You are on page 1of 5

FEDERALISME BAGI INDONESIA: MASIH PANTASKAH Tuesday, 8. January 2008, 10:23 oleh: Johanes B. K. Soro, STFK Ledalero I.

Pengantar Salah satu gagasan fenomenal yang pernah mencuat pada fase awal masa reformasi I ndonesia adalah isu seputar pembentukan negara Indonesia Federal. Berbagai argum entasi dilontarkan dan debat publik digelar menyikapi topik yang sempat menjajak i top rating pembahasan agenda reformasi saat itu. Federalisme bagi negara Indon esia pada hakekatnya merupakan sebuah alternatif pemikiran yang muncul sebagai r eaksi terhadap sentralisasi kekuasaan pemerintahan Orde Baru. Isu federalisme la hir dari akumulasi kejenuhan rakyat di daerah atas status quo pemerintahan sentr alistik yang tidak mempedulikan praxis keadilan dan perimbangan kekuasaan antara pusat dan daerah. Isu ini menguat dalam bentuknya yang paling radikal yakni pem isahan diri Timor Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pergolak an kemerdekaan di Papua, Maluku dan Aceh pada awal masa reformasi. Mengapa mesti Indonesia federal? Atau sekurang-kurangnya mengapa harus ada ide y ang menentang kemapanan bentuk kesatuan republik ini? Adakah yang salah dari pra ktek pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia? Di atas telah dikemukakan sepintas beberapa alasan yang mensinyalir kemunculan gagasan federalisme bagi In donesia. Namun yang perlu ditandaskan adalah bahwa federalisme bukanlah persoala n sentimental semata. Gagasan federalisme tidak terlalu tepat untuk divonis seba gai buah ketidakpuasan anak-anak daerah atas cara kerja dan bagi hasil pemerintah pusat. Mengkategorikan gagasan ini sebagai ekspresi ketidakpuasan anak-anak daera h hanya melumpuhkan prospek federalisme itu sendiri. Bagaimana pun juga federalis me merupakan sebuah visi alternatif bagi perjalanan masa depan Indonesia. Dan, p ertanyaan yang coba dikaji dalam paper mini ini adalah relevankah gagasan altern atif ini bagi republik Indonesia saat ini? Dalam kajian ini, penulis bergelut dengan pemikiran mendiang Y. B. Mangunwijaya; seorang budayawan, novelis, penulis, pemikir sekaligus rohaniawan katolik. Mung kin terasa aneh, mengapa bukan ide filsuf sekelas Rousseau, Thomas Hobbes atau P lato yang diambil sebagai rujukan penulisan paper ilmiah ini malah seorang romo Mangun? Alasannya bukan saja karena pemikiran romo Mangun jauh lebih simple diba ndingkan filsuf-filsuf barat, tetapi lebih jauh dari itu telaah atas sistem sosi al politik juga bisa didapatkan dari pemikiran lokal para pemikir lokal-pribumi yang bernuansa mondial. Mengambil dan mengupas pemikiran lokal tidak selalu dapa t dikategorikan rendah. Justru di tengah arus postmodern seperti ini, orientasi pemikiran yang berkiblat balik haluan mestinya mendapat apresiasi yang pantas. Sek ali lagi yang lokal; yang pribumi tidak selalu bernilai rendah. Bisa saja mungki n yang lokal dan yang pribumi itu jauh lebih menyapa . Yah bisa jadi! Karena biasan ya yang lokal dan yang pribumi itu lebih dekat. Dan, menurut hukum kedekatan; se makin dekat dan akrab itu semakin dikenal, dipahami bahkan dicintai. II. Mengkaji Prospek Federalisme Bagi Indonesia 2.1 Federalisme Dalam Sejarah Republik Indonesia Federalisme pada dasarnya merupakan suatu paham atau prinsip yang menganjurkan p embagian negara atas bagian-bagian yang berotonomi penuh mengenai urusan dalam n egeri atau wilayah otonominya. Negara yang berbentuk federal memiliki beberapa n egara bagian, yang mana negara-negara bagian ini berdiri sendiri (otonom) untuk urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri diatur oleh pemerintah pusat. Ada tiga jenis federalisme. Pertama, negara dengan sistem federal murni yang den gan tegas merumuskan negaranya sebagai federal. Kedua, negara dengan bentuk fede ral arrangement, yang tidak memaklumkan diri sebagai federal tetapi di dalam sis tem pemerintahaannya, otonomi daerah sebegitu kuatnya sehingga dekat kepada sist em federal. Ketiga, bentuk negara dan pemerintahan yang disebut sebagai associat ed states. Negaranya sudah jadi tetapi untuk hidup secara terpisah dianggap suli t karena itu membentuk asosiasi dengan suatu negara induk yang memiliki wewenang federatif. Kenyataannya, wacana federalisme bukan sesuatu yang baru dalam kancah perpolitik

an negara Indonesia. Bentuk negara federal pernah dipraktekkan sebagai bentuk re smi negara ini dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Bahkan jauh sebelum itu, sistem federal pernah diterapkan di Indonesia (tempo itu masih dikenal seb agai Hindia Belanda) pada masa singkat British Interregnum tahun 1811-1816. Saat itu, Hindia Belanda dibagi menjadi empat bagian besar. Pertama, Jawa dan takluk annya (Java and its dependencies). Kedua, Fort Marlborough (bengkulu) and depend encies. Ketiga, pulau Penang and dependencies. Keempat, The mollucas (maluku). M eski kenyataan menunjukkan bahwa masa berlaku negara federal Indonesia begitu si ngkat, tapi sekurang-kurangnya ada bukti yang menunjukkan bahwa sistem negara fe deral di Indonesia bukan sesuatu yang mengada-ada. Sejarah negeri ini pasca kemerdekaan 17 agustus 1945 telah melewati tiga periode besar yaitu: Orde Lama alias masa Demokrasi Terpimpin (5 Juli 1959-11 Maret 196 6), Orde Baru (11 Maret 1966-21 Mei 1998) dan Orde reformasi (21 Mei 1998- sekar ang). Jika dalam dua orde pertama, wacana federalisme tidak muncul ke permukaan, maka dalam orde reformasi ini mulai terdengar aspirasi mengenai negara federal. Gagasan negara serikat umumnya dipicu oleh sentralisasi pemerintahan yang diang gap over protective dengan aneka hasil kesenjangan yang ditimbulkannya entah di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata pemerintahan. Sebagai misal, sebagaimana yang terjadi dalam bentuk economic inequality; propinsi Papua hanya mendapat em pat persen dari seluruh hasil pengolahan sumber daya lokalnya. Kalimantan Timur hanya mengkonsumsi satu persen dan Aceh setengah persen dari seluruh penghasilan daerah. 2.3 Meramalkan Bentuk Federalisme Yang Cocok Bagi Indonesia-Prediksi Romo Mangun Bagi Masa Depan Indonesia Salah satu usulan kontroversial romo Mangun menghadapi aneka persoalan krusial y ang membelit negeri ini adalah membentuk Republik Indonesia Serikat. Menurutnya, ini merupakan sebuah keharusan demi menyelamatkan nasib tragis bangsa ini. Targ etnya adalah RIS berdiri paling lambat pada tahun 2045. Sistem negara federal di yakininya sebagai sistem kenegaraan yang paling solutif menjamin ketunggalan neg eri yang secara demokratis bhinnekka. Hematnya, dibutuhkan sebuah susunan beraga m namun satu. Justru demi ke-TUNGGAL-an RI itulah ke-BHINNEKA-an federal dalam ab ad ke-21 harus dibentuk. Dengan ini ia mendefinisikan konsep negara federal sebag ai bhinneka tunggal ika. Ada suatu unity dalam diversity bukannya uniformity (ke seragaman) dari diversity. Negara federal seperti tersebut di atas merupakan sebuah jelmaan dari kearifan l ex agendi lex essendi. Hukum berbuat merupakan hukum keberadaan. Artinya, kalau keadaan dan situasi negeri ini pluriform, jamak, multikultur dan multidimensiona l demikian juga semestinya keberadaan negaranya. Negara Indonesia mestinya juga terdiri dari beberapa wilayah otonom yang independen tapi termaktub dalam suatu kesatuan. Ada independensi dalam dependensi. Ada kesatuan dalam kejamakan. Ada y ang tunggal dari keragaman -sebagaimana prinsip kesatuan tidak selalu berasal da ri sesuatu yang tunggal tetapi memiliki elemen-elemen beragam yang dipersatukan. - Dengan ini mau dikatakan bahwa bentuk negara federal adalah satu-satunya bentu k yang paling tepat mengakomodir aneka keragaman yang dimiliki oleh negara ini. Sistem federal merupakan sistem yang paling cocok membahasakan situasi riil nege ri ini. Bahwasanya Indonesia adalah sebuah negara kesatuan dari beberapa negara berbeda. Dalam sistem unitaris memang perbedaan itu ada. Hanya saja sangat disay angkan bahwa sistem unitaris terlalu menyeragamkan perbedaan yang ada. Setiap pe rbedaan tidak diberi keleluasaan untuk menampilkan diri secara wajar dan otonom. Perbedaan malah berpeluang untuk ditafsir sebagai potensi laten yang dapat memb ahayakan stabilitas kepentingan negara Repblik Indonesia. Hal ini coba dibendung dengan penyeragaman ideologi misalnya melalu kursus kilat penataran P4. Syarat mutlak dari RIS yang dicita-citakan adalah suatu UUD yang berfalsafah neg ara dan berhukum dasar seturut maksud asli para pendiri RI ( the founding father s) yang antara lain terekspresi dalam mukadimah UUD 45. Dalam mukadimah tersebut d ijelaskan alasan eksistensial (raison d etre) mengapa RI didirikan, yakni solidar itas kepada dan niat mengangkat kaum dina-lemah-miskin yang tertindas oleh semua bentuk eksploitasi manusia (exploitation de l homme par l homme) dari bangsa mana p un tak terkecuali bangsa sendiri. Romo Mangun pada kenyataannya menyangsikan ter

ciptanya suatu kedamaian efektif oleh suatu sistem sentralistik. Sentralistik ha nya akan menciptakan suatu sistem ditaktorial pemerintahan keji, di mana setiap aset daerah, kekayaan potensial daerah dikuasai dan diperuntukkan bagi kepenting an pusat. Dalam pemerintahan sentalistik yang ada adalah sistem up bottom di man a setiap kebijakan daerah selalu dikerjakan atas petunjuk bapak . Semboyan kesatuan dan persatuan yang diusung oleh pemerintahan Republik Kesatuan merupakan kedok yang menyembunyikan ketamakan untuk mengkonsumsi variasi sumber daerah. Politik represi atas nama persatuan justru akan menumbuhkembangkan perlawanan lokal dan membakar separatisme. Dengan sistem baru republik Indonesia serikat ini diharapk an juga dapat meredam kemaksiatan yang datang dari nafsu manipulasi kekuasaan se ntral dari pusat. Menurutnya, negara RIS yang akan datang harus disusun sedemikian rupa sehingga: keluar; terhadap dunia internasional merupakan negara yang satu tunggal dan inte gral, Ke dalam; dikembangkan (secara bertahap sistematis) kebhinnekaan dalam wuj ud-wujud otonomi yang seluas-luasnya atau sempurna, yang disesuaikan dengan dina mika kehidupan secara nasional mau pun daerah-daerah bagiannya dalam bidang poli tik, ekonomi, sosial dan budaya. Hal penting sistem federasi model ini, negara b agian tidak dapat berbuat seenaknya saja. Ada kerangka aturan yang menjamin dan mengatur stabilitas dan aktivitas politik pemerintahan negara bagian. Jelas meng enai kebijakan politik luar negeri dan pertahanan serta perkara yang membutuhkan koordinasi nasional-internasional selalu disentralisasi. Demikian juga kebhinne kaan otonomi ekonomi (kekayaan alam, potensi keahlian, informasi, dsb.), sosial dan kultural tidak akan dibuat begitu individualis sampai menggoncang penghayata n satu nasib dan ketunggalan bangsa. Dalam hal ini yang diupayakan suatu bentuk pemerintahan yang tidak mengandalkan kekuatan dari atas (top down) tapi menganda lkan inisiatif dari bawah alias bottom up. Bukan keterpaduan sentralistis yang d atang melulu dari atas atau pusat melainkan keterpaduan yang datang dari kedua-d uanya. Demikianlah suatu sistem saling mengontrol; check and balance antara pusa t dan daerah tercipta secara simultan tanpa ada over protecting satu terhadap ya ng lainnya. III. Masih Pantaskah Federalime Bagi Republik Indonesia; Sebuah Tinjauan Kritis Atas Gagasan Alternative Federalisme Bukanlah sebuah kebetulan diskursus mengenai bentuk negara semakin marak diperbi ncangkan di masa reformasi ini. Reformasi merupakan suatu masa liberatif dan tra nsparatif yang tepat untuk mengkaji ulang berbagai tatanan politik dalam negeri. Pada kesempatan ini, berbagai isu tentang tata kepemerintahan bisa saja muncul dan perlu diperdebatkan untuk mendapat afirmasi ya atau tidak . Ada suatu ruang terbu ka bagi publik untuk mengkaji horizon politik praktis berbasis pada apa yang din amakan sebuah politik metafisik ala John Rawls, yaitu sebuah pengandaian tentang n ilai universal dan hakikat kemanusiaan sebagai inti pemerdekaan. Artinya, pembic araan faktual seputar negara federalisme hanya muncul ketika ada ruang keterbuka an dan kebebasan yang menjamin. Dalam perjalanan sejarah republik Indonesia, proyek negara kesatuan ternyata men galami berbagai distorsi. Timbul berbagai keserampangan dan kegamangan dalam pra ktek politik. Negara kesatuan telah terbukti memperkokoh sistem represi dari sua tu kepemerintahan otoriter Orde Baru. Sistem sentralistik yang dipraktekkan meni mbulkan sekian banyak problem kesenjangan yang mengindikasikan adanya ketidakadi lan, permainan kekuasaan dan segenap kebusukan praktek KKN. Dalam hal inilah, wa cana federalisme muncul sebagai sebuah tawaran alternatif yang kiranya dapat mem bangun republik ini ke arah yang lebih baik di masa mendatang. Memang diakui bahwa gagasan federalisme memiliki sederetan amanat luhur demi men ingkatkan kemaslahatan hidup masyarakat secara adil dan merata. Model RIS yang d iusulkan romo Mangun mempunyai tujuan mulia demi pemekaran potensi jutaan manusi a di daerah, pemerataan pembangunan dan penciptaan korps ke dalam secara lebih k uat. Federalisme juga merupakan suatu bentuk yang paling representatif menggamba rkan situasi riil negeri ini yang terdiri dari keragaman suku, agama dan ras. Da lamnya, setiap perbedaan diakui dan dihormati bukannya dicekok lantas dibantai. Prinsipnya, RIS membawa konsekuensi signifikan untuk membangun tata kepemerintah an yang tidak saja adil secara struktural tapi juga secara praktis. RIS dipercay

a dapat mengeliminir bentuk-bentuk penindasan dan peng-garong-an (pencurian) ase t-aset daerah yang potensial demi kepentingan perut pusat. Hanya saja di sini timb ul masalah soal jalan yang mesti ditempuh demi membentuk suatu pemerintahan Repu blik Federal Indonesia. Karena, langkah pertama yang mesti ditempuh adalah denga n membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Langkah kedua adalah memberi k eleluasaan bagi daerah-daerah untuk menyatakan kemerdekaannya kemudian membentuk negara atau wilayah pemerintahan independen yang baru dan terakhir, berkonsensu s untuk membentuk suatu negara federal. Pertanyaan untuk hal ini, mungkinkah ini semua terjadi secara damai? Kalau pun mungkin, berapa besar budget yang dibutuh kan untuk merealisasikan semua maksud di atas? Selain itu, perlu juga dipertimbangkan di sini adalah adanya kemungkinan tercipt anya suatu kesenjangan baru antarnegara bagian. Pasalnya, setiap daerah tidak me miliki potensi dan sumber daya yang merata, sama dan memadai. Ada daerah kaya-po tensi dan ada juga daerah miskin. Memberi wewenang yang sama terhadap masing-mas ing negara bagian tidak niscaya akan menghasilkan kemakmuran yang sama bagi tiap daerah. Sebaliknya, memberi apresiasi yang sama bagi daerah untuk mengembangkan diri justru akan memperjelas perbedaan tingkat kemakmuran. Bisa jadi oleh karen a perbedaan yang mencolok ini timbullah perselisihan dan semangat ekspansif-eksp loratif dari suatu negara otonom yang lebih kaya terhadap negara bagian lain yan g miskin. Di sini memungkinkan juga timbulnya gap relasi antarnegara bagian. Dikatakan bahwa dengan sistem baru (Republik Indonesia Serikat), segala bentuk k emaksiatan pusat atas daerah tereliminir. Daerah tidak lagi bergantung penuh pad a petuah-petuah yang datang dari pemerintahan pusat. Akan ada suatu cross check an d balance pusat dan daerah yang memungkinkan tereliminirnya permainan kekuasaan yang sarat KKN. Negara federal memungkinkan keseimbangan kekuasaan yang denganny a otoritas suatu pemerintah tunggal-mutlak tidak ada tempatnya. Namun yang perlu diwanti-wanti tentang hal ini adalah jangan sampai penciptaan negara-negara bar u hanya akan melahirkan sejumlah bos-bos baru di daerah. Bisa saja terjadi. Jikalau demikian, apa yang perlu dibuat dan solusi apa yang kiranya tepat untuk mengatasi kerawanan ini? Sudah pasti bahwa model pertama dan ketiga (lihat pemba hasan pada alinea 2.1) yaitu bentuk federasi yang murni federal serta yang terdi ri dari the associated states tidak memungkinkan bagi format negara ini. Alasann ya seperti yang dikemukakan sebelumnya, kedua model ini dikuatirkan menimbulkan kesenjangan dan kesulitan baru bagi bangsa dan negara ini. Membentuk negara fede rasi murni bagi Indonesia dikuatirkan dapat memicu sengaketa dan keributan baru. Membentuk sebuah united states bagi Indonesia bukan pekerjaan mudah yang tidak berurusan dengan korban materi bahkan nyawa. Malah sebaliknya pembentukkan itu m engandaikan kesediaan untuk rela berkorban. Persoalannya adalah mampukah kita? K arena itu yang mungkin suitable adalah bentuk negara dengan sistem federal arran gement alias yang memberikan otonomi penuh kepada masing-masing wilayah bagian. Entah itu harus diproklamirkan dahulu suatu sistem federasi ataukah cukup dengan pemberian label otonomi penuh bagi semua daerah bukanlah persoalan yang penting . Hal terpenting adalah adanya otonomi yang luas dan penuh. Masing-masing daerah harus diberi kewenangan luas untuk mengatur dan mempotensikan daerahnya sendiri . Mesti ada pengaturan desentralisasi kekuasaan di mana kekuatan pusat tidak dap at semau gue bertindak demikian juga pemerintah daerah tidak bisa seenaknya saja menjalankan kebijakan-kebijakan internnya. Dalam pada itu pemerintahan daerah tidak bergerak sendiri; tetapi tetap mendapat persetujuan dan bantuan dari pemerintah pusat. Bukan petuah, petunjuk dan perin tah pusat yang mengatur tetapi suatu koordinasi yang kompak antara pusat dan dae rah. Dengan ini menjadi jelas bahwa yang dibutuhkan sekarang bukannya soal forma t negara yang mesti federal atau mesti kesatuan tapi soal bagaimana setiap perbe daan dan keunikan diakomodir demi pembangunan yang merata dan tepat sasar. Entah itu federasi, entah itu kesatuan, yang penting ada otonomi penuh, sempurna dan hidup yang diberikan pada masing-masing daerah untuk mengatur kebijakannya ke da lam mau pun ke luar. IV. Penutup Ruang kebebasan yang dihembuskan oleh semangat reformasi pada kenyataannya memun culkan aneka pemikiran kaji ulang terhadap setiap elemen tata kepemerintahan nas

ional. Salah satunya yang menghangat adalah diskursus menyangkut format negara R epublik Indonesia. Entahkah federal ataukah tetap bertahan sebagai negara Kesatu an, demikianlah diskursus itu menggambarkan sebuah keprihatinan sekaligus upaya pencarian solusi bagi perjalanan republik ini ke depan. Kalau romo Mangun getol meneriakkan bahkan meramalkan terbentuknya suatu sistem federasi bagi republik i ni, maka persoalan yang sebenarnya yang mau diangkat adalah soal otonomitas daer ah dan desentralisasi kekuasaan. Hal terpenting adalah adanya otonomi penuh, sem purna dan hidup bagi setiap daerah untuk memekarkan bahkan mengambil kebijakan d emi kepentingan dan kemakmurannya. Karena itu, otonomi daerah merupakan suatu ke wajiban bagi pemerintahan republik ini sekarang ini. Republik Indonesia Serikat bukanlah suatu kebutuhan yang mendesak. Namun bisa jadi otonomi penuh yang diter apkan negara ini merupakan indikasi adanya sistem kepemerintahan federal bagi re publik ini.

You might also like