You are on page 1of 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GUILLAIN-BARRE

SYNDROME
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF PERIFER
Otak dan sumsum tulang belakang berkomunikasi dengan seluruh bagian tubuh
melalui cranial nerves saraI-saraI kepala) dan spinal nerves saraI-saraI tulang belakang).
SaraI-saraI tersebut adalah bagian dari sistem saraI periIer yang membawa inIormasi
sensoris ke sistem saraI pusat dan membawa pesan-pesan dari sistem saraI pusat ke otot-otot
dan kelenjar-kelenjar di seluruh tubuh atau disebut juga dengan sistem saraf somatik
(somatic nervous system).. Selain dari keduamacam saraI periIer yang termasuk sistem saraI
somatic di atas, PNS juga terdiri darisistem saraf autonomik (autonomic nervous system).
Ketiganya akan kita bicarakan lebih lanjut di bawah ini.
1. NEURON SEL SARAF)
Neuron adalah suatu sel saraI dan merupakan unit anatomis dan Iungsional
system saraI. Neuron menjalankan Iungsi sel saraI seperti mengingat, berIikir, dan
mengontrol semua aktiIitas tubuh. Neuron terdiri dari tiga bagian yaitu badan sel
dendrit dan akson.

Soma adalah inti sel nucleus) dari sel saraI, didalamnya terdapat organel sel.
Dendrit adalah bagian penerima input neuron, berukuran pendek dan bercabang-cabang.
Sedangkan axon adalah bagian yang menyampaikan impuls ke neuron lain, otot dan
kelenjar. Berukuran panjang dan berbentuk silinder tipis. Bagian ujung axon biasanya
berbentuk gelembung atau tonjolan yang disebut varikositas yang kantung-kantung
neurotransmitter.

enis neuron, berdasarkan struktur dibagi atas


a. Multipolar: terdiri atas beberapa dendrit dan satu akson
b. Bipolar: terdiri atas 1 dendrit dan 1 akson
c. Unipolar: dendrite dan akson menyatu
Sedangkan berdasarkan Iungsi sebagai berikut
a. Sensoris neuron aIeren), membawa impuls dari reseptor misalnya di kulit, otot, dan
bagian lain ke SSP
b. Motorik neuron eIeren), membawa impuls dari SSP ke eIektor seperti otot dan
kelenjar
c. Interneuron, tidak termasuk sensorik atau motorik.
2. SISTEM SARAF SOMATIK
a. SaraI-saraI Tulang Belakang (Spinal Nerves)
SaraI tulang belakang yang merupakan bagian dari sistem saraI somatic,
dimulai dari ujung saraI dorsal dan ventral dari sumsum tulang belakang bagian di
luar sumsum tulang belakang). SaraI-saraI tersebut mengarah keluar rongga dan
bercabang-cabang di sepanjang perjalanannya menuju otot atau reseptor sensoris
yang hendak dicapainya. Cabang-cabang saraI tulang belakang ini umumnya disertai
oleh pembuluh-pembuluh darah, terutama cabang-cabang yang menuju otot-otot
kepala (skeletal muscles).
Mekanisme input masuknyainIormasi-inIormasi sensoris ke sumsum tulang
belakang) dan output dari proses tersebut yang menghasilkan inIormasi-inIormasi
motorik. Soma sel dari axon-axon saraI tulang belakang yang membawa inIormasi
sensoris ke otak dan sumsum tulang belakang terletak di luar sistem saraI pusat
kecuali untuk system visual karena retina mata adalah bagian dari otak). Axon-axon
yang datang membawa inIormasi sensoris ke susunan saraI pusat ini adalah saraI-
saraI afferent. Soma-soma sel dari axon yang membawa inIormasi sensoris tersebut
berkumpul di dorsal root ganglia.
Neuron-neuron ini merupakan neuron-neuron unipolar. Batang axon yang
bercabang di dekat soma sel, mengirim inIormasi ke sumsum tulang belakang dan ke
organ-organ sensoris. Semua axon di dorsal root menyampaikan inIormasi
sensorimotorik.


b. SaraI-saraI Kepala (Cranial Nerves)
SaraI-saraI kepala terdiri dari 12pasang saraI kepala yang meninggalkan
permukaan ventral otak. Sebagian besar saraI-saraI kepala ini mengontrol Iungsi
sensoris dan motorik di bagian kepala dan leher. Salah satu dari keduabelas pasang
tersebut adalah saraf vagus (vagus nerves/saraf yang "berkelana"), yang merupakan
saraI nomor sepuluh yang mengatur Iungsi-Iungsi organ tubuh di bagian dada dan
perut. Disebut "vagus" atau saraI yang berkelana karena cabang-cabang saraInya
mencapai rongga dada dan perut.
Seperti yang telah dijelaskan di atas; soma sel dari axon-axon yang membawa
inIormasi sensoris ke otak dan sumsum tulang belakang terletak di luar sistem saraI
pusat kecuali untuk sistem visual). InIormasi somatosensoris juga dari indera perasa
di lidah diterima melalui saraI-saraI kepala oleh neuron-neuron unipolar. InIormasi
pendengaran, vestibular, dan visual diterima melalui neuron-neuron bipolar.
InIormasi indera penghidu penciuman lewat hidung) diterima melalui olafctury
bulbs. OlIactory bulbs adalah salah satu bagian otak yang kompleks karena terdiri
dari jaringan-jaringan saraI yang rumit.

3. SISTEM SARAF AUTONOM AUTONOMIC NERVOUS SYSTEM)
Autonomic Nervous System sistem saraI autonom) mengatur Iungsi otot-otot
halus, otot jantung, dan kelenjar-kelenjar tubuh autonom berarti mengatur diri sendiri).
Otot-otot halus terdapat di bagian kulit berkaitan dengan Iolikel-Iolikel rambut di tubuh,
di pembuluhpembuluh darah, di mata mengaturukuran pupil dan akomodasi lensa mata),
di dinding serta jonjot usus, di kantung empedu dan di kandung kemih. adi dapat
disimpulkan bahwa organ-organ yang dikontrol oleh sistem saraI autonom memiliki
Iungsi untuk melangsungkan proses vegetatiI' proses mandiri dan paling dasar) di dalam
tubuh.
Sistem saraI autonom terdiri dari dua sistem yang berbeda secara anatomis, yaitu
bagian sympatetik dan bagian parasympatetik. Organ dalam tubuh dikontrol oleh kedua
bagian tersebut meskipun tiap bagian memberikan eIek yang berlawanan. Contohnya,

bagian sympatetik meningkatkan detak jantung, sedangkan bagian parasympatetik


menurunkan detak jantung.
SaraI-saraI Kepala dan Fungsinya:
1. lfactory Penghidu indera penciuman) S
2. ptic Penglihatan S
3. cculomotor Gerakan Mata, Mengontrol Pupil, Lensa, dan Airmata MP
4. %rochlear Gerakan Mata M
5. %rigeminal Sensasi di bagianmuka dan mengonyah SM
6. bducens Gerakan mata M
7. acial Otot-otot muka, kelenjar air liur, dan rasa lidah) SMP
8. uditory Cabang Akustik: Untuk Pendengaran S Cabang Vestibular: Untuk
keseimbangan S
9. lossopharyngeal Otot-otot Tenggorokan, Kelenjar Air Liur, dan rasa lidah)
SMP
10.'agus Kontrol Parasimpatetik dari organ-organ internal, Sensasi dari organ-
organ Internal, dan rasa lidah) SMP
11.Spinal ccessory Otot-otot kepala dan leher M
12.ypoglossal Otot-ototLidah dan LeherM
Ket: S sensoris, M motoris, P parasympathetic)
a. SaraI Sympatetik dari Sistem SaraI Autonom
Sebagian besar saraI sympatetik terIibat dalam aktivitas yang berhubungan
dengan pengeluaran energi dari tubuh. Contohnya meningkatan aliran darah ke otot-
otot kepala, sekresi epinephrine meningkatkan detak jantung dan kadar gula dalam
darah) dan piloerection ereksi bulu/rambut pada mamalia atau tegaknya bulu roma
pada manusia) yang terjadi karena kerja sistem saraI autonom yang sympatetik
selama periode peningkatan aktivitas. Soma sel dari neuron motorik sympatetik
terIetak di substansia grisea dari sumsum tulang belakang di bagian thorax dada)
dan lumbar panggul).
Axonnya keluar melalui ventralroot.Setelah bertemu dengan saraI-saraI tulang
belakang, axon tersebut bercabang dan melalui sympathetic ganglia jangan tertukar
pemahaman dengan dorsal root ganglia). Sebagai catatan, perlu diingat bahwa

berbagai sympathetic ganglia berhubungan dengan ganglia didekatnya, yaitu di


bagian bawah dan atasnya sehingga membentuk ikatan sympatetik (sympathetic
chain). Axon-axon yang meninggalkan sumsum tulang belakang melalui ventral root
disebut dengan neuron-neuron preganglion (preganglionic neuron), kecuali adrenal
medulla yang axon preganglionnya masuk ke ganglia dari ikatan sympatetik, tetapi
tidak semuanya bersynapsis ditempat tersebut. Beberapa neuron preganglion
meninggalkan sumsum tulang belakang menuju ganglia sympatetik lain yang terletak
di organ-organ internal. Semua axon darineuron preganglion bersinapsiske neuron di
salah satuganglia tujuannya. Neuron-neuron tempat bersinapsis disebut neuron
postganglion (postganglionic neuron). Selanjutnya, neuron postganglion mengirim
axon ke organ tujuan, seperti usus halus, perut, ginjal, dan kelenjar keringat.
b. SaraI Parasympatetik dari Sistem SaraI Autonom
SaraI parasympatetik dari sistem saraI autonom mendukung aktivitas tubuh
yang berkaitan dengan peningkatanpenyimpanan energidalam tubuh. Memberikan
eIek-eIek seperti salivasi, sekresi kelenjar pencernaan, dan peningkatan aliran darah
ke system gastrointestinal. Soma sel yang mengandung axon-axon preganglion di
sistem saraI sympatetik terletak di dua bagian, yaitu sel-sel saraI di saraI-saraI kepala
terutama saraI vagus) dan substansia grisea di sumsum tulang belakang bagian
sacral. Gangliaparasimpatetik terletak didekat organ tujuan; axon postganglion
cenderung lebih pendek. Terminal button dari axon postganglion parasimpatetik
mensekresikan acetylcholine.
B. PENGERTIAN
Guillain-barre sindrome adalah sebuah kelainan pada sistem imun yang mempengaruhi
sistem saraI tepi anonym, 2010)
Sindrome guillain barre adalah penyakit saraI periIer yang ditandai dengan awitan
mendadak paralisis atau paresis otot Corwin, 2009).
Guillain-barre syndrome atau yang juga dikenal dengan polyneuropaty akut idiopatik
atau polyradikuloneuropathy, adalah sebuah penyakit peradangan pada selaput myelin pada
sistem saraI tepi Copstead & Banasik, 2005).
Guillain barre syndrome GBS) adalah penyakit kelumpuhan yang paling banyak
terjadi di Negara berkembang Khan, 2004).

uillain-Barre Syndrome GBS) atau cute Inflammatory Demyelinating


Polyneuropathy AIDP) atau cute ebrile Polyneuritis adalah kelemahan motorik yang
progresiI dan areIleksi. Sering disertai gangguan sensorik, otonomik dan abnormalitas
batang otak. Timbulnya didahului oleh inIeksi virus Saharso,2006).
Sindroma Guillain Barre adalah penyakit yang menyerang radiks saraI yang bersiIat
akut dan yang menyebabkan kelumpuhan yang gejalanya dimulai dari tungkai bagian bawah
dan meluas keatas sampai tubuh dan otot-otot wajah. Penyakit ini dapat mengancam jiwa
yaitu berupa kelemahan yang dimulai dari anggota gerak distal yang dengan cepat dapat
merambat ke proximal.
Nama lain dari sindroma Guillaain Barre adalah Poli radikulo neuropati inflamasi akut
atau PI. Insiden tahunan di Amerika Serikat adalah 1 sampai 2 per 100.000. Penyakit ini
tidak dipengaruhi terhadap musim dan tidak endemik dapat menyerang semua golongan
umur terutama pada usia 50-70 tahun, presentasi jumlah antara pria dan wanita sama.
Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan demielinisasi pada akar
saraI tepi. Sampai saat ini penyebab pasti penyakit ini masih dalam perdebatan.
Guillain-Barre Syndrome adalah gangguan di mana sistem kekebalan tubuh
menyerang bagian dari sistem saraI periIer.



C. ETIOLOGI
Corwin dalam bukunya Buku Saku PatoIisiologi, menyebutkan bahwa walaupun
penyebab sindrom guillain barre tidak diketahui, penyakit ini biasanya terjadi 1-4 minggu
setelah inIeksi virus atau imunisasi.
Sedangkan menurut Copstead & Banasik tahun 2005, penyebab dari sindrom guillain
barre belum diketahui, tetapi penyaki ini biasanya terjadi setelah adanya inIeksi, suntikan,
atau prosedur medis 1-8 minggu sebelum timbulnya tanda dan gejala. Radang usus akibat
Camphylobacter jejuni juga berhubungan dengan sindrom ini. Pada dasarnya sindrom
guillain barre adalah masalah kesusakan imunologik, tapi mekanisme terperincinya belum
diketahui. Ini merupakan demyelinisasi segmental, dan banyak Iakta menunjukkan bahwa
terjadi kerusakan pada sel T dan sel B. Peningkatan limIosit ditemukan pada bagian yang
mengalami demyelinisasi. Proses ini memperlambat atau menghentikan proses penghantaran
konduksi) nervus. Terutama mempengaruhi neuron motorik, tetapi neuron sensorik juga
dapat terlibat.
Sindrom Guillain Barre juga telah berhubungan dengan diabetes, penyalahgunaan
alkohol, paparan logam berat atau industri racun, estetika epidural, dan obat agen
thrombolitik, heroin) penyakit sistemik seperti lupus erythematosus, sarkoidosis, penyakit
Hodgkin, neoplasma dan lainnya telah dikenal untuk menyebabkan sejumlah kecil kasus
GBS Khan, 2004).
GBS atau uillain Barre Syndrome merupakan suatu penyakit autoimun oleh karena
adanya antibody antimyelin yang biasannya didahului dengan Iaktor pencetus. Sedangkan
etiologinya sendiri yang pasti belum diketahui, diduga oleh karena :
a. InIeksi, misal radang tenggorokan atau radang lainnya
b. InIeksi virus measles, Mumps, Rubela, InIluenza A, InIluenza B, Varicella zoster,
InIections mono nucleosis vaccinia, variola, hepatitis inI, coxakie)
c. Vaksin rabies atau swine Ilu
d. InIeksi yang lain, misal Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa, Brucellosis,
campylobacter jejuni
e. Tindakan bedah
I. Keganasan, misal penyakit Hodgkin`s, karsinoma, limIoma

Dari Iaktor pencetus di atas disebutkan bahwa inIeksi usus dengan campylobacter
jejuni biasanya memberikan gejala kelumpuhan yang lebih berat. Hal ini dikarenakan
struktur biokimia dinding bakteri ini mempunyai persamaan dengan struktur biokimia
myelin pada radik, sehingga antibody yang terbentuk terhadap kuman ini bisa juga
menyerang myelin.
D. KLASIFIKASI
Sindroma Guillan-Barre dapat diklasiIikasikan menjadi:
1. cute Motor-Sensory onal Neuropathy AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan inIeksi saluran cerna C
fefuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraI sensorik dan
motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.
2. cute Motor-onal Neuropathy AMAN)
Berhubungan dengan inIeksi saluran cerna C fefuni dan titer antibody gangliosid
meningkat seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik
dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris.
AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya
aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi wallerian like tanpa
inIlamasi limIositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih
kurang 1 tahun.
3. Miller isher Syndrome
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 dari semua kasus SGB.
Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan areIleksia. Ataksia terlihat pada gaya
jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak
terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan
4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy CIDP)
CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersiIat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan
kelemahan otot lebih berat pada bagian distal
5. cute pandysautonomia

Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. DisIungsi
dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi
postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis,penurunan salvias dan
lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.
E. PATOFISIOLOGI
Sindrom Guillain Barre akibat serangan autoimun pada myelin yang membungkus
saraI periIer. Dengan rusaknya myelin, akson dapat rusak. Gejala GBS menghilang pada
saat serangan autoimun berhenti dan akson mengalami regenerasi. Apabila kerusakan badan
sel terjadi selama serangan, beberapa derajat distabilitas dapat tetap terjadi.
Otot ekstremitas bawah biasanya terkena pertama kali, dengan paralisis yang
berkembang ke atas tubuh. Otot pernaIasan dapat terkena dan menyebabkan kolaps
pernaIasan. Fungsi kardiovaskular dapat terganggu karena gangguan Iungsi saraI autonom
Corwin, 2009).
Gullain Barre Syndrome diduga disebabkan oleh kelainan system imun lewat
mekanisme limIosit medialed delayed hypersensivity atau lewat antibody mediated
demyelinisation. Masih diduga, mekanismenya adalah limIosit yang berubah responnya
terhadap antigen.
LimIosit yang berubah responnya menarik makroIag ke saraI periIer, maka semua
saraI periIer dan myelin diserang sehingga selubung myelin terlepas dan menyebabkan
system penghantaran implus terganggu.
Karena proses ditujukan langsung pada myelin saraI periIer, maka semua saraI periIer
dan myelin saraI periIer, maka semua saraI dan cabangnya merupakan target potensial, dan
biasannya terjadi diIus. Kelemahan atau hilangnya system sensoris terjadi karena blok
konduksi atau karena axor telah mengalami degenerasi oleh karena denervasi. Proses
remyelinisasi biasannya dimulai beberapa minggu setyelah proses keradangan terjadi.























Faktor predisposisi:
O Usia
O enis kelamin
Faktor presipitasi:
O inIeksi
O hygiene yg buruk
O stress
O diet
O gaya hidup
Pajanan campilobakter jejuni
Masuk ke tubuh melalui
berbagai Iaktor
respon imun bawaan
mengakibatkan pengambilan
patogen oleh antigen matang
kedalam sel
LimIosit menarik makroIag
ke saraI periIer
PengaktiIan sel B
dan antibody
Respon limIosit berubah
terhadap antigen.
LimIosit dan makroIag
menyerang myelin
selubung myelin terlepas
Antibody terbentuk dan mengaktiIasi
sistem complemen dan pagositik
patogen










F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala neurologik diawali dengan parestesia kesemutan dan kebas) dan
kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke ektremitas atas, batang tubuh atau otot
wajah. Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang lengkap. SaraI
kranial yang paling sering terserang, yang menunjukkan adanya paralisis pada okular, wajah
dan otot oroIaring dan juga menyebabkan kesukaran bicara, mengunyah, dan menelan.
DisIungsi autonom yang sering terjadi dan memperlihatkan bentuk reaksi berlebihan atau
kurang bereaksinya sistem saraI simpatis dan parasimpatis, dengan maniIestasi gangguan
Irekuensi jantung dan ritme, perubahan tekanan darah, dan gangguan vasomotor lainnya.
Keadaan ini juga dapat menyebabkan nyeri berat dan menetap pada punggung dan daerah
kaki. Seringkali pasien menunjukkan adanya kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh sama
seperti keterbatasan atau tidak adanya reIlex tendon Smeltzer & Bare, 2004).
Menurut Corwin 2009), gambaran klinis sindrom guillain barre berupa kelemahan
dan paralisis otot yang bersiIat asenden.
Kebanyakan pasien mencapai puncak kecacatan dalam 10-14 hari. Nervus sensori juga
dapat dipengaruhi tapi lebih sedikit daripada nervus motorik Copstead & Banasik, 2005).
System penghantaran
implus terganggu.
Guillain barre syndrom
Perubahan sensori
Rasa kebas
paresthesias) atau mati
rasa di kaki /tangan
Kelemahan akut
progresiI yang bersiIat
aenden
O Ekstremitas bawah
O Ekstremitas atas
O hiporeIleksia
nyeri tumpul di tulang
belakang, punggung,
dan ekstremitas bagian
proksimal
Pengaruh terhadap saraI
cranial
O Kelumpuhan pada
wajah
O Diarthria
O Disphagia
O Kesulitan dalam
pertumbuhan

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute oI
Neurological and Communicative Disorder and Stroke NINCDS), yaitu:
1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
a. Terjadinya kelemahan yang progresiI
b. HiporeIleksi
2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
a. Ciri-ciri klinis:
1) ProgresiIitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal
dalam 4 minggu, 50 mencapai puncak dalam 2 minggu, 80 dalam 3
minggu, dan 90 dalam 4 minggu.
2) RelatiI simetris
3) Gejala gangguan sensibilitas ringan
4) Gejala saraI kranial 50 terjadi parese N VII dan sering bilateral. SaraI
otak lain dapat terkena khususnya yang mempersaraIi lidah dan otot-otot
menelan, kadang 5 kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler
atau saraI otak lain
5) Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresiIitas berhenti, dapat
memanjang sampai beberapa bulan.
6) DisIungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi
dangejala vasomotor.
7) Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
1) Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan
pada LP serial
2) umlah sel CSS 10 MN/mm3
3) Varian:
O Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
O umlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa: Perlambatan
konduksi saraI bahkan blok pada 80 kasus. Biasanya kecepatan hantar
kurang 60 dari normal

Sedangkan menurut Rachel 2010), gambaran klini dari pasien dengan uillain Barre
Syndrome adalah:
a. Kelemahan
O Gambaran klinis klasik kelemahan adalah asenden dan simetris. Anggota tubuh
bagian bawah biasanya terlibat sebelum anggota badan atas. Otot-otot
proksimal mungkin terlibat lebih awal dari yang lebih distal. Batang tubuh,
kelenjar, dan otot pernaIasan dapat dipengaruhi juga.
O Kelemahan berkembang akut selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan
bisa berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia yang komplit dengan
kegagalan ventilasi. Puncak deIisit dicapai oleh 4 minggu setelah
pengembangan awal gejala. Pemulihan biasanya dimulai 2-4 minggu setelah
kemajuan berhenti.
b. Perubahan Sensory
O Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik
serupa. Sensory gejala sering mendahului kelemahan. Mereka sering naik di
alam dan lebih diucapkan dalam distribusi distal.
O Sensory gejala biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, temuan Tujuan
kehilangan sensori cenderung minim dan variabel.
O Pada studi konduksi saraI NCS), 58-76 pasien menunjukkan kelainan
sensorik.
c. Keterlibatan saraI kranial
O Keterlibatan saraI kranial diamati pada 45-75 pasien dengan GBS. keluhan
umum mungkin termasuk yang berikut:
acial terkulai
Diplopias : persepsi adanya 2 bayangan dalam 1 objjek
Dysarthria : artikulasi pembicaraan yang tidak sempurna karena gangguan
kendali otot yang merupakan akibat dari kerusakan saraI pusat atau periIer.
DisIagia
O kelemahan wajah dan oroIaringeal biasanya muncul setelah batang dan anggota
badan yang terpengaruh.

d. Nyeri
O 89 pasien melaporkan nyeri yang disebabkan GBS di beberapa waktu selama
penyakit mereka. Pada awal presentasi, hampir 50 dari pasien digambarkan
sebagai rasa sakit parah dan menyedihkan.
O Mekanisme nyeri tidak pasti dan mungkin produk dari beberapa Iaktor. Nyeri
dapat hasil dari cedera saraI langsung atau dari kelumpuhan dan immobilisasi
berkepanjangan.
O Kebanyakan pasien mengeluh sakit punggung dan kaki, seringkali
digambarkan sebagai sakit atau berdenyut. Mekanisme nyeri dianggap akibat
akar saraI meradang. Gejala dysesthetic diamati pada sekitar 50 pasien
selama perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias berkurangnya indera apa
saja terutama indra peraba/sensasi abnormal yg tidak enak yang disebabkan
raangsangan normal) sering digambarkan sebagai sensasi terbakar, kesemutan,
atau shocklike dan seringkali lebih umum di ekstremitas bawah daripada
ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas di 5-10 pasien.
sindrom nyeri lainnya di GBS meliputi:
Keluhan Myalgic, dengan kram dan tenderness otot lokal
Nyeri visceral
Rasa sakit yang terkait dengan kondisi tidak bergerak misalnya, palsies
tekanan saraI, ulkus dekubitus)
O Intensitas nyeri pada masuk berkorelasi buruk dengan cacat neurologis tentang
pendaItaran masuk dan dengan hasil akhir.
e. Perubahan Otonom
O Keterlibatan sistem saraI otonom dengan disIungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan GBS.
O Perubahan otonom dapat mencakup hal berikut:
Tachycardia
Bradikardi
Muka kemerahan
Hipertensi paroksismal
Hipotensi ortostatik

Anhidrosis dan / atau diaIoresis


O Retensi urin dan ileus paralitik juga dapat diamati. Usus dan disIungsi kandung
kemih jarang menyajikan sebagai gejala awal atau berlangsung selama jangka
waktu yang signiIikan.
O Dysautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan yang parah dan
gagal pernaIasan.
O perubahan otonom jarang bertahan pada pasien dengan GBS.
I. EIek pada respiratori
O 40 pasien memiliki kelemahan pernapasan atau oroIaringeal.
O keluhan khas meliputi:
Dyspnea pada tenaga
Sesak napas
Kesulitan menelan
Cadel pidato
O kegagalan ventilasi dengan dukungan pernaIasan yang dibutuhkan adalah
diamati dalam hingga sepertiga pasien pada beberapa waktu selama perjalanan
penyakit mereka.


G. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital: aritmia jantung, termasuk tachycardi dan bradycardi, dapat diamati
sebagai hasil dari keterlibatan sistem saraI otonom.
b. Takipnea mungkin merupakan tanda dyspnea berkelanjutan dan kegagalan pernaIasan
yang progresiI.
c. Keseimbangan tekanan darah adalah ciri lain yang sama dengan perubahan antara
hipertensi dan hipotensi.
d. SaraI kranial
O kelemahan Facial VII saraI kranial) yang diamati paling sering, diikuti oleh
gejala yang berhubungan dengan saraI cranial VI, III, XII, V, IX, dan X.
Keterlibatan hasil otot wajah, oroIaringeal, dan mata di wajah terkulai, disIagia,
dysarthria, dan temuan yang terkait dengan gangguan mata.
O Ophthalmoparesis dapat diamati pada sampai dengan 25 dari pasien dengan
GBS. Pembatasan gerakan mata yang paling sering hasil dari lumpuh simetris
yang terkait dengan saraI kranial VI. Ptosis dari saraI cranial palsy III
oculomotor) juga sering dikaitkan dengan gerakan mata terbatas. kelainan pupil,
terutama yang ophthalmoparesis atas, relatiI umum juga.
e. Pemeriksaan motorik
O kelemahan biasanya dimulai dari ekstremitas bawah kemudian naik simetris dan
progresiI selama beberapa hari pertama.
O Ekstremitas atas, batang, wajah, dan kelemahan oroIaringeal diamati untuk
sebagian variabel.
I. Pemeriksaan Sensorik
O Meskipun sering terjadi parestesia, perubahan sensorik yang nyata adalah
minimal.
g. Perubahan ReIleks
O ReIleks tidak ada atau hyporeIlexic di awal perjalanan penyakit dan merupakan
temuan klinis utama pada pemeriksaan pasien dengan GBS.

O ReIleks patologis, seperti tanda Babinski, yang absen.


O Hypotonia dapat diamati dengan kelemahan signiIikan.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan Serebro Spinal CSS): hasil analisa CSS normal dalam 48 jam pertama,
kemudian diikuti kenaikan kadar protein CSS pada minggu II tanpa atau disertai
sedikit kenaikan lekosit albuminocytologic dissociation).
b. Pemeriksaan elektroIisiologi
EMG dan Nerve Conduction 'elocity NCV):
a.Minggu I: terjadi pemanjangan atau hilangnya -response 88), prolong distal
latencies 75), blok pada konduksi 58) dan penurunan kecepatan konduksi
50).
b.Minggu II: terjadi penurunan potensial aksi otot 100), prolong distal latencies
92) dan penurunan kecepatan konduksi 84).
c. Pemeriksaan radiologi
MRI: Sebaiknya MRI dilakukan pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala
SGB. Pemeriksaan MRI dengan menggunakan kontras gadolinium memberikan
gambaran peningkatan penyerapan kontras di daerah lumbosakral terutama di kauda
equina. Sensitivitas pemeriksaan ini pada SGB adalah 83 Saharso,2006).
d. Tes Iungsi paru
Tekanan inspirasi maksimal dan kapasitas vital pernapasan pengukuran Iungsi
neuromuskuler dan memprediksi kekuatan diaIragma. Tekanan maksimal expiratory
juga mencerminkan kekuatan otot perut. Sering evaluasi parameter ini harus
dilakukan di samping tempat tidur untuk memonitor status pernaIasan dan perlunya
bantuan ventilasi.
PernaIasan bantuan harus dipertimbangkan ketika kapasitas vital ekspirasi
menurun hingga 18 mL / kg atau ada penurunan saturasi oksigen PO
2
arteri 70
mm Hg).
e. Temuan histologis
InIiltrasi limIosit dan makroIag diamati pada pemeriksaan mikroskopis dari
saraI periIer. MakroIag masuknya diyakini bertanggung jawab atas demielinasi

multiIokal terlihat di GBS. Tingkat variabel degenerasi Wallerian juga dapat diamati
dengan perubahan inIlamasi parah. Cellular inIiltrat tersebar di seluruh saraI kranial,
akar syaraI, ganglion akar dorsal, dan saraI periIer.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada prognosis yang lanjut adalah
1. Kolaps pernaIasan dan kardiovaskular yang dapat menyebabkan kematian
2. Kelemahan beberapa otot dapat menetap Corwin, 2009).
3. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke dalam
paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya inIeksi, trombosis vena dalam,
paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi Israr, dkk,
2009).
I. PENATALAKSANAAN
1. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.
Gerakan pasiI pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah
penyembuhan mulai Iase rekonvalesen), maka Iisioterapi aktiI dimulai untuk melatih
dan meningkatkan kekuatan otot.
2. Plasma echange therapy PE)
Plasmaparesis atau plasma echange bertujuan untuk mengeluarkan Iactor
autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil
yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu naIas yang
lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling eIektiI untuk
melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. umlah plasma yang
dikeluarkan per echange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat
sampai lima kali echange.
3. Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin IVIg) dapat menetralisasi
autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg juga
dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau
bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk.

Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan


plasmaparesis karena eIek samping/komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini
dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama
5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVIg.
4. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanIaat untuk terapi SGB. Tetapi, digunakan pada SGB tipe
CIDP.
. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAIAN
a. Pengkajian
1) Identitas klien : meliputi nama, alamat, umur, jenis
kelamin, status
2) Keluhan utama : kelumpuhan dan kelemahan
3) Riwayat keperawatan :sejak kapan, semakin
memburuknya kondisi / kelumpuhan, upaya yang dilakukan selama menderita
penyakit.
b. Pemeriksaan Fisik
1)B1 Breathing)
Kesulitan bernaIas / sesak, pernaIasan abdomen, apneu, menurunnya
kapasitas vital / paru, reIlek batuk turun, resiko akumulasi secret.
2)B2 Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi, wajah kemerahan.
3)B3 Brain)
Kesemutan, kelemahan-kelumpuhan, ekstremitas sensasi nyeri turun,
perubahan ketajaman penglihatan, ganggua keseimbangan tubuh, aIasis
kemampuan bicara turun), Iluktuasi suhu badan.
4)B4 Bladder)
Menurunkan Iungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat
berkemih.

5)B5 Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, kelemahan otot abdomen, peristaltic usus
turun, konstipasi sampai hilangnya sensasi anal.
6)B6 Bone)
Gangguan mobilitas Iisik-resiko cidera / injuri Iraktur tulang, hemiplegi,
paraplegi.
2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola naIas tidak eIektiI berhubungan dengan kelemahan progresiI
b. Kerusakan mobilitas Iisik berhubungan dengan paralisis
c. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak mempuan
menelan
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan disIungsi saraI cranial
e. Ansietas berhubungan dengan kehilangan kontrol dan paralisis.
3.INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Mempertahankan Iunsi pernaIasan
Ventilasi mekanik diperlukan pada pasien yang memperlihatkan kemunduran
pernaIasan yang mengindikasikan kearah memburuknya kekuatan otot-otot
pernaIasan. Pasien dengan GBS berada pada resiko tinggi aspirasi dan bersihan
jalan naIas tidak eIektiI akibat kelemahan. Fisioterapi dada dan peninggian kepala
tempat tidut memudahkan pernaIasan dan meningkatkan batuk eIektiI.
b. Mengurangi eIek immobilisasi
Ekstremitas paralisis disokong dengan posisi Iungsional dan memberikan latihan
rentang gerak secara pasiI sedikitnya dua kali sehari. Perawat melakukan kolaborasi
dengan ahli terapi Iisik untuk mencegah deIormitas kontraktur dengan
menggunakan perubahan posisi yang hati-hati dan latihan rentang gerak.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
Untuk pencegahan kelemahan otot karena kurang nutrisi. ika pasien tak mampu
menelan, makanan diberikan melalui selang lambung. Bila pasien dapat menelan,
makanan diberikan melalui rute oral dengan sangat hati-hati.
d. Meningkatkan komunikasi

Karena paralisis, trakeostomi dan intubasi, maka pasien tidak mampu berbicara,
tertawa atau menangis dan juga tidak dapat mengekspresikan emosinya. Masalah-
masalah ini dipersulit dengan adanya kebosanan, ketergantungan, isolasi, dan
Irustasi. Untuk mengembangkan beberapa bentuk komunikasi, berupa memahami
kata-kata orang lain dengan gerakan bibir dan menggunakan kartu-kartu gambar,
yang dikombinasi dengan sistem mengedipkan mata untuk mengidentiIikasi ya atau
tidak, dapat dicoba pada pasien ini.
e. Mengurangi rasa takut dan ansietas.
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani aktivitas dan
pengalihan misalnya membaca akan menurunkan perasaan terisolasi. Intervensi
keperawatan yang dapat membantu meningkatkan control sensasi pasien dan dalam
menurunkan ketakutan dengan cara memberikan inIormasi tentang keadaan pasien,
menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping pertahanan diri,
yang positiI, membentu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan dan
memberikan respon balik yang positiI.
I. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah.
Banyak pasien GBS mengalami pemulihan yang sempurna dalam beberapa minggu
atau bulan. Pasien-pasien yang pernah mengalami paralisis total atau lama mungkin
membutuhkan beberapa tipe rehabilitasi yang dilakukan terus setalah keluar dari
rumah sakit. Program yang luas akan bergantung pada pengkajian yang dibutuhkan
dibuat oleh anggota tim kesehatan. AlternatiI program yang komprehensiI bagi
pasien jika dikurangi adalah penting dan dukungan sosial dibatasi untuk program
dirumah terhadap terapi Iisik dan okupasi.
Fase pemulihan mungkin lama dan akan membutuhkan kesabaran serta keterlibatan
pihak pasien dan keluarga untuk mengembalikan kemampuan sebelumnya. Awitan
akut dan perkembangan yang dramatic dari gejala-gejala yang ada tidak dapat
dilakukan penyelesaiannya dengan tiba-tiba dalam mengubah Iungsi-Iungsi.
Kelompok pendukung guillain bare menawarkna kedua inIormasi dan berinteraksi
dengan kelompok, yang dapat membantu selama Iase pemulihan.
4.STUDI KASUS
a. Kasus

Tuan L 40 tahun datang ke poliklinik RS. AriIin Ahmad Pekanbaru dengan keluhan
merasa baal yang dimulai dari telapak kakinya kemudian lama-lama menjadi susah
digerakkan. Setelah itu keluhan seperti merambat naik ke paha kemudian perut.
Keluhan tersebut dirasakan simetris dikedua kakinya. Dari hasil pemeriksaan tanda-
tanda vital: TD: 160/90 mmHg. N: 90x/mnt, RR: 40x/menit, suhu 37,8
o
C. Pasien
dilakukan pemeriksaan lumbal Iungsi dan didapatkan kadar proteinnya meningkat.
b. Analisa Data
DO DS Masalah Keperawatan
TD: 160/90 mmHg. N:
90x/mnt, RR: 40x/menit,
suhu 37,8
o
C
Pola naIas tidak eIektiI
Klien merasa baal yang
dimulai dari telapak
kakinya kemudian lama-
lama menjadi susah
digerakkan. Setelah itu
keluhan seperti merambat
naik ke paha kemudian
perut. Keluhan tersebut
dirasakan simetris dikedua
kakinya
Resiko kerusakan mobilitas
Iisik.
TD: 160/90 mmHg. N:
90x/mnt, RR: 40x/menit,
suhu 37,8
o
C
Gangguan termoregulasi:
hipertermia
c. WOC



Respon tubuh terhadap
inIeksi
Faktor predisposisi dan presipitasi
Pajanan campilobakter jejuni
Rx. Fagositik ileh limposit
P suhu tubuh
















d. Diagnosa Keperawatan dan intervensi keperawatan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
1. Pola naIas tidak eIektiI
B.D paralisis otot
pernaIasan

Tujuan:
1. Pantau Irekuensi,
kedalaman dan
kesimetrisan pernaIasan.
Catat peningkatan kerja
naIas dan observasi warna
1. Peningkatan distress
pernaIasan menandakan
adanya kelelahan pada otot
pernaIasan atau paralisis
yang mungkin memerlukan
Respon limIosit terhadap
antigen berubah
Kelemahan akut progresiI yang
bersiIat aenden
Kelemahan otot-otot
pernaIasan
MK: resiko kerusakan
mobilitas fisik
LimIosit dan makroIag
menyerang myelin
selubung myelin terlepas
System penghantaran
implus terganggu.
Guillain barre syndrom
Perubahan sensori
Rasa kebas
paresthesias) atau mati
rasa di kaki /tangan
Pengaruh pada sistem saraI
otonom
MK: gangguan
termoregulasi:
hipertermi
MK: pola nafas
tidak efektif

Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional


setelah 1x24 jam
dilakukan tindakan Iugsi
pernaIasan adekuat sesuai
dengan kebutuhan
individu.

Kriteria hasil:
Pasien menunjukkan
ventilasi adekuat dengan
tidak ada distress
pernaIasan, bunyi naIas
bersih GDA dalam batas
normal.

















2. Kerusakan mobilitas Iisik
B.D kerusakan
neuromuskuler.

Tujuan:





Kriteria Hasil:
Pasien akan mempertahankan
posisi Iungsi dengan tidak
ada komplikasi kontraktur,
dekubitus). Meningkatkan
kulit dan membran
mukosa.
2. Kaji adanya perubahan
sensasi terutama adanya
penurunan respon pada
daerah lengan atas/ bahu.






3. Catat adanya kelelahan
pernaIasan selama
berbicara kalau pasien
masih dapat berbicara).

4. Tinggikan kepala tempat
tidur atau letakkan pasien
pada posisi duduk
bersandar.


5. Berikan obat/ bantu
dengan tindakan
pembersihan pernaIasan,
seperti latihan pernaIasan,
perIusi dada, vibrasi, dan
drainase postural.

1. Kaji kekuatan
motorik/kemampuan
secara Iungsional dengan
skala 0-5. lakukan
pengkajian secara teratur
dan bandingkan dengan
nilai dasarnya.
2. Berikan posisi pasien yang
menimbulkan rasa
nyaman. Lakukan
perubahan posisi dengan
jadwal yang teratur sesuai
kebutuhan secara
individual.
3. Lakukan latihan rentang
sokongan dari ventilasi
mekanik.
2. Penurunan sensasi
seringkali walaupun tidak
selalu) mengarah pada
kelemahan motorik yang
mempengaruhi otot
intercostal. Oleh karena itu
tangan/ lengan yang
terkena seringkali
mengarah pada masalah
gaagal naIas.
3. Merupakan indikator yang
baik terhadap gangguan
Iungsi pernaIasan atau
menurunnya kapasitas vital
paru.
4. Meningkatkan ekspansi
paru dan usaha batuk,
menurunkan kerja
pernaIasan dan membatasi
terjadinya risiko aspirasi
sekret.
5. Memperbaiki ventilasi dan
menurunksn atelektasis
dengan memobilisasi
sekret dan meningkatkan
ekspansi alveoli paru.


1. Menentukan
perkembangan atau
munculnya kembali tanda
yang menghambat
tercapainya tujuan atau
harapan pasien.

2. Menurunkan kelelahan,
meningkatkan relaksas,
menurunkan risiko
terjadimya iskemi atau
kerusakan pada kulit.


3. Menstimulasi sirkulasi,

Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional


kekuatan dan Iungsi bagian
yang sakit















3. Gangguan termoregulasi:
hipertermi B.D proses
penyakit.

Tujuan:
Pemeliharaan suhu tubuh
yang normal

Kriteria Hasil:
Suhu tubuh berada pada suhu
normal 36,5-37,2)







gerak pasiI. Hindari
latihan aktiI selama Iase
akut.
4. KonIirmasi dengan atau
rujuk ke bagian terapi
Iisik atau terapi okupasi.











1. Monitoring dan catat suhu
tubuh secara teratur


2. Motivasi asupan cairan




3. Hindari kontak dengan
inIeksi


4. aga agar pasien tetap
beristirahat

5. Berikan kompres hangat



6. Berikan antipiretik sesuai
dengan yang diresepkan.

meningkatkan tonus otot
dan meningkatkan
mobilisasi sendi.
4. BermanIaat dalam
menciptakan kekuatan otot
secara individual atau
latihan terkondisi dan
program latihan berjalan
dan mengidentiIikasikan
alat bantu atau brace untuk
mempertahankan
mobilisasi dan
kemandirian dalam
melakukan aktiIitas sehari-
hari.


1. Memberikan dasar deteksi
dini dan evaluasi intervensi


2. Memperbaiki asupan
cairan akibat pebris dan
meningkatkan kenyamanan
pasien

3. Meminimalkan resiko
peningkatan inIeksi, suhu
tubuh serta laju metabolik

4. Mengurangi laju metabolik


5. Menurunkan panas melalui
proses kondusi dan
evaporasi

6. Membantu menurunkan
panas dengan obat-obat an.

You might also like