You are on page 1of 52

RESPONSI

PEB PADA SECUNDIGRAVIDA NULLIPARA HAMIL IMMATUR BELUM DALAM PERSALINAN DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESARIA

Oleh: Mohamad Aziz T Q Fendy Suyanto Khusnul Dwi Tyasari Nurwandini Sesaria Putri G0005134 G0006081 G0006106 G0007125

Pembimbing : dr. Wisnu Prabowo, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2011

PEB PADA SECUNDIGRAVIDA NULLIPARA HAMIL IMMATUR BELUM DALAM PERSALINAN DENGAN RIWAYAT SECTIO CAESARIA

ABSTRAK

Preeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel Setelah perdarahan dan . infeksi, preeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab kem atian maternal dan perinatal yang paling tinggi dalam ilmu kebidanan. Sebuah kasus preeklamsia berat pada sekundigravida nullipara hamil immatur belum dalam persalinan dengan riwayat SC, G2P1 A0, 32 tahun, umur kehamilan 24minggu, riwayat fertilitas baik, riwayat obstetrik jelek, TD: 200/100 mmHg, janin tunggal, hidup, intrauterin, letak memanjang, presentasi kepala, punggung di kanan, kepala belum masuk panggul, TBJ 700 gr, His (-), DJJ (+) reguler, pembukaan (-), belum dalam persalinan. Terminasi kehamilan dilakukan karena timbulnya komplikasi / penyulit PEB yaitu oedem pulmonum.

Kata kunci : preeklamsia berat, hamil immatur

BAB I PENDAHULUAN

Preeklamsi adalah sindrom spesifikkehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk dalam tiga trias kematian, bersama perdarahan dan infeksi. Hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering dijumpai. Penyakit ini dijumpai pada 146.320 wanitaatau 3,7% di antara semua kehamilan yang berakhir dengan semua kelahiran hidup. Eklamsia didiagnosis pada 12.345 di antaranya, dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman. 1 Bagaimana kehamilan memicu atau memperparah hipertensi masih belum dapat terpecahkan walaupun sudah dilakukan riset intensif selama beberapa dekade. Ganguan hipertensi masih masih merupakan salah satu masalah yang signifikan dalam ilmu kebidanan. 5 Mortalitas maternal pada preeklamsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari preeklamsia dan eklampsia seperti: perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan edema pulmo dan aspirasi. Mortalitas perinatal pada preeklamsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intrauterin dan prematuritas, asfiksia terjadi karena adanya gangguan sirkulasi uteroplasenter akibat vasospasme arteriole spiralis. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin akan terganggu, dan pada hipertensi yang lebih singkat akan menyebabkan kegawatan janin sampai terjadinya kematian janin.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PREEKLAMSIA BERAT (PEB) 1. Definisi Preeklamsi adalah sindrom spesifikkehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsi, dan apabila tidak terdapat proteinuria maka diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau +1 pada dipstick secara menetap pada sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsi adalah hipertensi plus proteinuri minimal. Semakin parah hipertensi atau proteinuri maka semakin pasti diagnosis preeklamsi. Memburuknya hipertensi terutama apabila disertai proteinuri merupakan pertanda buruk,sebaliknya proteinuri tanpa hipertensi

hanyamenimbulkan efek keseluruhan yang kecil angka kematian pada bayi. Proteinuri +2 atau lebih yang menetap atau eksresi proteinuri 24 jam sebesar 2g atau lebih adalah preeklamsi berat. Apabila kelainan ginjal parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkat.5 Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis, iskemiadan edema hepatoseluler yang meregangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini sering disertai oleh peningkatan enzim hati dalam serum.5 Selain dapat terjadi preeklamsia murni, preeklamsia dapat terjadi pada seorang wanita yang mengalami hipertensi kronik atau yang dapat disebut sebagai superimposed on hypertensive chronic yang dapat terjadi pada trimester kedua.4 Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak, hipoksik otak atau edema otak.2

Preeklampsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda di bawah ini 9 : a. Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik 160 mmHg dan desakan diastolik 90 mmHg. b. Proteinuria: 5 gr/jumlah urin selama 24 atau dipstick 4+. c. Oliguria:produksi urin < 400-500 cc/24 jam. d. Kenaikan kreatinin serum. e. Edema paru dan sianosis. f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen: disebabkan teregangnya kapsula Glisson. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar. g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan pandangan kabur. h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase. i. Hemolisis mikroangiopatik. j. Trombositopenia < 100.000cell/mm3 k. Sindroma HELLP

Trombositopeniaadalah ciri memburuknya

preeklamsia, dan

mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh vesospasme hebat. Tanda-tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia, hemoglobinuria atau hiperbilirubinemia menunjukkan penyakit yang parah. Faktor lain yang menunjukkan nyata.5 Keparahan Preeklamsia. Keparahan preeklamsia dinilai berdasarkan frekuensi dan keparahan hipertensi adalah

disfungsi jantung dengan edema paru serta pertumbuhan janin terhambat

intensitas berbagai kelainan seperti tekanan darah diastolik yang meningkat, proteinuri, nyeri kepala, gangguan 2 penglihatan, nyeri abdomen

atas,oligouria, kejang, peningkatan kreatinin serum, trombositopenia, peningkatan enzim hati, pertumbuhan janin terhambat, dan edema paru. Semakin nyata kelainan tersebut, semakin besar indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Perlu diketahui, pembedaan antara preeklamsi ringan dan berat dapat menyesatkan karena penyakit yang tampak ringan dapat berkembang dengan cepat menjadi penyakit berat.5

2. Etiologi Meskipun etiologi terjadinya preeklamsia sampai sekarang belum jelas namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan dasar terjadinya preeklamsia. a. Teori Genetik Dari hasil penelitian dapat diduga preeklamsia merupakan penyakit yang dapat diturunkan secara resesiv Preeklamsia dapat terjadi pada penderita (disebut teori resesiv). dengan riwayat keluarga

preeklamsia, seperti ibu penderita atau saudara perempuan penderita. b. Teori Imunologik Kehamilan sebenarnya merupakan paradoks biologi yaitu janin yang sebenarnya merupakan benda asing (karena ada faktor ayah) secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Preeklamsia terjadi karena kegagalan adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehinga konsepsi tetap berjalan tapi sel-sel trophoblast tidak bisa melakukan invasi ke dalam arteri spirales agar berdilatasi. c. Teori Ischemia Plasenta Ischemia plasenta pada preeklamsia terjadi karena pembuluh darah yang mengalami dilatasi hanya terjadi pada arteri spirales di decidua, sedang pembuluh darah di daerah myometrium yaitu arteri spirales dan arteri basalis tidak melebar. Pelebaran arteri spirales adalah akibat fisiologik invasi sel trophoblast ke dalam lapisan otot arteri spirales, sehingga arteri spirales menjadi menurun tonusnya dan akhirnya melebar. Pada preeklamsia invasi sel-sel trophoblast ini tidak terjadi 3

sehingga tonus pembuluh darah tetap tinggi dan seolah-olah terjadi vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan pembuluh darah ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan darah plasenta sehingga terjadi ischemia plasenta. d. Teori Radikal Bebas Ischemia plasenta akan melepaskan suatu bahan yang bersifat toxin sehingga menimbulkan gejala preeklamsia. Faktor-faktor yang diduga dihasilkan oleh ischemia plasenta adalah radikal bebas yang merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Pada preeklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah plasenta yang mengalami ischemia. Rad ikal bebas akan bekerja pada asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan peroksida lemak. Asam lemak tidak jenuh banyak dijumpai pada membran sel sehingga radikal bebas lebih banyak merusak membran sel. Pada preeklamsia produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar antioksidan juga menurun. e. Teori Kerusakan Sel Endotel Peroksidase lemak adalah proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam lemak jenuh. Pada preeklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Hal ini terbukti bahwa kerusakan sel endotel merupakan gambaran umum yang dijumpai pada preeklamsia. Rupanya tidak hanya satu faktor melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan seringkali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.1

3. Patofisiologi Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan bahan vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya thromboxane yang

mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi. b. Hipovolemia Intravaskuler Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal.

Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin. c. Vasokonstriksi pembuluh darah Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahanbahan vasoaktif dalam tubuh 5 dengan cepat menimbulkan

vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah artiole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik. Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa preeklamsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ.4 Pada preeklamsi berat dan eklamsi dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan perfusi dari uteroplacenta. Bila hal ini terjadi maka akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin. Aktivasi dari sistem ini akan melepaskan Angiotensin II yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara general sehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan. Ternyata, hipovolemia dan hipoksia jaringan dapat pula disebabkan oleh DIC yang dapat terjadi akibat pelepasan tromboplastin karena terdapat injury pada sel endotel pembuluh darah uterus.4 Bila hipoksia dan hipovolemi terjadi pada kapiler-kapiler yang membentuk glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang menyebabkan peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari gambaran klinis dapat ditemukan proteinuria. Vasokonstriksi kapiler-kapiler dapat pula menyebabkan oedem. Selain itu, dari jalur adrenal akan memproduksi aldosteron yang juga dapat menyebabkan retensi dari Na dan air sehingga pada pasien preeklamsia terjadi oedem.7 Kelainan trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat mengancam nyawa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin menurun dan eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh dan mengalami hemolisis dengan cepat.8

4. Frekuensi Hipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering dijumpai dalam. Penyakit ini dijumpai pada 146.320 wanita, atau 3,7% di antara semua kehamilan yang berakhir dengan semua kelahiran hidup. Eklamsia didiagnosis pada 12.345 di antaranya, dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman. Dalam kepustakaan frekuensi di lapangan berkisar antara 3-10%.5 Insiden preeklamsi sering disebut sekitar 5 persen, walaupun laporan yang ada sangat bervariasi. Insiden sangat dipengaruhi oleh paritas; berkaitan dengan ras dan etnik- dan karenanya juga faktor predisposisi genetik; sementara faktor lingkungan juga berperan.4 Pada primigravida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida terutama primigravida muda, DM, Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia.1

5. Dasar Pengelolaan Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut : a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi

medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya. b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannnya yang tergantung pada umur kehamilannya. Sikap terhadap kehamilannnya dibagi 2, yaitu : - Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilannnya < 37 minggu, artinya kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa.
-

Aktif ; agresif : bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.9

6. Pemberian Terapi Medikamentosa a. Segera masuk rumah sakit. b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten. c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrosa 5 %. d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang yang pemberiannnya dibagi dalam dosis awal serta dosis lanjutan. e. Pemberian anti hipertensi Diberikan bila tekanan darah 180/110 mmHg atau MAP 126. Jenis obat yang diberikan : Nifedipine 10-20 mg oral, diulang setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Desakan darah diturunkan secara bertahap : - Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik. - Desakan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125 f. Diuretikum Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena :
y Memperberat penurunan perfusi plasenta y Memperberat hipovolemia y Meningkatkan hemokonsentrasi

g. Diet Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih.9

7. Sikap Terhadap Kehamilannya a. Perawatan Konservatif;ekspektatif 1) Tujuan a) Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilannnya dilahirkan. b) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa yang memenuhi syarat janin dapat

mempengaruhi keselamatan ibu.

2) Indikasi : Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia. 3) Terapi Medikamentosa a) b) Terapi medikamentosa sama seperti diatas. Bila penderita sudah kembali menjadi PER, maka masih dirawat 2-3 hari lagi baru diizinkan pulang. c) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 tersebut diatas, hanya tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler. d) Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam. 4) Perawatan di Rumah Sakit a) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai berikut : -Nyeri kepala -Penglihatan kabur -Nyeri perut kuadran kanan atas -Nyeri Epigastrium -Kenaikan berat badan dengan cepat b) Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan diikuti tiap hari. c) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi tiap 2 hari. d) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan. e) f) Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan USG.

g) Meskipun penderita telah bebas dari gejala-gejala PEB, masih tetap di rawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.

5) Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebasdari gejala-gejala preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diijinkan pulang. 6) Cara persalinan a) Bila penderita tidak in partu, kehamilan di pertahankan sampai kehamilan aterm. b) Bila penderita in partu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya ( misalnya dengan grafik Friedman). c) Bila penderita in partu, maka persalinan diutamakan per vaginam kecuali ada indikasi untuk pembedahan sesar. b. Perawatan Aktif;agresif 1) Tujuan: Terminasi kehamilan. 2) Indikasi a) Indikasi Ibu.
y Kegagalan terapi medikamentosa

- Setelah

jam

sejak

dimulai

pengobatan

medikamentosa terjadi kenaikan darah yang persisten. - Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan

medikamentosa terjadi kenaikan desakan darah yang persisten.


y Tanda dan gejala impending eklampsia y Gangguan fungsi hepar y Gangguan fungsi ginjal y Dicurigai terjadi solutio plasenta y Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan

b)

Indikasi Janin
y Umur kehamilan 37 minggu. y IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG. y NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal. y Timbulnya oligohidramnion

10

c ) Indikasi Laboratorium Trombositopenia progresif yang menjurus ke sindroma HELLP 3) Terapi Medikamentosa Sama seperti terapi medikamentosa diatas. 4) Cara Persalinan Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam. a) Penderita belum in partu
y Dilakukan induksi persalinan bila bishop score 8. Bila

perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar.
y Indikasi pembedahan sesar :

1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam. 2. Induksi persalinan gagal. 3. Terjadi maternal distress. 4. Terjadi fetal distress. 5. Bila umur kehamilan < 33 minggu. b) Penderita sudah in partu
y Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman. y Memperpendek kala II. y Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal

distress atau fetal distress.


y Primigravida direkomendasikan pembedahan sesar. y Anestesia : regional anesthesia, epidural anesthesia, tidak

dianjurkan general anesthesia.9

8.

Penyulit Ibu a. Sistem saraf pusat - Perdarahan intrakranial 11

- Trombosis Vena sentral. - Hipertensi Ensefalopati. - Edema Cerebri. - Edema Retina. - Macular atau retina detachment. - Kebutaan korteks. b. Gastrointestinal-Hepatik - Subcapsular hematoma hepar. - Ruptur kapsukl hepar c. Ginjal - Gagal ginjal akut - Necrosis tubular akut d. Hematologik - DIC - Trombositopenia e. Kardiopulmoner - Edema Paru ; kardiogenik atau non kardiogenik. - Depresi atau arrest pernafasan. - Kardiac arrest - Iskemia miokardium f. Lain-lain9 Ascites

9.

Penyulit Janin a. IUGR b. Solutio plasenta c. IUFD d. Kematian neonatal e. Penyulit akibat premarturitas f. Cerebral palsy.9

12

10. Diagnosis Diagnosis gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan. Hipertensi gestasional
o TD >140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan o Tidak ada proteinuria o TD kembali normal setelah <12 minggu postpartum. o Diagnosis akhir hanya dapat dibuat postpartum o Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklamsi, misalnya

nyeri epigastrium atau trombositopenia Preeklamsi Kriteria minimum


y y

TD > 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu Proteinuria > 300mg/24 jam atau > +1 pada dipstik

Peningkatan kepastian preeklamsi


y y y

TD > 160/100 mmHg Proteinuria > 0,2g/24 jam atau > +2 pada dipstik Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila telah diketahui meningkat sebelumnya Trombosit <100.000/mm3 Hemolisis mikroangiopati (LDH meningkat) SGPT (ALT) atau SGOT (AST) meningkat Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya

y y y y

Nyeri epigastrium menetap

Eklamsi
y

Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan preklamsi

y y

Preeklamsi pada hipertensi kronik Proteinuria awitan baru > 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu 13

Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit < 100.000 /mm3 secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 minggu

Hipertensi kronik
y

TD >140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20 minggu

Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan menetap setelah 12 minggu postpartum.5 Diagnosis dari preeklamsia berat dapat ditentukan secara klinis

maupun laboratorium. Klinis : Nyeri epigastrik Gangguan penglihatan Sakit kepala yang tidak respon terhadap terapi konvensional Terdapat IUGR Sianosis, edema pulmo Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau 110 mmHg untuk tekanan darah diastolik (minimal diperiksa dua kali dengan selang waktu 6 jam) Oliguria (< 400 ml selama 24 jam)

Laboratorium : Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik) Trombositopenia (<100.000/mm3) Creatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat sebelumnya Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat) Peningkatan LFT (SGOT,SGPT)4

11. Prediksi dan Pencegahan Berbagai penanda bikimiawi dan biofisik diduga dapat digunakan untuk memperkirakan timbulnya preeklamsi pada tahap lebih lanjut. 14

Para

peneliti

berupaya

mengidentifikasi

penanda-penanda

awal

gangguan plasentasi, penurunan perfusi plasenta, disfungsi sel endotel, dan aktivitas koaglasi. Terdapat beberapa uji untuk memperkirakan preeklamsi antara lain infus angiotensin II, roll over test, asam urat, ekskresi kalikrein urin, metabolisme kalsium, fibronektin, aktivasi koagulasi, peptida plasenta, velosimetri doppler arteria uterina, dan penanda stress oksidatif. 4 Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklamsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretik dan obat antihipertensi memang merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik.1 Selain itu, ada pula yang mengemukakan mengenai pemberian suplemen kalsium, aspirin, maupun suplemen minyak ikan. Namun, masih terdapat kontroversi.6

12. Differential Diagnosis a. b. Hipertensi gestasional Hipertensi kronik

13. Penanganan Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah

timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ -organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.1 Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah. Karena preeklamsia sendiri bisa membunuh janin.5

15

PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan kemudian ditentukan jenis perawatan/tindakannya. Perawatannya dapat meliputi : a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri. Indikasi : Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini 1). Ibu : a). Kehamilan lebih dari 37 minggu b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia c). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif. 2). Janin : a). Adanya tanda-tanda gawat janin b). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat. 3). Laboratorium : Adanya sindroma HELLP . PengobatanMedikamentosa 1). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam) 2). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. 3). Pemberian obat : MgSO4. b. Pengelolaan dipertahankan Indikasi Kehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan janin baik. Medikamentosa Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan secara aktif. Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja (MgSO4 40% 8 gr i.m.).8 Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: 16 Konservatif, yang berarti kehamilan tetap

Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit. Bila terjadi toksisitas akut, dapat diberikan kalsium glukonat intravena selama 3 menit sebagai antidotum.

Klorpromazin 50 mg IM Diazepam 20 mg IM. Penggunaan obat hipotensif pada preeklamsia berat diperlukan karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Namun, dari penggunaan obat-obat antihipertensi jangan sampai

mengganggu perfusi uteropalcental. OAH yang dapat digunakan adalah hydralazine, labetolol, dan nifedipin.4 Apabila terdapat oligouria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20 % secara intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin. Pemberian kortikosteroid untuk maturitas dari paru janin sampai saat ini masih kontroversi.6 Untuk penderita preeklamsia diperlukan anestesi dan sedativa lebih banyak dalam persalinan. Namun, untuk saat ini teknik anestesi yang lebih disukai adalah anestesi epidural lumbal.4 Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syaratsyarat telah terpenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin, dalam kala I, dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II dilakukan ekstraksi d engan cunam atau ekstraktor vakum.3

17

14. Komplikasi Komplikasi preeklamsia berat antara lain: Eklamsia, HELLP Sindrom, Edema pulmonum, DIC, Gagal ginjal akut, Ruptur hepar, Solutio plasenta, Perdarahan serebral dan gangguan visus.

15. Prognosis Prognosis untuk eklamsi selalu serius walaupun angka kematian ibu akibat eklamsi telah menurun selam tiga dekade terakhir dari 5 sampai sepuluh persen menjadi kurang dari tiga persen kasus. Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.1

B. SEKUNDIGRAVIDA Sekundigravida adalah seorang wanita yang hamil kedua kali.

C. BELUM DALAM PERSALINAN Tanda-tanda dalam persalinan (in partu) yaitu: 1. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur 2. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks 3. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya 4. Pada pemeriksaan dalam: seviks mendatar dan pembukaan telah ada

D. SECTIO CAESARIA 1. Definisi Kelahiran fetus melalui incisi dinding perut pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu. Definisi ini tidak termasuk pengeluaran fetus dari rongga 18

abdomen

dalam

kasus

ruptur

uteri

atau

pada

kasus

kehamilan

abdominal.2Newnham and Hobel menyebutkan bahwa sektio caesaria sebagai kelahiran janin melalui insisi pada dinding perut dan rahim anterior. Pembedahan sektio caesaria dapat merupakan tindakan emergency ataupun tindakan elektif (yang direncanakan). Seksio cecarea emergency, biasanya dilakukan pada keadaan: fetal distress, distokia atau persalinan yang tak maju, perdarahan plasenter.Seksio sesarea emergency selalu mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada yang direncanakan.11 2. Indikasi1 I. Indikasi Maternal a. Disporposi Kepala Panggul b. Plasenta Previa c. Abnormalitas Jalan Lahir (tumor jalan lahir) d. Abnormalitas uterus e. Pre Eklampsia Berat f. Eklampsia g. Riwayat SC (2x/lebih, SC Corporal,Incisi bentuk huruf T) h. Ruptur Uteri Imminens II. Indikasi Fetal a. Fetal Distress b. Prolaps Tali pusat c. Makrosomia d. Kelainan letak, misal : letak lintang, letak sungsang. e. Kelainan kongenital, misal : hidrosefalus f. Infeksi jalan lahir ibu, misal : herpes III. Indikasi Persalinan a. Persalinan tak maju atau distosia. 3. Komplikasi1,10 I. Terhadap ibu a. Infeksi puerperal, seperti infeksi rahim atau endometriosis b. ISK 19

c. Perdarahan, Anemia d. Komplikasi Obat Bius, misal: gangguan saluran pencernaan, gangguan pernafasan e. Tromboemboli II. Resiko Janin a. APGAR Score yang rendah b. Gangguan pernafasan Seksio cecarea digolongkan menurut tipe incisi dari rahim, yaitu:1 1.Segmen bawah Incisi pada isthmus atau bagian servikal rahim a. Tranverse (Munro-Kerr) b. Vertical (Beck atau Kronig) 2.Klasik Incisi pada fundus uteri a. Longitudinal b. Tranverse 3.Ekstraperitoneal Incisi segmen rendah tanpa masuk ke cavum abdominal a. Tranverse (Waters) b. Vertical (Latzko) 4.Post mortem Incisi uterus pada fundus, yang dilakukan setelah ibu meninggal

20

BAB III STATUS PENDERITA

A.

ANAMNESIS 1. Identitas Penderita Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Agama Alamat Status Perkawinan HPMT HPL UK Tanggal Masuk No.CM Berat badan Tinggi Badan 2. Keluhan Utama Hipertensi (rujukan dari RS Umi Barokah) 3. Riwayat Penyakit Sekarang Datang seorang G2P1 A0, 32 tahun, umur kehamilan 24minggu kiriman dari RS Umi Barokah dengan keterangan PEB superimposed pada secundigravida hamil 24 minggu dengan riwayat SC. Pasien merasa telah hamil 6 bulan.Gerakan janin masih dirasakan.Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan. Air kawah belum dirasakan keluar. Mual (-), muntah (-), lendir (-), darah (-). Nafsu makan baik, BAK dan BAB dalam batas normal. 4. Riwayat Penyakit Dahulu
y

: Ny. S : 32 tahun : Perempuan : Ibu Rumah Tangga : Islam : Prigi RT 3/8 Ampel, Boyolali : Kawin 1 kali dengan suami 4 tahun : 26 Desember 2010 : 1 September 2011 : 24 minggu : 12 Juni 2011 : 01071084 : 66 Kg : 152 cm

Riwayat Sesak Nafas 21

: Disangkal

y y y y y y y

Riwayat Hipertensi Riwayat Penyakit Jantung Riwayat DM Riwayat Asma Riwayat Alergi Obat/Makanan Riwayat Minum Obat Selama Hamil Riwayat Operasi

: (+) : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : SC 3 tahun yll

5. Riwayat Penyakit Keluarga


y y y y y

Riwayat Hipertensi Riwayat Penyakit Jantung Riwayat DM Riwayat Asma Riwayat Alergi Obat/makanan

: Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

6. Riwayat Fertilitas Baik 7. Riwayat Obstetri Jelek. Anak pertama, laki-laki, IUFD, lahir SC 5000 gram, meninggal. 8. Riwayat Ante Natal Care (ANC) Teratur, pertama kali periksa ke Puskesmas pada usia kehamilan 1 bulan. 9. Riwayat Haid Menarche Lama menstruasi Siklus menstruasi : 12 tahun : 7 hari : 28 hari

10. Riwayat Perkawinan Menikah 1 kali (umur 28 tahun) 11. Riwayat Keluarga Berencana Pil

22

B.

PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Interna Keadaan Umum : Sedang, CM, Gizi baik Tanda Vital Tensi Nadi : : 200/100 mmHg : 88 x / menit : 36,5 0C : Mesocephal : Conjuctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-) : Tonsil tidak membesar, pharinx hiperemis (-) : Pembesaran kelenjar tiroid (-) : Gld. mammae dalam batas normal, areola mammae hiperpigmentasi (+) Cor : : IC tidak tampak : IC tidak kuat angkat : Batas jantung kesan tidak melebar

Respiratory Rate : 20 x/menit Suhu Kepala Mata THT Leher Thorax

Inspeksi Palpasi Perkusi

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-) Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi : Pengembangan dada ka = ki : Fremitus raba dada ka = ki : Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah kasar (-/-) Abdomen: Inspeksi : Dinding perut > dinding dada Stria gravidarum (+) Palpasi Perkusi : Supel, NT (-), hepar lien tidak membesar : Tympani pada bawah processus xipoideus, redup pada daerah uterus Auskultasi : Peristaltik (+) normal 23

Genital Ekstremitas

: Lendir darah (-) ,air ketuban (-) : Oedema -

Akral dingin -

2. Status Obstetri Inspeksi Kepala Mata Wajah Thorax : Mesocephal : Conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-) : Kloasma gravidarum (+) : Glandula mammae hipertrofi (+), aerola mammae hiperpigmentasi (+) Abdomen :

Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, stria gravidarum (+) Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, puka, kepala janin belum masuk panggul, His (-), TFU setinggi pusat ~ TBJ: 700 gram Pemeriksaan Leopold: I : TFU setinggi pusat, teraba bagian besar lunak kesan bokong II : Teraba bagian memanjang di sebelah kanan, rata, keras kesan punggung, dan di sebelah kiri teraba bagian kecil kesan ekstremitas III : Teraba bagian besar keras kesan kepala IV : Kepala belum masuk panggul

24

Kesimpulan: teraba janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, puka, kepala janin belum masuk panggul Perkusi : Tympani pada bawah processus xipoideus, redup pada daerah uterus Auskultasi : DJJ (+) 13-13-13/reguler Genital eksterna : Vulva/uretra tidak ada kelainan, lendir (-), darah (), peradangan (-), tumor (-) Ekstremitas : Oedema -

Akral dingin -

Pemeriksaan Dalam : Inspekulo : vulva/ uretra tenang, dinding vagina dalam batas

normal, portio livid, OUE tertutup, AK (-),STLD (-) VT : tidak dilakukan

C.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Darah tanggal 12 Juni 2011: Hb Hct Eritrosit Leukosit Trombosit : 14,4 gr/dl : 47,2 % : 4,97 x 106/uL : 11,4 x 10 /uL : 212 x 10 /uL
3 3

GDS Ureum Creatinin Na K

: 125 mg/dL : 22 mg/dL : 0,7 mg/dL : 139 mmol/L : 4,0 mmol/L

Golongan Darah : O PT APTT : 14,8 detik : 34,7 detik 25

Ion Ca : 108 mmol/L Albumin HbsAg : 3,9 g/dl : negatif

SGOT SGPT 2.

: 32 u/L : 15 u/L

Laboratorium Urine tanggal 12 Juni 2011: Protein : +3

3.

USG:
y

Janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, puka, DJJ (+) reguler

y y y y

Air ketuban kesan cukup Plasenta insersi di corpus grade I Tak tampak jelas kelainan kongenital mayor FB: Biparietal Diameter Abdominal Circumference Femur Lenght Estimated Fetal Broad Weight : 58 mm : 197 mm : 45 mm : 675 gram

D.

KESIMPULAN Seorang G2P1 A0, 32 tahun, UK 24 minggu, riwayat obstetri jelek, dan riwayat fertilitas baik. Teraba janin tunggal, intrauterin, memanjang, preskep, puka, DJJ (+)regular, His (-), portio livid, AK (-), STLD (-).

E.

DIAGNOSIS AWAL PEB pada secundigravida nullipara hamil immatur belum dalam persalinan dengan riwayat sectio caesaria.

F.

PROGNOSA Malam

G. TERAPI 1. Konservatif pertahankan kehamilan 2. Protap PEB 26

a. MgSO4 8 gr, bokong kanan bokong kiri, dilanjutkan 4 gr/ 6 jam selama 24 jam bila syarat terpenuhi. b. O2 3 lpm c. Nifedipine bila TD 180/110 d. Pasang DC

Follow up tanggal 12 Juni 2011 jam 15.00 Kel KU VS :: baik, CM, gizi kesan cukup : T: 150/90 mmHg N: 86 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Thorax Abdomen Genital Dx. : cor/pulmo dbn : supel, NT (-), HIS (-), DJJ (+) 13-13-13/ reguler : perdarahan (-) : PEB respon terapi pada secundigravida nullipara hamil immature belum dalam persalinan dengan riwayat SC Tx.: Konservatif Protap PEB O2 3 lpm MgSO4 4 gr Nifedipine 10 mg bila TD 180/110 Rr: 20 x/ menit t: 36,50C

Follow up tanggal 13 Juni 2011 Kel KU VS :: baik, CM, gizi kesan cukup : T: 150/100 mmHg N: 82 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Thorax : cor/pulmo dbn 27 Rr: 20 x/ menit t: 360C

Abdomen Genital Dx.

: supel, NT (-), HIS (-), DJJ (+) 14-13-13/ reguler : perdarahan (-) : PEB respon terapi pada secundigravida nullipara hamil immature belum dalam persalinan dengan riwayat SC

Tx.: Konservatif Protap PEB O2 3 lpm MgSO4 4 gr Nifedipine 10 mg bila TD 180/110

Observasi kehamilan Vitamin C 2x100mg Asam folat 1x1 SF 1x1

Follow up tanggal 14 Juni 2011 Kel KU VS :: baik, CM, gizi kesan cukup : T: 150/90 mmHg N: 84 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Thorax Abdomen Genital Dx. : cor/pulmo dbn : supel, NT (-), HIS (-), DJJ (+) 14-13-13/ reguler : perdarahan (-) : PEB respon terapi pada secundigravida nullipara hamil immature belum dalam persalinan dengan riwayat SC Tx.: Konservatif Evaluasi per 24 jam Observasi kehamilan Nifedipine 10 mg 3x1 28 Rr: 20 x/ menit t: 36,60C

Vitamin C 2x100mg Asam folat 1x1 SF 1x1

Follow up tanggal 15 Juni 2011 06.00 Kel KU VS : sesak, batuk : baik, CM, gizi kesan cukup : T: 200/140 mmHg N: 80 x/ menit Mata Thorax Abdomen Genital Dx. : CA (-/-), SI (-/-) : cor/ pulmo dbn : supel, NT (-), HIS (-), DJJ (+) : perdarahan (-) : PEB respon terapi pada secundigravida nullipara hamil immature belum dalam persalinan dengan riwayat SC Tx.: Konservatif Evaluasi per 24 jam Observasi kehamilan Nifedipine 3x10 mg Vitamin C 2x100mg Asam folat 1x1 SF 1x1 Rr: 29 x/ menit t: 36,80C

Follow up tanggal 15 Juni 2011 08.00 Kel KU VS : sesak, batuk : sedang, CM, gizi kesan cukup : T: 230/120 mmHg N: 88 x/ menit Mata Thorax : CA (-/-), SI (-/-) : RBH (+/+) 29 Rr: 32 x/ menit t: 36,30C

Abdomen Genital Dx.

: supel, NT (-), HIS (-), DJJ (+) : perdarahan (-) : PEB tidak respon terapi pada secundigravida nullipara hamil immature belum dalam persalinan dengan riwayat SC dengan suspek oedema pulmonum

Tx.: Konservatif Evaluasi per 24 jam Observasi kehamilan O2 5lpm Nifedipine 3x10 mg bila Vitamin C 2x100mg Asam folat 1x1 SF 1x1 Konsul paru

Follow up tanggal 15 Juni 2011 14.00 Kel KU VS : batuk : baik, CM, gizi kesan cukup : T: 180/100 mmHg N: 80 x/ menit Mata Thorax : CA (-/-), SI (-/-) : Cor: BJ I-II murni, bising (-) Pulmo: SDV normal, ST (+/+), RBH (+/+) Abdomen Genital Dx. : supel, NT (-), HIS (-), DJJ (+) : perdarahan (-) : PEB tidak respon terapi pada secundigravida nullipara hamil immature belum dalam persalinan dengan riwayat SC dengan suspek oedema pulmonum Tx.: Konservatif 30 Rr: 24 x/ menit t: 36,80C

Observasi kehamilan O2 5 lpm Nifedipin 3x10mg Asam folat 1x1 SF 1x1

Follow up tanggal 15 Juni 2011 22.00 Kel KU VS : sesak, batuk : baik, CM, gizi kesan cukup : T: 200/110 mmHg N: 88 x/ menit Mata Thorax : CA (-/-), SI (-/-) : cor: dbn Pulmo: SDV normal, ST (+/+), RBH (+/+) Abdomen Genital : supel, NT (-), HIS (-), DJJ (+) : perdarahan (-) Rr: 32 x/ menit t: 36,50C

Foto Rontgen : kesan oedema pulmonum AGD Dx. : asidosis metabolic terkompensasi sempurna, gagal nafas tipe I : oedema pulmonum, PEB tidak respon terapi pada secundigravida nullipara hamil immature belum dalam persalinan dengan riwayat SC + insufisiensi renal Tx.: Pindah rawat ICU O2 5 lpm Inj ceftriaxon 2 gr/ 24 jam Inj metronidazole 500 mg/ 8 jam Inj gentamycin 80 mg/ 12 jam Nifedipine 10 mg 3x1 Observasi kehamilan Vitamin C 2x200 mg Asam folat 1x1 31

SF 1x1 Konsul interna

Follow up tanggal 16 Juni 2011 06.00 Kel KU VS : sesak mulai berkurang : sedang, CM, gizi kesan cukup : T: 180/110 mmHg N: 88 x/ menit Mata Thorax : CA (-/-), SI (-/-) : cor: dbn Pulmo: SDV normal, ST (+/+) RBH (+/+) Abdomen Genital Dx. : supel, NT (-), HIS (-), DJJ (+) 13-13-14/ reguler : perdarahan (-) : - PEB tidak respon terapi pada secundigravida nullipara hamil immature belum dalam persalinan dengan riwayat SC - Oedema pulmonum - Insufisiensi renal Tx.: O2 5 lpm dengan masker rebreathing Inj ceftriaxon 2 gr/ 24 jam Inj gentamycin 80 mg/ 12 jam Nifedipine 10 mg 3x1 bila TD 180/110 Vitamin C 2x200 mg SF 1x1 Observasi kehamilan Usul terminasi kehamilan dengan induksi Rr: 28 x/ menit t: 36,50C

Konsul dr. WR, SpOG: induksi misoprostol 1/8 tab/ 5 jam I seri

32

Dx interna Tx: Bed rest

: Hipertensi dalam kehamilan

Diet 1700 kkal, rendah garam < 50 gr Metildopa 3x250 mg

Dx Paru

: - Oedema pulmonum ec PEB - Asidosis metabolic terkompensasi sempurna - Gagal napas tipe I

Tx: O2 8-9 lpm masker rebreathing Inj furosemid 1 amp/ 6 jam OBH syr 3xCI

Dx Jantung Tx -

: Hipertensi kehamilan :

Clonidin 3x1 Bisoprolol 0-1-0 Metildopa 3x500 mg Amlodipin 10 mg 1-0-0

Follow up tanggal 16 Juni 2011 12.00 VS : T: 200/110 mmHg N: 82 x/ menit DJJ (+) 10-9-8/ireguler Dx : Oedema pulmo PEB tidak respon terapi, secundigravida nullipara hamil imatur belum dalam persalinan dengan riwayat SC Insufisiensi renal Rr: 21 x/ menit t: 36,50C

33

Tx: Nifedipine 10 mg Induksi misoprostol 1/8 tab I/I

Follow up tanggal 16 Juni 2011 17.00 VS : T: 230/100 mmHg N: 94 x/ menit DJJ (+) 10-10-10/ireguler Dx : Oedema pulmo PEB tidak respon terapi, secundigravida nullipara hamil imatur belum dalam persalinan dengan riwayat SC Tx: Nifedipine 10 mg Metildopa 250 mg Parasetamol 500 mg Insufisiensi renal Rr: 34 x/ menit t: 380C

Follow up tanggal 16 Juni 2011 20.00 VS : T: 210/100 mmHg N: 94 x/ menit DJJ (+) 10-10-10/ireguler Dx : Oedema pulmo PEB tidak respon terapi, secundigravida nullipara hamil imatur belum dalam persalinan dengan riwayat SC Tx: Nifedipine 10 mg Induksi misoprostol 1/8 tab II/I Insufisiensi renal Rr: 30 x/ menit t: 37,50C

34

Follow up tanggal 17 Juni 2011 01.00 VS : T: 210/100 mmHg N: 94 x/ menit DJJ (+) 10-10-10/ireguler Dx : Oedema pulmo PEB tidak respon terapi, secundigravida nullipara hamil imatur belum dalam persalinan dengan riwayat SC Tx: Nifedipine 10 mg Induksi misoprostol 1/8 tab III/I evaluasi 5 jam lagi Insufisiensi renal Rr: 30 x/ menit t: 37,50C

Follow up tanggal 17 Juni 2011 06.00 VS : T: 170/90 mmHg N: 94 x/ menit DJJ (+) 10-9-10/ ireguler Dx : Oedema pulmo PEB tidak respon terapi, secundigravida nullipara hamil imatur belum dalam persalinan dengan riwayat SC Tx: Nifedipine 10 mg Induksi misoprostol 1/8 tab IV/I Evaluasi 5 jam lagi Insufisiensi renal Rr: 24 x/ menit t: 36,20C

Follow up tanggal 17 Juni 2011 11.00 VS : T: 170/90 mmHg N: 94 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) 35 Rr: 24 x/ menit t: 36,50C

Abd Gen

: supel, NT (-), His (-), DJJ (-) : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak, mendatar, di tengah, eff 50%, pembukaan (-), kepala turun di HI, STLD (-)

Dx -

: Oedema pulmo PEB tidak respon terapi, IUFD, secundigravida nullipara hamil imatur belum dalam persalinan dengan riwayat SC

Tx: -

Insufisiensi renal

Observasi 9 Nifedipine 10 mg jika TD 180/110 Lasix 1 amp/ 12 jam Inj ceftriaxon 2 gr/ 24 jam Inj metronidazol 500 mg/ 8 jam Usul induksi dengan ballon cateter

Follow up tanggal 17 Juni 2011 13.00 VS : T: 170/90 mmHg N: 94 x/ menit Dx : Oedema pulmo PEB tidak respon terapi, IUFD, secundigravida nullipara hamil imatur belum dalam persalinan dengan riwayat SC Tx: Induksi misoprostol 1/8 tab I/II Insufisiensi renal Rr: 24 x/ menit t: 36,50C

Follow up tanggal 17 Juni 2011 18.00 VS : T: 180/100 mmHg N: 88 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) 36 Rr: 20 x/ menit t: 36,80C

Thorax : RBH (+/+) Abd Gen : supel, NT (-), His (+) 1x/10/20/ sedang, DJJ (-) : portio lunak, mendatar, eff 60%, pembukaan 1 cm, kepala turun di HI, AK (-), STLD (-) Dx : Oedema pulmo PEB tidak respon terapi, IUFD, secundigravida nullipara hamil imatur belum dalam persalinan dengan riwayat SC Tx: Observasi 9 Induksi misoprostol 1/4 tab II/II Nifedipine 10 mg jika TD 180/110 Lasix 1 amp/ 12 jam Inj ceftriaxon 2 gr/ 24 jam Inj metronidazol 500 mg/ 8 jam Evaluasi 5 jam Insufisiensi renal

Follow up tanggal 17 Juni 2011 23.00 VS : T: 180/100 mmHg N: 88 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Abd Gen : supel, NT (-), His (+) 4x/ 10/ 45/ kuat, DJJ (-) : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak, mendatar, eff 75%, pembukaan 8 cm, kepala turun di HII, AK (-), STLD (+) Dx : Oedema pulmo PEB tidak respon terapi, IUFD, secundigravida nullipara hamil imatur belum dalam persalinan dengan riwayat SC Insufisiensi renal Rr: 24 x/ menit t: 36,50C

37

Tx: Observasi 9 Evaluasi 2 jam lagi

Follow up tanggal 17 Juni 2011 23.20 VS : T: 180/100 mmHg N: 88 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Abd Gen : supel, NT (-), His (+) 4x/ 10/ 40/ kuat, DJJ (-) : V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, pembukaan lengkap, kepala turun di HIII, AK (-), STLD (+) Dx : Kala II Oedema pulmonum PEB tidak respon terapi, IUFD, secundigravida nullipara hamil imatur dengan riwayat SC Tx: Pimpin persalinan Insufisiensi renal Rr: 24 x/ menit t: 36,50C

Follow up tanggal 17 Juni 2011 23.25 Lahir bayi laki-laki, BB=700gr, meninggal, maserasi (-) Plasenta lahir spontan, kesan tidak lengkap VS : T: 180/110 mmHg N: 88 x/ menit Rr: 24 x/ menit t: 36,50C

Follow up tanggal 18 Juni 2011 01.25 KU VS : baik, CM : T: 180/110 mmHg N: 88 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) 38 Rr: 24 x/ menit t: 36,70C

Thorax: cor/pulmo dbn Abd Gen Dx : supel, NT (-), TFU 1/2 symphisis pubis pusat, kontraksi (+) : darah (-), lochia (+) : Oedema pulmonum PEB tidak respon terapi, IUFD, secundipara, dengan riwayat SC dalam induksi misoprostol tab II/II Tx: - Cefadroxyl 2x500 mg - Vit C 1x1 Insufisiensi renal

Follow up tanggal 18 Juni 2011 06.00 KU VS : sedang, CM : T: 200/140 mmHg N: 88 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Rr: 20 x/ menit t: 36,50C

Thorax : cor/pulmo dbn, RBH (+/+) Abd Gen Dx: Oedema pulmonum : supel, NT (-) : darah (-), lochia (+)

- PEB tidak respon terapi, IUFD, secundipara, dengan riwayat SC dalam induksi misoprostol tab II/II dengan retensi sisa plasenta - Insufisiensi renal Tx: - O2 3 L / menit Inj ceftriaxon 1 gr/ 24 jam Inj metronidazol 500 mg/ 8 jam

- Nifedipin 3x10 mg - Inj MgSO4 4 gr/ 6 jam 39

- Inj lasix 1 amp/ 12 jam - Konsul interna - Usul kuretase bila KU baik

Follow up tanggal 19 Juni 2011 06.00 KU VS : sedang, CM : T: 180/100 mmHg N: 88 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Rr: 20 x/ menit t: 36,50C

Thorax : cor/pulmo dbn Abd Dx: - Oedema pulmonum - PEB tidak respon terapi, IUFD, secundipara, dengan riwayat SC + retensi sisa plasenta - Insufisiensi renal Tx: - O2 3 L / menit - Inj ceftriaxon 1 gr/ 24 jam - Inj metronidazol 500 mg/ 8 jam - Nifedipin 3x10 mg - Inj MgSO4 4 gr/ 6 jam Karena T: 180/100 mmHg, belum bisa dilakukan kuretase : supel, NT (-)

Follow up tanggal 20 Juni 2011 06.00 KU VS : sedang, CM : T: 200/120 mmHg N: 76 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Rr: 20 x/ menit t: 36,50C

Thorax : cor/pulmo dbn Abd : supel, NT (-) 40

Dx: - Oedema pulmonum (dalam perbaikan) - PEB tidak respon terapi, IUFD, secundipara, dengan riwayat SC + retensi sisa plasenta - Insufisiensi renal Tx: - O2 3 L / menit - Inj ceftriaxon 1 gr/ 24 jam - Inj metronidazol 500 mg/ 8 jam - Nifedipin 3x10 mg - Bromokriptin 3x1 - Kuretase bila KU baik

Dx Interna: hipertensi dalam kehamilan Tx: Diet 1700 kkal Clonidin 2x0,5 mg Metildopa 2x250 mg

Follow up tanggal 21 Juni 2011 06.00 KU VS : sedang, CM : T: 170/110 mmHg N: 80 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Rr: 20 x/ menit t: 36,50C

Thorax : cor/pulmo dbn Abd Gen Dx: - Oedema pulmonum (dalam perbaikan) - PEB tidak respon terapi, IUFD, secundipara, dengan riwayat SC + retensi sisa plasenta 41 : supel, NT (-) : darah (-)

- Insufisiensi renal Tx: - O2 3 L / menit - Inj ceftriaxon 1 gr/ 24 jam - Inj metronidazol 500 mg/ 8 jam - Nifedipin 3x10 mg - Bromokriptin 3x1 - Kuretase bila KU baik

Follow up tanggal 22 Juni 2011 06.00 KU VS : sedang, CM : T: 140/90 mmHg N: 72 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Rr: 20 x/ menit t: 36,50C

Thorax : cor/pulmo dbn Abd Gen Dx: - Oedema pulmonum (dalam perbaikan) - PEB tidak respon terapi, IUFD, secundipara, dengan riwayat SC + retensi sisa plasenta - Insufisiensi renal Tx: - O2 2-3 L / menit - Inj ceftriaxon 1 gr/ 12 jam - Inj metronidazol 500 mg/ 8 jam - Nifedipin 3x10 mg - Bromokriptin 3x1 Advise dr. WP, SpOG: kuretase dilaksanakan di VK Mawar I dan tidak perlu pendampingan Anestesi kecuali T 160/100 : supel, NT (-) : darah (-)

42

Follow up tanggal 22 Juni 2011 11.00 VS : T: 140/90 mmHg N: 88 x/ menit Gen Dx: - Oedema pulmonum (dalam perbaikan) - PEB tidak respon terapi, IUFD, secundipara, dengan riwayat SC + retensi sisa plasenta - Insufisiensi renal Tx: kuretase Tx post kuretase: - Inj ceftriaxon 1 gr/ 24 jam - Inj metronidazol 500 mg/ 8 jam - Nifedipin bila T 180/110 - Bromokriptin 3x1 : darah (-) Rr: 20 x/ menit t: 36,50C

Follow up tanggal 23 Juni 2011 06.00 KU VS : sedang, CM : T: 140/80 mmHg N: 80 x/ menit Mata : CA (-/-), SI (-/-) Rr: 20 x/ menit t: 36,50C

Thorax : cor/pulmo dbn Abd Gen Dx: - Oedema pulmonum (dalam perbaikan) - PEB tidak respon terapi, IUFD, secundipara, dengan riwayat SC + retensi sisa plasenta - Insufisiensi renal Tx: - Inj ceftriaxon 1 gr/ 24 jam 43 : supel, NT (-) : darah (-)

- Inj metronidazol 500 mg/ 8 jam - Nifedipin bila T 180/110 - Bromokriptin 3x1

44

BAB IV ANALISIS KASUS

A. Analisis Kasus Diagnosis:PEB pada secundigravida nullipara hamil immatur belum dalam persalinan dengan riwayat sectio caesaria. 1. PEB Ditegakkan dari: Anamnesis: pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan tidak rajin kontrol. Pemeriksaan fisik: VS: TD: 200/100 mmHg Pemeriksaan urine: Protein: +3 2. Sekundigravida nullipara hamil immatur Ditegakkan dari: Anamnesis:
y

Pasien menyatakan saat ini adalah kehamilan yang kedua, di mana anak pertama lahir secara SC 3 tahun yang lalu, dengan berat 5000 gram, meninggal karena IUFD.

y y

HPMT: 26 Desember 2010 dengan UK: 24 minggu Pasien merasa hamil 6 bulan

Pemeriksaan fisik:
y

Palpasi abdomen: Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, puka, kepala janin belum masuk panggul, His (-), TFU setinggi pusat ~ TBJ: 700 gram

Auskultasi abdomen: DJJ (+) 13-13-13/reguler

USG
y y y

Janin tunggal, intra uterin, memanjang, preskep, puka, DJJ (+) reguler Air ketuban kesan cukup Plasenta insersi di corpus grade I 45

y y

Tak tampak jelas kelainan kongenital mayor FB: Biparietal Diameter Abdominal Circumference Femur Lenght Estimated Fetal Broad Weight : 58 mm : 197 mm : 45 mm : 675 gram

3. Belum dalam persalinan Ditegakkan melalui: Anamnesis:


y y

Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan Air kawah keluar (-)

Pemeriksaan fisik:
y y

His (-) Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul

B. Analisis Penatalaksanaan Kasus Pada pasien dengan PEB ini dilakukan terapi konservatif untuk mempertahankan kehamilannya yang masih berusia 24 minngu. Sesuai dengan protap PEB, diberikan 8 gram MgSO4, kemudian dilanjutkan 4 gram MgSO4/ 6 jam.Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit. Bila terjadi toksisitas akut, dapat diberikan kalsium glukonat intravena 10 mg selama 3 menit sebagai antidotum. Pemberian diuretikum diberikan bila ada indikasi: 1. Oedem pulmo 2. Gagal jantung 3. Oedem anasarka Pada preeklamsia berat dengan disertai penyulit / komplikasi, harus segera diterminasi kehamilannya.

46

BAB V SARAN

1.

Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas diperlukan pemeriksaan lebih cermat di unit pelayanan kesehatan

2.

Edukasi kepada pasien mengenai pengetahuan tentang penyakit, gejala, dan komplikasi dan penatalaksanaannya.

3.

Memberikan rujukan ke puskesmas atau bidan yang mengirim dengan keterangan jika sudah ada kehamilan aterm dengan tanda-tanda kegawatan baik pada ibu maupun janin, maka dianjurkan untuk segera mengkonsulkan ke rumah sakit agar angka kematian ibu dan anak bisa menurun.

47

BAB VI DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo dan Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kandungan. FK UI, Jakarta. Hal: 281-294. 1999. 2. Rustam Mochtar. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor: Delfi Lutan, EGC, Jakarta. Hal: 198-208.1998. 3. Anonim. Understanding Sepsis. http//www.survivingsepsis.org.2003 4. William H. Clewell. Hypertensive Emergencies in pregnacy dalam Obstetric intesive care. WB Saunders Company. Pensylvania. Hal:6375.1997. 5. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark. Williams Obtetrics20th prentice-Hall International,Inc. Page:773818.1997. 6. William C Mabie, Baha M.Sibai. Hypertensive states of Pregnancy dalam Current Obstetric & Gynecologic diagnosis & treatment. Appleton & Lahge. Connecticut. Hal:380-8.1994. 7. Robert A.Knuppel, Joan E.Drukker. Hypertension in Pregnancy dalam High-Risk Pregnancy. WB Saunders company. Pensylvania. Hal: 362-76. 1986. 8. Hidayat W.Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, RSUP dr.Hasan Sadikin. Edisi ke-2 Penerbit: SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran, RSUP dr. Hasan Sadikin, Bandung. Hal: 234-6.1998. 9. Kelompok Kerja Penyusunan Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia. Edisi kedua. Batam. 2005. 10. Hariadi, R. Ilmu Kedokteran FetomaternalHimpunan . Edisi Perdana. Jilid 1. Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya. 2004. 48

11. Neville, F. Hacker, J. George Moore. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates, Jakarta. 2001.

49

You might also like