You are on page 1of 11

Vow Of The Soul Author : @emmyaoi Fandom : SS501 Pairing : HyunSaeng (Hyunjoong X Youngsaeng) Rating : PG-15 Genre : Yaoi,

Slash, Angst, Romance Language : Indonesian Mood : Naughty Music : GTOP Baby Good Night Disclaimer : I dont own Hyunjoong nor Youngsaeng, but I own my batch as a fujoshi and HyunSaengs hardcore. Oops, I think the plot belongs to me. Summary : mixed up from Black Butler and Mori no Pianos comics series. Youngsaeng is the master, and Hyunjoong is an evil in disguise <3 Be aware of the narration, itll take time to figure out whats Hyunjoong exactly.

credit poster: (me) facebook.com/vip.heneciemmy *** Petir bergemuruh malam itu, membuat garis perumahan yang berhimpit di daerah pinggir hutan itu terlukis mengerikan. Rel kereta api yang membelah daerah pinggiran kota itu basah karena derasnya hujan yang turun malam itu. Di beberapa tempat di daerah pinggiran kota yang langsung berbatasan dengan hutan kecil itu, air hujan menggenang dan bercipratan setiap kali ada kendaraan yang melewatinya. Sosok-sosok wanita berpakaian minim mengintip dari jendela-jendela usang di kedai-kedai minum yang ada di sana. Pria-pria mabuk yang memegang botol-botol bir murahan menari-menari di beberapa bar kotor yang ada di sana. Daerah pinggir

hutan ini memang tempat yang terkenal sebagai tempat prostitusi dan beredarnya berbagai kebusukkan yang ada di kota itu. Tak akan heran kalau tiba-tiba seorang pejalan kaki menemukan mayat di pinggiran jalan, atau menemukan wanita telanjang yang meminta tolong bagai binatang yang akan disembelih. Di balik deretan bar dan hotel murahan itulah tempat hutan kecil itu terdapat. Samar-samar beradu dengan suara derasnya hujan, terdengar rintihan kesakitan dari tengah hutan itu. Terikat di salah satu pohon besar yang berada di sana, seorang pemuda menunduk menerima pukulan dari dua orang pria bertubuh kekar di hadapannya. Darahnya mengalir dari pelipis yang robek, air hujan menambah pedih lukanya, bahkan luka-luka baru terus bertambah seiring amarah liar kedua pria lainnya. ANAK PELACUR SEPERTIMU HANYA AKAN MENJADI SAMPAH SAJA DI SINI!!! Teriak salah satu pria itu sambil menarik rambut pemuda malang itu. Wajahnya bersimba darah, namun kecantikan pada wajah pemuda itu sama sekali tak sirna. DENGAR ITU BANCI SIALAN!! Sahut pria yang lain. Ibumu saja seperti itu, jangan pernah bermimpi bisa menjadi lebih tinggi dari pada sampah!! Kedua pria yang seluruh tubuhnya telah basah itu meninggalkan pemuda berambut coklat itu sendirian, tanpa membuka ikatan yang melilit perut dan dadanya yang telah memar pada pohon besar itu. Pemuda itu mengerang menahan sakit. Darahnya terus mengalir dari luka sobek di beberapa tempat di tubuhnya. Sementara air matanya juga terus mengalir. Ia menangis karena marah, sakit hati, dan menangis karena ia tak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk dirinya sendiri. Saat ini, untuk meminta tolong pun ia tak mampu. Ia hanya bisa berteriak dalam hatinya, meneriakkan permintaan tolong yang pilu yang bahkan ia sendiri tak dapat mendengarnya saking lemahnya jiwa yang ada dalam tubuhnya. Ketika rasa sakitnya menyentuh jantungnya, mencekik arterinya dan memaksanya untuk terus meronta tanpa suara dalam kesakitan yang luar biasa. <i>Siapapun, tolong aku, kumohon, tolong aku...</i> Ada majikan untukku di sini... suara itu samar dalam hujan yang agaknya mulai mereda, aku dapat mencium aromamu yang memabukkan... kata suara itu lagi. Pemuda itu berusaha keras mengangkat kepalanya, sementara cekikan pada jantungnya menguat. Ia hanya bisa menarik napas dan berbicara terbata, si, si, sia-pa i-tu? Sekelebat asap hitam menyeimuti sekujur tubuh pemuda itu, menguarkan aroma kekejaman dan kebencian yang mendalam. Suara desirnya menelusuri seluruh tubuhnya. Detik berikutnya, sesosok bayangan bertudung hitam, melayang di hadapan pemuda itu. Petir menggelegar, tepat ketika sosok itu menengadah memamerkan matanya yang semerah darah. Sementara wajahnya masih tersembunyi di balik tudung hitamnya. Apa yang bisa kulakukan untukmu...? Tanya sosok itu, matanya yang semerah darah menatap lurus ke mata pemuda itu. To-long a-ku, si-apa-pun kau, ku-mo-hon... kata pemuda itu.

Perjanjian... sambut sosok bagai bayangan itu, aku butuh perjanjian, apa yang bisa kau berikan padaku? Pemuda malang itu terus terengah, a-pa-pun yang kau i-ngin-kan... ce-pat... Jiwamu... bagaimana? APA SAJA!! CEPAT TOLONG AKU!!! Teriak pemuda itu dengan sisa tenaga dan nyawa yang masih ia miliki. Baiklah, cukup sebutkan namamu, lalu aku akan menorehkan perjanjian kita pada bahu kirimu... Nama... ku... Heo Yo-ung Saeng... jawab pemuda itu. Tanpa berkata apa-apa lagi, sosok itu menyelimuti kembali tubuh pemuda itu, menutup setiap bagian tubuhnya yang terluka dengan asap-asap hitam yang pekat. Seketika itu juga, darah yang tadinya mengalir dari sana, terhenti. Heo Young Saeng dapat merasakan kembali napasnya. Asap-asap itu terus menggelayuti tubuhnya, meniupkan aroma memabukkan ketika bayanganyang tak lain adalah sosok bertudung tadimenelusuri luka-luka di wajahnya. Lalu bayangan itu bagaikan ditarik untuk berkumpul kembali menjadi satu, membentuk sosok bertudung dan bermata merah itu lagi. Berikan perintah pertamamu... dengung suara dari sosok itu di telinga Young Saeng. Mereka berdua pasti akan menyerang ibuku sekarang... bunuh! BUNUH KEDUA KEPARAT ITU!! Aku berlutut padamu, Tuanku... sosok bertudung itu lenyap bagai angin, terbang menembus hujan, menuju arah perginya kedua pria tadi. *** Sisa-sisa derasnya hujan semalam masih terlihat di sudut-sudut pinggir hutan. Kereta api pertama melintas dengan suara ribut, membangunkan beberapa orang yang masih bergelung dalam selimut mereka. Heo Young Saeng menyangga perutnya dengan tangan sambil berusaha untuk berjalan mencapai balkon di seberang ranjangnya. Suara sirene membuatnya ingin melihat apa yang terjadi di bawah sana. Derit lantai kayu terdengar ketika ia menyeret langkahnya untuk melihat ke sana, melihat apa yang sudah ia ketahui sebelumnya. Beberapa mobil polisi terparkir di bawah sana, beberapa meter dari rumah sewaan Young Saeng dan Ibunya ini. Sedangkan para wanita berpakaian minim dengan wajah mengantuk berjubel di sekitarnya, tampak berbisik-bisik sambil perhatian mereka tertuju pada dua kantong mayat yang tengah menjadi tontonan semua orang. Young Saeng menatap dingin pada keramaian di bawah sana. Masih menatap ke luar, Heo Young Saeng berbicara, yah! Apa itu tidak terlalu berlebihan? Dari sini saja aku masih dapat melihat sisa-sisa otak mereka di kerikilkerikil itu... Maafkan kelancanganku, Tuan... suara itu terdengar diucapkan dengan hati-hati, sementara sosok pemilik suara itu tersembunyi dalam tudung hitam dan berdiri di samping ranjang Young Saeng. Young Saeng mendekati sosok itu. Penampilanmu mencolok sekali, Ibuku pasti berpikir yang tidak-tidak, turunkan tudungmu... kata pemuda berwajah cantik itu.

Baik, Tuan, sosok itu menurunkan tudungnya. Matanya yang merah berkilauan diterpa sinar matahari. Young Saeng yang berdiri di hadapannya seketika itu membisu, tak dapat mengalihkan matanya dari sosok di hadapannya itu. Sosok itu lalu menunduk, dan sejurus kemudian berlutut di hadapan Young Saeng, Aku berlutut padamu, Tuanku... sudah saatnya memberitahukan nama yang akan kau berikan padaku... Young Saeng masih membisu menatap pria yang berlutut di hadapannya itu, dengan terbata, ia berusaha menyebutkan nama yang sejak semalam ia pikirkan, nama yang entah ia temukan di mana, dan hanya itu yang terpikirkan olehnya. Kau memintaku memberikannya semalam, ucap pemuda itu berusaha menguasai diri, ehm, jadi hanya ini yang dapat kupikirkan, bagaimana dengan, Kim Hyun Joong? Tak menerima jawaban apapun dari sosok yang tengah berlutut itu, Young Saeng menelengkan kepalanya, kenapa? Kau tidak suka? Hanya dalam sekelebat mata, pria itu telah menguasai tubuh Young Saeng, berdiri di belakangnya dalam posisi mengancam, lalu membisikkan, aku milikmu Tuan Muda, kau bebas melakukan apapun padaku... Young Saeng merasa napasnya terhenti, matanya membelalak merasakan aura yang dikeluarkan pria itu. Perasaan yang menekan, sesuatu yang bergejolak yang membuatnya menyadari sesuatu. Sesuatu yang tak mungkin ia hindari lagi. Ia melakukannya. Perjanjian terlarang. Perjanjian dengan iblis. Iya. Iblis. Pemuda itu, yang ia beri nama Kim Hyun Joong, adalah iblis. Satu-satunya yang meraih tangannya, ketika ia tak mampu lagi mengharapkan siapapun. *** Umma sungguh telah membayar lunas hutang-hutang itu pada mereka kan? Tanya Young Saeng pada ibunya yang tengah sibuk merias wajahnya. Tentu saja, jawab ibunya. Mereka hanya mencari alasan untuk bisa menyakiti Umma, karena Umma menolak berkencan dengan mereka, dan karena itu juga saat ini kau terluka seperti itu... Young Saeng menggaruk tengkuknya lalu berjalan tertatih ke ranjang ibunya, Umma, sampai kapan kau akan terus bekerja seperti ini? Sang Ibu terdiam, menghentikan gerakannya, lalu menghadap Young Saeng, Young Saengie, Umma juga tak ingin seperti ini terus, tapi, kau pikir apa yang bisa Umma lakukan selain ini? Kita berdua bisa kan hidup dari kerja sambilanku, maksudku aku akan mencari pekerjaan lain lagi... Hhhh... bermain piano di bar tidak menghasilkan uang yang cukup untuk kebutuhan kita berdua, selain itu, kau juga bilang kalau kau tertekan bekerja di bar itu, iya kan? Young Saeng berjengit, siapa yang tidak tertekan, setiap kali bekerja aku harus menggunakan pakaian wanita, yang terkadang terlalu terbuka, duduk dengan gaya wanita, dan menerima ucapan selamat dari para penonton pria, itu menjijikan, bahkan beberapa orang mengatakan aku cantik, hanya satu hal yang membuatku bertahan...

Piano? Kata ibunya, Young Saeng mengangguk. Wanita itu lalu menyentuh pipi putranya. Kau memang cantik... Young Saeng mengerang, Umma... ayolah... Baiklah, baik... lakukanlah semampumu, malam ini tidurlah dengan baik, oh, sampaikan salam Umma untuk temanmu yang baik itu... Kalau maksud Umma adalah Hyun Joong, aku memintanya menginap malam ini, boleh? Pesta bujang? Tanya ibunya menggoda. Tentu saja, kalau begitu Umma berangkat, kunci pintu sebelum ada lagi yang berani menyerangmu seperti kemarin. Tidak akan ada... <i>tidak akan...</i> Young Saeng masih melihat ke arah luar, melalui jendela rumahnya, mengawasi ibunya yang berjalan menuruni tangga, menuju tempatnya bekerja. Tidak akan ada yang akan menyerangku lagi kan, Hyun Joong? Selama kau tak menginginkannya, tak akan ada... jawab pemuda bertudung yang duduk di belakangnya. *** (Hyun Joongs POV) Manusia itu menarik... tak ada makhluk yang lebih menarik dari pada manusia. Mereka mudah mendapatkan sesuatu dan mudah pula mengorbankan sesuatu. Tanpa perlu penawaran yang tinggi, manusia akan mudah masuk ke dalam genggaman makhluk lain. Terutama iblis. Iblis tak pernah memiliki tempat di bumi, ditolak karena anggapan bahwa iblis adalah makhluk busuk yang tak berguna. Salah. Mereka salah. Iblis itu berguna dan akan memiliki tempat di muka bumi, beginilah caranya, merayu, memberikan penawaran, dan memenuhi pengabdian. Iblis tak mengenal kesetiaan, tak mengenal kepedulian, dan tak mengenal pertolongan, yang ada hanyalah <i>estetika</i>. Iblis menjaga estetika, karena itu, iblis tidak akan mengingkari janji pada tuannya. Karena itulah saat ini aku berada di sisi Tuanku. Ia telah menyerahkan jiwanya padaku, memberikannya hanya untuk sebuah penawaran kecil. Tak ada yang dapat menolak ketika penawaranku diajukan. Sama sekali tak ada. Menggiurkan dan mengancam. Sedangkan aroma perjanjian itu sendiri memabukkan. Rasa lapar yang akan muncul ketika seorang majikan muda memberikan jiwanya, dahaga akan jiwajiwa yang pada dasarnya telah mati. Manusia itu menarik. Jiwa-jiwa mereka lemah dan terus melemah. Iblis menelan jiwa-jiwa yang lemah. Datang menyentuh jiwa itu, lalu mengikatnya, hingga mendapatakannya dan memilikinya. Aku telah menelan ribuan jiwa sepanjang eksistensiku, semuanya mudah saja. Berada di sisi majikanku, menunggu hingga saatnya tiba. Membiarkan rasa lapar datang. Menunggu detik-detik makan malam yang mengesankan. Melahap jiwa-jiwa yang telah terikat. Manusia itu menarik. Lemah, namun itulah yang membuka jalanku untuk mengikatnya. Penuh keputusasaan, itulah jalanku untuk penawaran-penawaranku. Gegabah, keuntungan ketika aku menginginkan perjanjian dalam waktu singkat.

Dan snagat menyenangkan memsukkan mereka dalam permainan untuk mendapatkan jiwa yang terlemah; jiwa ketika manusia jatuh cinta. Iya. Terlebih lagi, ketika mereka jatuh cinta pada iblis. Saat itulah saat terbaik untuk menikmati makan malam yang sempurna. Sekali lagi, manusia... sungguh-sungguh makhluk yang menarik. *** (Seminggu kemudian...) Sekolah terasa menyakitkan bagi Young Saeng. Luka-lukanya memang telah membaik, ini hari pertamanya masuk sekolah, dan ia terkejut bahwa dirinya masih bisa bertahan hingga jam pelajaran terakhir. Ia pulang menelusuri jalanan kecil menuju daerah pinggir hutan, melewati pertokoan usang dan padat dengan aroma soju yang menyengat. Young Saeng menghentikan langkahnya ketika segerombolan pemuda berhenti di hadapannya dengan tatapan mengancam. Ini dia Si Banci Sialan itu... kata salah seorang dari mereka. Hei! Siapa yang kau sebut banci? Tanya Young Saeng dengan nada berani, kemudian ia menyentuh bahu kirinya, menekannya untuk beberapa detik; memanggil Hyun Joong. Gerombolan pemuda itu tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Tanpa menyahut lagi mereka segera menyerang Young Saeng. Belum sempat menyentuh satu titik pun dari tubuh pemuda itu, tangan-tangan mereka telah ada dalam kekuasaan sesosok pemuda berpakaian serba hitam, menahannya. Sebuah pukulan diarahkan oleh seorang pemuda dari gerombolan itu, yang berada pada titik bebas dari kuasa sosok itu. Namun detik itu juga sosok itu mematahkan serangan pemuda itu. Gerakannya yang cepat membuat tudung-hoodie yang menutupi kepalanya terbuka. Ia mendongak dan semua pemuda yang ada di sana terkejut melihat mata tajam berwarna merah darah itu. Mereka dapat merasakan ancaman mematikan bahkan hanya dari tatapan itu saja. Berlari, hanya itu yang terpikirkan dalam kepala para pemuda itu. Namun, mereka menerima satu pukulan yang dilayangkan dalam satu gerakan oleh sosok dengan tudung dan bermata merah itu. Dengan luka pada wajah mereka, dan siksaan ancaman dari sosok itu, mereka berlari sejauh dan secepat yang dapat mereka lakukan. Hyun Joong mengakkan tubuhnya, kemudian berbalik dan menunduk pada Young Saeng. Terimakasih, Hyun Joong, ujar Young Saeng tulus. Ini adalah tugas saya Tuan, bagian dari perjanjian, yang berarti estetika. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, Young Saeng dapat mendengar jeritan lemah atas suara yang masih belum memiliki eksistensi nyata dalam dirinya. Namun, ia menyadari keberadaan itu. Keberadaan jeritan kecil yang sesungguhnya telah ditunggu-tunggu oleh sosok iblis di hadapannya. Sebenarnya, kapan kau akan mengambil jiwaku? Hyun Joong menunduk kembali, hingga waktu untukmu tiba, hingga kau siap... Ambil saja sekarang, aku sudah siap, sahut Young Saeng.

Maaf, aku tidak bisa, kata Hyun Joong. <i> Bukan, aku belum mau melakukannya, aku harus menunggunya tumbuh, saat-saat ketika hatimu menguat, namun jiwamu melemah, saat itulah saat yang paling tepat untuk menyantap makan malamku yang sempurna... saat kau jatuh cinta. Iya. Jatuh cinta. Kepadaku.</i> Baiklah, aku akan bersabar sampai saat itu tiba, ah, aku rindu bekerja, apa malam ini aku bekerja saja ya... Tunggulah sampai besok, Tuan, ujarnya. Young Saeng hanya mengangguk saja. Mereka kemudian menyusuri sisa jalanan itu, hingga menemukan belokan yang menuju jalan daerah pinggir hutan. Suasana tetap seperti biasanya, suara dentum musik terdengar dari beberapa caf murah dengan aroma minuman busuk di manamana. Young Saeng terus berjalan hingga menemukan rumahnya. Sebuah bangunan kayu tua yang merupakan rumah sewaan. Ia menempati lantai dua bangunan itu. Hyun Joong mengikutinya masuk ke dalam rumah. Begitu berada di dalam rumahnya, Young Saeng segera ke dapur untuk memasak sesuatu untuk makan malam. Ia mencari ramen beku di dalam kulkas persegi di sampingnya, lalu mulai memanaskan air. Hyun Joong terlihat hendak membantu, namun ia memegang janjinya pada Young Saeng untuk tidak memperlakukannya secara berlebihan, karena Young Saeng lebih nyaman dengan hal itu. Sang Iblis hanya bisa melihat Tuannya dari jauh seraya mengawasi setiap gerakannya. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pada pintu depan. Biar aku saja... kata Young Saeng cepat ketika Hyun Joong hendak membuka pintu untuknya. Young Saengieee... seru seorang gadis berwajah manis, yang muncul di depan pintu. Aku bawa makanan untukmu, ini, masih hangat. Wah, terimakasih banyak, Noona, ucapnya. Kebetulan aku juga baru akan memasak untuk makan malam. Tidak perlu masak lagi kan, aku membuatnya dengan banyak kuah, kupikir kau pasti suka... gadis itu melongo ke dalam ruangan, lalu tersenyum pada Hyun Joong. Benar-benar terimakasih, Young Saeng menunduk. Gadis itu lalu berkata, temanmu itu baik sekali, dia sering datang ke sini. Young Saeng hanya tertawa salah tingkah, begitulah... dia peduli padaku. Bagus kalau begitu, makanlah yang baik, aku akan merayakan sesuatu besok, malam ini aku dapat bonus besar, lalu ia berbisik, tamu eksekutif muda. Hah? Selamat bersenang-sennag kalau begitu... Gadis itu mengecup Young Saeng pada pipinya, kau ini manis sekali, terimakasih, ohh, aku harus segera berdandan, bye Young Saengie. Young Saeng menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah menutup pintu ia berbalik untuk meletakkan makanan yang diberikan gadis itu. Namun terkejut menangkap tatapan mata Hyun Joong yang diarahkan langsung padanya. Tatapan kejam, meremehkan, dan membara, menunjukkan sisi keji dari bola mata semerah darah yang mengerikan itu. Hal itu membuatnya melakukan gerakan mendadak hingga menjatuhkan wadah keramik yang ia pegang di tangannya. Terdiam untuk

beberapa detik, lalu segera menunduk untuk memunguti pecahan keramik. Hyun Joong sontak bergerak untuk membantu. Karena terburu-buru, potongan tajam keramik itu menggores tangan Young Saeng darah segar mengalir seketika itu juga. Dengan gerakan sigap namun lembut Hyun Joong meraih tangannya. Menariknya pelan sambil memeperhatikan tangan yang terluka itu. Hyun Joong memejamkan matanya, lalu menghirup udara di sekitar tangan Young Saeng yang terluka. Ia kembali menguarkan aura asap hitam dari tangannya, membungkus tangan pemuda satunya. Seketika itu juga, darah berhenti mengalir dari telapak tangan yang terluka itu. Kemudian Hyun Joong, membalikkan tangan Young Saeng, dan dengan mengejutkan mengecup tangan itu. Dalam beberapa detik yang cukup lama dan sunyi. Young Saeng tak dapat menolak apa yang dilakukan Hyun Joong, membiarkan saja ia melakukannya, bahkan tanpa sadar menikmatinya. Matanya tertuju pada pemuda dihadapannya itu, pemuda yang tengah menunduk mengecup tanganya, mengalirkan kehangatan dari setiap mili sentuhannya. Membuat Young Saeng membeku dalam kuasa Sang Iblis. Hyun Joong mendongak lalu membuka matanya. Melepaskan penawaran dan pesona pada detik yang sama. Membuat Sang Tuan terbata dalam kuasa Sang Iblis. To-long le-pas-kan... *** Keesokan harinya, Young Saeng kembali bekerja. Kali ini perasaannya terasa sedikit kacau. Ada jeritan-jeritan kecil yang tak dapat ia abaikan. Terlebih lagi itu dikarenakan ia tak bisa menghilangkan aliran hangat yang terus menyebar melalui punggung tangannya; tepat pada titik Hyun Joong mengecupnya. Ia mengenakan gaun terusan berwarna ungu tua mengkilat yang dipadu dengan sarung tangan ungu lembut dan sepatu cantik berwarna senada. Perangkat terakhir yang ia kenakan adalah, wig coklat hangat sewarna tembaga, panjangnya sepunggung dengan gelungan indah pada beberapa sisi. Sempurna, gumamnya. Bersabarlah Heo Young Saeng, ini semua demi uang dan piano! Dengan langkah yang terlatih ia keluar dari ruang ganti. Para gadis berpakaian mini-suits dengan hiasan kepala berbentuk telinga kelinci memenuhi ruangan itu, mereka adalah para pelayan bar tempat Young Saeng bekerja. Pemuda ituyang saat ini hanya terlihat sebagai gadis luar biasa cantikmelihat ke seluruh penjuru ruangan, berusaha menemukan sosok pemuda lain yang mengenakan hoodie hitam di tengah kerumunan gadis-gadis di sana. Ketika menemukannya, ia bergegas menuju pemuda itu, pemuda yang tengah duduk sendiri dengan kaki mengait dan kepala tertunduk; menyembunyikan mata merah darahnya. Hyun Joong-ah... panggilnya, seketika itu juga pemuda itu mendongak, tatapannya terkejut. Kau boleh pergi kemana saja sekarang, kupikir pasti membosankan menungguku bekerja, aku bermain piano hingga larut malam. Bukan masalah, aku pernah menunggu seseorang selama bertahun-tahun, Tuan Muda, kata Hyun Joong, untuk pertama kalinya tatapan matanya sedikit getir.

Ah, aku lupa, kata Young Saeng, lalu berbisik kecil, kau tidak sama dengan manusia. Hyun Joong hanya tersenyum dingin mendengarnya, lalu mengawasi Tuannya itu melenggang dengan anggun menerobos kerumunan, menuju panggung pianonya. Sementara Sang Iblis tertegun, menancapkan matanya pada kecantikan yang baru saja hadir di hadapannya. Kecantikan yang memabukkan. Masih dengan senyum dingin, ia bergumam, apa aku baru sadar bahwa ia begitu cantik? ... baiklah Tuan Muda, aku akan menyaksikan permainanmu, sekalipun aku tahu, mungkin saja aku akan mabuk karenamu... *** Heo Young Saeng berdiri dalam kegelapan yang mencekam. Tangan-tangan kasar menyentuhnya, lalu menghempaskan tubuhnya ke dalam dinding yang tak terlihat, namun menyakitkan. Tekanan yang sudah lama tak ia rasakan, kali ini muncul kembali, merenggut mimpi indahnya, menggantikan dengan kesakitan lama, yang sungguh pernah terjadi, dan nyata. Jangan pukul lagi, tolong, lepaskan Ummaaaaa... teriaknya. Derit ranjang membuatnya terbangun, ia terlonjak dengan napas terengah dan sekujur tubuh basah oleh keringat. Ia menggapai udara kosong dan berusaha menemukan tombol lampu. Belum sempat melakukannya, tangannya digenggam oleh seseorang, yang tak lain adalah Hyun Joong. Tenanglah Tuan Muda... ujar Sang Iblis dengan suara dalam yang lembut, kau baik-baik saja, aku ada di sini. Hyun Joong-ah, tolong, ia menarik pakaian Hyun Joong, tolong aku, mimpi itu datang lagi, mereka menyiksa Umma, memukulinya, mereka melemparkan aku hingga tangaku patah, semuanya kembali, tolong aku, Kakek dan Appa, mereka memukulinya... Young Saeng terisak, air matanya dapat terlihat mengalir ketika cahaya bulan menerobos dari celah kecil jendelanya. Tolooong... tangisnya. Dalam hitungan sepersekian detik, Hyun Joong menarik Sang Tuan ke dalam pelukannya, menempelkan kepala pemuda itu ke arah dadanya. Membiarkannya terus menangis. Sekalipun begitu, Young Saeng tetap meremas pakaiannya, menyuarakan ketakutan pada iblis miliknya itu. Hyun Joong terus memeluknya, mendekapnya, dan membiarkannya hingga napas Sang Tuan kembali normal. Tetaplah di sini Hyun Joong... gumam Young Saeng. Aku akan selalu di sini, selama apapun yang kau inginkan, Tuanku... Hanya kalimat itu saja, telah membawa Young Saeng dalam ketenangan yang dingin. Ia membutuhkan Hyun Joong, setiap saat, setiap detik, dan ia bahagia saat ini bisa berada dalam pelukannya. Ia bahagia, dan tak tahu alasannya. Saat ini, hanya Hyun Joong dalam pikirannya, karena hanya Hyun Joong lah yang ia butuhkan, satu-satunya yang ia butuhkan dan ia inginkan. Young Saeng yang masih dalam dekapan Sang Iblis menengadahkan kepalanya. Berusaha menemukan mata Sang Iblis, menanti mata itu menemukan matanya. Seperti ketika ia bermain piano di bar itu tadi, ia menemukan mata merah darah itu tak melepaskan pandangan sedikitpun darinya, membuat jeritan dalam hatinya terdengar jelas, dan menguasainya. Young Saeng menarik tudung Hyun Joong,

membuat Hyun Joong menoleh ke arahnya. Dengan cepat Young Saeng menjangkau wajah Sang Iblis, lalu memerintahkan, jangan bergerak, Hyun... ia kemudian mengecup lembut bibir Sang Iblis, menariknya, menguasainya, memilikinya, dan menolak untuk berhenti. Dan begitu puas ketika tangan hangat Sang Iblis melingkari tubuhnya, lalu merengkuh wajahnya, dan membalas panggilannya, tanpa suara, dalam diam. Diam yang hangat dan lembut, namun kaku dan kejam. Perasaan itulah, perasaan itulah yang membuat keduanya menolak untuk saling melepaskan. Pengakuan atas perasaan yang tak lagi bisa dihindari maupun didustai, fakta bahwa mereka saling mengharapkan satu sama lain. Sang Iblis kini mampu menjawab mengapa aroma memabukkan Tuannya menguasainya sejak pertama bertemu. Dan Sang Tuan tahu bahwa ia akan melakukan apa saja demi memiliki iblis yang saat ini memeluknya. Hyun Joong melepaskan Young Saeng dalam satu tarikkan yang cepat ketika mampu menguasai dirinya. Young Saeng terengah, tangannya masih menggenggam erat pakaian iblisnya itu. Maaf... ucapanya lambat-lambat. Katakanlah apa yang ingin kau katakan Tuan Muda... Young Saeng membisu, lalu ia menundukkan kepalanya, genggamannya pada Hyun Joong melemah. Hyun, aku tahu ini aneh dan mungkin terlalu cepat, tapi, kurasa, aku, aku ... aku... mencintaimu... Hyun Joong menarik diri dengan cepat dari sana. Berdiri tepat pada terobosan cahaya bulan ke dalam kamar itu. Ia memutar kepalanya sambil memejamkan matanya, dan deti berikutnya membukanya selebar mungkin. Dengan gerakan cepat dan kasar ia menarik Young Saeng dari ranjangnya. Tak mengindahakan pertanyaan yang dilontarkan pemuda itu. Ia memeluk Tuannya itu dari belakang, menguasainya sepenuhnya, lalu berbisik. Tuanku, inilah saatnya, aku akan menunjukkan seberapa laparnya aku, dan seberapa mabuknya aku akan jiwamu... aku menunggumu, menunggumu mengatakannya, mengatakan bahwa kau telah jatuh cinta padaku, karena saat inilah saat-saat terlemah bagi jiwamu, dan kau harus tahu, aku menikmati makan malam yang sempurna dari jiwamu ini. Hyuuunnn... kupikir kita... ini... terlalu cepat... Hyun Joong menyentuhkan jarinya pada titik denyut nadi di leher Young Saeng, membuat pemuda itu membelalakkan matanya. Hyun Joong menariknya, asap biru safir berkilauan yang keluar dari titik yang ditekannya. Lalu menggumpalkannya dalam genggamannya seraya menyaksikan pemuda itu tersuruk ke tubuhnya. Dengan lembut ia membaringkan tubuh Tuannya di atas ranjang yang hangat, sementara tubuh itu sendiri mendingin. Sang Iblis membiarkan cahaya bulan memandikan tubuhnya. Dan menikmatinya ketika ia menekan gumpalan biru safir itu ke dalam dadanya. Perlahan namun pasti, ia menelannya, menelan jiwa Sang Tuan.

Ia memejamkan matanya sepanjang ia menyisipkan jiwa itu ke dalam tubuhnya. Ketika ia telah menelan semuanya, ia membuka matanya. Mata itu bertambah cerah! Bertambah merah, dan juga bertambah kejam. Ia menelengkan kepalanya menatap Sang Tuan yang telah tak bernyawa lagi. Dengan gerakan lambat ia mendekati Sang Tuan, lalu menyentuh wajah yang mendingin itu. Kemudian Sang Iblis menunduk, mendaratkan bibirnya pada bibir Tuannya, lalu menarik dirinya kembali dan tersenyum. Dalam nada gumaman yang samar ia berkata, Tuanku yang cantik, kau memang begitu memabukkan... Tubuh Sang Iblis kali ini kembali diselimuti asap tebal dan pekat, lalu berangsur mengangkat tubuhnya dari pijakkannya. Dengan hanya mengarahkan matanya ke arah jendela itu, ia bisa menghancurkannya. Lalu dengan perlahan keluar dari sana, meninggalkan Tuannya, terbang kembali dalam kebebasan. Namun, setitik air mata mengalir di wajahnya, ia tak berusaha menyekanya, karena ia tahu itu percuma, dan air matanya terus mengalir, menangisi dirinya sendiri dan sosok yang telah mendingin di ranjang kamar tidur yang kecil itu, sosok Tuannya, Tuannya yang ia cintai. Tetapi, itulah iblis, iblis akan selalu memberikan penawaran menggiurkan hingga akhir nanti, menarik setiap manusia ke dalam kuasanya. Dan saat ini, Sang Iblis telah siap untuk makan malam sempurna yang berikutnya... *** THE END

You might also like