You are on page 1of 28

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Meningitis

A.
1.

Konsep Dasar Penyakit Definisi Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999). Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Harsono., 2003) Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001). Meningitis adalah radang membran pelindung sistem syaraf pusat. Penyakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian. (wikipedia.com) Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa meningitis adalan suatu radang yang terjadi pada meningen dan selaput medula spinalis yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa sehingga dapat menyababkan kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian.
2.

Epidemiologi/insiden kasus Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar ke dalam darah ke cairan otak. Daerah sabuk meningitis di Afrika terbentang dari Senegal di barat ke Ethiopia di timur. Daerah ini ditinggali kurang lebih 300 juta manusia. Pada 1996, terjadi wabah meningitis dimana 250 ribu orang menderita penyait ini dengan 25 ribu korban jiwa.

Meningitis pada bayi dan anak di Indonesia, khususnya di Jakarta merupakan penyakit yang cukup banyak. Angka kejadian tertinggi pada umur 2 bulan sampai 2 tahun.
3.

Penyebab a. Bakteri Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah : Haemophillus influenzae Nesseria meningitides (meningococcal) Diplococcus pneumoniae (pneumococcal) Streptococcus, grup A Staphylococcus aureus Escherichia coli Klebsiella Proteus Pseudomonas b. Virus Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya bersifat self-limitting, dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan bersifat sempurna c. Jamur Meningitis karena jamur yang biasanya menyerang SSP pada pasien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantungdari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi. Contohnya: coccidioides dan candida d. Protozoa

4.

Faktor Predisposisi

Infeksi jalan nafas bagian atas. Otitis media, mastoiditis. Anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain. Prosedur bedah saraf baru.

Trauma kepala dan pengaruh imunologis Patofisiologi Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu:durameter, arachnoid,dan piameter.cairan otak dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari jari didalam lapisan subarchnoid. Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouseFriderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
6.

5.

Klasifikasi 1. Meningitis berdasarkan penyebab dapat dibagi menjadi : Meningitis bakterial:

Bakteri non spesifik : meningokokus, H.Influenzae, S.pneumoniae, Stafilokokus, Streptokokus, E.Coli, S.Typhosa Bakteri spesifik M. Tuberkulosa. 2. Meningitis Virus. Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir/sequeledari berbagai penyakit yang disebabakan oleh virus spereti campak, mumps, herpes simplex dan herpes zoster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk exudat dan pada pemeriksaan CSF tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter dan lapisan meninges. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simplex, virus ini akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi enzyme neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologist 3. Meningitis karena jamur Meningitis cryptococcal merupakan meningitis karena jamur yang paling sering, biasanya menyerang SSP pada pasien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantungdari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi. Gejala klinisnya bia disertai demam atau tidak, tetapi hamper semuaklien ditemukan sakit kepala, nausea, muntah dan penurunan status mental 4. Meningitis karena parasit, seperti toksoplasma, amoeba.

Berdasarkan pemeriksaan cairan serebrospinalis dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Meningitis purulenta/meningitis bakterial akut (Penyebab adalah bakteri non spesifik) b) Meningitis serosa (Bila pada hasil kultur CSF pada pemeriksaan lumbal pungsi, hasilnya negative, misalkan penyebabnya adalah virus) c) Meningitis aseptik (Bila pada hasil kultur CSF pada pemeriksaan kultur lumbal pungsi hasilnya positif , misalkan penyebabnya adalah bakteri pneumococcus)
7.

Gejala Klinis

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK : a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering). b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma. c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut:

Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan

kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.

keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.

fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan. d. Mengalami fotofobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya. e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran. f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal. g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata
8.

Komplikasi Hidrosefalus obstruktif. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia ). Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral). SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ). Efusi subdural. Kejang. Edema dan herniasi serebral.

Cerebral palsy. Gangguan mental. Gangguan belajar. Attention deficit disorder

9.

Pemeriksaan diagnostik/Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Pungsi lumbal


Warna mengabur sampai keruh (tergantung sifat eksudat) Tekanan cairan serebrospinal meningkat Jumlah sel meningkat (100- 60.000) pada kausa bakteri Reaksi pandi (+), Nonne- Apelt (+). Protein meningkat : 35 mg% Kadar gula turun: 40 mg% (bisa sampai 0 ). Kadar gula CSS. Kultur : bila prosedur baik 90% biakan positif.

didominasi oleh sel polimorfonuklear).


Normal = separo kadar gula darah).

Khusus untuk meningitis tuberkulosis kultur dilakukan 2 kali yaitu setelah 3-4 hari pengobatan dilakukan oleh kultur ulangan hasil positif sulit diperoleh.

Darah AL normal atau meningkat tergantung etiologi. Hitung jenis didominasi sel polimorfonuklear atau limfosit Kultur 80-90% , untuk TBC 2% (+). CRP darah dan cairan serebrospinalis Peningkatan kadar laktat cairan cerebrospinalis Penurunan pH cairan cerebrospinalis LDH, CPK, GOT. Khusus kausa TBC :
Kurasan

Pemeriksaan lengkap

lambung.

Takahashi, Uji CT

PAP,Imuzim. kepala (kalau ada indikasi khusus sepeerti

PPD, BCG, Ro Thorax scan

hidrosephalus)
Funduskopi untuk

melihat tuberkel di retina.

b.

Radiologi

CT Scan/MRI : melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik Rontgent kepala : mengindikasikan infeksi intrakranial
10. Diagnosis/kriteria

diagnosis

Diagnostik meningitis tidak dapat dibuat berdasarakan gejala klinis. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan cairan serebrospinal melalui lumbal pungsi. Cairan serebrospinal biasanya mengalami peningkatan, umumnya berwarna opalesen sampai keruh, reaksi nonne dan pandy akan positif. Tekanan cairan diukur dan cairannya diambil untuk kultur, pewarnaan gram, hitung jenis, serta menentukkan kadar glukosa dan protein. Kultur pewarnaan gram dibutuhkan untuk menentukkan kuman penyebab.
11. Pencegahan

Kebersihan menjadi kunci utama proses pencegahan terjangkit virus atau bakteri penyebab meningitis. Ajarilah anak-anak dan orang-orang sekitar untuk selalu cuci tangan, terutama sebelum makan dan setelah dari kamar mandi. Usahakan pula untuk tidak berbagi makanan, minuman atau alat makan, untuk membantu mencegah penyebaran virus. Selain itu lengkapi juga imunisasi si kecil, termasuk vaksin-vaksin seperti HiB, MMR, dan IPD. ( Japardi, Iskandar., 2002 ) .Pada orang dewasa, vaksin mengingokokus yang telah diijinkan di Amerika Serikat dapat diggunakan sebagai pencegahan. Vaksin ini mencakup polisakarida grup A,C, W135 dan Y.
12. Theraphy/tindakan

penanganan

a. Medikamentosa

Antibiotik Chlorampenikol Antibiotik Penicillin

Organisme Haemofilus influenza Organisme Pneumococci Meningococci Streptococci

Antibiotik Gentamycin

Organisme Klebsiella Pseodomonas Proleus

Meningitis dapat diobati dengan obat anti jamur, seperti: Flukonazol : berbentuk pil atau suntikan dalam pembuluh darah Itrakonazol : dipakai pada orang yang tidak tahan dengan (intravena/IV) flukonazol. Amfoterisin B : obat yang sangat manjur, tetapi obat ini dapat merusak ginjal, obat ini disuntikkan atau diinfus secara perlahan, memiliki efek samping yang parah tetapi dapat dikurangi dengan memakai obat semacam ibuprofen. (Yayasan Spiritia., 2006) Diet Diet yang diberikan adalah energi tinggi, protein tinggi (ETPT) atau TKTP. Diet ETPT mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal. Tujuan diet: Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Menambah berat badan sehingga mencapai berat badan normal. Syarat diet: Energi tinggi , yaitu 40-45 Kkal/Kgbb Protein tinggi, yaitu 2,0-2,5 gr/Kgbb Lemak cukup, 15-25 % dari kebutuhan energi total. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total. Vitamin dan mineral cukup, sesuai dengan kebutuhan normal. Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna sesuai kebutuhan dan kondisi pasien.

Diet yang diberikan: Diet ETPT I 13. Prognosis

Energi 2.600 Kkal Protein 100 gr ( 2 gr/Kgbb) Energi 3.000 Kkal Protein 125 gr ( 2,5 gr/ Kgbb)

Diet ETPT II

Mortalitis tergangtung pada virulensi kuman penyebab, daya tahan tubuh pasien, terlambat atau cepatnya mendapat pengobatan yang tepat dan pada cara pengobatan dan perawatan yang diberikan. Pasien yang parah dan dengan kombinasi adanya demam, dehidrasi, alkalosis dan edema serebral memungkinkan terjadinya kejang. Obstruksi jalan nafas, henti nafas, atau disritmia jantung dapat terjadi, sehingga intervensi keperawatan harus bekerjasama dengan dokter. B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 1. Aktivitas / istirahat ; Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia 2. Sirkulasi ; Riwayat endokarditis, abses otak, TD , nadi , tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut 3. Makanan / cairan : Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering 4. Higiene : Tidak mampu merawat diri. 5. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, Hiperalgesiameningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan,

afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tandaBrudzinskipositif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki 6. Nyeri / kenyamanan : Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh. 7. Pernafasan : Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas , letargi dan gelisah. 8. Keamanan : Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi. 9. Penyuluhan / pembelajaran : Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus. 2. Diagnosa Keperawatan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peradangan Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan Nyeri akut berhubungan dengan iritasi meningen. Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, Gangguan persepsi sensori olfaktori berhubungan dengan transmisi Kurang perawatan diri mandi berhubungan dengan kelemahan fisik. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan terjadinya kejang atau dan edema pada selaput otak. tingkat kesadaran, akumulasi sekret.

kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot. dan/ integrasi ( defisit neurologis).

disfungsi efektor.

11. 12.

Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

tidak adekuat : mual, muntah berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah.

3. Perencanaan Keperawatan Diagnosa keperawatan : Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peradangan dan edema pada selaput otak Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan serebral meningkat, dengan KH: Mempertahankan tingkat kesadaran. Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil. Mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif ( konsentrasi baik ) 1. Intervensi Monitor klien 1. Rasional Perubahan tekanan intrakranial mungkin merupakan adanya resiko herniasis batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera. 2. Pengkajian kecenderungan adanya Pantau / catat perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam mentukan lokasi, penyebaran / luas dan perkembangan dari kerusakan serebral. 3. Mendeteksi tanda-tanda

dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal. 2. status neurologis setiap 5-30 menit dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya. 3. Monitot tandatanda peningkatan tekanan intrakranial selama perjalanan

penyakit ( nadi lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, nafas irreguler, refleks pupil menurun, kelemahan ). 4. Anjurkan klien untuk menghembuskan nafas dalam apabila miring dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada lutut. 5. Waktu prosedur 6. perawatan disesuaikan dan diatur tepat waktu dengan periode relaksasi, hindari rangsangan lingkungan yang tidak perlu. 6. Beri penjelasan kepada klien mengenai keadaan lingkungan sekitar. 7. Kolaborasi: pemberian steroid osmotik 7. 5. 4.

syok yang harus dilaporkan kepada dokter sebagai intervensi awal. Mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial. Mencegah eksitasi yang merangsang otak yang sudah iritasi dan dapat menimbulkan kejang. Mengurangi disorientasi dan klarifikasi sensorik yang terganggu. Menurunkan tekanan intrakranial.

Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran, akumulasi sekret. Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas Intervensi 1. Kaji ulang fungsi paru, adanya nafas tambahan, perubahan irama dan 1. Rasional Memantau dan mengaatsi komplikasi potensial. Pengkajian

kembali efektif, dengan KH: Melaporkan tidak mengalami sesak. Frekuensi pernafasan 16-20 x/ menit. Tidak menggunakan otot bantu pernafasan. Ronchi (-/-) Mengi (-/-) Mendemontrasikan cara batuk efektif.

kedalaman, penggunaan otot-otot tambahan. Perhatikan warna dan kekentalan sputum. 2. Ajarkan cara batuk efektif. 3. Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada. 4. Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan asupan cairan 2.500 ml/hari. 5. Lakukan penghisapan lendir di jalan nafas. 2.

fungsi pernafasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, akibat adanya kelamahan atau paralisis pada otot-otot interkostal dan diafragma berkembang dengan cepat. Klien berada pada risiko tinggi apabila tidak dapat melakukan batuk efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan menelan, sehingga menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal nafas akut. 3. Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif. 4. Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh.

5.

Penghisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi bersih.

Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubungan dengan iritasi meningen Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan keluhan nyeri berkurang, dengan KH: Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri. Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100120 mmHg. Wajah klien tampak rileks. 1. 2. Intervensi Kaji ulang Usakan 1. Rasional Memantau dan memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan indikator dalam melakukn intervensi selanjutnya. 2. Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan Lakukan 3. 4. menganjurkan klien untuk beristirahat. Membantu menurunkan stimulasi sensasi nyeri. Membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan nyeri/ rasa tidak nyaman. 5. Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: narkotika merupakan

nyeri klien (PQRST) menciptakan lingkungan yang aman dan tenang. 3. Lakukan metode penatalaksanaan nyeri : relaksasi progresif, distraksi, dan nafas dalam. 4. latihan gerak aktif dan pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati. 5. Kolaborasi: berikan analgetik sesuai indikasi.

kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga menyulitkan pengkajian. Diagnosa keperawatan: Hipertermi berhubungan dengan reaksi peradangan. Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh dalam rentang normal, dengan KH: Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 3637,5 C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit, TD: 100120 mmHg. Tidak terdapat kemerahan pada kulit. 4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat. 5. Observasi intake 3. dan output , tanda-tanda vital ( suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah ) setiap 3 jam atau sesuai indikasi. 6. Kolaborasi: pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai indikasi. 5. 4. 1. 2. 3. Intervensi Kaji ulang suhu Berikan kompres Berikan/ 1. Rasional Memantau dan memberikan gambaran umum mengenai karakteristik nyeri klien dan indikator dalam melakukn intervensi selanjutnya. 2. Mengurangi panas dengan memindahkan panas secara konduksi. Air hangat dapat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil. Mengganti cairan tubuh yag hilang akibat evaporasi. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh. Mendeteksi dini

tubuh klien. hangat. anjurkan pasien untuk banyak minum 1.5002.000 cc/ hari ( sesuai yang ditoleransi ).

kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. Diagnosa keperawatan: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot. Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan kemampuan fisik, dengan KH: Skala ketergantungan meningkat menjdi bantuan minimal. Tidak terjadi kontraktur. 1. Intervensi Tinjau 1. Rasional Mengudentifikasi kerusakan fungsi dan menentukan pilihn intervensi. 2. Tingkat ketergantungan minimal , memerlukan bantuan sebagian, dan memerlukan bentuan penuh atau total karena berisiko pada klien sehingga memerlukan pengawasan yang khusus dari petugas. 3. Perubahan posisi teratur dapat mendistribusikan berat badan secara menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus.

kemampuan fisik dan kerusakan yang terjadi. 2. Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala tingkat ketergantungan. 3. Berikan perubahan yang teratur pada klien. 4. Pertahankan kesejajaran tubuh yang adekuat. 5. Berikan latihan ROM pasif jika sudah bebas panas dan kejang.

4.

Mempercepat pengembalian funsi tubuh.

5.

Mencegah terjadinya kontraktur atau fotdrop.

Diagnosa keperawatan: Gangguan persepsi sensori olfaktori berhubungan dengan transmisi dan/ atau integrasi ( defisit neurologis) Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perubahan persepsi sensori olfaktori teratasi, dengan KH: Melakukan kembali/ mempertahankan tingakat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu. Mendemostrasikan perubahan perilaku/ gaya hidup untuk mengkompensasi / defisit hasil. Intervensi 1. Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, sensorik dan roses pikir. 2. Kaji kesadaran sesnsorik seperti respon sentuhan, panas atau dingi, benda tajam atau tumpul dan kesadran akan gerakan serta gerak tubuh. 3. Catat adanya perubahan yang spesifik dalam hal kemampuan seperti memusatkan kedua mata dengan mengikuti instruksi verbal yang sederhana dengan jawaban ya atau tidak. 4. Berikan stimulus yang bermanfaat seperti berbincang bincang dengan klien. Rasional 1. Fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi dan oksigenasi. 2. Informasi penting untuk klien. Semua sistem sensorik dapat terpengaruh yang melibatkan peningkatan atau penurunan atau kehilangan sensasi. 3. Membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami gangguandan mengidentifikasi tanda perkembangan terhadap peningkatan fungsi neurologis. 4. Pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk

5. Pastikan persepsi pasien dan berikan umpan balik. Orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan , staf dan tindakan yan akan dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu.

menstimulasi klien dengan baik selama melatih kembali fungsi kognitifnya. 5. Membantu klien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi.

Diagnosa keperawatan: Kurang perawatan diri mandi berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan perawatan diri mandi dapat terpenuhi dengan kriteria hasil : Klien dapat menunjukan kegiatan mandi pada tingkat optimal yang diharapkan Menyebutkan perasaan nyaman dan kepuasan yang berhubungan dengan 1. 2. rutin 3. 4. Pertahankan Berikan alat 3. lingkungan yang tenang mandi dalam posisi yang mudah dicapai. 5. Berikan 4. menjangkau. 5. Alat bantu mandi dapat memudahkan klien dan mencegah terjadinya injury. peralatan bantu yang diperlukan. 6. Komunikasik an terhadap keluarga klien tentang kemampuan dan kemauan klien untuk belajar mandi. Intervensi Observasi Berikan 2. 1. Rasional Sebag ai data dasar untuk menentukan intervensi yang tepat. Privas i akan mendorong klien maksimal untuk belajar. Lingku ngan yang tenang akan mendorong proses pembelajaran. Memu dahkan klien untuk

faktor penyebab. privasi selama mandi

kebersihan tubuh

6.

Menin gkatkan kemandirian klien dan keluarga.

Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan kematian. Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang/ berkurang, dengan KH: Klien mampu memahami perasaannya. Klien mampu mengidentifika si penyebab / faktor yang mempengaruhi. Menyatakan cemas berkurang.
5. 3. 4. 2. 1.

krisis situasi, ancaman Rasional

Intervensi Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan ataupun cemas. Observasi tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak. Hindari konfrontasi. Mulai lakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Berikan lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
6.

1.

Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya.

2.

Reaksi verbal/ nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.

3.

Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.

4.

Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.

5.

Orientasi dapat menurunkan kecemasan.

Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan kecemasannya.

6.

Menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

7.

Berikan privasi

7.

Memberikan waktu

untuk klien dan orang terdekat.

untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas, dan membentuk perilaku adaptasi. Adanya orang-orang terdekat seperti keluarga dan temanteman yang dipilih klien dalam melayaniaktivitas dan pengalihan akan menurunkan perasaan terisolasi.

Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi. Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan informasi terpenuhi dengan kriteria hasil : Klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan proses penyakit serta pengobatan Klien mampu melakukan Intervensi 1. Observasi ulang tingkat pengetahuan klien dan keluarga. 2. Berikan informasi dalam bentuk bentuk dan segmen yang singkat dan sederhana. 3. Observasi kembali pemberia obat / pengobatan. Anjurkan untuk menghindaripemakaian obat bebas tanpa prsetujuan dokter. 4. Tekankan 1. Sebagai data dasar dalam menentuakn intervensi yang tepat. 2. Menurunnya rentang perhatian klien dapat menurunkan kemampuan untuk menerima atau memproses dan mengingat dan menyimpan informasi yang diberikan. 3. Rasional

prosedur yang perlu dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.

pentingnya evaluasi ulang dan terapi rawat jalan secara rutin. 5. Berikan penjelasan ulang mengenai timbulnya tanda dan gejala yang membutuhkan penanganan medis dengan segera seperti mual muntah, sakit kepala yang kambuh lagi, masalah dengan keseimbangan atau perubahan mental.

Meningkatkan keamanan klien dan meningkatkan sikap kooperatifklien terhadap pengobatan. 4. Penting sekali untuk mengetahui perkembangan penyembuhan / adanya sisa yan menetap dan mungkin perlu untuk meneruskan atau mengubah terapi yang diberikan serta untuk menentukan adanya penurunan fungsi neurologis. 5. Evaluasi dan intervensi awal dapat mencegah kambuhnya penyakit atau berkembangnya komplikasi.

Diagnosa keperawatan: Risiko tinggi cedera berhubungan dengan terjadinya kejang atau disfungsi efektor. Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien bebas dari cedera , dengan KH: 1. Intervensi Pantau 1) Rasional Mencerminkan pada iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi

adanya kejang / kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.

Klien tidak mengalami cedera ketika kejang berulang.

2.

Berikan 2)

yang mungkin untuk mencegah komplikasi. Melindungi pasien jika kejang. Catatan ; masukan jalan napas bantuan / gulungan lunak jika hanya rahangnya relaksasi, jangan dipaksa memasukkan ketika giginya mengatup dan jaringan lunak akan rusak. 3) Menurunkan resiko terjatuh / trauma jika terjadi vertigo, sinkope atau ataksia. 4) Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang .catatan : fenobarbital dapat menyebabkan defresi pernapasan dan sedative serta menutupi tanda / gejala dari peningkatan TIK

keamanan pada pasien dengan memberi bantuan pada penghalang tempat tidur dan pertahankan tetap terpasang dan pasang jalan napas buatan plastik atau gulungan lunak dan alat penghisap. 3. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Pindahkan .gerakkan dengan bantuan sesuai membaiknya keadaan. 4. Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin ( dilantin ), diazepam , fenobarbital.

Diagnosa keperawatan: Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat: mual muntah Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan 1. Intervensi Pantau pemasukan dan pengeluaran. Hitung keseimbangan cairan. 1. 2. Rasional Evaluator Indikator

langsung status cairan.

kekurangan volume cairantidak terjadi dengan kriteria hasil : Turgor kulit elastis. Volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan haluaran. Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 1620 x/menit, TD: 100-120 mmHg.

2.

Evaluasi turgor kulit, kelembaban membran mukosa.

langsung status cairan / perbaikan ketidakseimbangan. 3. mungkin dimanifestasikan oleh bradikardi, karena jantung mencoba untuk mempertahankan curah jantung. 4. Kebutuha n cairan tergantung pada situasi, cairan dibatasi atau diberikan terus. Pemberian informasi melibatkan pasien dan pembuat jadwaldengan kesukaan individu dan meningkatkan rasa terkontrol dan kerja sama dalam program. 5. Indikator untuk mengetahui kekurangan volume cairan. 6. Perubahan BB tiba tiba dicurigai kehilangan volume cairan. Kekurang an volume cairan

3. 4.

Pantau TTV. Kaji ulang kebutuhan cairan. Buat jadwal 24 jam dan rute yang digunakan.

5.

Pantau kadar elektrolit darah, urea nitrogen darah,urine dan serum, osmolalitas, kreatinin, hematokrit dan hemoglobin.

6.

Timbang BB setiap hari.

Diagnosa keperawatan: Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah. Tujuan dan Kriteria Hasil Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi, dengan KH: Intake nutisi adekuat. Peningkatan berat badan. Kadar Hb dan albumin dalam batas normal. 1. Intervensi Kaji ulang 1) Rasional Menentukan kemampuan menelan klien dan mencegah risiko aspirasi. 2) Fungsi gastrointestinal bergantung pada kerusakan otak. Bising usus menentukan respon pemberian makanan atau terjadinya komplikasi Berikan 3) misalnya ileus. Mengevaluasi efektivitas dari asupan makanan. 4) Meningkatkan intake nutrisi, klien dapat berkonsentrasi makan tanpa adanya distraksi Kolaborasi: 5) dari luar. Membantu menurunkan mual.

kemampuan klien dalam menelan, batuk , dan adanya sekret. 2. Auskultasi bising usus , amati penurunan atau hiperaktivitas usus. 3. indikasi. 4. makanan dalam porsi kecil dan frekuensi yang set\ring, sajikan makanan dalam keadaan hangat, lingkungan yang tenang. 5. berikan obat antiemetik sesuai indikasi. Timbang berat badan sesuai

4.

Evaluasi Dx 1: Perfusi jaringan serebral meningkat, dengan kriteria evaluasi: Mempertahankan tingkat kesadaran.

Mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil. Mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif ( konsentrasi baik ). Dx 2: Jalan nafas kembali efektif, dengan kriteria evaluasi: Melaporkan tidak mengalami sesak. Frekuensi pernafasan 16-20 x/ menit. Tidak menggunakan otot bantu pernafasan. Ronchi (-/-) Mengi (-/-) Mendemontrasikan cara batuk efektif. Dx 3: Keluhan nyeri berkurang, dengan kriteria evaluasi: Melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 1-3 dari 10 skala nyeri. Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 1620 x/menit, TD: 100-120 mmHg. Wajah klien tampak rileks. Dx 4: Suhu tubuh dalam rentang normal, dengan kriteria evaluasi: Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 1620 x/menit, TD: 100-120 mmHg. Tidak terdapat kemerahan pada kulit. Dx 5: Terjadi peningkatan kemampuan fisik, dengan kriteria evaluasi: Skala ketergantungan meningkat menjdi bantuan minimal. Tidak terjadi kontraktur. Dx 6: Perubahan persepsi sensori olfaktori teratasi, dengan kriteria evaluasi: Melakukan kembali/ mempertahankan tingakat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu. Mendemostrasikan perubahan perilaku/ gaya hidup untuk mengkompensasi / defisit hasil.

Dx 7: Kebutuhan perawatan diri mandi dapat terpenuhi dengan kriteria evaluasi : Klien dapat menunjukan kegiatan mandi pada tingkat optimal yang diharapkan Menyebutkan perasaan nyaman dan kepuasan yang berhubungan dengan kebersihan tubuh. Dx 8: Kecemasan hilang/ berkurang, dengan kriteria evaluasi: Klien mampu memahami perasaannya. Klien mampu mengidentifikasi penyebab / faktor yang mempengaruhi. Menyatakan cemas berkurang.

Dx 9: Kebutuhan informasi terpenuhi dengan kriteria evaluasi : Klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan proses penyakit serta pengobatan Klien mampu melakukan prosedur yang perlu dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan. Dx 10: Klien bebas dari cedera , dengan kriteria evaluasi Klien tidak mengalami cedera ketika kejang berulang. Dx 11: Kekurangan volume cairantidak terjadi dengan kriteria evaluasi : Turgor kulit elastis. Volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan haluaran. Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu : 36-37,5 C, nadi : 60-100 x/menit, RR: 1620 x/menit, TD: 100-120 mmHg. Dx 12: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, dengan KH: Turgor kulit baik. Intake nutisi adekuat. Peningkatan berat badan.

Kadar Hb dan albumin dalam batas normal.

DAFTAR PUSTAKA Anonymous. (2010 ). Meningitis. Retreived: Kamis, 11 Maret 2010, from

http://id.wikipedia.org/wiki/meningitis. Carpenito, Lynda Juall.1998.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta: EGC Doengoes, E.M,dkk.2002.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC. Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Salemba Medika Smeltzer, Suzanne C dan Bare , Brenda. G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.3. Jakarta :EGC

You might also like