You are on page 1of 32

LAPORA KASUS

ABSES CEREBRI MULTIPLE


Oleh ur Rahmat Wibowo I11106029

Pembimbing dr. Ibnu Suhartono, Sp. S

KEPA ITERAA KLI IK ILMU EUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERA DA ILMU KESHATA PROGRAM STUDI PE DIDIKA DOKTER U IVERSITAS TA JU GPURA RSU DOKTER SOEDARSO PO TIA AK 2010

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Faktor Etiologi dan Predisposisi Neuropatologi dan gambaran CT Scan Gambaran Klinis Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Banding Komplikasi Pengobatan Abses Otak BAB III PENYAJIAN KASUS BAB IV PEMBAHASAN BAB V KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

i 1 2 2 2 5 7 8 9 9 10 14 24 27 28

Lembar Persetujuan
Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul : Abses Cerebri Multiple

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Modul Neurologi

Telah disetujui, Pontianak, 12 April 2010 Pembimbing Laporan, Disusun oleh :

dr. Ibnu Suhartono, Sp.S NIP.

Nur Rahmat Wibowo NIM. I11106029

BAB I PE DAHULUA

Abses otak (abses cerebri) adalah suatu proses pernanahan yang terlokalisir di antara jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. Biasanya tumpukan nanah ini mempunyai selubung yang disebut sebagai kapsul. Tumpukan nanah tersebut bisa tunggal atau terletak beberapa tempat di dalam otak. Abses otak timbul karena ada infeksi pada otak. Infeksi ini dapat berasal dari bagian tubuh lain, menyebar lewat jaringan secara langsung atau melalui pembuluh darah. Infeksi juga dapat timbul karena ada benturan hebat pada kepala, misalnya pada kecelakaan lalu lintas. Pada beberapa sumber dikatakan bahwa abses otak dapat terjadi tanpa faktor atau dari sumber yang tidak diketahui. Organisme penyebab abses otak yang paling sering adalah dari golongan Streptococci. Kebanyakan bakteri ini tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya (anaerobik). Bakteri Streptococci ini seringkali berkombinasi dengan bakteri anaerobik lainnya seperti Bacteriodes, Propinobacterium dan Proteus. Beberapa jenis jamur yang berperan terhadap pembentukan abses otak antara lain Candida, Mucor, dan Aspergilus. Walaupun kemajuan dalam hal diagnostik dan antibiotika cukup pesat saat ini. Insiden abses otak tidak terlihat menurun dan kenyataannya masih banyak dijumpai kasus ini di dalam masyarakat. Diagnosa dan pengelolaan abses otak tetap masih merupakan tantangan, walaupun dengan kemajuan-kemajuan dalam hal cara diagnostik radiologis dengan memakai CT Scan kepala dan didapatkannya berbagai antibiotika yang bekerja luas, angka kematian masih tetap tinggi, antara 40% atau lebih. Maka pengenalan dini dari suatu abses otak sangat memegang peranan penting di dalam pengelolaannya.

BAB II TI JAUA PUSTAKA

A. Definisi Abses otak ( abses serebri ) adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak. Abses otak terdapat pada semua usia. Terbanyak pada usia dekade kedua dari kehidupan, antara 20-50 tahun. Perbandingan antara penderita laki-laki dengan perempuan adalah 3 : 1 atau 3 : 2.

B. Faktor Etiologi dan Predisposisi Sebagian besar abses otak timbul secara penyebaran langsung dari infeksi telinga tengah, sinusitis, atau mastoiditis. Sinusitis dapat berupa sinusitis paranasal, sinusitis etmoidalis, sfenoidalis dan maksilaris. Juga dapat diakibatkan oleh infeksi paru sistemik, endokarditis bakterial akut dan subakut, serta sepsis mikroemboli menuju ke otak. Penyebab lain tetapi jarang adalah osteomielitis tulang tengkorak, sellulitis, erisipelas pada wajah, infeksi gigi, luka tembus pada tengkorak oleh trauma. Bahkan masih banyak penulis lain yang masih belum menemukan penyebab yang jelas. Berdasarkan sumber infeksi tersebut, dapat ditentukan kira-kira dari lobus mana dari otak abses tersebut bakal timbul. Infeksi pada sinus paranasal, dapat menyebar secara retrograd tromboflebitis melalui klep vena-vena diploika menuju frontal atau lobus temporal. Biasanya bentuk absesnya tunggal, terletak suferfisial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior dari lobus- lobus frontalis. Sinusitis sfenoidalis, biasanya abses didapati pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis

maksilaris absesnya didapati pada lobus temporalis. Sinusitis etmoidalis absesnya didapati pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dapat mebnyebar ke dalam serebelum. Kadang-kadang kerusakan tengkorak kepala oleh karena kelainan bawaan, seperti kerusakan tegmentum timpani atau karena kelainan yang didapat seperti pada kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma, memberi jalan untuk penyebaran infeksi ke dalam lobus frontalis atau serebelum. Infeksi juga dapat menyebar secara retrograd tromboflebitis pada cabang-cabang vena di temporal. Cabangcabang vena ini bergabung menuju vana-vena kortikal atau ke salah satu sinus venosus (lateral, inferior, atau petrosal superior). Abses otak dapat juga timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi yang letaknya jauh dari otak seperti pada infeksi paru sistemik (empiema, abses paru, bronkiektasis, pneumonia) atau pada endokarditis bakterialis akut dan subakut dan pada penyakit-penyakit jantung lain seperti Tertalogi Fallot. Abses yang terbentuk sering sekali multipel dan terdapat pada substansia alba dan substansis grisea dari jaringan otak. Dibeberapa negara, penyebaran infeksi secara sistemik ini frekuensinya terlihat meningkat. Lokalisasi abses otak yang penyebarannya secara hematogen ini sesuai dengan peredaran darah, paling sering pada daerah yang didistribusi oleh arteri serebri media, terutama pada lobus parietalis. Bisa juga pada daerah lain seperti serebelum dan batang otak. Krayenbuhl dan Garfiels mendapatkan endokarditis subakut bersama sama dengan penyakit jantung bawaan ataupun penyakit jantung rematik yang amenjadi penyebab abses otak ini. Lesi primer lainnya bisa juga akibat pustula kulit, infeksi gigi, abses tonsil, osteomielitis dan septikemia. Sebaga penyebab abses otak yang tidak diketahui, persentasenya cukup tinggi, antara 20-37%. Pada penderita penyakit jantung bawaan ataupun kelainan bentuk arteri dan vena paru terutama yang didapati adanya aliran darah pintas dari kanan ke kiri, sangat mudah terkena abses otak, oleh karena darahnya tidak disaring

melalui kapiler-kapiler paru. Polisitemia dapat menyebabkan infark-infark kecil di otak yang mengakibatkan daerah iskemik untuk perkembangan organisme. Pada keadaan bakterimia jarang menyebabkan terbentuknya abses otak oleh karena Blood brain barrier yang masih baik sangat resisten terhadap infeksi. Sebagai faktor pencetus lain adalah terjadinya trauma tembus pada kepala, terutama bila didapatkan adanya benda asing yang tertinggal di dalam jaringan otak, umpamanya tulang. Luka tembak akibat senjata api dapat menyebabkan abses otak setelah beberapa lama dari kejadiannya, tetapi ini jarang di jumpai oleh karena biasanya logam panas tersebut steril. Untuk mencegah terjadinya abses otak akibat trauma tembus kepala, dinjurkan untuk segera melakukan

debridenment . Patah tulang dasar tengkorak yang disertai dengan kebocoran cairan serebrospinal dapat menyebabkan meningitis yang mengakibatkan terjadinya abses otak. Pada kraniotomi, bila terjadi infeksi osteomielitis dari bone flap, kemungkinan dapat menyebabkan abses otak. Demikian pula dengan pemakaian implan, bila terinfeksi dapat menyebabkan abses otak. Akhir-akhir ini terlihat adanya peningkatan insiden abses otak pada penderita penyakit imunologik. Termasuk dalam kelompok ini yaitu penderita dengan penyakit kronis seperti pada penderita yang menggunakan kemoterapi untuk penyakit-penyakit malignan yang dapat menekan kekebalan tubuh, penderita yang mendapat pengobatan dengan steroid ataupun bahan sitotoksik, antibiotika dengan kerja luas dan penderita dengan sindroma kegagalan sistem kekebalan tubuh (AIDS). Pernah dilaporkan abses otak disebabkan oleh organisme parasit, seperti Schistosomiasis atau amoeba, tetapi sangat jarang. Juga oleh jamur seperti Aktinimikosis, okardiosis, Candida Albicans dan lain-lain . Abses otak oleh bakteri multosida yang tumbuh saprofit pada saluran pencernaan binatang piaraan seperti anjing dan kucing pernah juga dilaporkan. Infeksi biasanya karena gigitan hewan tersebut.

C.

europatologi dan Gambaran CT Scan Perjalanan bentuk abses otak oleh infreksi Streptococcus alfa hemolitikus secara histologis dibagi dalam 4 fase, dan ini memerlukan waktu sampai 2 minggu untuk terbentuknya kapsul dari abses. Keempat fase tersebut ailah : 1. Early cerebritis ( hari ke 1 - 3 ) 2. Late cerebritis ( hari ke 4 9 ) 3. Early capsule formation ( hari ke 10 13 ) 4. Late capsule formation ( hari ke 14 atau lebih )

a. Early cerebritis Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polimorfonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi. Dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke-tiga. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskuler ini disebut cerebritis. Pada waktu ini terjadi edema sekitar otak dan peningkatan efek dari massa oleh karena pengembangan abses. Gambaran CT Scan : - Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin. - Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas, sesuai derngan diameter cerebritisnya, didapati mengelilingi pusat nekrosis.

b. Late Cerebritis Pada wakti ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena meningkatnya acellular debris dan pembentukan nanah oleh karena perlepasan enzim-enzim dari sel radang.

Pada tepi-tepi pusat nekrosis didapati daerah sel-sel radang, makrofagmafrofag besar dan gambaran fibroblas yang terpencar-pencar. Fibroblas mulai menjadi anyaman retikulum, yang akan membentuk kapsul kollagen, lesi menjadi sangat besar. Gambaran CT Scan : - Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi yang homogen. Gambaran ini menunjukkan adanya cerebritis.

c. Early Capsule Formation Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan acelluler debris dan fibroblas meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblas membentuk anyaman retikulum, mengelilingi pusat nekrosis. Di dalam ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi alba dibandingkan dengan substansi grisea. Pembentukan kapsul yang terlambat dipermukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansia alba. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen. Mulai meningkatnya reaksi astrosit di sekitar otak. Gambaran CT Scan : - Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis terlihat lebih kecil. Kapsul terlihat lebih tebal.

d. Late Capsule Formation Terjadi perkembangan lengkap dari abses otak dengan gambaran histologisnya berupa :

- Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acelluler debris dan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel radang, mafrofag, dan fibroblas. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovaskuler sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Gambaran CT Scan : - Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis diisi oleh kontras. D. Gambaran Klinis Penderita datang dengan keluhan berupa sakit kepala, mintah-muntah, kejang dan bisa disertai gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam, kaku kuduk, papil bendung, bisa pula dijumpai pupil anisokor, afasia, hemiparese, parastesia, nistagmus ataupun ataksis. Gejalagejala tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti lokasi abses, virulensi dari bakteri penyebab, apakah edema otak hebat dan kondisi tubuh atau daya tahan si penderita sendiri. Tidak dijumpai tanda-tanda spesifik dan gejala yang khas untuk suatu abses otak. Paling sering dijumpai tanda-tanda umum peningkatan tekanan intrakranial. Bisa dijumpai tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial tanpa tanda-tanda infeksi pada waktu penderita datang ke rumah sakit. Pada umumnya peningkatan tekanan intrakranial oleh tumor jinak lebih pelan daripada oleh abses otak. Pada abses yang letaknya pada silent area dari otak seperti pada lobus frontalis atau lobus temporal non dominan, mungkin didapati pembesaran abses sebelum adanya gejala-gejala dan tanda-tanda. Gejala sakit kepala yang hebat pada penderita abses otak ini sering tidak dapat diatasi hanya dngan pengobatan simptomatis saja. Hampir seluruh penderita didapati keluhan sakit kepala.

Beberapa penulis mendapatkan gejala-gejala dengan persentase sebagai berikut : muntah (25-50%), kejang-kejang (30-50%). Pada penderita dengan abses serebelli, didapatkan gejala-gejala pusing, vertigo, ataksis, dan gejalagejala serebelar lainnya. Gejala fokal yang sering ditemukan (61%) pada kasus dengan abses supratentorial. Pada abses temporal dapat dijumpai gangguan bicara pada 19,6% kasus, hemianopsia pada 31% kasus, 20,5% kasus dijumpai unilateral midriasis yang merupakan indikasi terjadinya herniasi tentorial. 30% dari kasus tidak didapati tanda-tanda fokal.

E. Pemeriksaan Penunjang Untuk mencari sumber infeksi primer dari suatu abses otak dapat dibuat suatu foto rontgen polos kepala, sinus ataupun mastoid. Pada foto rontgen polos kepala, mungkin terlihat pergeseran letak glandula pinealis yang mengalami kalsifikasi. Didapatkan pneumosefali kalau penyebarannya bakteri anaerob. Pada anak-anak kemungkinan sutura melebar oleh karena peninggian tekanan intrakranial. Kalau ada indikasi, kemungkinan dapat dibuat foto rontgen toraks untuk mencari apakah ada infeksi dari paru. Dengan ultrasonografi didapatkan gambaran lateralisasi pada 34,5% kasus. Dengan angiografi dapat ditentukan lokalisasi abses secara tepat pada 34% kasus. Pemeriksaan dengan Computerized Tomography Scanning(CT Scan) dapat terlihat lokasi yang tepat dari abses dan juga fase dari abses tersebut, apakah pada fase cerebritis atau pada fase sudah terbentuknya kapsul. Dengan adanya CT Scan ini, pengelolaan abses otak dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan jumlah leukosit dan laju endap darah hasilnya selalu

abnormal. Pada 60-70% kasus dijumpai jumlah leukosit antara 10.00020.000/cm3. Sampai 40% kasus dijumpai normal atau sedikit meningkat. Laju endap darah meningkat pada 75-90% kasus, rata-rata 45 mm/jam. Cairan serebrospinal tidak dianjurkan untuk diperiksa. Abnormalnya hasil LP tidak spesifik untuk abses otak. Penderita abses otak dengan peninggian tekanan intrakranial, terlalu riskan untuk dilakukan LP ( lumbal pungsi ). Yang S.Y melaporkan beberapa kasus yang dilakukan lumbal pungsi dengan cepat menunjukkan tanda-tanda herniasi otak, oleh karena itu pada penderita dengan sangkaan meningitis dan dijumpai tanda-tanda neurologis abnormal, sebaiknya lebih dulu dilakukan pemeriksaan CT Scan untuk menyingkirkan diagnosa abses otak. Bila ditemkan abses dengan efek massa yang jelas, maka tidak dianjurkan untuk melakukan LP.

F. Diagnosa Banding Dari gejala-gejala dan keluhan yang umum pada penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial serta kemungkinan didapatkan tanda-tanda infeksi, maka abses otak ini didiagnosis banding antra lain dengan tumor, terutama tumor ganas yang tumbuh dengan cepat, tromboflebitis intra serebral, empiema subdural, abses ektra dural dan ensefalitis.

G. Komplikasi Sebagai komplikasi didapati robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau keruangan subarakhnoidal, penyumbatan cairan serebrospinalis

mengakibatakan hidrosefalus, edema otak dan terjadinya herniasi tentorial oleh massa abses otak tersebut.

H. Pengobatan Abses Otak Pengobatan abses otak ditujukan kepada menghilangkan proses infeksi dan mengurangkan atau menghilangkan efek massa pada otak dan oleh edema otak, sebagian besar infeksi ini diobati dengan antibiotika yang tepat dan dihilangkan dengan tindakan pembedahan, baik dengan aspirasi maupun dengan eksisi. Williams-Maurice RS melaporkan bahwa tindakan bedah yang memuaskan hasilnya adalah evakuasi, eksisi total beserta kapsul abses, mereka melakukan pembedahan semua kasus dengan pembiusan umum. Pendekatan dengan osteoplastik supratentorial dan intratentorial, ataupun suboksipital osteoklastik luas dengan membuang arkus dari atlas untuk dekompresi. Pengobatan medikamentosa disesuaikan dengan hasil kultur dari abses otak, kultur darah ataupun sekret nasofaring. Beberapa peneliti melaporkan hasil pengobatan hanya dengan medikamentosa saja pada beberapa kasus berhasil, tetapi ini banyak yang menentang. Heineman et al (1971) memperkenalkan cara pengobatan hanya dengan antibiotika tanpa tindakan pembedahan. Dilaporkan, pada abses otak dengan fase cerebritis pengobatan hanya dengan antibiotika. Diperiksa kultur darah, cairan serebrospinal, sesuai dengan kultur luka apabila ditemukan. Tidak diperiksa bakteriologis dari nanah abses intrakranial. Untuk mengurangi edema otak, digunakan kortikosteroid. Rosenblum dkk menemukan pengobatan medikamentosa pada abses yang kecil dengan diameter rata-rata 1,7 cm ( 0,8 2,5 cm ). Kalau diameter lebih besar antara 2 6 cm ( rata-rata 4,2 cm ) dianjurkan untuk dilakukan tindakan bedah. Sebagai tambahan bahwa ada beberapa abses otak yang kecil yang tidak berhasil dengan pengobatan antibiotika, bahkan absesnya bertambah besar, pada pengobatan dengan hanya antibiotika ini diperlukan pemeriksaan CT Scan secara serial. Kalau dari hasil CT Scan memperlihatkan keadaan bertambah buruk, maka ini merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan.

Penderita dengan abses otak yang multipel, kemungkinan hanya abses yang besar saja yang dapat dilakukan aspirasi atau eksisi dan ini sangat riskan. Maka selain tindakan pembedahan, untuk abses yang dalam dan riskan diperlukan pemberian antibiotika. Adapun antibiotika yang dianjurkan diantara nya : - Kombinasi penisilin dan metronidazol/kloramfenikol adalah pilihan pertama. Kombinasi alternatif adalah sefalosporin generasi III seperti seftriakson/sefotaksim dan metronidazol. - Penisilin G atau sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) dapat digunakan untuk Streptococci sp. Dosis penisilin G 20-24 juta unit, dan juga 4-6 juta unit. Kloramfenikol atau metronidazol dapat dierikan secara intravena dengan loading dose 15 mg/kg diikuti 7,5 mg/kg setiap 6 jam. Golongan penisilin resisten beta laktam ( oksasilin, metisilin, nafilin ) dengan dosis 1,5 g setiap 4 jam IV atau vankomisin dosis 1 g setiap 12 jam IV, diberikan untuk Staphylococcus aureus, paska operasi saraf, trauma, atau endokarditis bakterialis. - Metronidazol dosis 500 mg setiap 6 jam dapat menembus sawar darah otak dan tidak dipengaruhi oleh kortikosteroid, tetapi hanya aktif untuk bakteri Streptococcus anaerob, aerob, dan

mikroaerofilik, - Sefalosporin generasi III ( sefotaksim, seftriakson ) umumnya adekuat untuk organisme gram negatif aerob. Jika terdapat Pseudomonas, sefalosporin parenteral pilihan adalah seftazidim atau sefepim. - Trimetoprim-sulfametoksazol dosis tinggi 15 mg/kg/hari dari komponen trimetoprim dibagi 3 - 5 dosis untuk abses otak dengan penyebab ikardia sp. Dosis dapat diturunkan 1/2 selama 3-6

bulan pada pasien tanpa penekanan imun dan selama 1 tahun pada pasien dengan penekanan imun.

Apabila didapatkan sinusitis, mastoiditis, dilakukan drainase. Pada kasus-kasus abses otak yang dilakukan tindakan pembedahan digunakan dua cara yaitu aspirasi melalui pengeboran tulang tengkorak dan eksisi melalui kraniotomi. Tindakan Pembedahan Aspirasi Lebih dahulu dilakukan desinfeksi dan penentuan lokasi yang akan diaspirasi. Dengan hasil CT Scan yang ada, dapat ditentukan secara pasti. Dilakukan pembuisan lokal dengan memakai prokain 1 %, diinfiltrasikan ke kulit di daerah yang akan dilakukan pengbeboran. Kemudian dibuat insisi kulit kulit kepala sebesar 3-5 cm lapis demi lapis sampai pada periosteum. Setelah tulang tampak jelas, daerah operasi tersebut dengan alat dibuka selebar-lebarnya. Dengan alat dilakukan pengeboran tulang sampai terlihat duramater. Duramater dibersihkan, kalau ada perdarahan dirawat sampai benar-benar bersih. Dengan pisau runcing perlahan-lahan duramater diiiris sampai lapisan arakniod. Setelah korteks serebri terlihat jelas, daerah yang akan dilakukan pungsi atau aspirasi dibakar dengan alat elektris. Dengan jarum pungsi khusus, dilakukan aspirasi nanah pada abses. Jarum pungsi tetap di dalam kapsul abses, dengan semprit 10 cc dilakukan aspirasi berulangulang kemudian diirigasi dengan larutan garam fisiologis sampai bersih. Akhirnya ke dalam rongga abses dimasukkan larutan 3 cc Garamicin 10 mg. Dipasang drain, dan setiap hari drain diawasi dan dilakuan irigasi dengan larutan Garamicin 20 mg. Kalau sampai 3-5 hari hail dari irigasi terlihat jernih, tidak terbentuk pernanahan baru maka drain dapat dilepaskan. Drain dapat dipertahankan sampai gari ke-7 -10 dengan dijaga kesterilannya. Disamping itu sejak sebelum pembedahan penderita telah mulai diberi antibiotika dengan dosis tinggi seperti ampicillin 6x1 g, kloramfenikol 4 x 500 mg, metronidazol 2 x 500 mg. Sampai menunggu hasil kultur, obat-obat tersebut terus diteruskan. Pemberian antibiotika yang sesuai diberikan sampai

dengan 6 minggu setelah tindakan pembedahan. Pemberian deksametason 4 x 5 mg diturunkan perlahan-lahan setelah pembedahan

Kraniotomi Osteoplastik Penderita dipersiapkan dengan persiapan bedah selengkap-lengkapnya. pembedahan dilakukan dengan pembiusan umum. Tergantung dari lokasi absesnya, kita melakukan kraniotomi osteoplastik dan flap kulit dipersiapkan. untuk abses fosa posterior/serebellum dilakukan suboksipital kraniotomi yang luas, sampai membuang arkus dari tulang atlas bila diperlukan. Setelah insisi kulit sesuai dengan lokasi absesnya, dilakukan pengeboran dibeberapa tempat untuk kraniotomi tersebut. Tulang dilepaskan, duramater dibuka lebar. Dengan jarum fungsi khusus dilakukan penusukan pada absesnya. Dilakukan aspirasi, disediakan untuk dikultur. Kemudian melalui bekas pungsi, diikuti dengan spatel sampai dinding abses tersebut terlihat. Korteks serebri diinsisi sepanjang 2-4 cm sampai dinding abses yang paling permukaan ditemukan. Secara perlahan-lahan dinding abses dibebaskan dari jaringan otak yang normal sampai terlepas keseluruhannya. Daerah bekas abses dicuci dengan larutan antibiotika seperti Garamycin. Setalah perdarahan dihentikan dan luka pembedahan bersih, duramater ditutup rapat kembali, dijahit dengan cara interupted suture dengan benang sutura 03. Tulang dikembalikan, periosteum dijahit. Kulit dijahit lapis demi lapis. Dipasang drain subkutan. Pemberian antibiotika diteruskan sambil menunggu hasil kultur dan sensitivitas test. Sebagai pencegahan, diberi anti konvulsan Dilantin 5 mg/kgBB. Setelah satu minggu kemudian, dibuat CT Scan sebagai kontrol.

BAB III PE YAJIA KASUS

I. A AM ESIS Identitas Nama Jenis Kelamin Usia Alamat Agama Status Pekerjaan : Tn. I : Laki-laki : 34 th : Jalan Gusti Situt Mahmud, Siantan Hulu, Pontianak : Islam : Menikah : Swasta

Tanggal Masuk RS : 31 Maret 2010 pukul 19.39 WIB Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien pada tanggal 1 April 2010 pukul 09.00 WIB Keluhan utama Sakit kepala Riwayat Penyakit Sekarang Sakit kepala dirasakan selama 2 minggu SMRS dan dirasakan semakin memberat. Sakit kepala terkadang dirasakan berdenyut dan terasa seperti kepala sedang diregangkan. Sakit kepala dirasakan di semua bagian kepala terutama pada kepala bagian belakang. Apabila sakit kepalanya timbul, Os terkadang

sampai menelungkupkan kepalanya dan memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Sakit kepalanya timbul terus-menerus dan menetap serta lebih sering terasa semakin memberat pada pagi hari dan menjelang malam hari sehingga membuat Os tidak dapat beristirahat. Untuk mengurangi sakit kepalanya, Os lebih senang berbaring pada sisi sebelah kiri.

Awalnya sakit kepala dirasakan 2 minggu yang lalu ketika Os sedang bekerja, yang membuat Os beristirahat sejenak, kemudian tanpa timbul mual Os muntah beberapa kali. Muntahnya timbul pada saat Os sedang berbaring dan terkesan muncrat. Karena tidak ada perbaikan selama beberapa hari berada di rumah, dan muntah terus-menerus, serta tidak ada perbaikan pada sakit kepalanya walaupun telah diberikan obat sakit kepala, akhirnya Os dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit. Di rumah sakit, Os masih sering muntah-muntah, terkadang didahului oleh rasa mual. Akhir-akhir ini Os merasa gelisah dan susah sekali buat tidur, khususnya menjelang malam. Lebih banyak diam, dan tampak acuh tak acuh, serta sering tidak merespon terhadap panggilan serta terkadang berbicara ngelantur ( sering tidak nyambung ). Bahkan menurut pengakuan istrinya, Os terkadang tidak mengenali lagi saudara-saudaranya sendiri bahkan kepada istrinya sendiri. Os seringkali merintih kesakitan. Ketika berumur sekitar 25 tahun, Os pernah mengalami trauma pada kepalanya karena tertimpa kayu belian ketika sedang membuat rumah. Pada saat itu, Os pingsan selama kurang lebih 2 jam dan dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit dan dirawat selama beberapa hari. Saat ini Os mengalami demam dan tidak pernah mengalami kejang-kejang. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi disangkal , riwayat diabetes disangkal, riwayat sakit pada telinga, gigi disangkal, riwayat sakit pada kulit disangkal. Riwayat kejang disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada pada keluarga yang mengalami keluhan yang serupa. Riwayat Kebiasaan Merokok sejak remaja, menghabiskan 2 bungkus rokok/hari

Minum kopi 3 gelas/hari II. PEMERIKSAA FISIK (dilakukan pada tanggal 1 April 2010) Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Status gizi Tekanan darah Nadi Nafas Suhu Mata Telinga Hidung Tenggorokan Jantung Paru Abdomen : tampak sakit sedang, gelisah : Apatis : cukup : 130/70 mmHg : 88x/ menit, teratur, isi cukup : 21x/ menit, teratur, kedalaman cukup : 38,50C : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik : sekret (-) : sekret (-), deviasi septum (-) : faring tidak hiperemis : bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-) : suara dasar vesikuler , rhonki (-/-), wheezing (-/-) : perut datar, lemas, tidak teraba hati maupun limpa bising usus 3x/menit Ekstremitas Kulit : akral hangat, perfusi perifer baik : kering pada kedua tungkai

Status eurologik GCS 13 , E4M5V4 Orientasi, jalan pikiran, daya ingat kejadian baru dan lama terganggu. Kemampuan berbicara tidak terganggu. Cara berjalan tidak terdapat kelainan Tidak ada gerakan abnormal Kepala : bentuk tidak ada kelainan, simetris, dan nyeri tekan (+) pada daerah belakang kepala sebelah kanan.

Leher : sikap dinamis, gerakan memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan baik

Vertebra : tidak terdapat deformitas Pemeriksaan Rangsang Meningeal Kaku kuduk ( + ) Lasegue ( - ) Kernig ( - ) Brudzinski I/Brudzinskis neck sign ( - ) Brudzinski II/Brudzinskis contralateral leg sign ( - )

Nervus kranialis N.I N.I N.III : daya pembau baik : daya penglihatan baik : ptosis (-), gerak kedua mata ke medial, atas, dan bawah baik, pupil bulat isokor, diameter 3 mm, Refleks pupil +/+, strabismus divergen (-), diplopia (-) N.IV :gerak kedua mata ke lateral bawah baik,

strabismus konvergen (-), diplopia (-) N.V N.VI : sensibilitas baik, motorik baik : gerak kedua mata ke lateral baik, strabismus konvergen (-), diplopia (-) N.VII : motorik baik, tidak tampak paresis, salivasi dan lakrimasi baik. N. VIII N.IX & X : pendengaran suara baik pada telinga kanan dan kiri : arkus faring simetris, bersuara baik, tidak sengau, menelan baik N.XI N.XII : bisa memalingkan kepala dan mengangkat bahu : artikulasi baik, kekuatan lidah baik, deviasi (-), tremor (-)

Motorik: Kekuatan : 4 4 4 4 4 4 4 4 4444 4444 Tonus : N N Trofi : atrofi N N -

Sensorik: Eksteroseptif: - Ekstremitas atas: baik - Ekstremitas bawah: baik

Refleks fisiologis: bisep (+/+) trisep (+/+) radius (+/+) patella (+/+) achilles (+/+)

Refleks patologis: Hoffman-Trommer (-/-) Babinsky (-/-) Oppenheim (-/-) Gordon (-/-) Gonda (-/-) Schaffer (-/-) Chaddock (-/-)

Otonom: retensio urin (-), inkotinensia alvi (-)

III. 1.

PEMERIKSAA PE U JA G Laboratorium ( hasil pemeriksaan tanggal 2 April 2010) Hb Ht Leukosit Trombosit : 13,4 g/dL : 41,6 % : 8.900/ L : 319.000 / L

2.

Radiologi ( hasil pemeriksaan tanggal 7 April 2010 ) Foto thorak : Cor Pulmo tidak tampak kelainan

CT Scan Kepala : Tampak midline shift ke kiri, tampak gambaran hipodens di temporofrontalis dekstra dan temporooksipitalis sinistra yang pada pemberian larutan kontras tampak gambaran ring enhancement di frontalis dekstra dengan ukuran 3,5 x 2,8 cm. 3. Laboratorium (hasil pemeriksaan tanggal 9 April 2010) Waktu perdarahan Waktu pembekuan : 230 : 730

IV.

RESUME Tn.I, 34 tahun mengeluh sakit kepalayang telah dirasakan selama 2 minggu ini dan dirasakan semakin memberat. Sakit kepala terkadang dirasakan berdenyut dan terasa seperti kepala sedang diregangkan. Sakit kepala dirasakan di semua bagian kepala terutama pada kepala bagian belakang. Apabila sakit kepalanya timbul, Os terkadang sampai menelungkupkan kepalanya dan memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Sakit kepalanya timbul terusmenerus dan menetap serta lebih sering terasa semakin memberat menjelang malam hari sehingga membuat Os tidak dapat beristirahat. Untuk mengurangi sakit kepalanya, Os lebih senang berbaring pada sisi sebelah kiri. mual (+), muntah (+), riwayat trauma pada kepala (+), sering gelisah dan susah tidur pada malam hari. Terkadang Os tidak ingat pada siapapun.

Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya kelainan . Tidak ada parese N. Kranialis. Pemeriksaan motorik dan sensorik pada ekstremitas baik. Refleks fisiologis (+). Tidak terdapat refleks patologis. Gangguan saraf otonom (-). Hanya ditemukan kaku kuduk (+) pada pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan laboratorium (7/05/10) tidak di didapatkan adanya kelainan. Pada pemeriksaan radiologi dengan CT Scan kepala didapatkan midline shift ke kiri, tampak gambaran hipodens di temporofrontalis dekstra dan temporooksipitalis sinistra yang pada pemberian larutan kontras tampak gambaran enhancement di frontalis dekstra dengan ukuran 3,5 x 2,8 cm. V. DIAG OSIS Abses Cerebri Multiple Diagnosis Banding Tumor otak TB otak

VI. TATALAKSA A on Medikamentosa : - Terapi nutrisi Medikamentosa : - IVFD RL + Antrain - Drip Ketorolac 2 x 1 Amp - Injeksi Ceftriakson 2 x 2 gram iv - Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp iv - Injeksi Piracetam 3 x 1 gram iv - Metronidazol 3 x 500 mg - Injeksi Deksametason 2 x 10 mg iv - Phenitoin 2 x 100 mg iv

Program : - Rujuk ke Spesialis Bedah Saraf untuk dilakukan tindakan pembedahan. VII. PROG OSIS Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam Ad sanactionam : dubia ad bonam

CATATA KEMAJUA Jumat, 02/04/10 S O : Kepala terasa sakit : Keadaan umum tampak sakit sedang Mual dan muntah (+), Riwayat trauma kepala (+) dengan hilang kesadaran (+) kurang lebih 2 jam Kesadaran kompos mentis, GCS 15 TD : 130/70 mmHg, FN : 88x/menit, FP : 26x/menit, suhu afebris Nyeri tekan pada kepala bagian belakang terutama sebelah kanan Pupil isokor, bulat, diameter : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+ N. cranialis tak ditemukan parese Kekuatan otot : 5 5 5 5 5 5 5 5 5555 5555 Tonus : N N N N

Atrofi : tidak terdapat adanya atrofi Refleks fisiologis : biceps +/+, triceps +/+, radius +/+, patela +/+ Refleks patologis : tidak didapatkan adanya refleks patologis Klonus : kaki / Sensorik : Ekstremitas atas N/N, ekstremitas bawah N/N Otonom : retensio urin (-), inkontinensia alvi (-) A : Cephalgia et causa Post Concussion Syndrome

: - RL + Drip Ketorolac - Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp - Injeksi Piracetam 3 x 1 gr iv - Injeksi Ondansetron 2 x 1 amp - Asam mefenamat 3 x 500 mg tab - Terapi nutrisi tinggi kalori - Rencana pemeriksaan CT Scan kepala

Senin, 05/04/10 S O : Sakit kepala terus menerus dan gelisah : Keadaan umum tampak sakit sedang Kesadaran Apatis, GCS 13 TD : 120/70 mmHg, FN : 90x/menit, FP : 24x/menit, suhu afebris Pupil isokor, bulat, diameter : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+ N. cranialis tak ditemukan parese Motorik : 4 4 4 4 4 4 4 4 4444 4444 Tonus : N N N N

Atrofi : tidak terdapat atrofi Refleks fisiologis : biceps +/+, triceps +/+, radius +/+, patela +/+ Refleks patologis : Babinsky -/- Gonda -/-, Gordon -/-, Oppenheim -/-, Schaffer -/Klonus : kaki / Sensorik : ektremitas atas dan bawah normal Otonom : retensio urin (-), inkontinensia alvi (-) A P : Cephalgia et causa Post Concussion Syndrome : Terapi lanjut + Amitriptilin 3 x tablet Rencana Pemeriksaan CT Scan kepala

Rabu, 07/04/10 S O : Kepala masih terasa sakit, bahkan semakin memberat. : Keadaan umum tampak sakit sedang Mual dan muntah (-), demam (+) Kesadaran apatis, GCS 13 TD : 110/70 mmHg, FN : 70x/menit, FP : 20x/menit, suhu 39,8 C Nyeri tekan pada kepala bagian belakang terutama sebelah kanan Pupil isokor, bulat, diameter : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+ N. cranialis tak ditemukan parese Kekuatan otot : 4 4 4 4 4 4 4 4 4444 4444 Tonus : N N N N

Atrofi : tidak terdapat adanya atrofi Refleks fisiologis : biceps +/+, triceps +/+, radius +/+, patela +/+ Refleks patologis : tidak didapatkan adanya refleks patologis Klonus : kaki / Sensorik : Ekstremitas atas N/N, ekstremitas bawah N/N Otonom : retensio urin (-), inkontinensia alvi (-) Hasil foto CT Scan Kepala - Tampak midline shift ke kiri, tampak gambaran hipodens di

temporofrontalis dekstra dan temporooksipitalis sinistra yang pada pemberian larutan kontras tampak gambaran

enhancement di frontalis dekstra dengan ukuran 3,5 x 2,8 cm. Hasil Thoraks foto - Cor Pulmo tidak terdapat kelainan A P : Abses Cerebri Multiple : - IVFD RL + Antrain - Drip Ketorolac 2 x 1 Amp - Injeksi Ceftriakson 2 x 2 gram iv - Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp iv

- Injeksi Piracetam 3 x 1 gram iv - Metronidazol 3 x 500 mg - Phenitoin 2 x 100 mg - Konsultasi ke spesialis bedah saraf untuk dilakukan tindakan pembedahan

BAB IV PEMBAHASA
Pada kasus ini diketahui seorang laki-laki, usia 34 tahun mengeluhkan Sakit kepala yang telah dirasakan selama 2 minggu ini dan dirasakan semakin memberat. Sakit kepala terkadang dirasakan berdenyut dan terasa seperti kepala sedang diregangkan. Sakit kepala dirasakan di semua bagian kepala terutama pada kepala bagian belakang. Apabila sakit kepalanya timbul, Os terkadang sampai menelungkupkan kepalanya dan memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Sakit kepalanya timbul terus-menerus dan menetap serta lebih sering terasa semakin memberat pada pagi hari dan menjelang malam hari sehingga membuat Os tidak dapat beristirahat. Untuk mengurangi sakit kepalanya, Os lebih senang berbaring pada sisi sebelah kiri. Os juga muntah hebat pada saat pertama kali merasakan sakit kepala tersebut. Dan keluhan tersebut berlanjut sampai Os di rawat di rumah sakit, terkadang didahului oleh rasa mual sebelum akhirnya Os muntah. Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan TIK pada pasien ini. Gejala peningkatan tekanan intrakranial diantaranya berupa nyeri kepala, mual dan muntah. Nyeri kepala yang terjadi dikarenakan terjadinya peregangan duramater akibat terjadinya penambahan massa di dalam otak. Duramater merupakan salah satu dari bangunan yang peka nyeri di dalam otak. Os lebih senang berbaring pada sisi sebelah kiri untuk mengurangi sakit kepala, pada penderita yang mengalami sakit kepala dikarenakan oleh massa atau tumor di otak, penderita lebih suka berbaring pada posisi tertentu dan menghindari perubahan-perubahan posisi terutama bangkit dari tempat tidur. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya kelainan neurologis pada pasien, hanya didapatkan adanya kaku kuduk. Dari hasil penelitian Adril pada pengamatan pengelolaan abses otak di RSUD dr. Soetomo Surabaya didapatkan tanda-tanda klinis kaku kuduk sebanyak 9%.

Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala didapatkan midline shift ke kiri, juga tampak gambaran hipodens di temporofrontalis dekstra dan temporooksipitalis sinistra yang pada pemberian larutan kontras tampak gambaran enhancement di frontalis dekstra dengan ukuran 3,5 x 2,8 cm. Kesimpulan terdapat abses otak multipel pada pasien ini. Pada gambaran CT Scan tersebut, tampak gambaran abses otak tersebut telah membentuk cincin dan terlihat kapsul serta terjadi edema di luar dari kapsul tersebut. Berdasarkan gambaran ini maka dapat dikatakan abses otak tersebut berada pada fase late capsule formation. Late capsule formation dapat terbentuk pada hari ke-14 atau lebih. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang dengan CT Scan yang merupakan golden standar, dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Abses Otak Multiple yang berada pada fase late capsule formation. Terapi medikamentosa yang diberikan berupa kombinasi antara sefaloporin generasi III yaitu ceftriakson dengan metronidazol yang merupakan pilihan kombinasi alternatif pada penderita abses otak. Diberikan juga kortikosteroid yang berupa deksametason yang berguna untuk mengurangi edema serebri yang terjadi. Walaupun pemberian kortikosteroid masih kontroversional. Dosisnya adalah 16 mg/hari pada orang dewasa dan 0,5 mg/kg/hari pada anak. Pada edema serebri oleh karena abses otak deksametason dapat diberikan 10 mg IV, dilanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam. Kerugian dari pemberian kortikosteroid adalah berkurangnya kemampuan penetrasi antibiotik, berkurangnya pembentukan kapsul, dan meningkatkan nekrosis, penggunaan kortikosteroid sebaiknya berdurasi singkat dan dosisnya perlu dikurangi secara bertahap ( tapering off ). Diberikan juga Phenitoin yang digunakan untuk pencegahan terjadinya kejang. diberikan secara parenteral dengan dosis loading pada dewasa 18 mg/kgBB secara perlahan-lahan untuk menghindari atau mengurangi resiko terjadinya aritmia dan hipotensi. Dosis maintenance 200-500 mg perhari dalam dosis

terbagi. Sebagian besar penderita dewasa cukup dengan 100 mg dua atau tiga kali sehari. Pada pasien ini, terdapat indikasi untuk dilakukan pembedahan. Indikasi untuk dilakukan pembedahan pada abses serebri adalah apabila ditemukan abses dengan diameter > 2,5 cm dan telah terbentuk kapsul definitif yang tampak pada pencitraan. Kedua hal in telah terdapat pada pasien ini. tindakan pembedahan yang dilakukan dapat dengan aspirasi atau eksisi atau kedua-duanya. Tindakan terapi ini bermanfaat untuk mengisolasi organisme dan menurunkan TIK. Prognosis pada pasien ini kemungkinan baik. Karena dengan penatalaksanaan yang baik, mayoritas pasien abses serebri dapat disembuhkan. Prognosis akan lebih baik lagi pada usia muda, pada kasus yang tidak disertai defisit neurologis yang berat, tidak terjadi perburukan gejala pada awal terapi, dan tidak ada faktor komorbid.

BAB V KESIMPULA

Tn,. I, 34 tahun mengalami keluhan sakit kepala hebat yang telah berlangsung selama 2 minggu dengan diikuti mual dan muntah yang hebat. Dari hasil pemeriksaan CT Scan kepala didapatkan gambaran abses yang multiple dan pasien ini didiagnosis menderita abses Cerebri multiple. Selain mendapatkan terapi obat-obatan pasien ini juga dikonsulkan kepada spesialis bedah saraf untuk dilakukan tindakan pembedahan. Prognosis pada pasien ini kemungkinan baik. Karena dengan

penatalaksanaan yang baik, mayoritas pasien abses serebri dapat disembuhkan. Prognosis akan lebih baik lagi pada usia muda, pada kasus yang tidak disertai defisit neurologis yang berat, tidak terjadi perburukan gejala pada awal terapi, dan tidak ada faktor komorbid

DAFTAR PUSTAKA

Dewantoro, G dkk., Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf., Jakarta : EGC., 2009. Hakim, AR., Pengamatan Pengelolaan Abses Otak di RSUD dr. Soetomo FK Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 1984-1986, Lab/UPF Ilmu Bedah FK UNAIR/dr. Soetomo Surabaya., 1986. Panitia Lulusan Dokter 2002-2003 FKUI., Updates in euroemergencies., Jakarta : Balai Penerbit FKUI., 2002. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia., Buku ajar eurologi Klinis., Yogyakarta : Gadjah Mada University Press., 1996.

You might also like