You are on page 1of 7

KENAKALAN REMAJA (JUVENILE DELINQUENCY) Pengertian Remaja Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukan masa remaja,

antara lain: Puberteit, adolescentian dan pubescence. Sedangkan dalam istilah Indonesia sering pula dikatakan pubertas atau remaja. Peristilahan tersebut dikemukakan oleh Ny. Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa (1986 : 45), yaitu : Puberty (Inggris) atau puberteit (Belanda) yang berasal dari bahasa latin pubertas yang berarti kelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda-tanda kelaki-lakian. Adolescentia yang berasal dari bahasa latin adulescentia yang dimaksudkan masa muda, yakni yang berumur antara 17 dan 30 tahun. Pubescente yang berasal dari kata pubis. Dengan istilah pubescente maka yang lebih menonjol adalah tumbuhnya, bulu rambut pada daerah kemaluan. Penggunaan istilah ini lebih terbatas dan menunjukan tercapainya kematangan seksual. Dalam kamus bahasa Indonesia pubertas yang berasal dari bahasa Belanda puberteit diartikan sebagai masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. (Drs.Yulius S. dkk, 1984 : 192). Pengertian yang serupa juga dikemukakan oleh Y. Bambang Mulyono (1984 16), Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa dan merupakan perpanjangan dari masa, kanak-kanak sebelum mencapai dewasa. Remaja adalah masa dimana ia beralih dari hidup yang penuh kebergantungan kepada orang lain, kepada masa yang harus melepaskan diri dari kebergantungan itu, serta memikul tanggung jawab sendiri, yaitu masa beralih dari masa kanak-kanak menuju dewasa. (Zakiah Darajat, 1978 : 34). Dalam buku yang berbeda, Zakiah Darajat (1977 : 109), mengemukakan : "Jika kita tinjau dari segi psikologi, maka batas usia remaja lebih banyak bergantung kepada keadaan masyarakat dimana remaja itu hidup. Yang dapat ditentukan dengan pasti adalah permulaannnya, yaitu puber pertama atau mulainya perubahan jasmani dari anakanak menjadi dewasa, kira-kira umur akhir 12 tahun atau permulaan 13 tahun tetapi akhir remaja itu tidak sama. Remaja adalah suatu tingkat umur, dimana anak-anak tidak lagi anak, akan tetapi belum dapat dipandang dewasa. Jadi adalah umur menjembatani antar umur anak dan umur dewasa. (Zakiyah Darajat, 1975 : 28 ) Mengenai ketentuan umur remaja, H. M. Arifin (1976 : 74), menjelaskan : Batas usia bawah 13 tahun, batas usia atas 17 tahun. Prilaku yang nakal dilakukan oleh usia 18 tahun termasuk kejahatan. Untuk mengambil sebagai patokan batas umur, yaitu tanda-tanda fisik yang menunjukan kematangan seksual dengan timbulnya gejala-gejala biologis. (Ny. Singgih G. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, 1976 : 7) Kendatipun bermacam-macam umur yang ditentukan sebagai batas umur yang menentukan masa remaja, namun pada umumnya para ahli mengambil patokan kurang lebih antara 1321 tahun adalah umur remaja, sedang yang khusus mengenai perkembangan jiwa agama dapat diperpanjang menjadi 1324 tahun. (Zakiah Darajat, 1976-89). Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut diatas, penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan masa remaja adalah suatu masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Adapun adanya perkembangan fisik A.

biologis adalah menandakan bahwa masa remaja sudah dapat melepaskan ketergantungan dirinya kepada orang tua. Adapun dalam batas umur walaupun tidak persis sama para ahli menjelaskan tentang dimulainya masa remaja, dan kapan berakhirnya, tetapi tidak menunjukan perbedaan yang mencolok. Kemudian untuk batas usia yang hampir disepakati oleh para ahli adalah antara umur 13-21 tahun. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja Kenakalan remaja atau delinquensi anak-anak yang merupakan istilah lain dari juvenile delinquency, adalah salah satu problem lama yang senantiasa muncul ditengahtengah masyarakat. Masalah tersebut hidup, berkembang dan membawa akibat tersendiri sepanjang masa, sesuai kelompok manusia terbentuk. Delinquensi anak-anak sebagai salah satu problem sosial sangat mengganggu keharmonisan, juga keutuhan segala nilai dan kebutuhan dasar kehidupan sosial. Dalam kenyataannya delinquensi anak-anak atau kenakalan remaja merusak nilai-nilai moral, nilai-nilai susila, nilai-nilai luhur agama dan beberapa aspek pokok yang terkandung didalamnya serta norma-norma hukum yang hidup dan bertumbuh didalamnya baik hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Disamping nilai-nilai dasar kehidupan sosial, juga kebutuhan dasar kehidupan sosial tidak luput gangguan delinquensi anak-anak. Secara materil, masyarakat maupun perseorangan kerap kali terpaksa harus menerima beban kerugian. Hal ini seiring dengan hal-hal yang immaterial, masyarakat maupun perseorangan merasa tidak aman ketentraman hidup tidak terjamin, bahkan kedamaian nyaris tidak terwujud. Mengenai faktor-faktor yang mendorong timbulnya kenakalan remaja adalah : 1. Faktor internal hal-hal yang bersifat intern yang berasal dari diri remaja itu sendiri, baik sebagai akibat perkembangan atau pertumbuhan maupun akibat dari sesuatu jenis penyakit mental/ penyakit kejiwaan yang ada dalam diri remaja itu sendiri. 2. Faktor external adalah hal-hal yang mendorong timbulnya kenakalan remaja yang bersumber dari luar diri pribadi remaja yaitu lingkungan sekitar atau keadaan masyarakat. B. Maka dari kedua faktor yang mendorong timbulnya kenakalan remaja tersebut akan mengakibatkan bentuk kenakalan remaja diantaranya yaitu : menggunakan obatobat terlarang, pergaulan bebas, tawuran antar remaja, sikap membangkang kepada peraturan, dan berbagai bentuk kenakalan remaja lainnya yang dapat merugikan orang kin. Faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja Berbicara mengenai faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja, menghadapkan kita pada beberapa pokok penting yang saling berkaitan dan saling berpengaruh, faktorfaktor itu sendiri merupakan faktor yang turut menentukan sejauh mana anak bertindak nakal. Seorang anak bertindak nakal bukanlah suatu pembawaan lahir. la bertindak atas dorongan hatinya sendiri. la pelajari tindakan-tindakan itu dari luar. Jadi merupakan pengalaman bilamana, si anak bertindak nakal. Maka faktor yang menimbulkan kenakalan remaja adalah Faktor keturunan, Faktor keluarga dan Faktor Masyarakat/ Lingkungan C.

Faktor keturunan Meskipun kenakalan bukanlah faktor biologis, namun faktor keturunan Sangat berpengaruh. Dr. Luella Cole, mengatakan dalam bukunya, Psychology of Adolescence, bahwa faktor keturunan yang dimaksud adalah warisan yang dimiliki. Mungkin hal ini disebabkan beberapa hal antara lain : keturunan, keluarga yang buruk, sebagai akibat lemah pikiran, sakit saraf. Akibat kelemahan ini sianak kurang dapat menyesuaikan diri, lambat belajar, dan kurang dapat menghargai nilai-nilai hidup yang baik. Sedang yang lain mungkin mendapat tenaga berlebihan, penuh semangat, sehingga ia tampak aktif, dan seolah-olah suka menindas dan mau berkelahi saja. Dr. Reiss mengatakan bahwa pengendalian ego atau kelakuan yang lemah, ataupun mungkin yang terlalu besar, mendorong anak bertindak tanpa pertimbanganpertimbangan yang pasti, serta tidak sesuai tidak sesuai dengan ukuran yang digariskan dalam norma masyarakat setempat 1. Faktor Keluarga Sebagian anak dibesarkan oleh keluarga, disamping itu kenyataan menunjukan bahwa didalam keluargalah anak mendapatkan pendidikan dan pembinaan yang pertama kali. Pada dasarnya keluarga merupakan lingkungan kelompok sosial yang paling kecil, akan tetapi juga merupakan lingkungan paling dekat dan terkuat dalam mendidik anak terutama bagi anak-anak yang belum memasuki bangku sekolah. Dengan demikian berarti seluk beluk kehidupan keluarga memiliki pengaruh yang paling mendasar dalam perkembangan anak. Agus Suyanto menjelaskan : "Oleh karena sejak kecil anak dibesarkan oleh keluarga dan untuk seterusnya, sebagian besar waktunya adalah didalam keluarga, maka sepantasnyalah berasal dari keluarga". Sigmund Freud dari mazhab psikoanalitik dengan konsepsi psikologikopsikokiatrik dan W.A.Bonger yang bermazhab ekonomi berpendapat sebagai berikut : "Sigmund Freud : Sebab utama dari perkembangan tidak sehat, ketidakmampuan menyesuaikan diri dan kriminalitas anak dan remaja adalah konflik-konflik mental, rasa tidak dipenuhi kebutuhan pokoknya seperti rasa aman, dihargai, bebas memperlihatkan kepribadian dan lain-lain".. Sedangkan Menurut W.A. Bonger yang menyebabkan deviasi/ penyimpangan pada perkembangan anak dan remaja adalah kemiskinan dirumah, ketidaksamaan sosial dan keadaan ekonomi lain yang merugikan dan bertentangan. Pada hakikatnya, kondisi keluarga yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja bersifat komplek. Kondisi tersebut dapat terjadi karena kelahiran anak di uar l perkawinan yang syah menurut hukum atau agama. Disamping itu, kenakalan remaja juga disebabkan keadaan keluarga yang tidak normal, yang mencakup "broken home" dan quasi broken home" atau broken home semu. "Dalam broken home semu sebenarnya struktur keluarga masih lengkap artinya kedua orang tuanya masih utuh, tetapi karena masing-masing anggota keloarga (ayah atau ibu) mempunyai kesibukan sehingga orang tua tidak sempat untuk memberikan perhatiannya terhadap pendidikan anak-anaknya, coba bayangkan orang tua kembali dari kerja anak-anak sudah pergi bermain diluar, anak pulang orang tua sudah pergi lagi, orang tua datang anak sudah tidur dan seterusnya. Keadaan yang semacam ini jelas tidak menguntungkan perkembangan anak. Dalam situasi keluarga demikian anak mudah mengalami frustasi, mengalami konflik--konflik psikologis, sehingga keadaan 2.

ini juga dapat mudah mendorong mereka menjadi delinquent". (.Bimo Walgito, 1962 : 11).. Kenakalan remaja dapat pula tedadi karena keadaan ekonomi keluarga, terutama menyangkut keluarga miskin atau keluarga yang menderita kekurangan jika dibandingkan dengan keadaan ekonomi penduduk pada umumnya. Fenomena ini sering terjadi pada keluarga kelas bawah yang tergolong orang yang hanya dapat membiayai hidupnya dalam batas sangat minim yang biasa ditandai dengan kerja keras kepala keluarga, bahkan dalam keadaan terdesak seluruh anggota keluarga ikut mencari nafkah untuk mempertahankan hidupnya. Kondisi keluarga seperti ini biasanya memiliki konsekuensi lebih lanjut dan kompleks terhadap anak-anak antara lain : Hampir setiap anak terlantar, biaya sekolah anak-anak tidak tercukupi. Akibatnya mendorong anakanak menjadi delinquent. Maka jika dikaji lebih lanjut tentang peran keluarga yang berkaitan dengan kenakalan remaja (delinquent anak-anak), maka dalam hal ini dapat kita jumpai adanya beberapa penyebab kenakalan remaja, salah satu yang menonjol adalah kurangnya didikan agama didalam keluarga. Apalagi dewasa, ini muncul beberapa gejala orang tua yang cenderung, bahkan sangat memanjakan anak-anaknya, disamping mereka kurang memiliki bekal pengetahuan didalam mendidik anak yang baik. Gejala-gejala tersebut mendorong anak atau remaja untuk menjadi "delinquent". Dewasa ini timbul beberapa anggapan kebutuhan pokok anak-anak adalah yang bersifat jasmaniah atau biologis saja. Padahal secara rohaniah anak-anak mebutuhkan kasih sayang dari orang tua. Kasih sayang tidak akan dirasakan oleh anak, jika didalam hidupnya mengalami hal-hal seperti : toleransi orang tua yang berlebihan, orang tua terlalu keras, sikap orang tua yang terlalu ambisius didalam mendidik, kedua orang tua yang memiliki sikap yang berlawanan didalam mengarahkan anak, kehilangan pemeliharaan ibu dan kurang disayang atau tidak diperhatikan. Kehidupan anak dirumah memerlukan perlakuan dasar yang menuntut peranan sesungguhnya dari kedua orang tua. "Didalam lingkungan keluarga, keluarga perlu mengetahui tentang kebutuhan anak-anaknya. Disamping anak-anak membutuhkan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat biologis, misalnya makan, minum, pakaian dan sebagainya, anak juga membutuhkan kecintaan dari orang lain, terutama dari orang tuanya, mereka membutuhkan perasaan keadilan, mereka membutuhkan rasa aman dalam keluarga dan sebagainya. Karenanya salah bila ada orang tua berpendapat bahwa hanya kebutuhan biologis saja yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Asal sudah makan baik, pakaian baik dan sebagainya adalah telah cukup". (Drs. Bimo Walgito, 1982 :14) Bagi umat Islam, sebagai umat yang "Theosentris", pembinaan anak didalam keluarga dapat dilakukan dengan cara memberikan contoh dan membiasakan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan ajaran-ajaran islam. Cara ini akan lebih memudahkan baik bagi anak didalam menerima maupun bagi orang tua didalam, memberikan. Menurut Dr. Zakiah Darajat sebagai berikut : Kebiasaaan-kebiasaan baik yang sesuai dengan ajaran agama, yang dibentuk sejak sianak lahir, akan menjadi dasar pokok dalam pembentukan kepribadian sianak, apabila kepribadiannya dipenuhi oleh nilai-nilai agama, maka akan terhindarlah dia dari kelakuan-kelakuan yang tidak baik. Cara mendidik anak dilakukan dengan jalan memberikan contoh langsung sangat berat bagi para orang tua yang dangkal imannya, akan tetapi sangat mudah dan ringan

bagi orang tua yang benar beriman dan taat beribadah kepada Allah SWT. Cara ini memerlukan ketekunan dan kontrol yang baik bagi orang tua, juga menuntut tanggung jawab vertical maupun horizontal. Faktor masyarakat/ lingkungan Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap anak-anak remaja dimana mereka hidup berkelompok. Perubahan-perubahan masyarakat yang berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang menegangkan, seperti persaingan dibidang perekonomian, pengangguran, keanekaragaman media, fasilitas rekreasi yang bervariasi pada garis besarnya memiliki koleksi relevan dengan adanya kejahatan pada umumnya, termasuk anak atau remaja. Masalah keadaan ekonomi pada dasarnya berkaitan erat dengan timbulnya kejahatan. Sebagaimana, pendapat dua orang filosof yunani berpendapat : Plato (427 347 S.M.) menyatakan dalam bukunya berjudul "Republik" antara lain : Emas, manusia adalah merupakan sumber dari banyak kejahatan". (III in fine) ; makin tinggi kejahatan dalam pandangan manusia, makin merosot penghargaan terhadap kesusilaan" (VIII) ; adalah jelas, bahwa dalam setiap negara dimana banyak orang miskin, dengan diam diam terdapat penjahat-penjahat, tukang copet, dan penjahat lain dari bermacam-macam corak. "Aristoteles (384322 S.M) dapat ditemukan beberapa kalimat tentang hubungan antara kejahatan dan masyarakat. Kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan kejahatan yang besar tidak diperbuat apa yang perlu untuk hidup, tapi untuk kemewahan".(Mr. W.A. Bonger dan Dr. G. Th. Kempe, 1970 : 42-43). Pada dasarnya kemiskinan mengakibatkan bahaya besar bagi jiwa manusia sebab adanya perbedaan yang sangat menyolok tersebut akan mempengaruhi kestabilan mental manusia didalam hidupnya, termasuk perkembangan mental anak-anak remaja. Tidak jarang anak remaja dari keluarga miskin yang memiliki perasaan rendah diri sehingga terdorong untuk melakukan kejahatan terhadap hak milik orang lain, seperti : pencurian, penipuan, penggelapan, pengrusakan dan penggedoran. Hasil dari kejahatan tersebut biasanya mereka gunakan untuk menunjang terpenuhinya sebagai kebutuhan sekedar untuk mengejar kesamaan tingkat kehidupannya sendiri dengan kehidupan orang lain dan kawan-kawan sepermainannya. Tidak menyisihkan kernungkinan ada pula hasil kejahatan tersebut yang dimanfaatkan untuk bersenang-senang sekedar untuk melahirkan rasa puas sebagai konpensasi situasi ekonominya, seperti : untuk berpoya-poya dengan makanan yang enak-enak, membeli pakaian yang berlebihan dan sebagai sumber keuangan untuk membeli zat-zat narkotika. Pada umumnya dinegara-negara yang sedang berkembang termasuk republik Indonesia masalah lapangan pekerjaan belum dapat menyerap seluruh tenaga kerja yang ada. Dalam satu sisi dapat dibenarkan bahwa pemerintah Indonesia belum mampu untuk membangun pusat-pusat industri sebagai wadah penampung yang dapat menyerap sangat banyak tenaga kerja, sementara sektor swasta belum dapat berpartisipasi secara maksimal. Pada sisi lainnya, pertumbuhan penduduk tetap melaju sangat cepat, dengan demikian pengangguran semakin meningkat. Keadaan tersebut merata hampr disegala tingkat umur dan golongan. Adanya pengangguran didalam masyarakat terutama dikalangan anak-anak remaja akan menimbulkan kejahatan yang beragam baik dari segi bentuk maupun dalam kualitas dan kuantitasnya. Dapat dipaharni bahwa timbulnya niat jahat tersebut pada 3.

umumnya ditunjang oleh keadaan menganggur, demikian pula yang kebanyakan terjadi dikalangan anak remaja. Memang ada korelasi antara pengangguran dengan naik turunnya kejahatan, menurut Sheldon Glueck : "Pengangguran, tidak adanya pekerjaan akan sedikit banyak akan mempengaruhi naik turunnya kejahatah dan keadaan ini akan mempengaruhi pula tingkah laku seseorang, bila ia bertin ' gkah laku bauk walaupun menganggur maka kejahatan akan menurun dan sebaliknya". (Hari Saherodji, SH., 1980 : 48-49). Ditengah-tengah kehidupan masyarakat sering muncul, keresahan karena kejahatan, seperti ; tindakan-tindakan kekerasan, pemerkosaan, pencurian dan penipuan. Kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan oleh penjahat dari tingkatan umur yang sangat heterogen, sebab terdiri dari kelompok umur lanjut usia, kelompok dewasa dan tidak ketinggalan anak remaja. Bagi kelompok umur remaja sebagai pendorong keinginan untuk berbuat jahat tersebut muncul karena bacaan, pengaruh film dan gambar-gambar porno lainnya. Di dalam bacaanpun nampak bahwa anak-anak normal juga membaca buku-buku yang bermutu rendah (pornografi), cerita murahan disamping ceritacerita bermutu dan indah, bacaan buruk dan pornografis itu bukan monopoli anak-anak nakal semata. Tetapi betapapun juga, memang sangat beralasan apabila pendidik dan ahli-ahli psykologi perkembangan memperhatikan pertumbuhan dan makna kenakalan yang dimanifestasikan oleh seorang anak, sebab cukup banyak kenyataan yang memperlihatkan bahwa penjahat-penjahat pada usia dewasa sebagaian datang dari pemuda-pemuda delinquent yang sudah mendarah daging sejak usia remaja. Sedangkan Ny. Lamya Moeljatno, S.H, menjelaskan : "Yang dianggap punya pengaruh seksual yang berbahaya terhadap remaja terutama : gambar-gambar cabul dengan rangsangannya yang erotik, gambar-gambar penghidupan penjahat-penjahat yang menarik dengan alam iklim petualanagan dengan penuh rangsangan, yang berbeda dengan penghidupan orang yang jujur membosankan, memberi dorongan kepada kecenderungan kriminal dan membuat pelanggaran-pelanggaran. Terutama bagi remaja yang terlalu banyak membaca bacaan-bacaan buruk.,dianggap pengaruhnya berbahaya, dan menghalang-halangi mereka melakukan hal-hal yang sehat diwaktu senggang".(Ny. Lamya Moeljatno, S.H, 1986 :93) Anak-anak remaja yang mengisis waktu senggangnya dengan membaca bacaan yang tidak baik seperti; novel-novel yang berbau cabul dan komik-komik porno, maka hal itu akan berbahaya sebab akan mengancam perkembangan jiwa anak dan mendorong mereka kearah yang negatif dan dapat menghalang-halangi mereka untuk berbuat amal sholeh. Dengan pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan sistem informasi, kadangkadang tontonan yang berupa gambar porno akan memberi rangsangan seks bagi anak anak remaja. Rangsangan seks tersebut lebih banyak menimbulkan pengaruh negatif terhadap perkembangan mental anak remaja. Memang harus diakui bahwa hiburan film termasuk video cassette adakalanya memberi pengaruh positif terhadap perkembangan mental anak, akan tetapi disisi lainnya hiburan-hiburan tersebut dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terhadap mereka sendiri. Dalam hal ini dapat ditarik contoh yang sangat sederhana, misalnya : film detektif yang mempunyai figure penjahat sebagai peran utamanya, atau film-film silat yang penuh dengan adegan-adegan perkelahian. Adegan-adegan tersebut akan mudah mempengaruhi periaku anak remaja dalam kehidupannya dan mendorong mereka menjadi delinquent.

Kondisi masyarakat yang serba tidak menentu tersebut akan mendorong anak anak remaja untuk melakukan perbuatan-pebuatan tersesat baik menurut peneliotian masayarakat, agama, susila dan hukum. Sebagaiman Agus Suyanto mengungkapkan antara lain : , kekacauan ekonomi, rumah tangga yang berantakan, ketidakpuasan dengan pelajaran dan pekerjaan, terjadinya diskriminasi tentang sesuatu, persaingan yang tidak adil, dan sebagainya, juga saling rebut rezeki dalam masyarakat denga persaingan yang menggunakan segala cara, korupsi, menyelenggarakan kelap-kelip malarn, reklame dengan gambar-gambar yang tidak pantas dipandang mata pemuda, pergaulan yang diluar kebiasaan, dan sebagainya, cukuplah kiranya dapat menimbulkan gangguan dan kesesatan pemuda yang jiwanya serba didalam ketidak-tentraman ". Maka dari itu perlu adanya pengawasan atau control terhadap perkumpulanperkumpulam pemuda-pemuda/ pemudi-pemudi (para remaja) yang ada dalam masyarakat. Dengan adanya pengawasan ini akan dapat mengambil tindakan yang cepat bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Maka pada dasarnya kesesatan -kesesatan yang dilakukan oleh anak remaja uga menjadi tanggung jawab semua angggota kelompok yang ada di dalam masyarakat. Hal ini mengandung arti bahwa penanganannya membutuhkan peran aktif dari masing-masing individu di dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin. H.M. Pedoman Pelaksanaan Binibingan dan Penyuluhanhan Agama. PT. Golden Teraya Press. Jakana. 1982 Arifin.Tajul Teknik Penulisan Skripsi. IAIN Sunan Gunting Diati. Bandung 1999. Arikunto. Suharrnini. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta 1990. Asmara. AS. Pengantar Studi Akhlak Anak. CV. Rajawali. Jakarta. 1992. Ayub. E. Moh. Manaiemen Masiid.Gema insane Press. Jakarta 1997. Bimo. Walgito. Kenakalan anak. Yavasan Penerbit Universivas Gajah Mada, Yogyakarta. 1985. Darajat. Dzakiah. Ilmu jiwa Agama. PT. Bulan Bintang. Jakarta 1970. Departemen Agama RI. Panduan Organisasi Santri. CV. Kathoda. Jakarta. 2004. Departemen Agama RI. Pedoman Perpustakaan Masjid. BKMP. Jakarta. 1993 Dimyati. Jajat. Kesejahteraan sosial. Kanwil Departemen sosial. Jawa barat. Mapiare. Andi. Psikologi Remaja. Usaha Nasional. Surabava. 1992. Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta. 1981. Sudarsono. Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Aksara Baru. Jakarta. 1989. Surachmad. Winarno. Dasar-Dasar Teknik Research Pengaturan Metodologi Ilmiah. Teralto. Bandung. 1980. Suyanto. Agus. Psikologi Perkembangan. Aksara Baru. Bandung. 1981. Tambunan. H. Emil. Mencegah Kenakalan Remaja. Indonesia Publishing House. Bandung, 1982.

You might also like