You are on page 1of 7

Abstrak: Persatuan Indonesia adalah yang paling utama.

Ya, itulah salah satu pokok-pokok pikiran yang telah dihasilkan Soetomo. Sebuah pemikiran yang nyaris hilang dari bangsa ini. Tidak hanya itu, Soetomo juga berpendapat bahwa pelaksanaan pendidikan barat telah mengasingkan bangsa Indonesia dari kebudayaannya sendiri. Seperti apa sebenarnya dua pemikiran Soetomo itu?Apa korelasi pendidikan barat dengan pengasingan budaya bangsa?. Semuanya akan kami jelaskan dalam makalah ini. Kata kunci: Persatuan, Mengasingkan, Budaya, Barat. 1. Pendahuluan Sosok Soetomo dapat dikatakan sebagai sosok seorang yang kontroversial. Peranan Soetomo dalam perkembangan nasionalisme Indonesia telah dinilai berbagai macam interpretasi. Pihak kiri menilai Soetomo seorang oportunis bahkan seorang fasis, golongan kanan menganggap Soetomo seorang pengacau yang mungkin seorang komunis (Poespita Mantja Nagara, 66). Namun, dibalik sosoknya yang kontroversial itu, Soetomo menghasilkan pemikiran-pemikiran yang juga penting dalam mendukung semangat nasionalisme bangsa. Beberapa pemikiran-pemikiran Soetomo yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah pokok pikiran pertama dan pokok pikiran keenam yaitu persatuan Indonesia adalah yang paling utama serta pendidikan barat telah mengasingkan bangsa Indonesia dari kebudayaannya sendiri dan mencetak manusia-manusia yang asosial.

2. Isi dan Pembahasan A. Persatuan Indonesia adalah yang paling utama Indonesia Pusaka Indonesia tanah air beta Pusaka abadi nan jaya Indonesia sejak dulu kala Tetap dipuja-puja bangsa

Disana tempat lahir beta Dibuai dibesarkan bunda Tempat berlindung dihari tua Sampai akhir menutup mata

Masih ingatkah anda dengan lagu di atas? Apakah anda merasa tersentuh? Inti dari lagu di atas sebenarnya adalah mewujudkan Negara Indonesia yang aman, damai, tenteram dan bersatu yang bisa menjadi tempat berlindung dihari tua sampai akhir menutup mata. Lagu di atas telah mengingatkan penulis akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa. Tanpa rasa bersatu mustahil bangsa Indonesia dapat mencapai kemakmuran. Tanpa rasa bersatu tidak mungkin pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Apa sebenarnya persatuan itu? Lalu apa hubungannya dengan pemikiran-pemikiran Soetomo?

a. Pengertian Persatuan Dari asal katanya persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh atau tidak terpecah belah. Persatuan mengandung arti bersatunya berbagai macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan yang utuh dan serasi. Jika digabung dengan kata Indonesia, maka persatuan Indonesia berarti bersatunya seluruh komponen bangsa yang beraneka ragam dalam satu wadah NKRI yang merdeka dan berdaulat. b. Makna Persatuan dan Kesatuan Bangsa Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang dirasakan saat ini, terjadi dalam proses yang dinamis dan berlangsung lama. Persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari proses yang tumbuh dari unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang ditempa dalam jangkauan waktu yang lama sekali. Unsur-unsur sosial budaya itu antara lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-royong. Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat pokok bangsa Indonesia yang dituntun oleh asas kemanusiaan dan kebudayaan. Karena masuknya kebudayaan dari luar, maka terjadi proses akulturasi (percampuran kebudayaan). Kebudayaan dari luar itu adalah kebudayaan Hindu, Islam, Kristen dan unsur-unsur kebudayaan lain yang beraneka ragam. Semua unsur-unsur kebudayaan dari luar yang masuk, diseleksi oleh bangsa Indonesia. Sifat-sifat lainnya terlihat dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan bersama yang senantiasa dilakukan dengan jalan musyawarah dan mufakat. Hal itulah yang mendorong terwujudnya persatuan bangsa Indonesia. Jadi, makna persatuan dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan sifat kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah dan mufakat dalam pengambilan keputusan. c. Landasan Hukum Persatuan dan Kesatuan Bangsa Landasan ideal adalah sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia. Sedangkan landasan konstitusionalnya adalah UUD 1945, antara lain: Pembukaan alinea keempat ....Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada...persatuan Indonesia.... Dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 juga disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
2

d. Peristiwa-peristiwa yang mengancam persatuan Indonesia I Noman Naya Sujana (2004) dalam bukunya Patologi Nasionalisme: Sumber keretakan dalam hidup berbangsa dan bernegara menyebut ada delapan sumber patologi yang mengancam nasionalisme dan juga persatuan bangsa, kedelapan patologi tersebut adalah: Ketidakkonsistenan terhadap komitmen nasional, adanya ideologi asing dan paham intenasionalisme yang naif, praktek ketidakadilan dalam berbangsa dan bernegara, fenomena kualitas ketidaksejahteraan rakyat yang rendah, adanya praktek dan paham rasialisme dan diskriminasi, munculnya paham etnosentrisme dan primordialisme naif, adanya kesenjangan politik dan pemerintahan, konflik sosial dengan kekerasan dan separatisme serta adanya modernisasi dan globalisasi yang tidak terkendali. Dari kesembilan patologi tersebut, konflik sosial dengan kekerasan dan separatisme telah banyak menjadi catatan hitam dalam perjalanan bangsa ini. Misalnya saja, pemberontakan PRRI, pembentukan Dewan Gadjah, PERMESTA, DI/TII, Pemberontakan Kahar Muzakkar, Pemberontakan PKI, RMS, GAM, OPM, kasus kerusuhan Ambon, konflik Poso, konflik etnis Madura dengan Dayak di Sampit dan masih banyak lagi. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak akan terjadi jika di dalam diri setiap insan Indonesia tertanam sikap persatuan yang kuat. Jauh sebelum hal-hal tersebut terjadi, salah satu tokoh bangsa kita sebenarnya sudah merumuskan mengenai persatuan ini. Bung Tomo mengatakan bahwa persatuan Indonesia adalah yang paling utama. Bung Tomo menggambarkan persatuan seperti permainan gamelan yang harus dimainkan masyarakat di mana setiap orang ikut sebagai satu kesatuan dan tahu irama yang harus diikuti, kapan harus bermain dan kapan harus berhenti (Puspa Rinantje: 11-12). Ini mengisyaratkan bahwa untuk mencapai persatuan bangsa yang utuh seluruh komponen-komponen bangsa harus dapat bersatu dalam perbedaan dan mampu menempatkan diri sesuai kemampuan dan kapabilitasnya. Susah memang jika harus bersatu dalam perbedaan, sebab kepentingan setiap individu tentulah berbeda. Namun, dengan mengedepankan kepentingan umum dan kepentingan bangsa, kehendak kita haruslah tertuju agar bangsa ini dapat bersatu. B. Pendidikan barat telah mengasingkan bangsa Indonesia dari kebudayaannya sendiri dan mencetak manusia-manusia yang a-sosial dan hanya berfikir untuk kepentingan dirinya sendiri. Kita harus kembali kepada konsepsi yang tertanam dalam pondok atau pesantren. Soetomo merupakan salah satu tokoh bangsa yang memiliki perhatian lebih terhadap pendidikan yang bermula dari didirikannya Boedi Utomo. Pendapat bahwa pendidikan barat telah mengasingkan bangsa Indonesia dari budayanya sendiri memang cukup menarik. Soetomo melihat banyak orang-orang Indonesia yang telah memperoleh pendidikan barat tak mau memikirkan keadaan sosial ekonomi rakyat jelata. Pandangannya ini tertera jelas dalam laporannya tentang Pendidikan Sebagai Dasar Masyarakat Kita yang disampaikan pada Kongres Pendidikan Nasional yang pertama bulan Juni 1935(Samenvattend verslag: 8-10). Menurut Soetomo, bangsa ini harus kembali ke konsep pendidikan pesantren seperti yang tercantum dalam tulisannya berikut
3

Mempersatukan anak-anak muda kita dari segala lapisan masyarakat. Anak orang tani, anak saudagar, anak bangsawan berkumpul di dalam pondok itu, keadaan lahir dan batinnja diberi pimpinan yang jang sama oleh guru, sehingga pemuda-pemuda itu jang dikemudian hari memegang pekerdjaan jang beraneka warna itu didalam masjarakat, toh mereka satu, karena perikatan lahir dan batin jang telah diletakkan, ditanam didalam pondok dan pesantren itu. Levensuiting, sikap kehidupan bangsa kita diwaktu itu, dari lapisan manapun, tidaklah terpetjah belah, terpisah satu sama lain seperti sekarang (Samenvattend verslag: 48). Soetomo melihat bahwa saat ini anak-anak dari sekolah desa dipandang rendah oleh mereka yang bersekolah di sekolah yang didirikan pemerintah, sementara sekolah yang berbahasa Belanda menganggap diri mereka berada di atas yang lainnya. Soetomo beranggapan bahwa pendidikan barat telah menciptakan manusia-manusia yang asosialis dan individualis. Pernyataan Soetomo ada benarnya juga. Gaya pendidikan barat telah membuat generasi muda bangsa ini lebih mencintai kebudayaan barat daripada kebudayaanya sendiri. Banyak generasi muda khususnya di kota besar mahir berbahasa asing namun tidak bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Padahal, mempelajari bahasa asing tidak boleh sampai mengurangi pemahaman dan kecintaan kita pada bahasa Nasional yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Tak hanya itu, budaya sopan santun dan ramah yang terkenal melekat di bangsa ini, sedikit demi sedikt mulai memudar. Gaya pendidikan barat seperti Home Schooling misalnya, telah membuat anak-anak menjauh dari kehidupan sosialnya sehingga secara tidak langsung akan membentuk kepribadian yang individualis. Hal inilah yang menjadi bukti terasingnya kita dari kebudayaan sendiri. Ada satu hal yang harus kita renungkan bersama dari pernyataan Soetomo di bawah ini. Sudah tidak ada lagi yang bisa aku banggakan terhadap anak cucuku. Kelakuannya terlihat menyimpang dari cita-cita perjuangan kami semasa generasiku bersemangat mengusir penjajah dan mempersatukan kembali bangsa ini. Tapi kini justru banyak dilumuri noda-noda kemaksiatan dan keserakahan oleh generasi saat ini, Sebuah generasi yang hanya mementingkan diri sendiri dan konco-konconya, bukan tujuan yang dicapai sebuah negara demokrasi. Justru menimbulkan perpecahan yang setiap saat bisa terjadi. Ibarat, bila belalang saling bertengkar, justru mengundang para gagak berpesta pora tutur dr Soetomo. Soetomo bukannya menghujat konsep pendidikan barat, namun berdasarkan fakta yang ada Soetomo ingin memaparkan bahwa bangsa Indonesia akan lebih baik jika pembelajarannya kembali ke konsep yang tertanam di pesantren, dimana di pesantren ditanamkan jiwa yang bersedia utuk berkorban demi kepentingan rakyat, bukan jiwa yang egoistik dan individual. Tidak hanya itu, konsep pendidikan pesantren tidak memerlukan cendekiawan besar hanya butuh orang yang berjiwa mulia, rela berkorban dengan gembira, setulus hati dan secara jujur. Tapi yang terjadi justru konsep pensantren tersebut sedikit demi sedikit hilang dan digantikan dengan konsep pendidikan barat yang jauh dianggap lebih tinggi derajatnya. Namun pada kenyataanya jiwa yang ditanamkan pada para anak didik pendidikan barat tidak
4

lebih tinggi dari jiwa anak pesantren di kala itu. Kebanyakan lulusan pendidikan barat hanya akan menutup mata hati sehingga tidak mau memikirkan keadaan ekonomi rakyat jelata. Tindakan asosial inilah yang sangat memprihatinkan dari generasi lulusan pendidikan barat saat itu. Soetomo berani memaparkan hal ini bukan karena ia berasal dari pendidikan pesantren namun justru karena ia berasal dari pendidikan barat dan ia merasa tidak puas dengan hasil pembelajarannya yang tidak menanamkan rasa persatuan dan kebersamaan. Namun, patut digaris bawahi tidak semua generasi muda yang bukan lulusan pesantren kehilangan jati diri bangsanya. Banyak mahasiswa dan pelajar Indonesia di luar negeri justru mengharumkan nama bangsa melalui pentas-pentas kebudayaan. Mereka adalah mahasiswa yang tetap bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Yang juga akan kembali dari tempat studinya untuk membangun bangsa dan tanah airnya. 3. Penutup Dari makalah ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa memang benar, persatuan bangsa Indonesia adalah yang paling utama dari apapun. Kehendak kita, keinginan kita haruslah ditujukan untuk persatuan dan kemaslahatan bangsa. Persatuan ini harus dipupuk dengan mengembangkan sikap toleransi dan gotong royong. Sebab, hanya dengan kebersamaanlah kita dapat membangun bangsa ini kearah yang lebih baik, untuk mewujudkan negara indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Satu hal pula yang harus kita sadari bahwa dimanapun kita bersekolah, dimanapun kita menempuh pendidikan, kita harus tetap menjaga jati diri dan kebudayaan bangsa. Tidak ada salahnya menempuh pendidikan barat, namun jangan lupa bahwa kita diciptakan sebagai mahkluk yang sosialis dan juga individualis dan kedua sifat itu harus dijalankan secara seimbang dan proporsional. Tugas pemerintah selaku pengambil keputusan dan kebijakan di negeri ini adalah menanamkan pengetahuan akan khazanah budaya dan persatuan bangsa di seluruh lini pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA, Pesantren, hingga Perguruan Tinggi yang dikemas secara menarik dan penuh wawasan. Sehingga persatuan bangsa bukan saja berakhir pada omongan saja, namun lebih dari itu, persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud dalam tindakan dan perbuatan nyata.

Daftar Pustaka Sujana, Nayan. 2004. Patologi Nasionalisme: Sumber keretakan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Surabaya: Universitas Airlangga http://id.wikipedia.org/ http://kapanlagi.com/

You might also like