You are on page 1of 51

MAKALAH TB PARU

31 Dec BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang ditularkan melalui udara (Asih, 2004). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Komplikasi. Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis dan TB usus. Penderita tuberkulosis di kawasan Asia terus bertambah. Sejauh ini, Asia termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini. Sebelas dari 22 negara dengan angka kasus TB tertinggi berada di Asia, di antaranya Banglades, China, India, Indonesia, dan Pakistan. Empat dari lima penderita TB di Asia termasuk kelompok usia produktif (Kompas, 2007). Di Indonesia, angka kematian akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun atau 8 persen dari korban meninggal di seluruh dunia. Setiap tahun, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru TB, dan 75 persen penderita termasuk kelompok usia produktif. Jumlah penderita TB di Indonesia merupakan ketiga terbesar di dunia setelah India dan China. Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik dan mental ibu hamil. Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB kongenital). Mengingat akan bahaya TB paru dan pentingnya memberikan pelayanan pada ibu untuk mempersiapkan kehamilan, terutama untuk mendeteksi dini, memberikan terapi yang tepat serta pencegahan dan penanganan TB pada masa prakonsepsi, maka dalam makalah ini akan di bahas segala teori tentang TB paru dan hubungannya dengan masa prakonsepsi wanita untuk mempersiapkan kehamilan. Selain itu, dalam makalah ini juga akan dibahas peranan bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan prakonsepsi, utamanya terhadap klien penderita TB paru.

1.2 Rumusan Masalah a. TB Paru

1. Apa Definisi TB Paru? 2. Mengapa seseorang bisa sampai terkena penyakit TB Paru? 3. Bagaimana tanda dan gejala penyakit TB Paru? 4. Bagaimana hubungan antara TB Paru dengan kehamilan dan janin?

1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk menjelaskan Definisi TB Paru 2. Untuk menjelaskan penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta patofisiologinya dalam tubuh. 3. Untuk menjelasan hubungan antara TB Paru dengan kehamilan. 4. Untuk menjelaskan peran bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan masa prakonsepsi utamanya terhadap penderita TB Paru. 1.4 Manfaat Penulisan 1. Untuk mengetahui definisi TB Paru. 2. Untuk mengetahui penyebab penyakit TB Paru, tanda dan gejala serta patofisiologinya dalam tubuh. 3. Untuk mengetahui hubungan antara TB Paru dengan kehamilan. 4. Untuk mengetahui peran bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan masa prakonsepsi utamanya terhadap penderita TB Paru. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.

2.2 Etiologi TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.

2.3 Tanda Dan Gejala 1. Tanda a. Penurunan berat badan b. Anoreksia c. Dispneu d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning. 2. Gejala a. Demam Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC yang masuk. b. Batuk Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus. c.Sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru. d. Nyeri dada Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis) e.Malaise Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

2.4 Patofisiologi Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang aneh di dalam paru-paru meliputi: penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag, pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi

paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah.

2.5 Pemeriksaan Penunjang Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 72 jam; dengan hasil positif bila terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberkulin bisa diulang setelah 1-2 minggu. Pada anak yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 15 mm ke atas baru dinyatakan positif, sedangkan pada anak kontrak erat

dengan penderita TBC aktif, diameter indurasi 5 mm harus dinilai positif. Alergi disebabkan oleh keadaan infeksi berat, pemberian immunosupreson, penyakit keganasan (leukemia), dapat pula oleh gizi buruk, morbili, varicella dan penyakit infeksi lain. Gambaran radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar nilus, paratrakeal, dan mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusipieura, kavitas dan gambaran milier. Bakteriologis, bahan biakan kuman TB diambil dari bilasan lambung, namun memerlukan waktu cukup lama. Serodiagnosis, beberapa diantaranya dengan cara ELISA (Enzyime Linked Immunoabserben Assay) untuk mendeteksi antibody atau uji peroxidase anti peroxidase (PAP) untuk menentukan IgG spesifik. Teknik bromolekuler, merupakan pemeriksaan sensitif dengan mendeteksi DNA spesifik yang dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Uji serodiagnosis maupun biomolekular belum dapat membedakan TB aktif atau tidak. Tes tuberkulin positif, mempunyai arti : 1. 2. 3. 4. 5. Pernah mendapat infeksi basil tuberkulosis yang tidak berkembang menjadi penyakit. Menderita tuberkulosis yang masih aktif Menderita TBC yang sudah sembuh Pernah mendapatkan vaksinasi BCG Adanya reaksi silang (cross reaction) karena infeksi mikobakterium atipik.

2.6. Epidemiologi Dan Penularan TBC Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Reservour, sumber dan penularan

Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet. 2. Masa inkubasi

Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun. 3. Masa dapat menular

Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang dibatukkan atau dibersinkan.

4.

Immunitas

Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC. 2.7 Stadium TBC 1. Kelas 0 Tidak ada jangkitan tuberkulosis, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna). 1. Kelas 1 Terpapar tuberkulosis, tidak ada bukti terinfeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes tuberkulosis tidak bermakna) 1. Kelas 2 Ada infeksi tuberkulosis, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin bermakna, pemeriksa bakteri negatif, tidak bukti klinik maupun radiografik). Status kemoterapi (pencegahan) :

Tidak ada Dalam pengobatan kemoterapi Komplit (seri pengobatan dalam memakai resep dokter) Tidak komplit

1. Kelas 3 Tuberkuosis saat ini sedang sakit (Mycobacterium tuberkulosis ada dalam biakan, selain itu reaksi kulit tuberkulin bermakna dan atau bukti radiografik tentang adanya penyakit). Lokasi penyakit : paru, pleura, limfatik, tulang dan/atau sendi, kemih kelamin, diseminata (milier), menigeal, peritoneal dan lain-lain. Status bakteriologis : a.

Positif dengan : Mikroskop saja Biakan saja Mikroskop dan biakan Negatif dengan :

b.

Tidak dikerjakan

Status kemoterapi :

Dalam pengobatan kemoterapi sejak kemoterapi diakhiri, tidak lengkap reaksi tes kulit tuberkulin : a. b. Bermakna Tidak bermakna 1. Kelas 4 Tuberkulosis saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat pengobatan pencegahan tuberkulosis atau adanya temuan radiografik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinya bermakna, pemeriksaan bakteriologis, bila dilakukan negatif. Tidak ada bukti klinik tentang adanya penyakit pada saat ini). Status kemoterapi : a. b. c. d. Tidak mendapat kemoterapi Dalam pengobatan kemoterapi Komplit Tidak komplit 1. Kelas 5 Orang dicurigai mendapatkan tuberkulosis (diagnosis ditunda) Kasus kemoterapi : a. b. Tidak ada kemoterapi Sedang dalam pengobatan kemoterapi.

2.8 Komplikasi Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus. Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium lanjut: 1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. 3) Bronkiectasis dan fribosis pada Paru. 4) Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru. 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya. 6) Insufisiensi Kardio Pulmoner 2.9 Penanganan

a. 1.

Promotif Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC

2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko 3. b. 1. 2. 3. 4. c. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. Preventif Vaksinasi BCG Menggunakan isoniazid (INH) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini. Kuratif

Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu yang lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5-10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari, EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping etambutol adalah Neuritis retrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan. Uji ketajaman penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut dapat diketahui. Efek samping INH yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis. Resiko hepatitis sangat rendah pada penderita dibawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60 tahun keatas. Disfungsi hati, seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum aminotransferase, ditemukan pada 10-20% yang mendapat INH. Waktu minimal terapi kombinasi 18 bulan sesudah konversi biakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu masuk harus dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun. Baru-baru ini CDC dan American Thoracis Societty (ATS) mengeluarkan pernyataan mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberkulosis dengan riwayat tuberkulosis paru pengobatan 6 atau 9 bulan berkaitan dengan resimen yang terdiri dari INH dan RIF (tanpa atau dengan obat-obat lainnya), dan hanya diberikan pada pasien tuberkulosis paru tanpa komplikasi, misalnya : pasien tanpa penyakit lain seperti diabetes, silikosis atau kanker didiagnosis TBC setelah batuk darah, padahal mengalami batu dan mengeluarkan keringat malam sekitar 3 minggu.

2.10 Tuberkulosis pada kehamilan 2.10.1 Pengaruh tuberculosis terhadap kehamilan Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB paru (M Iqbal, 2007 dalam http://www.mail-archive.com/) Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal. Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB. Jika pengobatan tuberkulosis diberikan awal kehamilan, dijumpai hasil yang sama dengan pasien yang tidak hamil, sedangkan diagnosa dan perewatan terlambat dikaitkan dengan meningkatnya resiko morbiditas obstetric sebanyak 4x lipat dan meningkatnya resiko preterm labor sebanyak 9x lipat. Status sosio-ekonomi yang jelek, hypo-proteinaemia, anemia dihubungkan ke morbiditas ibu. Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB. Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi, kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi. Harold Oster MD,2007 dalam http://www.okezone.com/index.php mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.

2.10.2 Pengaruh tuberkulosis terhadap janin

Menurut Oster, 2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 dalam http://proquest.umi.com/pqdweb tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir rendah (<2500 gram). Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.

2.10.3 Pengaruh kehamilan terhadap tuberkolosis Pengetahuan akan meningkatnya diafragma selama kehamilan yang mengakibatkan kolapsnya paru di daerah basal paru masih dipegang sampai abad 19. Awal abad ke-20, aborsi merupakan pilihan terminasi pada wanita hamil dengan tuberculosis. Sekarang, TB diduga semakin memburuk selama kehamilan, khususnya di hubungakann dengan status sosio-ekonomi jelek, imunodefisiensi atau adanya penyakit penyerta. Kehilangan antibodi pelindung ibu selama laktasi juga menguntungkan perkembangan TB. Akan tetapi, lebih banyak studi diperlukan untuk menyokong hipotesa.

2.10.4 Tes Diagnosis TB pada Kehamilan Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam. Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat. Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.

Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik dari tuberkulin tes. Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah ditemukan BTA?), serta uji tuberkulin. Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi anergi. Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya negatif.

2.10.5 Pengobatan TB pada kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun pada paru yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam yang ditularkan melalui udara yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar UV.

Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium. Tanda dan Gejala:

1. Tanda a. Penurunan berat badan b. Anoreksia c. Dispneu d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning. 2. Gejala a. Demam b. Batuk c.Sesak nafas. d. Nyeri dada e.Malaise

Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB. Jika kuman TB menyerang paru, maka risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Peran bidan dalam menangani klien dengan TB paru adalah dengan memberikan konseling mengenai definisi, penyebab, cara pencegahan dan penularan serta terapi TB Paru, juga menjelaskan pada klien tentang dampak yang ditimbulkan terhadap kehamilan. Di samping itu juga menawarkan alternatif solusi dan melakukan asuhan kebidanan untuk wanita TB Paru masa prakonsepsi dalam mempersiapkan kehamilannya.

Asuhan Keperawatan TB Paru October 9, 2010

Written by nursingisbeautiful 11 Comments

1. Pendahuluan Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC. Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun akibat dari kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal. 2. Pengertian

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001). Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer, 2001). Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis (id.wikipedia.org).

Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe. 3. Etiologi Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks adalah:

Mycobakterium tuberculosis Varian asian Varian african I Varian asfrican II Mycobakterium bovis

Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :

Mycobacterium cansasli Mycobacterium avium Mycobacterium intra celulase Mycobacterium scrofulaceum Mycobacterium malma cerse Mycobacterium xenopi

Klasifikasi a.

Pembagian secara patologis :


Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ). Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).

b.

Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :


Tuberkulosis Paru BTA positif. Tuberkulosis Paru BTA negative

c.

Pembagian secara aktifitas radiologis :


Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif. Tuberkulosis non aktif . Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).

d.

Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )


Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru. For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.

e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:

Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif. Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif. Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit. Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.

f.

Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :


Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan batuk TB berat. Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA positf. Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I. Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

4. Patofisiologi Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulanbulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening

menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya. 5. Manifestasi Klinis Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

6. Komplikasi Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

7. Pemeriksaan Diagnostik a.

Pemeriksaan Laboratorium
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda. Anemia bila penyakit berjalan menahun Leukosit ringan dengan predominasi limfosit LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.

b.

Radiologi

Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB. Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).

c.

Pemeriksaan fungsi paru

Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural. 8. Pencegahan

Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.

9. Penatalaksanaan a. Farmakologi

Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:

Aktivitas bakterisid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).

Aktivitas sterilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.

Pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH Adapun jenis obat yang dipakai adalah sebagai berikut : - Obat Primer 1. Isoniazid (H) 2. Rifampisin (R) 3. Pirazinamid (Z) 4. Streptomisin 5. Etambutol (E) 6. 7. 8. Tiasetazon Viomisin Kapreomisin - Obat Sekunder 1. Ekonamid 2. Protionamid 3. Sikloserin 4. Kanamisin 5. PAS (Para Amino Saliciclyc Acid)

Pengobatan TB ada 2 tahap menurut DEPKES.2000 yaitu : Tahap INTENSIF Penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampisin. Bila saat tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahab intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat jangka waktu lebih panjang dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan obat kategori 1 :
Tahap Lama (H) / day R day Z day F day Jumlah Hari XMinum Obat

Intensif Lanjutan

2 bulan 4 bulan

1 2

1 1

3 -

3 -

60 54

Paduan Obat kategori 2 :


Tahap Lama (H)@300 R@450 Z@500 E@ 250 E@500 Strep.Injeksi JumlahHari X

mg

mg

mg

Mg

mg Minum Obat

Intensif

2 bulan1 11 bulan 5 bulan 2

11

33

33

0,5 %

6030

Lanjutan

66

Paduan Obat kategori 3 :


Tahap Intensif Lanjutan3 x week Lama 2 bulan 4 bulan H @ 300 mg 1 2 R@450mg 1 1 P@500mg 3 1 Hari X Minum Obat 60 54

OAT sisipan (HRZE)


Tahap Lama H@300mg R@450mg Z@500mg E day@250mg Minum obat XHari 3 30

Intensif(dosis 1 bulan harian)

11. Pengkajian Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut: a. Pola aktivitas dan istirahat

Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam, menggigil. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.

b.

Pola nutrisi badan.

Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan. c. Respirasi

Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik). d. Rasa nyaman/nyeri

Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. e. Integritas ego

Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung. f. Keamanan

Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker. Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut. g. Interaksi Sosial

Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran. 12. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial. c. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.

d. e.

Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.

f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif h. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman. 13. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

Bersihan jalan napas Setelah diberikan tindakan a. Kaji ulang fungsi a. Penurunan bunyi napas tidak efektif keperawatan kebersihan jalan napas pernapasan: bunyi napas, indikasi atelektasis, ronki berhubungan dengan efektif, dengan criteria hasil: kecepatan, irama, indikasi akumulasi sekret kental atau kedalaman dan secret/ketidakmampuan Mempertahankan jalan sekret darah, penggunaan otot membersihkan jalan napas napas pasien. kelemahan, upaya aksesori.b. Catat sehingga otot aksesori Mengeluarkan sekret tanpa batuk buruk, edema kemampuan untuk digunakan dan kerja bantuan. mengeluarkan secret atau pernapasan meningkat. b. trakeal/faringeal. Menunjukkan prilaku untuk Pengeluaran sulit bila memperbaiki bersihan jalan batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, sekret tebal, sputum napas. Berpartisipasi dalam program adanya hemoptisis. berdarah akibat kerusakan pengobatan sesuai kondisi. paru atau luka bronchial Mengidentifikasi potensial c. Berikan pasien posisi yang memerlukan komplikasi dan melakukan semi atau Fowler, evaluasi/intervensi lanjut . tindakan tepat. Bantu/ajarkan batuk

efektif dan latihan napas dalam.

c. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi d. Bersihkan sekret dari maksimal membuka area mulut dan trakea, suction atelektasis dan bila perlu. peningkatan gerakan sekret agar mudah e. Pertahankan intake dikeluarkan. cairan minimal 2500 ml/hari kecuali d. Mencegah kontraindikasi. obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila

f. Lembabkan pasien tidak mampu udara/oksigen inspirasi. mengeluarkan sekret. Kolaborasi: e. Membantu g. Berikan obat: agen mengencerkan secret mukolitik, bronkodilator, sehingga mudah kortikosteroid sesuai dikeluarkan. indikasi. f. Mencegah pengeringan membran mukosa. g. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
Gangguan Setelah diberikan tindakan pertukaran gas keperawatan pertukaran gas efektif, berhubungan dengan dengan kriteria hasil: berkurangnya Melaporkan tidak terjadi keefektifan dispnea. permukaan paru, Menunjukkan perbaikan atelektasis, ventilasi dan oksigenasi kerusakan membran jaringan adekuat dengan alveolar kapiler, GDA dalam rentang normal. sekret yang kental, Bebas dari gejala distress pernapasan. edema bronchial. a. Kaji dispnea, takipnea, a. Tuberkulosis paru dapat bunyi pernapasan rnenyebabkan meluasnya abnormal. Peningkatan jangkauan dalam paruupaya respirasi, pani yang berasal dari keterbatasan ekspansi bronkopneumonia yang dada dan kelemahan.b. meluas menjadi inflamasi, Evaluasi perubahan-tingkat nekrosis, pleural effusion kesadaran, catat tandadan meluasnya fibrosis tanda sianosis dan dengan gejala-gejala perubahan warna kulit, respirasi distress. b. membran mukosa, dan Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di warna kuku. organ vital dan jaringan.

c. Demonstrasikan/anjurkan c. Meningkatnya untuk mengeluarkan resistensi aliran udara napas dengan bibir untuk mencegah disiutkan, terutama pada kolapsnya jalan napas. pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. d. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode d. Anjurkan untuk respirasi. bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai e. Menurunnya saturasi kebutuhan. oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 e. Monitor GDA. menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. f. Kolaborasi: Berikan adekuat atau perubahan oksigen sesuai indikasi.

terapi. f. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
Gangguan Setelah diberikan tindakan keseimbangan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi, kurang dari nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: kebutuhan Menunjukkan berat badan berhubungan dengan meningkat mencapai tujuan kelelahan, batuk dengan nilai laboratoriurn yang sering, adanya normal dan bebas tanda produksi sputum, malnutrisi. dispnea, anoreksia, Melakukan perubahan pola penurunan hidup untuk meningkatkan kemampuan dan mempertahankan berat badan yang tepat. finansial. a. Catat status nutrisi a. Berguna dalam paasien: turgor kulit, mendefinisikan derajat timbang berat badan, masalah dan intervensi integritas mukosa mulut, yang tepat b. Membantu kemampuan menelan, intervensi kebutuhan yang adanya bising usus, riwayat spesifik, meningkatkan mual/rnuntah atau intake diet pasien. diare.b. Kaji ulang pola c. Mengukur keefektifan diet pasien yang nutrisi dan cairan. disukai/tidak disukai.

d. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, untuk meningkatkan intake nutrisi. dan tetapkan jika ada hubungannya dengan e. Membantu menghemat medikasi. Awasi energi khusus saat frekuensi, volume, demam terjadi konsistensi Buang Air peningkatan metabolik. Besar (BAB). c. Monitor intake dan output secara periodik. f. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau f. Lakukan perawatan obat-obat yang digunakan yang dapat mulut sebelum dan merangsang muntah. sesudah tindakan pernapasan. g. Memaksimalkan intake nutrisi dan g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan menurunkan iritasi makanan tinggi protein gaster. e. Anjurkan bedrest. dan karbohidrat. Kolaborasi: h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan h. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet. i. Nilai rendah

komposisi diet.

menunjukkan malnutrisi dan perubahan program i. Awasi pemeriksaan terapi. laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Nyeri akut Setelah diberikan tindakan berhubungan dengan keperawatan rasa nyeridapat inflamasi paru, batuk berkurang atau terkontrol, dengan menetap KH:

a. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.b. Pantau TTV

Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol c. Berikan tindakan Pasien tampak rileks nyaman mis, pijatan

punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas

a. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.b. Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat.

c. Tindakan non analgesik diberikan d. Tawarkan dengan sentuhan lembut pembersihan mulut dapat menghilangkan dengan sering.. ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi e. Anjurkan dan bantu analgesik. pasien dalam teknik menekan dada selama d. Pernafasan mulut dan episode batukikasi. terapi oksigen dapat mengiritasi dan f. Kolaborasi dalam mengeringkan membran pemberian analgesik mukosa, potensial sesuai indikasi ketidaknyamanan umum. e. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk. f. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan
Hipertermi Setelah diberikan tindakan berhubungan dengan keperawatan diharapkan suhu tubuh proses inflamasi kembali normal dengan KH : aktif. Suhu tubuh 36C-37C a. Kaji suhu tubuh a. Mengetahui pasienb. Beri kompres peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensib. air hangat Mengurangi panas dengan c. Berikan/anjurkan pemindahan panas secara pasien untuk banyak konduksi. Air hangat minum 1500-2000 mengontrol pemindahan

cc/hari (sesuai toleransi) panas secara perlahan d. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat e. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.

c. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi d. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.

f. Kolaborasi : pemberian cairan e. Mendeteksi dini intravena dan pemberian kekurangan cairan serta obat sesuai program. mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

f. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
Intoleransi aktivitas Setelah diberikan tindakan berhubungan dengan keperawatan pasien diharapkan ketidakseimbangan mampu melakukan aktivitas dalam antara suplai dan batas yang ditoleransi dengan kebutuhan oksigen. kriteria hasil:

Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan c. Jelaskan pentingnya c. Tirah baring adanya dispnea, kelemahan istirahat dalam rencana dipertahankan selama berlebihan, dan tanda vital pengobatandan perlunya fase akut untuk dalam rentan normal.

a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.

a. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.b. Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat.

keseimbangan aktivitas dan istirahat. d. Bantu pasien

menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk

memilih posisi nyaman untuk istirahat. e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.

penyembuhan. d. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal. e. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.

Kurang pengetahuan Setelah diberikan tindakan tentang kondisi, keperawatan tingkat pengetahuan pengobatan, pasien meningkat, dengan kriteria pencegahan hasil: berhubungan dengan Menyatakan pemahaman tidak ada yang proses menerangkan, penyakit/prognosisdan interpretasi yang kebutuhan pengobatan. salah, informasi yang Melakukan perubahan didapat tidak prilaku dan pola hidup unruk lengkap/tidak akurat, memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan terbatasnya resiko pengaktifan ulang pengetahuan/kognitif luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat

a. Kaji ulang kemampuan a. Kemampuan belajar belajar pasien misalnya: berkaitan dengan keadaan perhatian, kelelahan, emosi dan kesiapan fisik. tingkat partisipasi, Keberhasilan tergantung lingkungan belajar, tingkat pada kemarnpuan pasien. pengetahuan, media, b. Informasi tertulis dapat orang dipercaya.b. membantu mengingatkan Berikan Informasi yang pasien. spesifik dalam bentuk c. Meningkatkan tulisan misalnya: jadwal partisipasi pasien minum obat.

c. Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan d. Mencegah keraguan dan perlunya terapi terhadap pengobatan dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan sehingga mampu menjalani terapi. tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan e. Kebiasaan minurn obat lain. alkohol berkaitan d. Jelaskan tentang efek dengan terjadinya hepatitis samping obat: mulut

mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.

kering, konstipasi, gangguan penglihatan, f. Efek samping sakit kepala, peningkatan etambutol: menurunkan visus, kurang mampu tekanan darah. melihat warna hijau. e. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH. g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.

f. Rujuk perneriksaan h. Pengetahuan yang mata saat mulai dan cukup dapat mengurangi

menjalani terapi etambutol.

resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi g. Berikan gambaran Tuberkulosis: formasi tentang pekerjaan yang abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, berisiko terhadap penyakitnya misalnya: efusi pleura, empierna, bronkiektasis, bekerja di pengecoran hernoptisis, u1serasi logam, pertambangan, Gastro, Instestinal (GD, pengecatan. fistula bronkopleural, h. Review tentang cara Tuberkulosis laring, dan penularan Tuberkulosis penularan kuman. dan resiko kambuh lagi.
Risiko tinggi infeksi Setelah diberikan tindakan penyebaran / keperawatan tidak terjadi aktivitas ulang infeksi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, berhubungan dengan dengan kriteria hasil: pertahanan primer Mengidentifikasi intervensi tidak adekuat, fungsi untuk silia menurun/ statis mencegah/menurunkan sekret, malnutrisi, resiko penyebaran infeksi. terkontaminasi oleh Menunjukkan/melakukan lingkungan, kurang perubahan pola hidup untuk informasi tentang meningkatkan lingkungan yang. aman. infeksi kuman. a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. a. Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi. b. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.

c. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi. d. Mengurangi risilio penyebaran infeksi. e. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.

c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.

f. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini d. Gunakan masker membantu pasien untuk setiap melakukan mengubah gaya hidup tindakan. dan menghindari/mengurangi e. Monitor temperatur. keadaan yang lebih buruk. f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi g. Periode menular untuk terinfeksi ulang dapat terjadi hanya 2-3 Tuberkulosis paru, hari setelah permulaan seperti: alkoholisme, kemoterapi jika sudah malnutrisi, operasi terjadi kavitas, resiko,

bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker. g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani. Kolaborasi: h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.

penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan. h. INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama. i. Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten

i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, paraj. Untuk mengawasi amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin. keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi j. Monitor sputum BTA. 14. Evaluasi Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:

Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:


Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.

Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:


Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.

Dx 4: Nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria evaluasi:

Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol Pasien tampak rileks

DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan kriteria evaluasi :

Suhu tubuh 36C-37C.

DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria evaluasi :

Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.

DX 7 : Tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria evaluasi:


Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.

DX 8 :Tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria evaluasi:


Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.

Daftar pustaka Anonymous.(2010). Tuberkulosis.Retrieved: http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis Kamis, 11 Maret 2010, from

Content Team, Asian Brain. (2009 ). Tuberkulosis (TBC).Retrieved: Kamis, 11 Maret 2010, from http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif ,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI Media Aescullapius. Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Edisi 6.Jakarta:EGC Smeltzer, Suzanne. C dan Bare, Brenda. G. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Volume 1. Jakarta: EGC Underwood, J.C.E.1999.Patologi Umum dan Sistematik Volume 2.Jakarta:

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU


Written on Aug-12-10 10:52am2010-08-11T20:52:49 - Not yet published to a wikizine From: smart-fresh.blogspot.com I. Konsep Dasar Penyakit A. Pengertian Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

B. Epidemiologi/Insiden kasus Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penanggulangan secara terpadu baru dilakukan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Di Indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif. C. Penyebab/faktor predisposisi Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus

dengan ukuran panjang 1 4 um dan tebal 1,3 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik karena sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahuntahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut. D. Patologi/Patofisiologi terjadinya tuberculosis paru Tuberculosis tergolong airbone disease dimana penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara oleh individu yang terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droflet nuclei. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 2 jam. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh limfe, basil berpindah kebagian paru paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain. Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat. Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji biji kecil sebesar kepala jarum). Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan. Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe). Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

E. Klasifikasi Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut: 1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria: a) Dengan atau tanpa gejala klinik b) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali. c) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru. 2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria: a) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif b) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif. 3. Bekas TB Paru dengan kriteria: a) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative b) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru. c) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah. d) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

F. Gejala klinis Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik. Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik: 1. Gejala respiratorik, meliputi: a. Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. b. Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain. d. Nyeri dada Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi: a. Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya. Sedangkan masa bebas serangan makin pendek. b. Gejala sistemik lain Keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia. Gejala klinis Haemoptoe: Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut : 1. Batuk darah a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan b. Darah berbuih bercampur udara c. Darah segar berwarna merah muda d. Darah bersifat alkalis e. Anemia kadang-kadang terjadi f. Benzidin test negatif 2. Muntah darah a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual b. Darah bercampur sisa makanan c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung d. Darah bersifat asam e. Anemia seriang terjadi f. Benzidin test positif 3. Epistaksis a. Darah menetes dari hidung b. Batuk pelan kadang keluar c. Darah berwarna merah segar d. Darah bersifat alkalis

e. Anemia jarang terjadi G. Theraphy/Tindakan penanganan Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian : 1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 3 bulan. * Streptomisin injeksi 750 mg. * Pas 10 mg. * Ethambutol 1000 mg. * Isoniazid 400 mg. 2. Jangka panjang Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis : * INH. * Rifampicin. * Ethambutol. Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan. 3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat : * Rifampicin. * Isoniazid (INH). * Ethambutol. * Pyridoxin (B6). Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu: 1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB. 2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.

3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari. 4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup. 5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Data subjektif : Identitas pasien : Nama : Tuan X Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 20 tahun Agama : Hindu Status : Kawin Pendidikan/pekerjaan : SMA/buruh pabrik Alamat : Jl. Pengeng Diagnosa medis : Tuberculosis paru Rujukan : Keluarga Keluhan utama pasien: Pasien mengeluh batuk terus-menerus sudah lebih dari 1 bulan, batuk berdahak, nyeri dada, serta kelelahan. Riwayat penyakit dahulu : Penyakit utama dan pernah dirawat dirumah sakit Tidak pernah dirawat dirumah sakit Alergi Pasien tidak pernah mengalami alergi obat. Riwayat penyakit keluarga Ada keluarga yang menderita TB paru dan ada keluarga yang memiliki kebiasaan merokok Riwayat psikososial Pekerjaan Bekerja di daerah penambangan logam berat Lokasi geografi Daerah yang berpolusi tinggi dan kumuh. Lingkungan tempat tinggal Di tempat tinggal pasien ada keluarga yang menderita TB Kebiasaan Pasien memiliki kebiasaan rokok. Latihan Pasien mengatakan sering batuk pada saat beraktivitas. B. Pemeriksaan Fisik

Data objektif : Aktivitas/istirahat Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan Napas pendek karena kerja Tanda : Takikardi (108 x/mnt) Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut) Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang (skala 6) Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit Perilaku distraksi, gelisah Pernapasan Gejala : Batuk, produktif Napas pendek (32 x/mnt) Riwayat terpajan pada individu terinfeksi Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura). Pengembangan pernapasan tak simetris (effusi pleural). Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural/penebalan pleural), bunyi napas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral (effusi pleural/pneumotorak). Krekels tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels postussic). Karakteristik sputum hijau purulen. Inspeksi - Wajah pucat - Tampak terangkat kedua bahunya - Nafas tidak teratur, cepat (32 x/mnt) - Batuk berdahak - Malaise Palpasi - Nyeri dada (skala 6) - Denyut nadi meningkat (108 x/mnt) Aukskultasi - Detak jantung meningkat - Suara krekels, mengii Perkusi - Suara pekak pada dada Pemeriksaan TTV Nadi : 108 x/mnt Tekanan darah : 130/80 mmHg Pernapasan : 32 x/mnt Suhu : 40 Celcius

C. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Uji Tuberculin mantoux (tes kulit) Tuberculin positif, menunjukkan TBC aktif (area durasi 10 mm) terjadi 48 72 jam setelah injeksi intra dermal. (Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda). BCG Terjadi reaksi cepat (3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm. Pemeriksaan Radiology Ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau para trakeal. Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain : a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru. b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler) c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu e. Bayangan milier Foto thorax Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan TB dapat masuk rongga area fibrosa. Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) Setelah dilakukan kultur jaringan ditemukan adanya koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan seperti kutil dan bentuknya seperti kembang kol. Ditemukannya kuman mycobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Dilakukan 3 kali pemeriksaan dahak. Kultur sputum, positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.

Pemeriksaan lain-lain 1. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat. 2. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis. 3. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis. 4. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex. Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru. 5. Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. 3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut.

C. Rencana Tindakan No. Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Tindakan/intervensi Rasional 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental. Setelah diberikan askep selama 3x24 jam bersihan jalan napas pasien kembali efektif. - Sekret pasien dpt keluar - Tidak adanya penggunaan otot aksesori pernapasan Mandiri: Kaji fungsi pernapasan, cth. Bunyi napas, kecepatan, irama & kedalaman serta penggunaan otot aksesori.

Catat kemampuan utk mengeluarkan mukosa/batuk efektif (catat karakter, jmlh sputum, adanya hemoptisis).

Berikan pasien posisi semi/fowler tinggi. Bantu pasien utk batuk & latihan napas dalam.

Bersihkan sekret dari mulut & trakea (penghisapan sesuai keperluan).

Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.

Kolaborasi: Lembabkan udara/oksigen inspirasi.

Beri obat-obatan sesuai indikasi: Agen mukolitik, cth. Asetilsistein (Mucomyst).

Bronkodilator, cth. Okstrifillin (Choledyl), teofillin (Theo-Dur).

Kortikosteroid (Prednison).

Bersiap utk/membantu intubasi darurat. Penurunan bunyi napas dpt menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret/ketidakmampuan utk membersihkan jalan napas yg dpt menimbulkan penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan. Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal (mis. Efek infeksi dan/tdk adekuat hidrasi). Sputum berdarah kental/darah cerah diakibatkan kerusakan (kavitas paru)/luka bronkial & dpt memerlukan evaluasi/intervensi lanjut. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru & menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis & meningkatkan gerakan sekret ke dlm jalan napas besar utk dikeluarkan. Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan dpt diperlukan jika pasien tak mampu mengeluarkan sekret. Pemasukan tinggi cairan membantu utk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan. Mencegah pengeringan membran mukosa (membantu pengenceran sekret).

Agen mukolitik meurunkan kekentalan & perlengketan sekret paru utk memudahkan pembersihan. Bronkodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial shg menurunkan tahanan thd aliran udara. Berguna pd adanya keterlibatan luas dg hipoksemia & bila respon inflamasi mengancam hidup. Intubasi diperlukan pd kasus jarang bronkogenik TB dg edema laring/perdarahan paru akut. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler Setelah dilakukan askep selama 1x15 menit pertukaran gas efektif - Frekuensi napas pasien menurun (16-24 x/mnt). - Tidak terjadi sianosis - Pasien tidak merasa lemas Mandiri: Kaji dispnea, takipnea, tak normal/menurunnya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada & kelemahan.

Evaluasi perubahan pd tingkat kesadaran. Catat sianosis &/perubahan pd warna kulit, termasuk

membran mukosa & kuku. Tujukan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi, khususnya utk pasien dg fibrosis/kerusakan parenkim.

Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas & bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.

Kolaborasi: Awasi seri GDA/nadi oksimetri.

Berikan oksigen tambahan yg sesuai. TB paru menyebabkan efek luas pd paru dr bagian kecil bronkopenumonia sampai inflamasi difus luas, nekrosis, effusi pleural & fibrosis luas. Efek pernapasan dpt dr ringan sampai dispnea berat sampai distres pernapasan. Akumulasi sekret/pengaruh jalan napas dpt mengganggu oksigenasi organ vital & jaringan. Membuat tahanan melawan udara luar, utk mencegah kolaps/penyempitan jalan napas, shg membantu menyebarkan udara mll paru & menghilangkan/ menurunkan napas pendek. Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernapasan dpt menurunkan beratnya gejala. Penurunan kandungan oksigen (PaO2) &/saturasi/ peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan utk intervensi/perubahan program terapi. Alat dlm memperbaiki hipoksemia yg dpt terjadi sekunder thd penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru. 3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut. Setelah dilakukan askep selama 1x24 jam nyeri pasien berkurang - Saat batuk nyeri pasien berkurang - Skala nyeri pasien menurun dari 6 menjadi 3. Mandiri: Bantu pasien melakukan teknik relaksasi. Kolaborasi: Pemberian analgesik. Dpt membantu pasien agar batuk tidak menyebabkan nyeri/mengurangi nyeri saat batuk mengeluarkan dahak. Menekan rasa nyeri pasien. D. Evaluasi No. Diagnosa Evaluasi 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental. S : Pasien mengatakan dapat mengeluarkan dahaknya. O : Tanda-tanda penggunaan otot aksesori pernapasan berkurang. A : Tujuan tercapai sebagian. P : Lanjutkan intervensi 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler. S : Pasien mengatakan lemas

O : Pasien tampak pucat, frekuensi napas menurun dari 32 x/mnt menjadi 30 x/mnt A : Tujuan belum tercapai P : Lanjutkan intervensi 3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akut. S : Pasien tidak mengeluh nyeri lagi saat batuk. O : Pasien tampak tidak meringis saat batuk. A : Tujuan tercapai. P : Pertahankan kondisi.

DAFTAR PUSTAKA Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. EGC. Jakarta. Pearce. C. Evelyn. 1990.Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta. Price, Sylvia Anderson. Edisi 6 : 2006. Patofisiologi, EGC. Jakarta. Nanda, Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006

A. Konsep Dasar Medik 1. Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan basil Mycobacterium Tuberculosa, atau basil tuberkel, yang tahan asam. ( dr, Jan Tambayong, 2000 ). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Suzanne C. Smeltzer, 2001). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Sylvia A. Price, 2005). Penyakit TBC sudah dikenal sejak dahulu kala. Penyakit ini disebabkan oleh kuman/bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paruparu dan sebagian lagi dapat menyerang di luar paru-paru, seperti kelenjar getah bening (kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagainya (Yoannes Y. Labar, 2008)

2. Anatomi Fisiologhi Dari beberapa pengertian diatas, tuberculosis dapat diartikan sebagai penyakit menular yang menyerang paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

2.

Anatomi Fisiologi 2.1 Anatomi Pernafasan (Sumber : http://eviandrianimosy.blogspot.com/2010/03/sistem-pernafasanparu-paru.html)


Gambar

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

Paru-paru adalah salah satu organ pada sistem pernapasan yang berfungsi sebagai tempat bertukarnya oksigen dari udara yang menggantikan karbondioksida di dalam darah. Proses ini dinamakan sebagai respirasi dengan menggunakan bantuan haemoglobin sebagai pengikat oksigen. Setelah O2 didalam darah diikat oleh

haemoglobin, selanjutnya dialirkan ke seluruh tubuh. Dalam tubuh manusia O2 digunakan sel-sel tubuh dalam proses pelepasan energi. Proses tersebut selain menghasilkan energi juga menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan dari

tubuh. Sistem pernafasan berfungsi untuk menyediakan suplai O2 dan mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh. proses pertukaran O2 dan CO2 terjadi pada saat manusia bernafas
3.

R isiko

Patofisiologi untuk tertular tuberkulosis juga tergantung pada banyaknya

organisme yang terdapat di udara. Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paruparu lainnya (lobus atas).

Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik- tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal.Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.

Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif.Granulomas diubah menjadi massa Jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel
Ghbn.

Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman,, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan. infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkelGhon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Pam yang terinfeksimenjadi lebih membengkak, mengalcibatkan terjadinya, bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel, dan selanjutnya.

Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.
4.

Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. M. bovis dan M. avium pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberculosis.
5.

Tanda dan Gejala

a. Batuk terus-menerus dengan dahak selama tiga minggu atau lebih. b. Kadang-kadang dahak yang keluar bercampur dengan darah. c. Sesak napas dan rasa nyeri di dada. d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun. e. Berkeringat malam hari walau tanpa aktivitas. f. Demam meriang (demam ringan) lebih dari sebulan
6.

Klasifikasi TBC paru dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut. a. TBC paru BTA positif (sangat menular) 1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif.

penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural ( TB paru kronis luas ). 8. Penatalaksanaan

Tuberkulosis pant diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INF), rifampin (RIF), streptomisin (SM), etambutol (FMB), dan pirasinamid (PZA), Kapreomlsin, kanamisin, etionamid, natrium para-arninosalisilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.

M. tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu yang berkembang di seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resisten banyak

obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif. B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian a. Aktivitas / Istirahat Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan. Napas pendek karena kerja. Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, menggigil dan/atau berkeringat. Mimpi buruk. Tanda : Takikardia, takipnea/dispnea pada kerja. Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut). b. Integritas Ego Gejala

: Adanya/faktor stres lama. Masalah keuangan, rumah. Perasaan tak berdaya/tak ada harapan Populasi budaya/etnik: Amerika Asti atau imigran dari Amerika Tengah, Asia Tenggara, Indian anak benua. Tanda : Menyangkal (khususnya selama tahap dini). Ansietas, ketakutan, mudah terangsang c. Makanan / Cairan Gejala

: Kehilangan napsu makan. Tak dapat mencerna. Penurunan berat badan. Tanda : Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik. Kehilangan otot/hilang lemak subkutan. d. Nyeri/ Kenyamanan Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit. Perilaku distraksi, gelisah. e. Pernapasan Gejala : Batuk, produktif atau tak produktif. Napas pendek. R iwayat tuberkulosis/terpajan pada individu terinfeksi. Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim pare dan pleura). Pengembangan pernapasan tak simetri (effusi pleural).

Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural). Bunyi napas: menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral (effusi pleural/ pneumotorak). Bunyi napas tubuler dan/atau bisikan pektoral di atas lesi luas. Krekels tercatat d atas apek pare selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels posttussic).

e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif.
3.

Rencana Keperawatan a.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tak adekuat. Tujuan : - Mencegah/ menurunkan risiko penyebaran infeksi - Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman. Intervensi

1) Kaji patologi penyakit (aktif/fase tak aktif; diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darahlsistem limfatik) dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
Rasionalisasi

: Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang/komplikasi 2) Identifikasi orang lain yang berisiko, contoh anggota rumah, sahabat karib/teman. Rasionalisasi : Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.

3) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untuk mengulangi demonstrasi.
Rasionalisasi

: Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi. 4) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernapasan. Rasionalisasi : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial sehubungan dengan penvakit menular. 5) Awasi suhu sesuai indikasi. Rasionalisasi : Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut

6) Identifikasi faktor risiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkulosis, contoh tahanan bawah (alkoholisme, malnutrisi/bedah bypass intestinal); gunakan obat penekan imun/ kortikosteroid; adanya diabetes melitus, kanker, kalium.
Rasionalisasi

: Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindari/menurunkan insiden

eksaserbasi 7) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat. Rasionalisasi : Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi rawal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas sedang, risiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan. 8) Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara periodik terhadap sputum untuk lamanya terapi. Rasionalisasi : Alat dalam pengawasan efek dan keefektifan. obat dan respons pasien terhadap terapi. 9) Dorong memilih/mencerna makanan seimbang. Berikan makan sering kecil makanan kecil pada jumlah makanan besar yang tepat. Rasionalisasi : Adanya anoreksia dan/atau malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan Kolaborasi 10) Berikan agen antiinfeksi sesuai indikasi, contoh: obat utama: Isoniazid (INH) etambutal (Myambutol); rifampin ( RMP/Riladin d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, sering batuk/ produksi sputum; dispnea. Tujuan : - Menunjukkan berat badan meningkat - Dapat mempertahankan berat badan yang tepat Intervensi :

1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan/ketidakmampuan menelan, adanya tonus usus, riwayat mual/muntah atau diare.
Rasionalisasi

: Berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat. 2) Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tak disukai. Rasionalisasi : Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/kekuatan khusus. 3) Awasi masukan/pengeluaran dan berat badan secara periodik. Rasionalisasi : Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan. 4) Selidiki anoreksia, mual, dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat Awasi frekuensi, volume. konsistensi feces. Rasionalisasi : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan/penggunaan nutrien 5) Dorong dan berikan periode istirahat sering. Rasionalisasi : Membantu menghemat energi khususnya bib kebutuhan metabolik meningkat saat demam. 6) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. Rasionalisasi : Menurunkan rasa takenak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah

7) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat Rasionalisasi : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan makanan banyak dan menurunkan iritasi gaster. 8) Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah dan untuk membagi dengan pasien kecuali kontraindikasi. Rasionalisasi : Membuat lingkungan sosial lebih normal selama

makan dan membantu memenuhi kebutuhan personal dan cultural. Kolaborasi 9)Rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
Rasionalisasi

: Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet. 10) Konsul dengan terapi pernapasan untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan. Rasionalisasi : Dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehubungan dengan obat atau efek pengobatan pernapasan pada perut yang penuh. 11) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, protein serum, dan albumin. Rasionalisasi : Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi/perubahan program terapi 12) Berikan antipiretik tepat Rasionalisasi : Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan juga konsumsi kalori.

e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif. Tujuan : - Menyatakan pemahaman proses penyakit - Melakukan perilaku / pola hidup untuk memperbaiki kesehatan secara umum Intervensi :

1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar, contoh tingkat takut, masalah, kelemahan, tingkat partisipasi, lingkungan terbaik dimana pasien dapat belajar, seberapa banyak isi, media terbaik, siapa yang terlibat.
Rasionalisasi

: Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.

2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat, contoh hemoptisis, nyeri dada demam, kesulitan bernapas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasionalisasi

: Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut. 3) Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan diet karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.

Rasionalisasi

: Memenuhi kebutuhan metabolik membantu meminimalkan kelemahan dan meningkatkan penyembuhan. 4) Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh jadwal obat. Rasionalisasi : Informasi tertulis menurunkan hambatan pasien untuk me ngingat sejumlah besar informasi

5) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan pengobatan lama. Kaji potensial interaksi dengan obatlsubstansi lain.
Rasionalisasi

: Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegab penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien.

6) Kaji potensial efek samping pengobatan (contoh mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, hipertensi ortostatik) dan pemecahan masalah.
Rasionalisasi

: Mencegah/menurunkan

ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program. 7) Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alkohol sementara minum INH. Rasionalisasi : Kombinasi INH dan alkohol telah menunjukkan peningkatan insiden hepatitis. 8)Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memulai dan kemudian tiap bulan selama minum etambutal. Rasionalisasi : Efek samping utama menurunkan penglihatan; tanda awal menurunnya kemampuan untuk melihat warna hijau.

9) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan takut/masalah. Jawab pertanyaan secara nyata. Catat lamanya penggunaan penyangkalan.
Rasionalisasi

: Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi/peningkatan ansietas 10) Dorong untuk tidak merokok. Rasionalisasi : Meskipun merokok tidak merangsang berulangnya TB, tetapi meningkatkan disfungsi pernapasan/bronchitis. 4. Pelaksanaan Keperawatan

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun.
5.

Evaluasi

a. Infeksi tidak terjadi b. Bersihan jalan nafas kembali efektif c. Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas d. Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat. e. Pengetahuan bertambah. 6. Discharge Planning a. Fungsi pernapasan adekuat untuk memenuhi kebutuhan individu b. Komplikasi dicegah c. Pola hidup / perilaku berubah untuk mencegah penyebaran infeksi d. Proses penyakit/ prognosis dan program pengobatan dipahami

You might also like