhana sehingga memungkinkan dikembangkan oleh industri kecil menengah. Sumber utama minyak/lemak (trigliserida) yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel adalah minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO), minyak jarak pagar atau Crude Jatopha Curcas Oil (CJCO) dan juga dari limbah dapat limbah industri sawit yang disebut minyak parit atau CPO-parit. Minyak sawit (CPO) karena merupakan edible oil (dapat dimakan) harganya sangat fluktuatif (Wirawan, 2004), (Dewi, dkk., 2005) dan bersaing dengan kebutuhan pangan, dimana pada saat harganya tinggi kurang kompetitif sebagai biodiesel tetapi pada saat harganya murah dapat kompetitif . Saat ini Indonesia sudah menjadi penghasil CPO terbesar di dunia, dan luasan lahan perkebunan sawit yang terus bertambah, maka produk sawit Indonesia akan terus bertambah pada tahun-tahun mendatang. Produk CPO yang selama ini sebagaian besar hanya untuk pangan, dengan berlebihnya produksi , serta pemintaan untuk pangan yang terbatas memungkinkan harga akan jatuh. Ketatnya persyaratan ekspor CPO ke Negara maju dapat menjadi ancaman negara produsen CPO seperti Indonesia. Kelebihan produksi CPO sebagai kebutuhan pangan dapat dikonversi menjadi biodiesel untuk mensubstitusi solar atau minyak bakar. Sebagai produsen terbesar CPO di dunia, Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan biodiesel, sehingga eskpor CPO kita secara bertahap dapat digantikan dengan ekspor biodiesel, mengingat biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibandingkan solar. Keuntungan ganda pengembangan biodiesel selain sumber enegi terbarukan juga menyediakan banyak lapangan kerja baru. Sumber minyak atau lemak lain yang potensial sebagai bahan biodiesel yaitu jarak pagar (Jatropha Curcas L) (Dewi, dkk., 2005), kandungan minyaknya dalam kisaran 30-40% dari biji kering (Hariadi, MS. 2005.). Jarak pagar potensial dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel, karena dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur atau lahan kritis. Lahan kritis tidak temanfaatkan di Indonesia cukup luas dari data BPS 2004 menunjukkan lahan kritis di Indonesia mencapai 22,115 juta ha (Sintawati, 2006). Dengan memanfaatkan lahan kritis yang ada maka pengembangan jarak sangat potensial di Indonesia, dengan hasil perhektar 1-15 ton/tahun (Hariadi, 2005) tergantung umur tanaman, keuntungan lainnya masa produktifnya sampai 50 tahun (Manurung, 2005). Penggunaan minyak atau lemak nabati untuk dapat digunakan sebagai bakar pengganti minyak diesel harus dikonversi dahulu menjadi bentuk metil ester dari asam-asam lemak penyusun lemak/minyak dengan reaksi transesterfikasi sehingga dihasilkan biodiesel sebagai bahan baker yang renewable dan ramah lingkungan (Alamu and Jekayinfa,2007). Minyak sawit dan minyak jarak meskipun secara umum merupakan trigliserida, namun secara specifik tersusun oleh asam-asam lemak yang berbeda, sehingga masing-masing memiliki karakteristik sifat fisika maupun sifat kimia yang berbeda. Indonesia sebagai negara dengan potensi yang besar untuk dapat mengembangkan biodiesel, namun demikian kita masih jauh tertinggal dalam mengmebngakan sumber energi terbarukan ini. Hampir 70% biaya pembuatan biodiesel terserap untuk bahan baku, sehingga pemilihan bahan baku untuk membuat biodiesel sangat penting sekali. Sehingga dalam kajian ini bertujuan untuk menganalisis bahan baku apakah yang banyak di lingkungan kita yang layak dan feasibel untuk dukembangkan menjadi bioidesel. Minyak dan Lemak Minyak atau lemak merupakan trigliserida atau merupakan bentuk ester asam lemak Lemak dan minyak biasanya dibedakan berantai panjang (C12 sampai C24) dari gliserol. berdasarkan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat sebab kandungan asam lemak jenuhnya lebih tinggi daripada asam lemak tidak jenuhnya. Sedangkan minyak pada suhu kamar berwujud cair karena kandungan asam lemak tidak jenuhnya lebih tinggi daripada asam lemak jenuhnya. Ketaren (1986) menyebutkan bahwa hidrolisis terhadap trigliserida akan menghasilkan asam lemak dan gliserol, dengan proses sebagai berikut:

BSS_251_1_ 2 - 6

O H2 C O C O HC O H2 C O C O C R1 R2 R3 air + 3 H2O H2 C OH H C OH H2 C OH gliserol + R1COOH R2COOH R3COOH asam lemak

trigliserida

Berdasarkan sumbernya, lemak digolongkan menjadi dua, yaitu lemak hewani yang berasal dari hewan dan lemak nabati yang berasal dari tumbuhan. Adapun perbedaan dari lemak hewani dan lemak nabati adalah sebagai berikut: 1) Lemak hewani umumnya bercampur dengan steroid hewani yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati umumnya bercampur dengan steroid nabati yang disebut fitosterol. 2) Kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih sedikit dibandingkan lemak nabati (Ketaren, 1986). Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang dapat menggantikan bahan bakar solar yang renewable (Demirbas, 2007). Dengan semakin mahalnya dan terbatasnya BBM fosil di alam maka harus dicari energi alternatif yang dapat diperbaharui yang antara lain biofuel misalnya biodiesel. Minyak nabati memiliki viskositas yang sangat tinggi (Demirbas, 2007) dapat 10-20 kali minyak solar, dan tingginya viskositas minyak nabati dapat menyebabkan pembakaran tidak sempurna dan menimbulkan kerak pada ruang pembakaran. Sehingga minyak nabati agar dapat digunakan sebagai bahan bakar harus diturunkan viskositasnya sehingga mendekati viskositas solar (Anonim Warta pertamina, 2006). Reaksi transesterifikasi dari lemak/minyak dapat dilakukan untuk menurunkan viskositas minyak nabati sehingga dihasilkan metil ester asam lemak. Dengan Transestrifikasi dapat menurunkan viskositas minyak nabati sampai 85% (Alamu, 2007), (Demirbas, 2007). Reaksi transesterifikasi minyak nabati dapat dilakukan dengan mereaksikan minyak yang merupakan trigliserida dengan alkohol (metanol/etanol) dengan katalis asam atau basa, dan dihasilkan alkil ester asam lemak dengan hasil samping gliserol. Perbedaan bahan baku minyak atau lemak yang digunakan dalam pembuatan biodiesel berpengaruh besar pada jalannya reaksi yang ditempuh dan kualitas serta rendemen metil ester atau biodiesel yang dihasilkan. Kebutuhan minyak solar Indonesia sangat tinggi, meskipun kita sebagai negara penghasil BBM namaun untuk memenuhi kebutuhan didalam negeri masih diperlukan impor solar hampir 7 juta Kl/tahun. Oleh karena itu diperlukan bahan baku biodiesel yang mungkin dapat dikembangkan di indonesia serta kontinuitas pasokannya terjamin. Bahan Baku Biodiesel Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang besar dalam pengembangan biodiesel, karena banyak memiliki hasil alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Sebagai contoh tumbuhan jarak yang banyak terdapat di pelosok nusantara. Kandungan minyak pada jarak kepyar (Ricinus Communis) 47-49%, lebih tinggi dari pada jarak pagar (Jatropha Curcas) 36 % (Jawa Post, 2008). Namun jarak kepyar dapat hidup 1-3 tahun, sedangkan jarak pagar dapat tumbuh sampai 50 tahun dengan produktifitas stabil setelah tahun pertama, dengan produktivitas 8-15 ton/ha/thn, (Anonim Bojonegoro Post, 2007). Sehingga untuk keperluan bahan baku biodiesel dalam jumlah yang besar jarak pagar (Jatropha Curcas) lebih memungkinkan dari pada jarak kepyar. Biodiesel berbahan baku minyak jarak sangat prospektif dikembangkan di Indonesia karena memiliki beberapa keunggulan dari bahan

BSS_251_1_ 3 - 6

baku biodiesel yang lainnya. Sebagai alternatif bahan baku biodiesel disarankan untuk dikembangkan adalah minyak jarak (Jatropha Curcas) (Dewi dkk, 2005), (Soerawidjaya dan Tohar,2003), Keunggulan jarak pagar dapat dapat tumbuh di lahan kritis, dimana lahan kritis di Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan berkisar lebih dari 22 juta hektar (Deptan, 2006), (Sintawati, 2006). Indonesia merupakan salah negara penghasil terbesar minyak sawit dunia. Sebagai gambaran produksi CPO Indonesia dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan yang signifikan baik dalam luas lahan dan produksi CPO, seperti dalam Tabel 1:
Tabel 1. Luas areal dan produksi kelapa sawit Indonesia Tahun 1980-2007 Tahun Luas lahan kelapa sawit Jumlah produksi CPO dalam ribu Ha dalam ribu ton/tahun 2001 4.713 8.396 2002 5.067 9.623 2003 5.283 10.441 2004 5.285 10.831 2005 5.454 11.861 2006 6.594 17.350 2007*) 6.611 17.373 2008 18,30 Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, Tahun 2008 yang diolah

Seperti pada Table 1 tersebut tampak terjadi lonjakan produksi antara tahun 2005 ke 2006, serta pada akhir tahun 2008 produksi CPO Indonesia sudah lebih dari 18 juta ton dan merupakan penghasil terbesar di dunia.. Produski CPO Indonesia hanya 30% saja yang digunakan untuk kebutuhan dalam negeri sebagai minyak goreng dan bahan pangan lain, sedangkan sisanya diekspor dalam bentuk CPO. Kapasitas produksi yang terus meningkat untuk antisipasi gejolak harga dipasaran, diperlukan diversifikasi produk turunan dari CPO. Pada pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) dihasilkan limbah cair yang masih mengandung minyak sawit limbah yang disebut minyak parit (CPO-parit) berkisar 0,3-0,6 % berat basah yang diproses (Mulyosuyono, 2005), Dimana CPO parit yang apabila dibuang ke lingkungan akan menimbulkan pencemaran (Anonim, permalink, 2007). Bahan baku yang cukup prospektif di Indonesia untuk biodiesel dalam skala besar antara lain minyak sawit (CPO), dan minyak jarak (CJCO), minyak parit dan mungkin minyak goreng bekas dan juga minyak biji nyamplung sudah mulai dikembangkan. Analisis Keekonomian Produksi Biodiesel Penentuan suatu proyek /usaha layak (feasible) untuk dijalankan atau tidak dapat dilihat dari sejauh mana kegiatan tersebut memberikan manfaat (benefit) bila proyek tersebut dilakukan. Oleh karena untuk menetapkan suatu proyek layak dilanjutkan atau tidak diperlukan suatu studi atau analisis kelayakan usaha/bisnis. Manfaat yang diberikan suatu proyek dapat ditinjau dari segi social (social benefit) atau manfaat dari segi finansial/keuangan (financial benefit) (Ibrahim, 2003). Suatu proyek dikatakan memiliki keuntungan secara sosial belum tentu layak secara financial dan juga sebaliknya yang layak secara secara financial belum tentu memberikan manfaat secara sosial. Beberapa kriteria yang paling sederhana dari segi financial yang dapat digunakan untuk menentukan suatu usaha layak untuk dijalankan atau tidak yakni antara lain dapat dilihat dari aspek: Biaya proses biodiesel dari minyak jarak dengan asumsi biji jarak Rp. 500/kg , dan diperlukan 3,56 kg untuk membuat 1 liter biodiesel seperti pada Tabel 2. Selain bahan baku juga diperlukan biaya proses yang meliputi biaya alat, aditif, katalis, minyak , air tenaga kerja, listrik. Sehingga dengan menganalisis, total bahan baku dan biaya proses, dapat ditentukan biaya produksi untuk per liter biodiesel.

BSS_251_1_ 4 - 6

Tabel 2. Perhitungan harga biodiesel dengan harga biji yang ditentukan pemerintah Jenis Bahan baku biji jarak (kg) Biaya Proses Biaya alat Biaya aditif (metanol) (liter) Biaya katalisator (NaOH) liter) Biaya minyak tanah (liter) Biaya air pencuci (liter) Biaya tenaga kerja Biaya energi listrik Jumlah biaya proses Jumlah Biaya Produksi Biodiesel/liter Jumlah unit 3,56 1 0,2 0,00035 0,04 1 2 Harga per unit (Rp.) 500 115,38 4,200 2,600 2,500 10 37 Total (Rp.) 1.780 115,38 840 0,91 100 10,4 73 28,8 1.168,49 2.948,49

Sumber: Mursanti, 2007 Sedangkan perkiraan biaya produksi per liter biodiesel pada berbagai asumsi harga biji jarak yang ditawarkan dari petani adalah seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Prediksi Biaya produksi biodiesel pada berbagai harga biji jarak Harga biji jarak 500 800 1100 1400 1700 2000 Harga minyak 1780 2848 3916 4984 6052 7120 Biaya tetap 1168,49 1168,49 1168,49 1168,49 1168,49 1168,49 Biaya produksi per liter 2948,49 4016,49 5084,49 6152,49 7220,49 8288,49

Kg biji 3,56 3,56 3,56 3,56 3,56 3,56

Sedangkan produksi biodiesel dengan bahan baku dari minyak sawit atau CPO dapat dihitung dengan mengadopsi perhitungan yang telah digunakan oleh Mursanti, 2007. Seperti dalam analisis tersebut di atas biaya tetap proses produksi yang meliputi kebutuhan bahan kimia, air, listrik, tenaga, dan alat per liter biodiesel adalh Rp. 1.168,49. Dengan menggunakan asumsi harga CPO Rp 4000/l maka biaya Produksi biodiesel dari CPO sebesar Rp 4.000 + Rp. 1.168,49. = Rp. 5.168 dan perkiraan biaya produksi biodiesel dengan bahan baku minyak sawit pada berbagai harga minyak sawit seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Perkiraan biaya produksi biodiesel pada berbagai kemungkinan harga CPO Harga CPO /kg (Rp) 4.000 4.500 5.000 5.500 Biaya proses/l (Rp) 1.168,49. 1.168,49. 1.168,49. 1.168,49. Biaya produksi per liter biodiesel dari CPO (Rp) 5.168 5.568 6.168 6.168

BSS_251_1_ 5 - 6

Kesimpulan Berdasarkan kajian yang telah dilakukan makadapat disimpulkan : 1. Minyak nabati dapat dibuat biodiesel sebagai pengganti solar dengan reaksi transesterifikasi untuk menurunkan viskositasnya. 2. Bahan-bahan memiliki prospek untuk dapat dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel antara lain minyak sawit, minyak jarak, minyak goreng bekas, minyak parit dan minyak biji nyamplung 3. Diperlukan kajian dari aspek ekonomis yang lebih mendalam dalam membuat biodiesel dari berbagai bahan baku yang ada. Daftar Pustaka Anonim , 30 Oktober 2007 , Subsidi ppn minyak goreng 2, Analisis Budget Anonim, 9 January 2007, Pemerintah NTB menandatangani MOU Dengan propinsi lain Dekopin, PTPN, Skada Provinsi NTB Akpan, U.G., Jimoh, A. and Mohamed, A.D., Extraction and Modification of castor oil. Departemen of Chenical Enginering, Federal University Of Technology, Mina P.M.B. Nigeria Beerens, Peter. 2007. Screw pressing of jatropha curcas for fuelling porpuses in less developed countries, Eindhoven University Technology, Departemen Sustuinable Energy Technology Demirbas, Ayhan. 2007. Alternative and Renewable Energy Industries; Energy & Fuel, International Journal of Green Energy. Volume 4. Issue January 2007. pages 15-26 Evani, Fuska S., 1 Juni 2008, Minyak Jelantah bisa jadi Bahan Bakar Evani, Fuska S., 2008, Minyak jelantah bias jadi bahan baker, minyak jelantah berbahaya jika digunakan berulang kali, namun dapat digunakan menjadi bahan bakar) Forum Bojonegoro, 7 Mei 2007, Budidaya tanaman Jarak Pagar ( Jatropha Curcas) sebagai sumber alternatif biofuel. Haas, M.J., Mcaloon, A.J., Yee, W.C., Foglia, T.A. 2006, A process model estimate biodiesel production cost. Bioresource Technology, 97:671-678 Hariadi, MS. 2005. Budidaya tanaman jarak (jatropha curcas) sebagai bahan alternative biofuel,. Makalah disampaikan dalam Forum Grup Diskusi (FGD) Tema prespektif sumber daya local bioenergi bidang SITEKNAS, Kementrian Riset dan Teknologi, Puspitek Serpong, Tanggal 14-125 September 2005 Manurung, Robert. 2005. Minyak jarak Pengganti solar, Kompas, 15 maret 2005) Mulyosuyono, A., 2000. Prospek CPO Parit. Kepala Balai Rekayasa Desain Sistem Tehnologi BPPT. Bandung Mursanti. 2007. Proses produksi dan substitusi biodiesel dalam mensubtitusi solar untuk mengurangi ketrgantungan tehadap solar, Pararel session International Seminar: Natural Resource & Enviroment 13 December 2007. Wisma Makara Universitas Indonesia Naik, Malaya. Meher, L.C., Naik, S.N. and Dos, L.M., 2008. Production of biodiesel from high free fatty acids Karanja (pongamita) oli. Biomassa and bioenergy. Volume 32. issue 4. April 2008. p. 354-357 Anonim, Permalink, 13 April 2007, Membangun Industri Biodiesel dari Limbah Cairnya Departemen of agriculture (DEPTAN). 2006. Penyediaan bahan baku biodiesel di Indonesia. 5-6 September. Jakarta. Indonesia

BSS_251_1_ 6 - 6

You might also like