You are on page 1of 5

HASIL PENELITIAN

Risiko Partus Prematurus Iminen pada Kehamilan dengan Infeksi Saluran Kemih
I Nyoman Nuada*, Made Kornia Karkata*, Ketut Suastika**
*Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Udaya / Rumah Sakit Sanglah Denpasar **Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udaya / Rumah Sakit Sanglah Denpasar

ABSTRAK Tujuan : Mengetahui besarnya risiko partus prematurus iminen pada wanita hamil dengan infeksi saluran kemih. Bahan dan Cara : Studi kasus-kontrol yang dilakukan di Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RS Sanglah Denpasar. Dari 50 sampel yang memenuhi kriteria, 25 sampel masuk dalam kelompok kasus (partus prematurus iminen) dan 25 sampel masuk dalam kelompok kontrol (hamil aterm yang tidak inpartu). Sampel diambil di Kamar Bersalin dan di Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Pada kedua kelompok dilakukan pengambilan urine porsi tengah, kemudian dikerjakan kultur urin dan test sensitivitas. Hasil : Infeksi saluran kemih (ISK) didapatkan pada 20% kelompok kasus dan pada 12% kelompok kontrol. Kejadian ISK di kelompok kasus lebih tinggi daripada di kelompok kontrol dengan Rasio Odds 1,83; tetapi perbedaan ini tidak bermakna (2 = 0,595 dan p = 0,702). Pada pemeriksaan bakteriologis didapatkan kuman yang terbanyak ditemukan adalah E. coli yang sensitif terhadap amoksisilin, mesilinam, Baktrim, siprofloksasin dan fleroksasin. Simpulan : Risiko partus prematurus iminen pada wanita hamil dengan ISK 1,83 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak menderita ISK. Kata Kunci : Infeksi saluran kemih, partus prematurus iminen, pola kuman.

PENDAHULUAN Persalinan preterm masih merupakan masalah penting dalam obstetri khususnya di bidang perinatologi, karena baik di negara berkembang maupun negara maju penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus terbanyak adalah bayi yang lahir preterm. Kira-kira 75% kematian neonatus berasal dari bayi yang lahir preterm.1 26 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004

Angka kejadian persalinan preterm sangat bervariasi. Di Amerika Serikat (1981-1989) sekitar 9-11%.2 Di Kalifornia (1996) sekitar 7,4%.3 Di Indonesia berkisar antara 10-20%4 dan di RS Sanglah (1996) sebesar 7,44%.5 Ardhana (1999) di RS Sanglah mendapatkan angka kejadian persalinan preterm 431 dari 4.984 persalinan (8,65%).6

Penyebab persalinan preterm adalah multifaktorial; beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :7 Infeksi : Korioamnionitis. Infeksi traktus urogenitalis. Kelainan rahim: Uterus septus, Uterus subseptus, Uterus bikornu. Serviks inkompetens, riwayat konisasi. Stres atau hipoksia janin Endokrinopati idiopatik Sedangkan faktor risiko persalinan preterm adalah riwayat persalinan preterm sebelumnya, riwayat memakai obat diethylstilbestrol, abortus pada trimester II, riwayat penyakit hubungan seksual; dan pada kehamilan sekarang didapatkan keadaan seperti berikut; hamil ganda, perdarahan setelah trimester I, merokok 10 batang atau lebih perhari, ada infeksi saluran kemih, anemia (hematokrit < 34%), ada pembukaan serviks sebelum umur kehamilan 32 minggu (pembukaan serviks > 1 cm dan pendataran serviks < 1 cm.8 Infeksi saluran kemih (ISK) sering terjadi pada wanita hamil.9 Bila tidak ditangani dengan baik bisa menjadi penyulit terhadap kehamilan, terjadi abortus atau partus prematurus iminen. Banyak wanita dengan ISK tidak merasakan adanya keluhan atau tidak ada gejala. Infeksi baru terdeteksi setelah terlihat adanya bakteri pada pemeriksaaan urine. Keadaan ini disebut bakteriuria asimptomatik.10 Angka kejadian infeksi saluran kemih (ISK) dengan koloni bakteri lebih dari 100.000/ml urine pada wanita hamil baik dengan gejala maupun tanpa gejala (asimptomatik) sekitar 712%.9 Hubungan antara ISK asimptomatik dengan persalinan preterm telah diperdebatkan, tetapi telah terdapat cukup bukti yang menyokong adanya hubungan tersebut.1 Bila wanita hamil dengan ISK, khususnya yang asimptomatik tidak mendapat terapi antibiotika, 30-50% akan berkembang menjadi pielonefritis.6,11 Pielonefritis telah diketahui merupakan penyebab persalinan preterm karena adanya endotoksin yang merangsang produksi prostaglandin sehingga menyebabkan terjadinya kontraksi miometrium dan juga oleh karena ada respon infeksi yang mengakibatkan kerusakan struktur uterus dan pembuluh darah plasenta.12 Kass mendapatkan angka kejadian partus prematurus 27% pada wanita hamil dengan ISK yang tidak mendapat terapi antibiotika dan hanya 7% dari 84 wanita hamil dengan ISK yang mendapat terapi antibiotika.13 Oleh karena itu penting sekali mengadakan skrining infeksi saluran kemih pada wanita hamil dan memberi terapi antibiotika apabila ditemukan ISK.9 Penyebab pasti partus prematurus sampai saat ini belum jelas diketahui. Infeksi saluran kemih merupakan salah satu faktor risiko yang telah banyak diteliti. Data bakteriologis dan test kepekaan kuman sebagai dasar terapi rasional sampai saat ini masih sangat terbatas. BAHAN DAN CARA KERJA Rancangan penelitian ini adalah studi kasus-kontrol. Berdasarkan perhitungan statistik diperlukan 50 pasien sebagai sampel penelitian (25 wanita hamil yang mengalami partus prematurus iminen sebagai kasus dan 25 wanita hamil aterm

yang tidak inpartu sebagai kontrol). Terhadap subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pengambilan urine porsi tengah dan kemudian dilakukan kultur urine dan test sensitivitas di Lab Mikrobiologi FK UNUD. Data disajikan dalam bentuk tabel dan dilakukan uji chi-square. HASIL DAN DISKUSI Pada penelitian ini berhasil dikumpulkan sebanyak 50 sampel yang memenuhi kriteria dan setuju untuk ikut dalam penelitian ini. Dari 50 sampel tersebut, 25 sampel termasuk kelompok kasus (partus prematurus iminen), sedangkan 25 sampel sisanya merupakan kelompok kontrol (hamil aterm yang tidak inpartu). Diagnosis infeksi saluran kemih (ISK) pada penelitian ini didasarkan atas ditemukannya koloni kuman 100 000 per ml dari urine porsi tengah. Terhadap seluruh sampel kedua kelompok dilakukan kultur urine, hitung koloni serta tes kepekaan mikroorganisme terhadap beberapa antibiotika. Sebelum analisis statistik terhadap hasil penelitian, pada beberapa variabel dilakukan uji komparabilitas (Tabel 1).
Tabel 1. Uji Chi-Square beberapa variabel pada kelompok kasus dan kontrol Variabel N 1. Umur Ibu : < 20 tahun 20 35 tahun Paritas : Nullipara Multipara 3. Leukosit darah Leukosit 15.000 Leukosit < 15.000 1. 4 21 23 2 3 22 Subyek Penelitian Kasus Kontrol (PPI) (Bukan PPI) % 16,0 84,0 92,0 8,0 12,0 88,0 N 0 25 17 8 0 25 % 0 100 68,0 32,0 0 100,0 4,348 *) 0,110 *) 0,074 *) 0,235 2 P

4,500 3,191

Keterangan : *) Fisher`s Exact Test

Pada Tabel 1 tampak bahwa variabel umur dan paritas antara kedua kelompok berbeda tidak bermakna sehingga dapat diperbandingkan (masing-masing 2 =4.348 dan p = 0,110, 2 = 4.500 dan p = 0,074). Demikian pula tampak bahwa variabel leukosit darah pada kedua kelompok berbeda tidak bermakna (2 = 3,191, p=0,235 ). Kejadian ISK pada kedua kelompok dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan ISK dengan partus prematurus iminen Subyek Penelitian Kasus Kontrol 5 3 20 22 25 25 Total 8 42 50

ISK NON ISK TOTAL

Keterangan: 2 = 0,595, P = 0,702, OR = 1,83

Di kelompok kasus didapatkan 5 kasus (20%) ISK dari 25 jumlah sampel yang diperiksa. Sedangkan di kelompok kontrol didapatkan 3 kasus (12%) ISK dari 25 sampel yang.diperiksa. Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 27

Secara keseluruhan didapatkan 8 kasus (16%) yang menderita ISK. Tampak bahwa proporsi ISK di kelompok kasus lebih besar dari di kelompok kontrol; perbedaannya secara statistik tidak bermakna (2 = 0,595, P = 0,702; OR=1,83, 95% CI: 0,387-8,674). Angka kejadian ISK yang berhubungan dengan kasuskasus kebidanan khususnya persalinan preterm sangat bervariasi pada beberapa penelitian; berkisar antara 3-10%, namun penelitian di RSCM (1999) menunjukkan infeksi serviks, vagina yang disertai ISK 40,74% menimbulkan ancaman persalinan preterm. Beberapa variabel yang diduga berhubungan dengan variasi angka kejadian ini antara lain faktor ras, paritas dan sosial ekonomi. Penelitian lain mendapatkan insiden kelahiran preterm dengan ISK sekitar 9%, sedangkan pada kelompok kontrol hanya sekitar 5%. Barangkali batasan-batasan diagnosis dan teknis pemeriksaan juga berpengaruh pada variasi angka kejadian ini. Dengan metode pemeriksaan sederhana yaitu pemeriksaan uji celup LEA di RSCM (1996) didapatkan angka kejadian ISK sebesar 7%. Dikatakan tehnik pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas 86%, akan tetapi metode pemeriksaan ini bukan merupakan metode pemeriksaan standar.14,15,16 Pada penelitian ini didapatkan angka kejadian ISK sebesar 16%. Angka kejadian ISK pada wanita hamil dengan PPI sebesar 20%, sedangkan di kelompok kontrol sebesar 12%. Dibandingkan dengan beberapa penelitian di atas, maka angka kejadian ISK pada penelitian ini cukup besar. Jika benar faktor ras dan sosial ekonomi berpengaruh terhadap kejadian ISK, maka data tentang hal ini dapat berguna. Sayang tidak pernah disajikan ras mana saja yang mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya ISK. Millar LK mendapatkan angka kejadian ISK pada penduduk miskin meningkat secara nyata.17 Rasio Odds Rasio Odds dihitung untuk mengetahui peranan ISK terhadap perbedaan risiko partus prematurus iminen. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan paparan ISK antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Pada kelompok kasus didapatkan paparan ISK lebih tinggi (5 ISK positif : 20 ISK negatif) dibandingkan kelompok kontrol (3 ISK positif : 22 ISK negatif). Rasio Odds pada penelitian ini sebesar 1,83 dengan Confidence Interval 95%. Dengan demikian pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa risiko partus prematurus iminen pada wanita hamil dengan ISK 1,83 kali dibandingkan dengan wanita hamil tanpa ISK. Noroyono Wibowo menyatakan bahwa bakteriuria asimptomatik setidaknya dapat meningkatkan risiko persalinan preterm dua kali lipat. Yanto Kusnawara (RS Kariadi Semarang, 2001) juga mendapatkan ISK pada ibu hamil yang mengalami persalinan preterm hampir dua kali lipat daripada kelompok kontrol (27,6% vs. 14,5%). Penelitian di Bandung (2002) bahkan mendapatkan risiko kejadian yang jauh lebih tinggi dengan Rasio Odds sebesar 11,36.15 Pada penelitian ini didapatkan risiko persalinan preterm pada wanita hamil dengan ISK mendekati 2 kali lipat (Rasio Odds 1,83). 28 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004

Disayangkan data beberapa penelitian hubungan ISK dengan persalinan preterm masih menjadi perdebatan. Hal ini didasarkan atas fakta penelitian bahwa tidak terjadi penurunan kejadian persalinan preterm pada penderita hamil dengan ISK yang diterapi antibiotika. Tetapi meta-analisis terakhir menunjukkan ada hubungan antara ISK yang tidak diobati dengan tingginya angka kejadian persalinan preterm.16 Population Attributable Risk (PAR) Pada penelitian ini didapatkan proporsi paparan ISK pada kasus maupun kontrol sebesar 16% dan rasio odds sebesar 1,83. Dari angka-angka tersebut PAR dapat dihitung dan besarnya adalah 11,7%. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pencegahan terhadap paparan infeksi saluran kemih dapat menurunkan risiko partus prematurus iminen sebanyak 11,7%. Luaran Tambahan Pada penelitian ini dianalisis juga beberapa variabel yang berhubungan dengan kejadian ISK, hubungan antara leukosituria dengan partus prematurus iminen, hubungan ISK dengan kegagalan perawatan konservatif serta pola mikroorganisme dan tes resistensi kuman pada kelompok kasus dan kontrol yang positif ISK. Diantara beberapa variabel tersebut hubungan antara leukosituria dengan partus prematurus iminen mempunyai hubungan yang bermakna (Tabel 3).
Tabel 3. Hubungan antara leukosituria dengan partus prematurus iminen Kadar leukosit Urine Leukosit 5/ lpb Leukosit < 5/ lpb Total Subyek Penelitian Kasus Kontrol (PPI) (Bukan PPI) N % N % 10 40,0 2 8,0 15 25 60,0 100,0 23 25 92.0 100,0 2 P

7,018

*) 0,018

Keterangan : *) Fisher`s Exact test.

Wanita hamil diyakini merupakan kelompok yang harus menjalani skrining terhadap ISK dan diterapi bila ditemukan. Hal ini untuk mencegah komplikasi baik maternal maupun fetal; di antaranya pyelonefritis yang mencapai 30%, persalinan preterm serta abortus atau fetal loss lainnya.18 Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara leukosituria dengan PPI (2 = 7,018, p = 0,018, OR = 7,67 ; 95% CI : 1,470-39,987). Wanita hamil dengan leukosit urine 5/ lpb berisiko PPI 7,67 kali lebih besar bila dibandingkan dengan wanita hamil dengan leukosit urine < 5/lpb. Pemeriksaan urinalisis dengan leukosit sedimen 5 /lpb mempunyai hubungan bermakna dengan hasil kultur urine; pada leukosit sedimen 5 /lpb kemungkinan kultur urine positif (menderita ISK) 8,3 kali lebih besar dibandingkan dengan leukosit sedimen < 5/lpb.

Tabel 4. Hubungan antara leukosituria dengan hasil kultur urine Leukosituria 5 /LPB < 5 /LPB Jumlah Keterangan: 2 =7.739 Kultur urine Positif Negatif 5 7 3 35 8 42 OR = 8,3 p = 0,014 Jumlah 12 38 50

Pada Tabel 4 terlihat antara leukosituria dengan hasil kultur urine terdapat hubungan yang bermakna (p= 0,014); nilai diagnostik leukosituria dalam menentukan adanya ISK mempunyai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 62,5% dan 83%. Dwi Lingga dalam penelitiannya tentang nilai diagnostik urinalisis pada penderita ISK juga mendapatkan hubungan yang bermakna antara hasil kultur urine dengan leukosit sedimen 5 /lpb dengan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 98,48% dan 33,3%. Dengan peningkatan jumlah leukosit dapat mengarahkan diagnosis ISK, tetapi harus dikonfirmasi dengan biakan urine. Adanya leukosituria tidak memastikan adanya ISK dan tidak adanya leukosituria tidak memastikan bahwa tidak ada ISK19,20. E. coli merupakan mikroorganisme yang paling sering ditemukan pada kultur urine (Tabel 5 dan 6). Test resistensi kuman menunjukkan sebagian besar sensitif terhadap antibiotika ; amoksisilin, mesilinam Baktrim, fleroksasin dan siprofloksasin.
Tabel 5. Pola mikroorganisme dan tes resistensi kuman pada kelompok kasus No 1 2 Jenis Mikroorganis me E. coli Proteus morgagni E. coli Proteus morgagni Stafilokokus N 2 1 % 40 20 Test Resistensi Siprofloksasin, Klorampenikol, Fleroksasin, Baktrim, Mesilinam. Baktrim, Negram, Amoksisilin, Siprofloksasin, Mesilinam, Klorampenikol, Fleroksasin. Siproploksasin, Klorampenikol, Fleroksasin Baktrim, Amoksisilin, Augmentin, Siprofloksasin, Klorampenikol, Fleroksasin.

1998) mendapatkan angka kejadian ISK pada wanita hamil sebesar 24% dan kuman dari isolat urin yang tersering adalah Pseudomonas (50%), diikuti Paracolon (25%), Proteus (16,7%) dan Enterobacter (8,3%).22 Yang tidak kalah pentingnya adalah data hasil tes kepekaan kuman. Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa baik pada kasus maupun kontrol sebagian besar mikroorganisme yang ditemukan sensitif terhadap Baktrim, siprofloksasin dan fleroksasin. Data ini sangat penting untuk rasionalitas terapi. Kami berasumsi bahwa secara bakteriologis pola kuman ISK wanita hamil sama dengan pada ISK wanita tidak hamil. Kehamilan hanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko ISK dan memperburuk perjalanan penyakitnya. Lebih dari 95% ISK terjadi secara ascending dan E. coli merupakan kuman yang paling sering ditemukan; beberapa kuman yang lain adalah Proteus dan Klebsiella. Data pola kuman pada pemeriksaan isolat urin menunjukkan bahwa E. coli menempati urutan pertama.18 Resistantie N dan Effendi JS (Bandung) menemukan E. coli merupakan yang terbanyak (47%) pada pemeriksaan bakteriuria asimptomatik diikuti oleh Klebsiela pneumoniae (33%), Pseudomonas cepacia (17%) dan Mikrokokus (3%).15 Pada penelitian ini di kelompok kasus E. coli merupakan kuman yang paling sering ditemukan (40%) (Tabel 5). Datadi atas memperlihatkan bahwa pola kuman di setiap daerah atau rumah sakit tidak sama. Pada setiap wanita hamil dengan ISK disarankan untuk diberi antibiotika yang sesuai dengan mempertimbangkan segi keamanannya baik bagi ibu maupun janin. SIMPULAN DAN SARAN Angka kejadian ISK pada partus prematurus iminen adalah 5/25 (20%) lebih besar dibandingkan dengan angka kejadian ISK pada kehamilan aterm 3/25 (12%) ; perbedaan ini tidak bermakna (p = 0,702). Partus prematurus iminen lebih sering terjadi pada wanita hamil dengan ISK (Rasio Odds = 1,83 dan CI : 0,387-8.674). Pencegahan terhadap paparan infeksi saluran kemih dapat menurunkan risiko partus prematurus iminen sebanyak 11,7%. Mikroorganisme yang paling sering ditemukan pada wanita hamil dengan infeksi saluran kemih adalah Escherichia coli dan sensitif terhadap amoksisilin, mesilinam, Baktrim, siprofloksasin dan fleroksasin. Pada penelitian ini semua penderita ISK asimptomatik, oleh karena itu untuk menurunkan risiko persalinan preterm akibat ISK, disarankan skrining rutin ISK pada setiap wanita hamil.

3 4

1 1

20 20

Tabel 6. Pola mikroorganisme dan tes resistensi kuman pada kelompok kontrol No Jenis N % Test Resistensi Mikroorganis me 1 E. coli 1 33,3 Baktrim, Fleroksasin, Enterobacter Siprofloksasin. cloacae 2 Stafilokokus 1 33,3 Baktrim, Fleroksasin, Siprofloksasin. 3 Citrobacter 1 33,3 Baktrim, Negram, diversus Siprofloksasin, Mesilinam, Klorampenikol, Fleroksasin, Metisilin.

KEPUSTAKAAN 1. 2. 3. Godwin T M. Preterm labor : background and prevention. In : Mishell Dr Bremen PF, (eds). Management of common problem in obstetric and gynecology 3th edition. Blackwell scientific publications. 1994; 97-107. Creasy RK. Preterm birth prevention: where are we. Am. J. Obstet Gynecol. 1993; 168: 1223-30. Greenhagen JB et al, Value of fetal fibronectin as a predictor of preterm delivery for a low-risk population. Am J. Obstet Gynecol 1996; 175:10546.

Banyak referensi yang menunjukkan hubungan antara ISK dengan persalinan preterm, namun sangat sedikit data studi tentang pola kuman pada wanita hamil dengan bakteriuria. Watumbara IG, Wagey F, Warouw N N. (RSUP Manado,

Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004 29

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Krisnadi SR. Program pencegahan persalinan prematur dalam Kumpulan makalah POGI cabang Bandung pada Pertemuan Ilmiah Tahunan XII Palembang, 2001; 36-43. Sudira N. Pencegahan partus prematurus.Dibacakan pada Seminar meningkatkan kualitas anak dalam era globalisasi. IDAI cabang Bali 1997. Ardhana I K, Suwardewa TGA, Widarsa KT. Perbandingan efektifitas magnesium sulfat dan ritodrine untuk menghambat proses persalinan prematur di RSUP Sanglah Denpasar. 1999, Tesis. McDonald HM et al. Prenatal microbiological risk factor associated with preterm birth Br. J. Obstet Gynecol. 1992; 99: 190-6. Iams J D. Prematurity : prevention and treatment. In : Queenan JT (eds). Management of high risk pregnancy. Boston:Blackwell Scient. Publ. 1994; 464-75 Cuningham FG. Urinary tract infections complicating pregnancy. Bailliers clin obstet gynaecol. 1, 1994; 891-909. Chamberlain G. dan Dewhurst SJ, alih Bahasa Maulany RF. Masalah traktus urinarius dalam kebidanan dalam: (eds). Ronardy DH. Obstetri dan Ginekologi praktis edisi kedua. 1994; 217-223. Spellacy WN. Urinary tract infection. In : High risk pregnancy third edition, 1994; 408-10 Fard S, and fenner D E. Urinary tract infctions. In : Clinical obstetrics and gynecology. 41, 1998; 744-54. Wibowo P. Infeksi intra amnion sebagai penyebab persalinan prematur. Lab/SMF obstetri ginekologi RSUD DR. Soetomo/FK UNAIR Surabaya 1994.

14. Noroyono W. Risiko dan pencegahan kelahiran prematur. Dalam : Rulina S, Hans EM, Pustika A, Dyani K. (eds). Naskah lengkap pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu kesehatan anak XXXVIII. 1997; 1-9. 15. Resistantie N, Effendi JS. Bakteriuria asimptomatis sebagai faktor risiko pada persalinan preterm di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung. 2002 16. Yost NP, Cox SM. Infection and preterm labor. In : Blanco JD, Keye WR. Clinical obstetric and gynecology. 43, 2000; 759-67. 17. Millar LK. Urinary tract infections complicating pregnancy. In : Mishell DR, Brenner PF. Eds.Management of common problems in obstetric and gynecology 3th edition, blackwell scientific publications 1994; 57-61. 18. Rubin RH, Cotran RS, Tolkoff NE. Urinary tract infection, pyelonephritis, and reflux nephropathy. In : Brenner MB eds. The kidney. 5th edition. WB Saunders Company. 1996; 1597-641. 19. Montessori SM. Bakteriuria asimptomatik pada kehamilan. Lab/SMF 0bstetri dan ginekologi FK UNUD/RSUP Denpasar, 1992. 20. Yogiantoro M. Pengelolaan penderita dengan infeksi traktus urinarius. Dalam : simposium antibiotika ikatan ahli farmakologi Indonesia cabang Surabaya, 1997; 39-49. 21. Abadi A. Kontroversi dalam pengelolaan persalinan kurang bulan. Dalam : Tarjoto BH, Kosim M S, Deliana E, Muarif YS. eds. Naskah lengkap kongres nasional VII perkumpulan perinatologi indonesia dan simposium internasional, 2001; 29-45. 22. Watumbara I G, Wagey F, Warouw N N. Bakteriuria asimptomatik pada wanita hamil. Bag/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNSRAT/RSUP Manado, 1998.

A fool may make money, but it takes a wise man to spend it.

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 145, 2004

You might also like