You are on page 1of 42

HYPOXIC-ISCHEMIC ENCEPHALOPATHY IN THE NEWBORN

Oleh: Metha Angriawan 030.05.145 Pembimbing: dr. Vonny Inkiriwang, Sp.A

PENDAHULUAN
Banyak neonatus cukup bulan menderita berbagai derajat asfiksia perinatal, tetapi hanya beberapa yang mengalami kerusakan otak permanen. Neonatus yang mempunyai risiko gangguan neurologis mayor terbukti mempunyai dampak pada banyak organ, fungsi otak yang tertekan saat lahir dapat berlangsung terus berhari-hari atau berminggu-minggu, dan dalam banyak kasus, terjadi kejang segera setelah lahir. Mekanisme patofisiologi kerusakan otak pada Hypoxic Ischemic Encephalopathy menjadi perdebatan dan tidak ada pengobatan khusus yang bermanfaat.

Perlu perhatian dalam penanganan segera bayi cukup bulan yang mengalami asfiksia, kalau perlu diberi antikonvulsan. Asfiksia pada bayi cukup bulan hampir selalu terjadi intrauterin, hipoksia dan iskemia terjadi bersamaan. Beratnya ensefalopati bervariasi tetapi memberikan pola sindrom klinik yang dapat dikenal. Penting untuk mengenal sindrom ini dalam rangka untuk memulai terapi yang cepat dan tepat untuk menetapkan prognosis.

PATOFISIOLOGI
Kontribusi relatif dari hipoksia, iskemia, dan edema serebral dalam menyebabkan kerusakan otak pada bayi baru lahir yang mengalami HIE masih kontroversial. Diperlukan klarifikasi lebih lanjut, untuk memberikan dasar terapi yang rasional. Percoban pada hewan tidak sama dengan kondisi manusia tetapi dapat merupakan sumber penting untuk informasi patofisiologi.

Respons Sistemik pada Asfiksia


Sirkulasi pada fetus memungkinkan p konsentrasi oksigen pada arteri dengan cara memaksimalkan aliran darah ke otak dan untuk derajat yang lebih rendah, Jantung dan sisanya untuk organ-organ lain. Pada fetus kera, denyut jantung dan tekanan darah tidak terganggu sampai konsentrasi oksigen dalam arteri sampai 65-75%. P konsentrasi oksigen dalam arteri yang lebih besar p yang progresif pada denyut jantung dan tekanan darah, yang secara langsung berhubungan dengan besarnya p kadar oksigen.

jika konsentrasi oksigen arteri tidak kurang dari 85-90% P denyut jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan selama beberapa jam tanpa terjadinya ensefalopati P > 90% kerusakan otak, kolaps kardiovaskular.

Percobaan pada hewan mengajarkan kita: janin dapat mengalami hipoksia tanpa terjadinya ensefalopati dan tiap episode hipoksia yang lama dan berat untuk dapat menyebabkan kerusakan otak harus pula menyebabkan disfungsi pada organ lain. Neonatus dengan HIE ringan sampai sedang selalu awalnyamempunyai denyut jantung dan tekanan darah yang ireguler dan biasanya mengeluarkan mekonium. Neonatus dengan HIE sedang sampai berat mungkin menderita enterocolitis dan gagal ginjal akibat asfiksia, tanpa kerusakan otak.

Aliran Darah Otak


Aliran darah otak pada neonatus dengan asfiksia perinatal telah dipelajari dengan pengukuran langsung mengunakan teknik xenon clearance dengan plethysmography vena jugularis. Aliran darah otak bayi baru lahir diukur dengan kedua teknik tersebut normalnya antara 50 -60 ml/mt/100g berat otak. Nilai yang diperoleh plethysmography ditujukan sebagai perkiraan aliran darah otak, karena teknik ini hanya semi-kuantitatif. Dengan teknik xenon clearance, ada bukti bahwa autoregulasi dari aliran darah otak hilang pada neonatus prematur dengan asfiksia. Autoregulasi dimana aliran darah otak akan tetap konstan meskipun terdapat perubahan tekanan pada perfusi sistemik arteri.

Ketika tekanan darah tidak stabil, kehilangan hasil autoregulasi dalam hubungan antara tekanan darah dan aliran darah otak menyebabkan kerentan terhadap perdarahan dan infark. Pada neonatus prematur terdapat kemungkinan terjadinya perdarahan subependimal dan leukomalasia perinatal. Pada neonatus yang asfiksia utoregulasi belum diukur dengan teknik xenon clearance. Aliran darah otak pada neonatus yang asfiksia menurut oklusi vena jugularis plethysmogrphy adalah setengah dari nilai normal pada hari ke dua dan tetap menurun selama empat hari. Namun, p aliran darah otak tidak memiliki hubungan dengan tekanan darah dan dapat menimbulkan hal lain selain hilangnya autoregulasi. Aliran darah otak sebanyak 20 ml/mt/100g berat otak atau kurang menyebabkan kerusakan otak pada neonatus cukup bulan dan neonatus prematur.

Konskuensi Biokimia dari Asfiksia


Substrat yang diperlukan untuk metabolisme tidak cukup di otak dan oleh sebab itu otak membutuhkan pasokan konstan glukosa dan oksigen. Glukosa merupakan substrat utama yang digunakan oleh otak matur untuk memproduksi energi dan sintesis neurotransmitter. Setiap molekul glukosa dioksidasi dalam siklus asam trikarboksilat untuk meyuplai 38 molekul adenosin trifosfat (ATP). Pada tikus baru lahir, oksidasi glukosa dibatasi oleh aktivitas rendah enzim piruvat dehidrogenase pada jalur glikolisis. Badan keton merupakan substrat pengganti untuk metabolisme otak.

Kemungkinan bahwa otak manusia yang belum matur relatif kekurangan enzim piruvat dehidrogenase. Makanan yang diberikan pada neonatus sama seperti tikus yang baru lahir, relatif kaya lemak sebagai sumber keton. Keton digunakan sebagai sumber energi cadangan glukosa untuk sintesis lipid myelin dan senyawa lainnya. Pada anak anjing baru lahir, glukosa yang dipakai oleh otak sampai dengan 15% tidak dioksidasi untuk energi, tetapi dialihkan untuk tujuan lain. Jalur pentosa lebih banyak dalam otak neonatus daripada otak matur, menggantikan glukosa dari lemak, nukleotida dan sintesis asam nukleat.

Selama periode kekurangan okigen, tidak satupun glukosa dan badan keton bisa sepenuhnya teroksidasi menjadi karbon dioksida dan air. Energi harus disuplai oleh glikolisis anaerob, sistem yang tidak efisien yang hanya menghasilkan 2 ATP untuk 1 molekul glukosa. Produk akhir dari glikolisis adalah asam laktat. Ketika ada hipoksia tanpa iskemia aliran darah otak meningkat dalam upaya untuk memaksimalkan pengiriman oksigen dan glukosa. Konsentrasi glukosa otak menurun drastis meskipun yang dikirim meningkat, karena kebutuhan glikolisis anaerob yang berlebihan untuk menghasilkan ATP dan konsumsi glukosa yang melebihi pengangkutan glukosa melintasi barier darah otak. Model percobaan pada tikus baru lahir dan tikus dewasa yang mengalami anoksia serta anjing yang baru lahir yang mengalami hipoksia menunjukkan peningkatan konsentrasi laktat di otak.

Dalam sebuah penelitian tentang monyet dewasa muda yang hipoksia konsentrasi laktat otak sebanyak 9 12 mole/g ditoleransi dengan baik, tapi konsentrasi lebih dari 25 mole/g dikaitkan dengan barier darah otak yang melemah dan pergeseran cairan ke intraseluler dan kompartemen ekstraseluler. Dalam percobaan ini, kerusakan jaringan di bagian hemisfer otak bisa langsung berhubungan dengan konsentrasi laktat otak, sedangkan produksi ATP tidak terganggu. Dalam interval yang singkat konsentrasi ATP di otak dapat berkurang 1/3 dari kontrol tanpa kerusakan jaringan. Dalam patogenesis kerusakan otak dari HIE, pengaruh masuknya laktat pada edema otak masih diperdebatkan. Namun, ada kesepakatan bahwa asidosis jaringan diproduksi oleh laktat dan CO2, dapat juga menyebabkan kerusakan otak karena gangguan autoregulasi vaskuler, hambatan glikolisis dan kerusakan sel langsung.

Pada anak anjing baru lahir yang hipoksia, tingkat pemanfaatan glukosa lokal meningkat dalam substansia nigra dan substansia alba, dan konsentrasi laktat otak meningkat 10x lipat, tapi aliran darah lokal pada otak meningkat secara signfikan hanya pada substansia nigra. Untuk kompensasi hiperemia selama hipoksia kapasitas terbatas pada substansia alba, menyebabkan kekurangan glukosa pada glikolisis untuk menghasilkan energi. Kekurangan ini dapat menyebabkan kerusakan pada substansia alba otak. Biasanya kelainan otak pada bayi terjadi pada substansia alba yang dalam sekitar ventrikel lateral, terutama terjadi pada bayi prematur yang meninggal dalam 3 bulan pertama kelahiran. Lesi ini disebut perinatal telencephalic leukoencephalopathy, terdiri dari astrosit yang hipertrofi dan sel glia yang rusak parah.

Aliran darah lokal pada otak dan penggunaan glukosa lokal pada otak telah diteliti pada anak anjing baru lahir yang normal dan hipoksia. Pada anak anjing baru lahir normal penggunaan glukosa lebih besar dalam nukleus batang otak bagian bawah substansia nigra dan semakin menurun pada rostra substansia nigra. Korteks serebral pada struktur substansia nigra memakai glukosa dalam jumlah sedikit, sedangkan substansia alba memakai glukosa jauh lebih sedikit daripada substansia nigra dan aliran darah lokal pada otak berkitan dengan banyaknya penggunaan glukosa.

Ketika iskemia terjadi bersamaan dengan hipoksia, asidosis otak meningkat akibat laktat jaringan yang tidak dapat hilang dan CO2 jaringan yang tidak cukup seimbang dengan bikarbonat. Kerusakan otak hipoksia iskemia diproduksi pada tikus baru lahir oleh kombinasi dari ligasi unilateral arteri karotis komunis diikuti oleh paparan oksigen 8%. Hal ini terutama mengakibatkan kerusakan korteks pada hewan dewasa, tetapi pada bayi baru lahir terjadi nekrotik di substansia alba.

Pengaruh Ketersediaan Glukosa


Percobaan pada bayi monyet, kucing dewasa, dan tikus baru lahir yang mengalami anoksia dan iskemia menunjukkan bahwa keparahan dan distribusi kerusakan otak secara langsung berkaitan dengan ketersediaan glukosa pada saat stres. Hewan diterapi dengan glukosa sebelum menderita iskemia menunjukkan peningkatan morbiditas neurologis dan meningkatkan kematian. Hasil yang tidak sesuai pada edema otak dan pada penurunan ikatan berenergi tinggi karena meningkatnya konsentrasi laktat otak. Pada kucing dewasa yang anoksia, kerusakan otak tertekan ketika diberikan infus glukosa 30 menit setelah episode anoksia.

Kebutuhan glukosa otak pada hewan yang tidak matur melebihi jumlah pasokan glukosa darah yang normal, percobaan pada hewan yang menderita anoksia dan iskemia membuktikan bahwa kadar glukosa darah yang tinggi bermanfaat pada otak anjing baru lahir yang mengalami hipoksia. Glukosa darah yang rendah menyebabkan daya tahan hidup berkurang pada tikus baru lahir dengan hipoksia, ini kemungkinan karena efek dari kardiovaskular. R.C. Vannucci, MD telah merumuskan bahwa terapi awal glukosa memperpanjang kelangsungan hidup dan membuat hidup lebih panjang serta menyebabkan otak lebih rentan terhadap kerusakan

Laporan penelitian tentang pengaruh kadar glukosa darah yang tinggi pada hipoksia dan iskemia tampak bertentangan, tetapi percobaan tidak sebanding dalam spesies, pematangan otak, atau mekanisme stress, tidak jelas cocok untuk manusia. Neonatus cukup bulan dengan asfiksia memiliki konsentrasi glukosa yang meningkat karena penyimpanan glikogen. Peningkatan glukosa darah secara langsung berkaitan dengan keparahan asfiksia yang dapat diukur dengan Apgar score, defisit dasar vena sentral, dan nilai laktat vena sentral. Neonatus yang prematur kurang dalam penyimpanan glikogen, hipoglikemia daripada hiperglikemia dalam merespons asfiksia.

PERCOBAAN NEUROPATOLOGI
Myers dan rekan-rekannya telah mencoba untuk mengulang kejadian asfiksia perinatal manusia pada monyet. Hal itu menunjukkan dua pola kerusakan otak yang berhubungan dengan asfiksia. Asfiksia total akut menyebabkan nekrosis neuron di nukleus batang otak, dan asfiksia parsial yang berkepanjangan menyebabkan nekrosis di hemisfer otak. Percobaan hewan ini telah terbukti berguna pada manusia.

Asfiksia Total Akut


Asfiksia total pada janin monyet cukup bulan terjadi pada lilitan tali pusat dan hambatan dalam menghirup udara. Monyet tersebut mati dalam 12 24 menit tanpa bantuan nafas segera. Kerusakan terjadi pada nukleus batang otak jika konsentrasi glukosa darah hewan rendah selama stres berlangsung, yang biasanya diakibatakan oleh 11 menit dari asfiksia total. Nukleus coliculus inferior adalah yang paling awal dan paling sering rusak. Kelainan dapat terlihat pada nukleus olivary superior, nukleus vestibular, nukleus gracilus dan cuneata, nukleus dari tractus descenden dari nervus trigeminal, nukleus ventral posterior dari thalamus, globus pallidus, putamen, dan sel-sel purkinje dari serebelum.

4 faktor yang dapat dikenali, yang melindungi otak monyet dari efek kerusakan asfiksia total yaitu: prematuritas, asupan makan maternal, ibu yang mendapat premedikasi anestesi barbiturat, dan hipotermi. 4 faktor ini mendukung hipotesis. Akumulasi asam laktat pada nukleus batang otak yang penting pada mekanisme nekrosis neuron yang disebabkan oleh asfiksia akut. Pada janin prematur dan cukup bulan cadangan karbohidrat rendah pada ibu yang kekurangan makanan. Anestesi barbiturat dan hipotermia memperlambat metabolism serebral dan dengan demikian mengurangi akumulasi asam laktat. Namun akumulasi asam laktat bukan merupakan penjelasan yang memuaskan untuk gangguan selektif dari nukleus batang otak pada asfiksia total akut.

Nukleus batang otak membutuhkan metabolisme yang cepat dari otak anak anjing baru lahir dan diharapkan mendapat jalur cepat oksigen dan glukosa. Selanjutnya jika kerusakan terbatas pada nukleus batang otak yaitu hasil perlukaan minimal dari akumulasi laktat otak, maka nukleus batang otak tidak akan terhindar ketika terjadi hemiparesis oleh asfiksia sebagian yang berkepanjangan. Anoksia dan bukan anoksia laktat merupakan faktor penting pada nekrosis neuronal pada batang otak. Anoksia dapat terjadi di dalam kandungan dan setelah lahir. Kejadian neuropatologi jarang dibagi dalam pola hemisfer atau kerusakan batang otak, biasanya dari keduanya. Janin dan neonatus yang mengalami asfiksia total akut yang lama biasanya mati karena kelainan sirkulasi pada periode perinatal, sedangkan yang lahir hidup mengalami ketidaksadaran dan memerlukan bantuan fungsi otak.

Asfiksia Parsial Yang Berkepanjangan


Pada model percobaan, sebagian dari asfiksia intrauterin pada monyet disebabkan oleh aorta abdominal maternal, induksi dari kontraksi rahim berat, hipotensi maternal dan stress psikologi maternal. Semua itu menyebabkan p yang cukup besar dalam aliran arteri tranplasenta untuk menyebabkan hipotesis janin dan hiperkapnia. Umumnya kerusakan otak tidak terjadi kecuali konsentrasi oksigen arteri berkurang sebesar 90% dan dipertahankan pada tingkat tersebut lebih dari 25 menit. Pada penemuan neuropatologis yang berkepanjangan, asfiksia parsial sangat serupa pada bayi monyet baru lahir cukup bulan dan pada manusia. Edema otak mempunyai cirri-ciri yang sama tapi edema yang menyebabkan nekrosis otak karena penurunan aliran darah otak atau hasil dari iskemia dan bekas nekrosis otak adalah persoalan yang dipertentangkan.

Edema yang paling awal muncul terbentuk di parasagital hemisfer serebral, dimulai dari daerah parasentral sampai pada posterior lobus parietal. Tanda yang sama dari edema pada asfiksia neonatus pada manusia diketahui dengan menggunakan technetium brain scanning,pada monyet area yang edema cenderung menempati lebih lateral dan posterior. Area yang telah sering terkena adalah parasagital korteks pada asfiksia partial yang berkepanjangan, biasanya dapat dijelaskan dengan hipotesis batas daerah (boundary-zone). Area parasagital adalah daerah yang paling dekat dari anterior, medial, dan posterior arteri selebral posterior. Ketika secara keseluruhan perfusi m , daerah yang terdekat yang paling dulu rusak. P perfusi pada daerah parasagital tidak dijelaskan secara keseluruhan, hipoksemia juga salah satu faktor yang penting, perbedaan aliran darah otak lokal antara area boundary-zone dengan daerah lain pada korteks selama hipotensi sistemik belum diteliti.

Selanjutnya, edema parasagital yang terdapat pada monyet disebabkan karena hipoksia ketika mempertahankan perfusi arteri. Pada situasi klinis, penurunan darah otak terjadi antara sebelum dan sesudah tertahannya sirkulasi. Periode ini menurunkan durasi aliran yang berkepanjangan. Menurunkan perfusi pada area boundary-zone dan menjadikannya lebih memungkinkan untuk kerusakan iskemik pada tempat arteri sentral. Semua area iskemik dan nekrosis dapat menjadi bagian edema dari hemisfer dan dapat menjadi kerusakan korteks fokal. Edema otak menjadi meluas dan tekanan intrakarnial meningkat ketika terjadi asfiksia, menghasilkan gyrus yang rata, herniasi uncus, pengerucutan serebellum dan penurunan perfusi otak secara keseluruhan.

Sindrom Klinis HIE


Meskipun episode singkat dari asfiksia partial umumnya dapat terjadi pada proses kelahiran normal, kerusakan otak akibat asfiksia relatif jarang. Contoh, kejadian celebral palsy pada neonatus cukup bulan dengan apgar score menit ke lima 0 -3 hanya 1% jika nilai menit ke sepuluh meningkat jadi 4 atau lebih tinggi. Neonatus dengan HIE ringan dapat sembuh sempurna. Neonatus dengan resiko kelainan neurologis mayor menunjukkan kekacauan pada banyak organ, fungsi otak tertekan saat lahir dapat berlangsung berhari-hari sampai berminggu-minggu dan pada banyak kasus terjadi kejang setelah lahir. Pada neonatus cukup bulan HIE dapat dibagi menjadi 3 tingkat keparahan menurut gejala klinisnya....

Ensefalopati Ringan
Pada neonatus dengan ensefalopati ringan, maksimal gejala terjadi selama 24 jam pertama setelah lahir dan kemudian menurun secara bertahap. Ketidaksadaran tidak terlalu menggangu kecuali pada periode yang singkat dari letargi segera setelah lahir. Karakteristik utama adalah gelisah, selalu waspada pada waktu berkepanjangan dari keadaan tidak sadar, sifat lekas marah, dan respon berlebihan pada perangsangan. Respon terhadap rangsangan frekuensi rendah, amplitudo tinggi getaran dari tubuh dan rahang. Ambang rendah untuk reflex Moro, tapi dapat terjadi kekurangan manipulasi eksternal yang nyata dan kejang yang salah.

Tonus otot normal ketika neonatus istirahat atau berhenti secara vertikal atau horizontal. Keterlambatan kepala ringan selama reaksi tarikan hanya dapat memperlihatkan gangguan pada tonus. Pergerakan spontan dan kekuatan ekstremitas normal. Refleks kekutan otot yang normal atau agak hiperaktif dan klonus pergelangan kaki yang terjadi dan sering berulang. Fontanel anterior masih lunak, fungi saraf otak normal dan tidak terjadi kejang.

EEG biasanya normal, tapi dapat memperlihatkan ketiadaan dari latar belakang yang berubah-ubah. P tegangan listrik tidak terjadi.

Sindrom klinis menunjukkan bahwa neonatus mengalami stres serebral tapi tidak sampai nekrosis serebral atau p tekanan intrakanial. Neonatus dengan HIE ringan dapat sembuh sempurna dan tidak ada resiko gangguan neurologis. Tidak terjadi gelisah yang berkembang jadi hiperaktifitas atau ensefalitis ringan mendahului ketidakmampuan belajar.

Ensefalopati Sedang
Neonatus dengan ensefalopati sedang mengalami kelemahan setidaknya 12 jam pertama setelah lahir. Usaha bergerak menyebabkan kegelisahan. Terdapat hipotoni saat istirahat, gerakan spontan ekstremitas berkurang, terjadi kelemahan diproksimal dimana otot bahu lebih lemah dari otot panggul, dihubungkan dengan edema yang terjadi di area parasagital korteks dan membutuhkan motorik yang menunjukkan penekanan otot ekstremitas.

Namun perbedaan kekuatan antara otot bahu dan otot panggul sulit dinilai, jadi neonatus biasanya mengalami hipotoni. Dalam aktifitas normal, periode antara 48 72 jam setelah kelahiran adalah waktu yang penting selama perbaikan atau perburukan ensefalopati. Pada neonatus yang mulai sembuh spontan terjadi peningkatan tonus dan tidak begitu gelisah lagi. Yang lain, ada perburukan yang disebabkan oleh beberapa kombinasi kejang, edema otak yang meluas, hiponatremia sekunder pada pengeluaran yang tidak tepat dari antidiuretik hormon dan hiperammonemia pada kerusakan hati hipoksia.

EEG biasanya abnormal dan dapat memperlihatkan ketiadaan latar belakang nyang berubah-ubah, aktifitas epileptiform, atau penurunan tegangan listrik, kertiadaan latar belakang yang berubah-ubah tidak melibatkan prognosis. Respon sensoris menimbulkan ketersediaan peralatan yang berguna untuk menentukan tingkatan kerusakan otak dan hasil akhir asfiksia neontus. Respon visual dapat memperlihatkan bukti yang lebih berguna pada neonatus kurang bulan. Radiasi visual tetap dibutuhkan pada kerusakan leukomalasia periventrikular dan respon auditorik batang otak pada neonatus cukup bulan. Semua neonatus cukup bulan yang menderita asfiksia yang mana amplitudo dari gelombang satu lebih dari amplitudo gelombang lima yang salah satunya mati atau memperlihatkan kerusakan neurologis.

Ensefalopati berat
Bayi baru lahir dengan ensefalopati berat mengalami penurunan kesadaran stupor atau koma segera setelah lahir. Pernafasan yang ireguler atau periodik, dan ventilasi mekanik diperlukan untuk memperpanjang hidup. Apnea dan kejang mulai selama 12 jam pertama setelah lahir dan menjadi tonik-klonik multifokal sebelum akhir hari pertama. Terjadi hipotonia berat. Bayi baru lahir terbaring tidak bergerak dengan kaki ekstensi dan abduksi seluruhnya, dan lengan tetap pada posisi jatuh. Ketika tenaga tarik diuji, tidak ada reflex genggaman tangan, tidak ada pergerakan fleksi kepala, dan tidak ada perlawanan tubuh. Reflex Moro, reflex tonik leher, reflex peregengan otot juga tidak ada.

Reflex pupil dan doll-eyes s biasanya normal, tapi kelumpuhan oculomotor mungkin ada. Reflex menghisap dan menelan mungkin tidak ada, tapi menghisap dan mengunyah dapat terjadi sebagai manifestasi kejang. Antara 12 24 jam setelah lahir beberapa perbaikan dicatat. Stimulasi pada saat ini menimbulkan respon kegelisahan. Kebanyakan anak-anak tetap dalam keadaan stupor. Frekuensi dan keparahan kejang meningkat, kadang-kadang dapat mempercepat status epileptikus. EEG terlihat nyata tersembunyi atau memperlihatkan pola yang tersembunyi.

Semua kemunduran kondisi pada neonatus dengan disfungi batang otak mempunyai ciri-ciri yang menonjol, terjadi selama 24 72 jam setelah lahir, termasuk koma, kehilangan akomodasi pupil dan reflex vestibuloocular, dan penghentian pernafasan. Ubun-ubun menonjol dan pada pemeriksaan setelah kematian memperlihatkan edema otak yang massif dan herniasi transtentorial. Neonatus yang selamat tetap pada keadaan stupor dalam beberapa minggu walaupun kejang makin berkurang dan biasanya berhenti pada akhir minggu pertama. Kegelisahan biasanya bersamaan dengan peningkatan kejang secara perlahan. Beberapa neonatus yang hidup dengan ensefalopati akut dapat meninggal selama kanak-kanak. Bayi yang masih hidup menderita gangguan neurologis yang berat.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan langsung dari neonatus yang asfiksia dengan dan tanpa ensefalopati, membutuhkan perhatian untuk gangguan pada banyak sistem organ. Setelah memperbaiki gangguan metabolik sistemik, edema serebral dan kejang adalah suatu ciri khas dari ensefalopati yang membutuhkan penanganan yang spesifik. Neonatus dengan HIE ringan mungkin bisa sembuh tanpa pengobatan, ensefalopati dapat sembuh spontan. Pada neonatus dengan HIE berat, kebanyakan dari kerusakan otak terjadi intra partum, dan nilai intervensi post partum mungkin terbatas. Pada neonatus dengan HIE sedang, dampaknya masih belum diputuskan, terapi intervensi mungkin sangat berguna.

Pengobatan edema serebral segera atau efek yang lama pada neonatus dengan HIE diuji secara prospektif, double-blind, studi kontrol diperlukan dengan pemantauan yang lama dan cukup. Yang terpenting pada edema serebral dalam perubahan kerusakan otak dari HIE masih diperdebatkan, tetapi bahkan jika itu adalah fenomena sekunder, edema dapat memperburuk nekrosis jaringan yang merusak pembuluh darah kecil. Dapat dilakukan upaya untuk mengurangi edema serebral, kombinasi dari restriksi cairan, diuretik, hipertonik osmotik agen, dan kortikosteroid dapat disarankan untuk terapi. Restriksi cairan tidak hanya mengatasi edema serebral tapi juga mengatasi sekresi yang tidak sesuai dari hormon antidiuretik yang kadang menyertai HIE. Hipertonik osmotik agen tidak banyak digunakan, disamping terdapat manfaat yang potensial dan tidak menimbulkan dampak yang nyata ketika menggunakan dosis yang tepat.

Manitol berefek dalam 15 menit dan efeknya berkurang dalam 5 jam. Dosis intravena 0,25g/kgBB dapat diulang setiap 6 jam selama hari pertama, tanpa efek samping yang merugikan. Hanya ada satu laporan yang menjelaskan pengunaan manitol pada neonatus cukup bulan yang asfiksia. Tidak ada grup kontrol yang digunakan untuk membandingkan antara neonatus yang sudah diterapi pada umur sebelum dan sesudah 2 jam. Grup yang diterapi saat awal lebih baik dari pada grup yang terlambat diterapi, tetapi kesimpulan dari penggunaan manitol dalam penelitian pada neonatus dibagi atas yang diterapi dan grup kontrol dan kemudian ditentukan tingkat keparahan dari ensefalopati.

Penggunaan kortikosteroid dapat dibandingkan pada teori dan prakteknya. Pada teorinya kortikosteroid lebih berguna untuk edema vasogenik dari pada sitotoksik, dan edema pada HIE biasanya sitotoksik. Pada prakteknya efek maksimal antiedema pada kortikosteroid dapat terlambat 2 sampai 3 hari. Meskipun tidak ada data yang merekomendasikan kortikosteroid, efeknya pada HIE tidak pernah dicoba. Pada neonatus yang kejang, dokter cenderung memperhatikan gula darah terlebih dahulu dan diperlukan cek gula darah. Hati-hati terhadap beban glukosa yang berlebihan. Meskipun pada anoksia otak neonatus ditemukan manfaat relatif dari hipoglikemia dan hiperglikemia yang tidak cocok pada model percobaan, normoglikemia terlihat sebagai tujuan fisiologik yang tepat.

Dalam memilih obat anti kejang, meskipun keduanya bermanfaat, fenitoin lebih dipilih dari pada fenobarbital karena tidak sedatif, fenobarbital umumnya lebih banyak dipilih. Efek terapeutik didapatkan dengan dosis tunggal 20 mg/kgBB infus intravena selama 8 menit. Rasio plasma otak pada fenitoin lebih tinggi dari pada fenobarbital, dan fenitoin mencapai konsentrasi yang tinggi pada substansia nigra. Setelah pengisian inisial, terapi maintenance diberikan secara intravena sebanyak 5 mg/kgBB/hari. Waktu paruh fenobarbital pada neonatus lebih dari 100 jam selama minggu pertama, dan penggunaan berkepanjangan dapat menyebabkan intoksikasi. Neonatus dan bayi tidak bagus dalam mengarbsorbsi fenitoin oral, fenitoin intramuskular tidak cukup diabsorbsi pada semua umur. Oleh sebab itu, hanya injeksi intravena yang merupakan pemberian yang efektif pada neonatus.

Pada beberapa neonatus dengan HIE berat, kejang dapat tidak terkontrol walaupun dengan terapi yang optimal. Pemberian selingan diazepam dan/atau paraldehyde dapat ditambahkan pada terapi fenitoin atau fenobarbital. Namun, mungkin bukan pilihan tepat untuk memberikan terapi polifarmasi anti kejang untuk mengontrol kejang. Jika pertukaran udara bagus, kejang yang intermittent mungkin kurang berbahaya dari pada toksisitas obat. Sulit untuk mengontrol neonatus yang mengalami kejang yang cenderung berdampak buruk, seperti kejang yang tidak terkontrol sebagai manifestasi dari ensefalopati berat.

Pada kebanyakan neonatus dengan HIE, kejang spontan berhenti selama 3 sampai 10 hari, dan terapi anti kejang harus dihentikan setelah 1 minggu kontrol. Kejadian epilepsi pada bayi yang memiliki riwayat kejang sekunder saat neonatus dengan asfiksia perinatal tidak diketahui, kemungkinan sebanyak 20% sampai 40%. Tidak ada bukti bahwa terapi yang diteruskan dapat mencegah epilepsi, dan epilepsi yang terjadi setelahnya dapat di terapi pada waktu itu.

You might also like