You are on page 1of 3

Epidemiologi Hemofilia merupakan penyakit yang relatif jarang ditemui, diperkirakan insiden penyakit ini adalah 3-4 orang

per 100.000 penduduk, diturunkan secara X linked recessive. Di Amerika Serikat dan Inggris insiden penyakit ini adalah 8 10 per 100.000 kelahiran bayi laki laki. Walaupun demukian diperkirakan banyak penderita dengan hemofilia tipe ringan yang tak terdeteksi karena penderita tersebut tidak pernah mengalami cedera yang serius (Saleh, 2007). Klasifikasi Pada hemofilia, terjadi defisiensi beberapa faktor pembekuan darah. Berdasarkan penyebabnya tersebut, hemofilia terbagi menjadi : a) Hemofilia A/ hemofilia klasik Disebabkan karena defisiensi/ tidak adanya Faktor VIII/ faktor AHG (Anti Hemofilik Globulin) yang terdapat pada gen dominan H pada Xq28 (12 exon). Merupakan hemofili yang paling sering terjadi (80%-90% dari semua kasus hemofilia), yaitu = 1: 5000- 8000 kelahiran bayi laki- laki. b) Hemofilia B/ Christmas Disease Disebabkan defisiensi/ tidak adanya faktor IX/ PTC ( Plasma Thromboplastin Component) yang mempengaruhi perubahan protombin trombin, yang terdapat pada kromosom Xq27.1-q27.2. Terjadi 12-20 % dari kejadian hemofilia (1: 50.000 kelahiran bayi laki-laki). c) Hemofilia C Disebabkan defisiensi/ tidak adanya faktor XI (Plasma Tromboplastin Anticedent/ PTA) . Gen dari faktor ini diturunkan secara resesif autosom ( kromosom 4q35) Prosentase kejadiannya kurang dari 1 % di antara kasus hemofilia d) Hemofilia D Disebabkan karena defisiensi faktor XII ( berpengaruh pada aktivasi faktor XI). Tingkatan dari penyakit ini yaitu Ringan: aktivitas faktor: 5-30% Perdarahan terjadi akibat trauma/ prosedur pembedahan. Sedang: aktivitas faktor: 1-5% Perdarahan terjadi saat melakukan olahraga berat. Berat: aktivitas faktor: < 1% Perdarahan terjadi spontan tanpa sebab yang jelas. (Gatot, 2006). Patogenesis Perdarahan dapat terjadi dimana saja tetapi yang paling sering adalah pada sendi dan jaringan lunak atau otot. Sendi untuk bertumpu adalah sendi yang paling sering terkena, dengan urutan kekerapan sebagai berikut : Sendi lutut Sendi siku Sendi bahu Sendi pergelangan kaki Sendi pergelangan tangan Sendi panggul Sedangkan vertebra (tulang belakang) sangat jarang terkena. Hemorthrosis serta perdarahan yang berulang, kemudian akan menimbulkan reaksi pada sendi yang dikenal dengan synovitis. Bila synovitis menjadi kronis akan

menimbulkan degenerasi pada tulang rawan dan beakhir dengan kerusakan sendi (Saleh, 2007). Pada saat cedera, terjadi robekan pada pembuluh darah synivium dan darah akan terakumulasi dalam sendi. Perdarahan akan terus berlangsung sampai tekanan hidrostatik intra artikuler melebihi tekanan arteri dan kapiler dalam sinovium sendi. Sebagai akibat efek tamponade ini akan menyebabkan iskhemi pada synovium dan tulang sub khondral. (Naderi, 2010; Kilcoyne, 2011). Dengan perdarahan berulang terjadi hiperplasi dan fibrosis dari jaringan synovial. Proliverasi jaringan synovial akan membentuk Pannus dan Pannus ini akan mengikis tulang rawan sendi daerah perifer dan menutupi serta menekan permukaan tulang rawan di daerah tengah. Tulang rawan sendi juga akan rusak akibat enzim proteolitik yang dihasilkan jaringan synovial yang mengalami inflamasi, disamping itu juga akan terjadi pembatasan ruang lingkup sendi dan kontaktur sendi akibat fibrosis kapsul dan synovial sendi. Iskhemi lokal juga akan menyebabkan terbentuknya kista sub khondral tulang. Reaksi inflamasi juga menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sehingga memacu pertumbuhan panjang tulang. Stimulasi pada pertumbuhan tulang ini bisa menimbulkan : Pertumbuhan yang asimetri sehingga menghasilkan deformitas varus atau valgus Penutupan dini pertumbuhan tulang sehingga menghasilkan perpendekan tungkai (Naderi, 2010; Kilcoyne, 2011). Pada otot, perdarahan sendi ini akan mengakibatkan: - Fibrosis dan kontraktur - Deformitas - Kompartment syndrome - Erosi melalui kulit dan menjadi abses Selain itu, perdarahan pada subperiosteum akan menyebabkan bentukan tulang baru Perdarahan akut meningkatkan tekanan pada ruang synovial dan sumsum tulang, dimana memungkinkan timbulnya nekrosis tulang maupun massa pseudotumor. Perdarahan dalam sendi menyebabkan efek kimia langsung pada synovial, tulang rawan, dan tulang. Jika dibiarkan, darah akan menjadi deposit dalam bentuk hemosiderin di jaringan. Hiperemi yang berulang pada sendi pada anak yang sedang tumbuh menyebabkan osteoporosis sendi dan pertumbuhan epifisis yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA Gatot, Djajadim an. 2006. Hemofilia. http://www.idai.or.id/hottopics/detil.asp?q=97 Kilcoyne, Ray F. 2011. Imaging in Musculoskeletal Complications of Hemophilia. http://emedicine.medscape.com/article/401842-overview#showall (didownload tanggal 8 Sepetember 2011) Naderi, A. 2010. Hemophilic Arthropati. http://www.orthopaedia.com/display/Review/Hemophilic+Arthropathy (didownload tanggal 8 Sepetember 2011) Saleh, Ifran. 2007. Problem Orthopedi pada Hemofilia. http://www.hemofilia.or.id/artikel.php? col_id=4&coldtl_id=8 (didownload tanggal 8 Sepetember 2011)

You might also like