Professional Documents
Culture Documents
Penerbit UKI-Press
Cetakan II. Jakarta Januari 2005
ISBN 979-8148-13-4
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Simatupang, Abraham
1. UKI
2. Refleksi
3. Kepemimpinan
4. Pendidikan tinggi
5. Perguruan tinggi Kristen
ISBN 979-8148-13-4
Cetakan 2005, 2003
E little money I buy books, and if there is little left, then I buy food and
clothes.”
Ungkapan di atas menunjukkan betapa cintanya Erasmus akan
pengetahuan yang didapatkannya dari buku-buku yang dibacanya. Dalam
sejarah ada banyak orang yang hidup bersahaja namun dari mereka
muncul ide-ide, tulisan atau pun gaya hidup yang mempengaruhi begitu
banyak orang dan pikiran-pikiran tersebut bukan hanya berlaku pada
masa mereka masih hidup tapi seakan-akan bersifat “abadi”. Kalau kita
baca riwayat hidup mereka, maka mereka tidak lepas dari budaya
membaca. Abraham Lincoln, salah seorang Presiden Amerika yang
menentang perbudakan, ditengah-tengah kekerasan hidup keluarganya
yang miskin, tidak pernah meluputkan waktunya untuk membaca.
Mahatma Gandhi salah seorang Bapak bangsa India sanggup
melancarkan gerakan yang paling revolusioner melalui tanpa kekerasan,
dan dalam biografinya mengaku bahwa membaca merupakan bagian
kehidupannya yang terpenting. Apakah ini semua analog dengan apa
yang dikatakan Kristus bahwa manusia (bisa) hidup bukan saja dari roti
namun dari firman Allah?
Buku ini berisi kumpulan tulisan yang dituliskan dalam kurun waktu
kurang-lebih empat tahun dari tahun 1997-2000 dan beberapa telah
diterbitkan di Buletin UKI. Tulisan-tulisan ini seringkali dibuat seiring
dengan kejadian atau permasalahan-permasalahan yang timbul dan
“bergejolak” di UKI. Jadi kalau dapat dikatakan tulisan-tulisan ini
merupakan potret atas masa-masa tertentu di sepenggal perjalanan
panjang UKI. Secara garis besar, topik yang banyak dibicarakan dalam
buku ini adalah organisasi, kepemimpinan, pendidikan dan penelitian
yang dikaitkan terutama dengan kinerja (performance) UKI.
i
Tulisan-tulisan ini tidak berpretensi menjawab masalah-masalah yang
mengemuka, namun tulisan-tulisan tersebut merupakan ajakan bagi agar
warga UKI dan yang mencintai UKI untuk mengadakan refleksi
sekaligus diskusi dan terlebih penting yaitu mengambil tindakan-tindakan
nyata, sekecil apa pun tindakan tersebut.
Pada mulanya tulisan-tulisan ini dibuat untuk UKI yang secara rutin
diterbitkan di Buletin UKI, namun pesan-pesan dasar yang tersirat di
dalamnya diharapkan dapat juga berguna bagi perguruan tinggi (kristen)
Indonesia lainnya.
Untuk tujuan penerbitan buku ini, beberapa artikel telah direvisi.
ii
Pengantar pada cetakan kedua
L ima tahun sudah sejak buku ini pertama kali diluncurkan pada
Oktober 2000, dan tentu sudah lima tahun pula baik penulis,
pembaca dan UKI sebagai suatu entitas perguruan tinggi
(Kristen) menjalani pahit-manisnya kehidupannya masing-masing,
maupun secara bersama-sama dalam rangka turut memberikan kontribusi
bagi amanat di pembukaan UUD 1945 y.i. turut mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Sudah cerdaskah bangsa kita? Pertanyaan yang sulit untuk dijawab, sebab
kita pun masih belum mampu mendefinisikan secara umum apa yang
dimaksud dengan kecerdasan bangsa bagi bangsa sebesar bangsa
Indonesia ini. Namun, perseteruan para elite politik, pergolakan ekonomi
yang tidak kunjung memberikan tanda-tanda ke arah perbaikan, konflik
masyarakat bernafaskan SARA, dan carut-marutnya dunia pendidikan
kita sudah cukup jelas menggambarkan bahwa kita masih belum “cerdas”
sebagai bangsa.
Lantas bagaimana dengan tugas dan panggilan UKI untuk juga turut
mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan visi dan misi yang
disampaikan oleh para pendiri UKI, seperti yang ditulis ulang di buku
Agar Semua Menjadi Baru: Refleksi 50 Tahun UKI (2003)?
Ah, alih-alih mau turut menyumbangkan sesuatu untuk bangsa dan
negara, lha wong masalah-masalah klasik yang penulis pernah sampaikan,
tengarai dan prediksi mengenai sistem, organisasi dan SDM UKI selama
lebih kurang 8 tahun ke belakang, masih saja muncul, bahkan di sana-sini
menjadi semakin membesar, menunjukkan ketidak-seriusan segenap
komponen UKI untuk membaca “tanda-tanda jaman”.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih dan selamat membaca kepada
para pembaca lama atau pembaca baru, semoga buku ini membawa
manfaat untuk kita semua, terutama untuk terus menerus
„mengingatkan“ UKI akan tugas dan panggilannya!
iv
Catatan muka
∗
Guru Besar UI dan UKI
ix
Sambutan
P
ertama-tama saya ucapkan selamat kepada Dr. Abraham
Simatupang atas diterbitkannya buku Sebuah Refleksi Terhadap
Motto UKI: “Melayani bukan Dilayani” yang menambah
khasanah tulisan mengenai UKI pada khususnya dan perguruan tinggi
(kristen) pada umumnya.
Di tengah-tengah persaingan yang semakin keras dan tuntutan
masyarakat akan pembaharuan di segala bidang, maka sudah sepatutnya
perguruan tinggi melakukan “adjusment” di segala aspek. Persoalan visi-
misi, manajemen, kurikulum dan proses pembelajaran, penelitian,
hubungan universitas dengan pemerintah dan industri adalah pokok-
pokok yang aktual harus dihadapi oleh siapa saja yang berkecimpung di
pendidikan tinggi.
Rektor UKI
Refleksi UKI v
1
Kepemimpinan Kristen untuk Pembaruan dan
Peningkatan Mutu Pelayanan UKI 1
Pemimpin yang Melayani bukan Dilayani
Saya kelaparan,
dan Anda membentuk kelompok diskusi untuk membicarakan kelaparan saya.
Saya terpenjara,
dan Anda menyelinap ke kapel Anda untuk berdoa bagi kebebasan saya.
Saya telanjang,
dan Anda mempertanyakan dalam hati kelayakan penampilan saya.
Saya sakit,
dan Anda berlutut dan menaikkan syukur kepada Allah atas kesehatan Anda.
Saya tak mempunyai tempat berteduh,
dan Anda berkhotbah kepada saya tentang kasih Allah sebagai tempat
berteduh spiritual.
Saya kesepian,
dan Anda meninggalkan saya sendirian untuk berdoa bagi saya.
Anda kelihatan begitu suci, begitu dekat kepada Allah.
Tapi saya tetap amat lapar – dan kesepian – dan kedinginan
(Sajak seorang wanita malang yang mengharapkan pertolongan dari seorang pendeta yang berjanji
akan mendoakannya).
1 Disampaikan pada Diskusi Panel Perayaan Paskah UKI, Jumat 5 Mei 2000
Kepemimpinan Kristen
Hal pertama yang harus kita pelajari adalah bahwa kepemimpinan yang
luas dibangun dari karakter yang dalam. Karakter yang dalam diperlukan
sebagai dasar untuk melakukan hal-hal yang besar.
2 Refleksi UKI
Kepemimpinan Kristen
Visi adalah suatu perencanaan jangka panjang tentang apa yang akan
terjadi. Memiliki visi berarti melihat ke masa depan, memiliki intuisi
tentang apa yang Tuhan telah rencanakan dan akan diberikan kepada
kita. ∗
Visi tentang “Tanah Perjanjian”, “Bumi dan Langit baru” harus mampu
menimbulkan “gairah” (passion) agar kita mencapainya apa pun
bayarannya. Apa yang menjadi dasar dan penggerak visi dan gairah
tersebut? Iman dan pengharapan serta optimisme yang timbul dari
hubungan kita dengan Tuhan.
Visi tidak boleh hanya dimiliki oleh pimpinan atau menjadi sesuatu yang
sakral atau disimpan di lemari besi, tapi visi harus menjadi milik semua
anggota. Jangan sampai orang berkata: Para pimpinan atas memiliki visi
“apel”, pimpinan di bawahnya “jeruk” dan kita memahaminya sebagai
“mangga”.
∗
Reflections dari http://www.carey.ac.nz/leadership/ref10.htm
** http://www.leadertips.org
Refleksi UKI 3
Kepemimpinan Kristen
4 Refleksi UKI
Kepemimpinan Kristen
Refleksi UKI 5
Kepemimpinan Kristen
tujuan sesaat yang mungkin pada saat itu lebih menggiurkan. Singkat
kata, mereka memiliki integritas dan jauh dari prinsip “aji mumpung!”
Selain itu, pemimpin Kristen harus juga selalu mempersiapkan kader dan
memberdayakan sesamanya (empowerment). Musa, setelah mendapatkan
nasihat dari mertuanya tentang perlunya pendelegasian wewenang agar
dapat lebih mengefektifkan pekerjaannya, menemukan Joshua sebagai
kader dan bahkan Joshua yang membawa bangsa Israel masuk ke Kanaan
bukan Musa.
Yesus memilih 12 murid untuk bersama-sama dengan dia hidup, melihat,
merasakan dan mempraktekkan visi dan misi Allah di dunia. Meskipun
pada waktu Yesus mati, para Imam Farisi dan bahkan murid-
murid sendiri berpikir bahwa tamatlah sudah riwayat
(kepemimpinan) Kristus, tapi lihatlah, sampai detik ini, pola
kepemimpinan Kristus tetap dipraktekkan di banyak tempat di
dunia!
6 Refleksi UKI
Kepemimpinan Kristen
Mari kita tengok diri kita baik sebagai individu maupun sebagai
organisasi UKI.
Di manakah posisi dan status kita sekarang? Masihkah kita memiliki visi,
cita-cita atau impian yang “merasuk” agar kita secara terus-menerus
mengupayakannya menjadi kenyataan?
Masihkah kita memiliki dan menghasilkan pemimpin-pelayan?
Bila pertanyaan diajukan kepada dosen atau pegawai UKI, “Sedang apa
kamu di UKI?”, maka bila ada yang menjawab:
“Saya sedang cari makan di UKI”, atau
“Saya sedang mendidik calon sarjana,” atau
“Saya sedang mendidik calon sarjana dan pemimpin-pelayan.” Maka
jelaslah jawaban terakhir merupakan cita-cita kita semua.
Kunci pertama adalah memiliki visi yang mengarah ke masa depan,
dan kedua adalah visi itu harus dituliskan, dibicarakan, didoakan
dan dikerjakan dengan antusias. Sedangkan kunci ketiga adalah
memiliki rencana yang jelas dan terus-menerus untuk
memperbanyak dan mengembangkan pelayan-pemimpin
(kaderisasi).
Refleksi UKI 7
Kepemimpinan Kristen
-HELEN KELLER
Bacaan
8 Refleksi UKI
Kepemimpinan Kristen
Refleksi UKI 9
2
Pola Kepemimpinan yang “Menjadi” Bukan
“Memiliki 1
Suatu tanggapan dan harapan
P
ada tanggal 8 Maret 1997 diadakan suatu diskusi panel yang diikuti
oleh seluruh sivitas akademika UKI. Acara ini diprakarsai oleh
Komisi Akademik dan Personalia Yayasan UKI.
Di dalam acara tersebut peserta dipandu untuk mendiskusikan beberapa
pokok permasalahan aktual dengan acuan makalah yang berjudul:
”Beberapa catatan tentang tentang permasalahan dan kepemimpinan di
UKI, peluang dan tantangan” yang ditulis oleh Drs. Jakob Tobing MPA.
Sayang, seperti cacatan beberapa peserta diskusi, bahwa baik penulis
maupun makalah yang disampaikan hanya tunggal dan makalah lain yang
dapat menjadi pelengkap tidak disertakan. Mungkin karena keterbatasan
waktu, hal tersebut terlupakan.
Untuk itu tidak ada salahnya bila penulis menyampaikan makalah “pasca
diskusi panel” yang dapat bersifat sebagai addendum (pelengkap)
terhadap makalah yang telah didiskusikan.
permasalahan itu, secara kecil atau besar, langsung atau tidak langsung
mempengaruhi keberadaan UKI juga. Namun permasalahan itu dapat
dilihat sebagai tantangan sekaligus peluang. Dalam makalah itu
disampaikan pula beberapa pemikiran tentang kepemimpinan di UKI
serta pola hubungannya dengan Yayasan.
Sikap Kritis
Suatu sikap yang mutlak kita perlukan untuk melihat suatu permasalahan
adalah sikap kritis. Melalui sikap kritis kita tidak hanya disanggupkan
untuk menangkap tanda, gejala, fenomena atau pesan yang ada namun
juga sanggup memilih dan “membedakan” agar tampak lebih jelas dan
nyata. Kita menjadi sanggup memilih “kulit” dari “isi”, mana yang
substansial dan non substansial, yang penting dari yang tidak penting.
Pikiran dan hati nurani yang terbuka dan intuisi yang tajam merupakan
syarat mutlak untuk dapat bersifat kritis.
Salah satu hasil telaah kritis terhadap suatu masalah adalah kritik.
Bagaimana kita menanggapi pesan atau informasi hasil buah pikiran yang
kritis? Kita sering mendengar orang berkata: “Kritik ya kritik tapi caranya
dong!” Dari pernyataan itu, ada dua komponen yang bisa kita perhatikan.
Pertama, tentang pesan atau informasi yang disampaikan dan yang kedua,
bagaimana cara pesan atau kritik itu disampaikan.
12 Refleksi UKI
Pola Kepemimpinan
bermanfaat dengan bungkus yang indah. Intinya adalah, yang penting isi
kado bukan bungkusnya. Seorang pemimpin (Kristen) seharusnya tidak
begitu mementingkan bagaimana cara kritik itu disampaikan karena ia
akan lebih tertarik pada isi informasi yang disampaikan.
Dalam sejarah seringkali orang sangat memperdulikan cara daripada isi
kritik. Hal ini bisa dilihat dari Alkitab: karena hati nurani, keterbukaan
dan common sense tidak dimiliki lagi, maka para pemimpin Yahudi dan
Farisi lebih melihat bagaimana Kristus menyampaikan kritik-kritiknya
(yang memang tegas, tajam dan langsung pada sasaran) dari pada isi dan
kebenaran kritik tersebut (band. Mat. 23). Mereka pun berencana agar
Yesus disingkirkan.
Kalau memang (isi) kritik itu benar dan bisa membawa perbaikan, maka
dengan rendah hati si pemimpin (Kristen) akan mengambil dan
menggunakan pesan itu. Kita ingin agar sikap kritis dan tanggap terhadap
kritik ada dan ditumbuhkembangkan di UKI.
Tapi hal ini bukan menjadi alasan kita untuk melakukannya secara
semena-mena sebab yang penting apakah kritik itu mengena pada akar
atau hanya pada kulitnya saja. Perlu diingat bagaimana pun juga orang
lebih suka menerima kritik atau teguran sesuai dengan etika dan tata cara
yang lazim dianut, yang penting kritik diterima dan orang tersebut
melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan masukan atau kritik yang
diberikan.
Di dalam makalah tersebut juga disebut bahwa Rektor adalah figur yang
penting, yang harus mempunyai kemampuan untuk melaksanakan visi
dan misi UKI serta memiliki loyalitas timbal balik dengan Yayasan.
Menurut hemat penulis, sudah saatnya kita coba telaah istilah tersebut.
Bahwa visi dan misi UKI adalah jiwa dan bagian yang inherent bagi setiap
sivitas akademika. Visi dan misi bukan hanya milik Yayasan, Rektor,
Pimpinan Fakultas, Dosen, Karyawan dan Mahasiswa. Visi dan misi
Refleksi UKI 13
Pola Kepemimpinan
harus menjadi nyata dan dinyatakan atau “menjadi” (Das Sein, to be)
pertama-tama di lingkungan UKI sendiri dan di tengah–tengah bangsa
dan negara kita. Kata milik dan kepemilikan hanya terbatas pada nilai
kuantitaf-kumulatif, tapi kita justru mau agar visi dan misi itu menjadi
nyata, bermanfaat dan kualitatif. Hal “menjadi” bersifat dinamis,
memberi, partisipatif, lebih mementingkan isi dari pada “bungkus” dan
fungsional. Sedangkan hal “memiliki” bersifat statis, posesif, selalu ingin
menerima, tidak ingin memberi dan cenderung eksploitatif (Erich
Fromm,1980).
Bagian lain dari makalah itu yang penting kita bicarakan di sini, kata
figur atau tokoh yang menjadi sentral untuk menjalankan visi dan misi
organisasi. Ketokohan dan kefiguran suatu pemimpin bukanlah yang
amat penting.
14 Refleksi UKI
Pola Kepemimpinan
Refleksi UKI 15
Pola Kepemimpinan
Dari beberapa pokok pikiran di atas jelas bahwa Allah sang pemilik UKI
mengajak kita sebagai teman kerjaNya agar UKI dalam menjawab
segenap tantangan yang ada memiliki pola dasar yang jelas, yaitu, agar
setiap warga UKI, baik itu Yayasan, Rektor, Dekan, Dosen,Karyawan
dan Mahasiswa memiliki sifat kepemimpinan yang “menjadi” bukan
“memiliki”. Sifat kepemimpinan yang “menjadi” adalah sifat
kepemimpinan yang terbuka, dinamis, memberi, kritis dan mengejar
tujuan-tujuan yang bersifat fungsional-kualitatif. Sekecil apapun produk
yang dihasilkan, asal ia berguna, akan lebih di indahkan dari pada banyak
secara kuantitaif namun malah menambah beban.
16 Refleksi UKI
Pola Kepemimpinan
Pada suatu pagi yang cerah, Nassarudin Hoja, salah seorang tokoh cerita
dunia 1001 malam, tampak sibuk mencari sesuatu di pekarangan
rumahnya. Hari semakin petang dan Nassarudin masih saja sibuk
mengais seakan-akan mencari sesuatu di pekarangannya.
Bertanyalah tetangganya: “Bang Nas, apa abang kehilangan sesuatu?
Sejak tadi pagi sampai petang saya melihat abang hilir-mudik
dipekarangan, seakan-akan ada sesuatu yang dicari.”
“Betul. Aku kehilangan kunci rumahku padahal aku hendak pergi ke
pasar untuk menjual untaku,” jawab Nassarudin.
“Dimana terakhir bang Nas letakkan kunci itu,” tetangganya
bertanya kembali.
“Seingat aku, terakhir kali, aku letakkan kunci itu di ruang
tengah,” Jawab Nassarudin sambil terus mengais-ngais tumpukan daun
kering di pekarangan.
“Lantas mengapa abang cari di sini ?” tanya tetangga dengan heran.
“Itulah, ruangan tengahku gelap, kurang cahaya karena itu aku
mencari kunciku di pekarangan ini,” jawab Nassarudin sambil
menggaruk-garukkan tangannya di kepalanya.
-WILL ROGERS
Refleksi UKI 17
3
Menjadi Pemimpin di UKI.
Siapa Takut? 1
Sindroma Musa
Pertanyaannya sekarang, bagaimana dan siapa yang bisa mengambil
tindakan kuratif dan preventif agar “penyakit” lama tidak kambuh lagi
dan terhindar dari penyakit baru?
Ingat Musa? Ia adalah salah seorang tokoh pelepas (liberator) yang sangat
dihormati bangsa Israel, karena memimpin bangsa itu lepas dari
perbudakan di Mesir. Tapi, lihatlah, betapa sedih dan pilunya riwayat
Musa ketika memimpin bangsa itu. Apa sih kekurangan Musa? Ia mantan
anak angkat Firaun yang menikmati pendidikan tinggi yang
mengosongkan diri ke gurun Midian untuk
mencari jati diri dan yang dipanggil serta
Inti kepemimpinan adalah dipilih Allah untuk memimpin bangsa
tindakan bukan (hanya) Israel. Tapi lihatlah, mengapa bangsa itu
kedudukan… berputar-putar selama 40 tahun di gurun
dan bahkan akhirnya Joshua bukan Musa
yang membawa bangsa Israel masuk ke Kanaan. Karena sifat ”tegar-
tengkuk” dan keras-kepala bangsa itu yang membuat bukan saja Musa
putus asa bahkan Allah juga!
“Bangsa” UKI secara tidak sadar mungkin sering terjebak pada
sindroma Musa. Kita hanya sibuk dan repot untuk memilih “musa” di
UKI, dan kalau “musa” itu memberlakukan persyaratan-persyaratan agar
20 Refleksi UKI
Menjadi Pemimpin
Refleksi UKI 21
Menjadi Pemimpin
22 Refleksi UKI
4
Kandang yang Bersih Tidak
Menghasilkan Sesuatu
Suatu Pemikiran Tentang Generasi Pembaharu UKI 1
H
ampir semua orang suka melihat-lihat riwayat keluarga atau garis
keturunan (family tree, tarombo menurut orang Batak), dan
sambil melihat-lihat kita akan menunjukkan kepada anak dan
cucu tentang siapa dan bagaimana kehidupan setiap anggota keluarga di
garis keturunan tersebut. “Ini, kakekmu, dia itu orang pertama di
kampungnya yang bisa berbahasa Belanda,” atau “Nah, ini nenekmu,
ketika masih muda sekali pergi ke tanah Jawa untuk sekolah,” dan
seterusnya dan seterusnya. Bahkan dalam suku tertentu, setiap anak harus
dapat menyebutkan secara fasih siapa dan bagaimana kakek—nenek
moyang mereka sekurang-kurangnya empat generasi di atas. Ini penting
untuk menjaga identitas dan sekaligus melihat “track record” keluarga
tersebut. Memang sangat membanggakan bagi anak keturunan kalau
“track record” keluarganya baik dan berhasil, namun sebaliknya bisa
menjadi beban mental kalau ternyata anak keturunannya tidak dapat
menunjukkan prestasi yang mirip atau lebih dari prestasi kakek-nenek
moyangnya. Ini suatu tantangan bagi anak keturunannya!
1 Diterbitkan di Buletin UKI Mei 2000, Tahun XVI, No. 05: 15-17.
Kandang yang bersih
24 Refleksi UKI
Kandang yang bersih
Refleksi UKI 25
Kandang yang bersih
26 Refleksi UKI
Kandang yang bersih
iman (penulis maksudkan di sini tidak selalu menunjuk pada iman yudeokristiani
tapi lebih kepada religiositas), moral dan pendidikan.
Refleksi UKI 27
Kandang yang bersih
28 Refleksi UKI
Kandang yang bersih
Spesifikasi yang kamu rancang ini tidak masuk akal dan pasti tidak akan
saya luluskan.”
Akhirnya insinyur tersebut memberanikan diri menghadap ke manajer
dan berkata: “Saya bingung tentang apa yang Anda lakukan. Asumsi saya
Anda tidak ingin mempermalukan saya, namun adakah usulan Anda yang
lebih baik terhadap rancangan saya tersebut?”
Sang manajer sadar bahwa kritik yang ia lontarkan pada waktu itu
sebenarnya keluar begitu saja dari mulutnya, namun memiliki efek negatif
yang besar atas motivasi dan kegairahan anak buahnya dan ia pun
meminta maaf atas kejadian tersebut.
Artinya kritik tidak selalu menghasilkan sesuatu yang baik bahkan
sebaliknya kritik dapat menurunkan kreativitas dan akhirnya
produktivitas individu dan kelompok.
Secara ringkas faktor-faktor seperti kepemimpinan, kepemimpinan
kelompok, rasa percaya diri, optimisme, penguasaan diri, pengaruh,
mampu mendengarkan, empati, melayani, integritas adalah hal-hal yang
menggambarkan kedewasaan emosional individu dan organisasi yang
dapat dilatih (learned abilities) serta dikembangkan secara terus-menerus.
Refleksi UKI 29
Kandang yang bersih
Seperti metafora di atas, “setting dan plot” tempat interaksi “manusia” UKI
berada berubah terus secara dinamis baik secara internal maupun
eksternal. UKI harus secara sadar memperlengkapi diri dengan perangkat
evaluasi diri dan lingkungan, agar selalu dapat mengikuti dan menjawab
tantangan perubahan yang ada. Hal ini hanya bisa terjadi bila UKI
dipimpin, dikelola dan dihuni oleh generasi pemba-haru. Kalau tidak,
maka UKI akan masuk ke dalam kelompok perguruan tinggi yang harus
dilestarikan (to be preserved) atau bahkan punah sama sekali!
Daftar Bacaan:
F. Scott Fitzgerald.
30 Refleksi UKI
5
Lebih Baik Menyalakan Beberapa Lilin
Daripada Menggerutu Tentang Kegelapan 1
T negara kita mengimbas pula di UKI. Setidak-tidaknya hal ini tampak dari
terbitnya media-media “kagetan” yang dari segi perwajahan maupun gaya
tulisan mirip dengan tabloid panas yang ada di luar sana. Berita yang
disajikan tentu saja yang “hangat” dan mampu menggugah masyarakat kampus
agar terpicu untuk mendiskusikannya atau kalau perlu mengambil langkah-
langkah yang lebih jauh.
Dalam etika pergaulan ada dalil bahwa kita dianjurkan untuk tidak
menilai seseorang dari penampilan (fisik) belaka namun dari tutur kata yang
disam-paikan yang merupakan jendela buah pikirannya. Artinya, kalau bisa
sebanyak mungkin kita harus menyingkirkan prasangka terhadap lawan bicara
agar kita tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan yang salah (atau yang benar)
terhadapnya. Dalam semangat kristiani tentunya, kita diharapkan bisa
mengambil intisari ungkapan yang kasar dan biadab sekali pun. Sebab mungkin
saja apa yang diungkapkan itu benar (tapi ini pun harus dibuktikan dahulu
kebenarannya), hanya saja cara pengungkapannya saja yang belum pandai.
32 Refleksi UKI
Lebih baik menyalakan beberapa lilin
yang bertugas bukan saja mencari penyelewengan uang tapi yang lebih penting
juga penyelewengan (“wan prestasi”) tentang fungsi serta tanggung jawab setiap
komponen di UKI dari aras yang tertinggi (yayasan) sampai yang terendah. Soal
penyelewengan fungsi ini juga harus disoroti lebih seksama, karena justeru
banyak sekali di UKI ini yang secara arogan mengatakan bahwa kamilah yang
paling tahu, kamilah yang paling senior, kamilah yang paling mengabdi di UKI
ini karen aitu kamilah yang paling berhak menentukan arah dan tujuan UKI, tapi
kenyataannya… justeru merekalah yang menjadi biang kerok proses
pembusukan UKI!
Kalau kita mau dan berani untuk itu! Kalau tidak, orang pun sinis berkata:”Ini
sih cuma pertikaian elit!”
Refleksi UKI 33
6
Pembudayaan Penelitian sebagai Bagian
dari Reformasi Pendidikan 1
ila kita mendengar kata penelitian, maka kita menduga bahwa hal
Dari sejarah dunia dapat kita ketahui bahwa sebenarnya banyak sekali
cikal bakal ilmu pengetahuan dan benih-benih kemajuan teknologi
berasal dari Asia. Jauh sebelum bangsa Eropa mengenal mesiu, orang
Cina sudah mengenalnya. Mereka menggunakannya untuk kembang api
dan petasan sebagai bagian dari perayaan-perayaan keagamaan. Tapi
mengapa justru mesiu itu menjadi senjata yang mendukung imperialisme
dan kolonialisme Barat dan mengilhami mereka untuk membuat roket,
yang pada akhirnya mendaratkan mereka di bulan? Nenek moyang kita
telah lama tahu dan bijaksana memanfaatkan kandungan keragaman
biologis hutan, laut yang berlimpah-ruah di negara-negara tropis.
36 Refleksi UKI
Pembudayaan Penelitian
Refleksi UKI 37
Pembudayaan Penelitian
Segitiga Emas
38 Refleksi UKI
Pembudayaan Penelitian
Kita tentu masih ingat bahwa pada mulanya orang sangat melecehkan
produk-produk buatan Jepang
dan Korea. Orang masih sangat
…efek alih teknologi paling-paling menggemari barang-barang yang
dinikmati oleh satu atau dua generasi terdapat tulisan Made in USA atau
tapi efek alih budaya ilmu yang Made in Holland. Tapi sekarang
diakumulasikan dan dikembangkan orang Amerika dan Eropa gelisah
serta bersifat transgeneratif bisa karena produk mereka di pasaran
menjadi dasar landasan masyarakat dunia banyak yang mulai
tersebut untuk berkiprah dalam tersingkir oleh produk Jepang dan
keilmuan… Korea, terutama di bidang
otomotif, komputer dan
perangkat elektronik rumah
tangga (electronic home appliances). Mengapa hal ini terjadi?
Produk-produk Jepang dan Korea di samping memang harganya lebih
kompetitif juga memiliki kualitas yang sama atau bahkan lebih baik
daripada produk buatan Amerika dan Eropa. Keberhasilan ini tentunya
tidak lepas dari penelitian yang tidak Efek alih teknologi paling-paling
dinikmati oleh satu atau dua generasi tapi efek alih budaya ilmu yang
diakumulasikan dan dikembangkan serta bersifat transgeneratif bisa menjadi dasar
landasan masyarakat tersebut untuk berkiprah dalam keilmuanEfek alih teknologi
paling-paling dinikmati oleh satu atau dua generasi tapi efek alih budaya ilmu yang
diakumulasikan dan dikembangkan serta bersifat transgeneratif bisa menjadi dasar
landasan masyarakat tersebut untuk berkiprah dalam keilmuanputus-putusnya
dari pihak perusahaan yang didukung pula oleh perguruan tinggi dan
masyarakat (Simatupang, 1998).
Seberapa jauhkah komitmen P.T. Jasa Marga, misalnya, mendukung
penelitian untuk efisiensi dan kemudahan sistem transportasi atau P.T.
Semen Cibinong turut membiayai penelitian tentang pengurangan polusi
udara akibat industri?
Refleksi UKI 39
Pembudayaan Penelitian
Tridarma Perguruan Tinggi. Selama ini telah banyak waktu, usaha dan
dana dicurahkan kepada darma pendidikan dan pengabdian kepada
masyarakat meskipun harus kita akui bersama bahwa hal-hal ini masih
belum mengenai sasaran, namun haruslah diakui bahwa bidang penelitian
masih lebih tertinggal dari kedua darma di atas.
40 Refleksi UKI
Pembudayaan Penelitian
untuk segera berbenah diri, juga di sektor pendidikan, untuk tidak lagi
melihat sumber daya manusia Indonesia sebagai aset ekonomi belaka
namun sebagai aset budaya.
Karena itu kemauan politik harus disertai dengan keputusan politik agar
tujuan pendidikan di Indonesia bukan lagi hanya untuk mencerdaskan
bangsa namun terlebih penting adalah “memanusiakan” bangsa. Artinya,
azas kemanusiaan menjadi salah satu tiang kehidupan berbangsa dan
bernegara dan bukan politik, ideologi dan kekuasaan semata.
Selamat tinggal Indonesian Dark Ages, selamat datang Masa Pencerahan
Indonesia!
-BILL COSBY
Bacaan
Refleksi UKI 41
Pembudayaan Penelitian
42 Refleksi UKI
7
Peningkatan Sumber Daya Manusia
Bidang Penelitian Dalam Menjawab Tantangan
Globalisasi 1
P
ertama-tama saya ucapkan selamat datang kepada Adik-adik
sekalian ke dalam dunia yang sama sekali baru bagi kalian, yaitu
dunia kampus. Dunia kampus dan orang-orang di dalamnya
mungkin bagi sebagian besar orang adalah dunia yang aneh dan penuh
misteri. Tempat berkumpulnya orang-orang yang berkaca-mata tebal
dengan rambut yang menipis, hilir-mudik sambil mengkerutkan dahi
dengan membawa buku-buku yang tebal di tangannya. Pendapat itu tak
seluruhnya salah. Memang dunia kampus adalah salah satu tempat orang-
orang yang berusaha memecahkan misteri alam semesta. Tetapi orang-
orang di dalamnya bukanlah seperti penjaga kuburan yang menjaga agar
kemisterian dan kekeramatan suatu tempat tetap terpelihara dengan baik.
Namun mereka berusaha agar misteri itu semakin terkuak, semakin
dipahami , semakin disebar-luaskan serta semakin berguna bagi orang
banyak.
1Disampaikan pada Orasi Ilmiah Sidang Senat Terbuka bulan Oktober 1997, di
Gedung Aneka Tambang, Jakarta.
Peningkatan sumber daya manusia
1. Globalisasi
Manusia sekarang hidup di jaman yang hampir tidak memiliki batas
(borderless world). Hampir tidak ada kejadian di belahan bumi yang lain
secara cepat tidak diketahui oleh masyarakat di belahan bumi yang
lain. Kemajuan media elektronik telah memungkinkan semua hal itu
terjadi. Tersedianya satelit, faksimili, telepon, TV, intranet dan
internet membuat dunia ini seakan-akan “mengecil”, semua sudah
menjadi terjangkau dan dalam jangkauan manusia.
Kapan tepatnya proses globalisasi itu dimulai? Tidak terlalu mudah
untuk menjawabnya karena sejarah peradaban manusia merupakan
suatu alur perjalanan yang mengikuti garis lurus yang kontinyu dan
mencari titik-titik peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah
peradaban manusia dalam garis itu tidaklah mudah karena perubahan
suatu masa ke masa yang lain seringkali saling tumpang tindih dan
penyebab perubahan itu seringkali bersifat multifaktorial.
Kalau ide atau informasi merupakan obyek yang terlebih dahulu
mendunia, maka Johannes Gutenberg (1400?-1468) dari Jerman,
penemu mesin cetak tangan pertama, dapat dikatakan sebagai salah
seorang yang memicu terjadinya globalisasi informasi. Meskipun
mula-mula Gutenberg bermaksud agar mesin temuannya dapat
mempermudah penyebaran Kitab Suci, namun dengan alat
temuannya terbukalah cara untuk menyebar-luaskan suatu ide atau
informasi, bersamaan dengan masa Renaisans (abad 14-16 M),
setelah itu diikuti pula dengan timbulnya semangat mencari daerah
(jajahan) baru, maka sebenarnya proses globalisasi sudah dimulai.
Revolusi Industri dan Revolusi Perancis (Abad ke 18) turut pula
memberi andil akan proses globalisasi.
Ditunjang dengan kemajuan teknologi informasi beberapa dekade
belakangan ini, maka proses itu mencapai percepatan yang luar biasa.
Motor penggerak utama globalisasi adalah kegiatan ekonomi seperti
yang dikatakan oleh Theodore Levitt (1983) dalam artikelnya di
majalah Harvard Business Review. Pemasaran dan penggunaan produk
ekonomi yang mendunia telah terlebih dahulu menerjang batas-batas
44 Refleksi UKI
Peningkatan sumber daya manusia
Refleksi UKI 45
Peningkatan sumber daya manusia
46 Refleksi UKI
Peningkatan sumber daya manusia
Jumlah ilmuwan
Negara
dan insinyur
Jepang 3.548
Eropa 1.632
Afrika 53
Refleksi UKI 47
Peningkatan sumber daya manusia
Penegakan Hipotesis
Modifikasi hipotesis
Penelitian
Kesimpulan
48 Refleksi UKI
Peningkatan sumber daya manusia
Refleksi UKI 49
Peningkatan sumber daya manusia
50 Refleksi UKI
Peningkatan sumber daya manusia
Refleksi UKI 51
Peningkatan sumber daya manusia
52 Refleksi UKI
Peningkatan sumber daya manusia
Mission possible
Bila saudara-saudara adalah penggemar film Mission impossible yang
ditayangkan secara berseri di layar televisi, maka saudara dapat
melihat bahwa untuk melaksanakan tugas yang diberikan, seringkali
para jagoan dalam film tersebut mengadakan penelitian pendahuluan
tentang apa, di mana, siapa, kapan dan bagaimana misi itu
dilaksanakan. Demikianlah juga dengan tugas yang ada di hadapan
kita semua. Kita sedang berusaha mendayagunakan, meningkatkan
dan memberdayakan sumber daya manusia yang tersedia, yaitu para
mahasiswa yang telah secara sadar memilih UKI sebagai tempat ia
Refleksi UKI 53
Peningkatan sumber daya manusia
membekali diri, melalui prasarana dan sarana yang UKI miliki. Tugas
ini bukanlah tugas yang tidak mungkin dilaksanakan melainkan yang
mungkin dilaksanakan (Mission possible). Marilah saudara-saudara
mahasiswa, staf pengajar serta pihak-pihak yang lain secara bersama-
sama berusaha agar proses-belajar mengajar yang sebentar lagi akan
kita laksanakan juga merupakan proses perkenalan saudara dengan
dunia penelitian. Semoga dalam waktu mendatang UKI akan lebih
aktif memberikan warna terhadap dunia penelitian di Indonesia
melalui karya-karya penelitian yang baik, yang dihasilkan oleh
peneliti-peneliti UKI yang handal.
Akhir kata, kepada Adik-adik mahasiswa baru, saya ucapkan selamat
memasuki dunia kampus yang penuh misteri, belajar dan berjuanglah
dengan giat di sana, sambil turut membuka teka-teki alam semesta
yang masih banyak terselubung.
Bacaan
54 Refleksi UKI
Peningkatan sumber daya manusia
Refleksi UKI 55
8
Keunggulan Suatu Perguruan Tinggi
Dilihat dari Pola Ilmiah Pokok yang Dimilikinya ∗
P
erkembangan ilmu dan teknologi yang berlangsung sangat cepat
telah mengubah interaksi manusia baik di dalam negeri sendiri
maupun dengan luar negeri. Kegiatan ekonomi dunia yang cepat
telah pula mengubah sifat dan tujuan bisnis serta organisasi-organisasi.
Orang harus berorientasi pada pasar global yang tidak lagi dibatasi oleh
waktu, tempat dan jarak.
Semua faktor di atas tidak lepas dari unsur sumber daya manusia yang
dimiliki oleh suatu bangsa atau negara dan ini tentunya tidak lepas dari
sistem dan "industri" pendidikan yang ada yang harus pula mengubah
filosofinya dari universitas "elite dan tradisional" menjadi universitas
"modern" berwawasan regional dan global dan laku jual.
∗
Kertas kerja yang disampaikan pada rapat Komisi II Senat UKI, tanggal 19
Maret 1999.
Keunggulan suatu perguruan tinggi
Maka sudah menjadi suatu conditio sine qua non agar suatu perguruan tinggi
berhasil dan jaya, selalu berusaha "menjadi" yang terbaik di tiga aspek tri
darma yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Keunggulan kompetitif
Sama seperti setiap produk yang yang dihasilkan oleh suatu pabrik akan
diiklankan dengan memiliki keunggulan-keunggulan tertentu yang tidak
dimiliki oleh produk lain, maka perguruan
tinggi akan berusaha menonjolkan kelebihan
atau keunggulannya. Hal ini tentu saja harus
…pola ilmiah pokok
berangkat dari kenyataan yang ada, kalau
adalah suatu pilihan
tidak mau dikatakan sebagai perguruan tinggi
wawasan keilmiahan
"papan nama". Bisa saja dalam katalog dan
yang diambil
brosur digambarkan seolah-olah perguruan
berdasarkan keberadaan
tinggi itu telah memiliki semuanya dan
institusi tersebut untuk
termasuk kelompok yang terbaik, padahal
menjadi semacam penuju
dalam kenyataan tidak begitu. Lagipula
yang (lama-kelamaan)
haruslah disadari bahwa, khususnya di bidang
akan menjadi ciri khas
ilmu-ilmu sosial dan humaniora ada
perguruan tinggi
kecenderungan terdapat kesamaan warna dari
tersebut…
program studi yang ditawarkan. Contohnya
hampir semua perguruan tinggi negeri
maupun swasta menawarkan program studi Magister Manajemen untuk
program pasca-sarjananya dengan isi kurikulum yang kurang-lebih
identik.
Berangkat dari kenyataan-kenyataan di atas maka sudah
sepatutnya dicarikan pola yang berbeda yang bisa memberikan "ciri khas"
suatu perguruan tinggi. Diharapkan kekhasan itu menjadi keunggulan
58 Refleksi UKI
Keunggulan suatu perguruan tinggi
kompetitif sekaligus daya tarik bagi peserta didik maupun "stake holder"
yang lain.
Refleksi UKI 59
Keunggulan suatu perguruan tinggi
UI Research University
60 Refleksi UKI
Keunggulan suatu perguruan tinggi
Bila dilakukan analisis SWOT terhadap UKI, maka lebih tepat kalau UKI
memiliki PIP sebagai urban university, karena faktor letak dan keberadaan
UKI di kota Jakarta dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta orang
dengan segudang permasalahannya.
Refleksi UKI 61
Keunggulan suatu perguruan tinggi
• SDM
SWOT
• SDA
• Geografi
PIP
: langkah pertama
: langkah kedua
62 Refleksi UKI
Keunggulan suatu perguruan tinggi
Tentunya UKI tidak boleh menjadi menara gading serta tidak perduli
atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat kota, bahkan
seharusnya UKI dapat menjadi contoh universitas yang perduli dan
mampu memberikan jawaban-jawaban yang kongkrit terhadap
permasalahan perkotaan, misalnya masalah lalu-lintas (termasuk
kecelakaan, polusi, disiplin dan keteraturan, hukum, tata-ruang, dll.),
kekerasan (violence), dan anak jalanan yang bisa dilihat dan digeluti secara
mandiri atau komprehensif oleh berbagai program studi yang ada di
UKI.
Bila UKI ingin dikategorikan sebagai universitas riset maka hal ini masih
sangat jauh dari jangkauan karena sesuai dengan pembagian tingkat
universitas riset menurut Carnegie yang diberlakukan di Amerika Serikat,
suatu universitas riset harus mampu menghasilkan sekurang-kurangnya
50 Doktor per tahun serta sanggup mendapatkan serta mengerjakan dana
penelitian sebesar 15 juta dolar.
Namun kita harus sadar dan setuju bahwa peletakan dasar agar UKI
kelak menjadi universitas riset harus dilakukan mulai dari sekarang dan
modal yang dimiliki oleh UKI sebenarnya cukup baik yaitu visi dan misi
serta SDM yang umumnya sudah memiliki kualifikasi S2 dan S3.
Sayangnya bila dilihat dari produktivitas ilmiah, tampak bahwa UKI
masih sangat tertinggal dengan perguruan tinggi (swasta) yang lain.
Kembali dikemukakan di sini, bila PIP dipilih secara bijaksana dan
dilaksanakan secara taat asas maka secara perlahan tapi pasti budaya
ilmiah dan budaya riset di UKI akan tumbuh dengan sendirinya.
Penutup
Pada saat ini animo lulusan SMU yang berkeinginan untuk masuk
perguruan tinggi sangat besar, mereka berharap bahwa dengan seberkas
ijazah yang akan dimilikinya akan mudah masuk ke pasar kerja, namun
secara empiris kita tahu bahwa ternyata pasar kerja tidak begitu saja mau
Refleksi UKI 63
Keunggulan suatu perguruan tinggi
Bacaan
64 Refleksi UKI
9
Terus Terang, UKI Kita Masih Perlu Diterangi 1
S
emua bentuk kehidupan (living organism) butuh interaksi. Dari mulai
sel sebagai suatu unit terkecil bentuk kehidupan sampai kepada
bentuk yang paling kompleks, yaitu manusia, selalu ingin
berinteraksi dengan diri dan lingkungannya. Hasil interaksi itulah yang
akan menunjukkan eksistensi atau keberadaan makhluk tersebut.
Interaksi (artinya: hal saling mempengaruhi) bisa berlangsung lewat
komunikasi dan secara sederhana komunikasi berlangsung lewat media
(perantara), a.l. berbicara, tulisan, tayangan (audio-visual) dan bahasa tubuh
(gesture atau body language).
Pesan, informasi atau just a piece of junk adalah satuan yang dipertukarkan
dalam proses komunikasi dan dari situlah diharapkan timbul interaksi.
Anda bisa bayangkan kalau yang dipertukarkan melulu "sampah", maka
tanpa melihat sampahnya, kita pun bisa kebagian baunya.
Mulutmu Harimaumu
Idealnya, tulisan merupakan buah pikiran (dan jiwa) yang memperkaya
dan mencerahkan (Aufklarung) individu yang disapanya. Pencerahan (atau
“pembusukan”) jiwa yang didapat dari suatu tulisan atau buku dapat
bersifat "langgeng", karena tulisan sanggup mengubah dan
menginspirasi individu, kelompok, bangsa bahkan umat manusia
(bandingkan dengan Kitab-kitab Suci agama). Sebuah buku atau tulisan
yang baik sanggup membuka tingkap-tingkap baru pikiran dan jiwa
pembaca. Saya yakin bahwa di balik kemiskinan Mahatma Gandhi,
Abraham Lincoln, Martin Luther King, Jr., dan Pramoedya Ananta Toer
terdapat kekayaan pikiran dan jiwa yang diperoleh mereka dari membaca.
66 Refleksi UKI
Terus terang
Refleksi UKI 67
Terus terang
Panasea
Di dalam dunia kedokteran ada suatu cita-cita yang berbau utopis yaitu
menciptakan obat yang cespleng dapat menyembuhkan semua jenis
penyakit, disebut panasea. Apapun penyakit yang Anda derita; dari
hanya sekedar panu sampai dengan kanker, maka cukup dengan panasea
maka semua akan sirna!
Pertanyaannya sekarang apakah semua persoalan di bumi ini bisa
diselesaikan hanya melalui pendekatan satu bidang ilmu? Apakah masalah
penyakit tuberkulosa paru hanya bisa diselesaikan dengan pemberian
obat TBC? Ternyata tidak, diperlukan kerjasama yang erat dengan bidang
ilmu lain. Telah diketahui bahwa ada hubungan yang erat dengan tingkat
pendapatan (ekonomi), perilaku (psikologi) dan pola penyakit tertentu.
Apakah masalah kelaparan hanya masalah ekonomi belaka? Apakah
masalah korupsi masalah hukum belaka? Kita membutuhkan pendekatan
yang komprehensif (holistik), kalau tidak maka kita bisa dinilai sebagai
“Fachidiot”, artinya merasa bahwa dirinya (dan ilmunya) yang paling benar
dan merupakan jawaban untuk segala permasalahan tapi ternyata tidak.
68 Refleksi UKI
Terus terang
Karakter dan budaya apa yang akan ditumbuhkan? Karakter dan budaya
yang bernafaskan religiositas, keilmuan dan kemanusiaan. Suatu karakter
yang berdasar atas kekuatan individu, kelompok atau pun bangsa yang
mau maju dalam rangka perbaikan nasib umat manusia. Apakah ini upaya
yang fantastis? Utopis? Mari kita simak sebuah ungkapan oleh anonim di
bawah ini:
Refleksi UKI 69
Terus terang
70 Refleksi UKI
Terus terang
Bacaan
Epstein LD. 1974. The campus and public interest. Governing the
university. Jossey-Bass, Inc., Publ. San Fransisco, USA.
Lewis RG and Smith DH. 1994.Total quality in Higher Education. St.
Lucie Press, Delray Beach, Florida, USA.
Williams G. 1992. Changing patterns of finance in Higher Education.
SHRE and Open University Press, Buckingham, United Kingdom.
Nettleford R. 1998. Universities: Mobilising the Power of Culture A
View from the Caribbean. An article in Higher Education in the
Twenty-first Century Vision and Action; UNESCO, World
Conference on Higher Education, Paris 5-9 October 1998.
Refleksi UKI 71
Terus terang
72 Refleksi UKI
10
Berpikir Seperti Kanak-kanak, Bertindak
Seperti Orang Dewasa 1
T
ulisan ini dibuat terutama dalam rangka pelantikan kepemimpinan
baru di UKI yang baru-baru ini kita selenggarakan.
Prof. Dr. –Ing. K. Tunggul Sirait dilantik sebagai Rektor untuk
kedua kali dan demikian juga beberapa Dekan dipercaya untuk
memegang jabatan itu untuk masa kedua, di samping beberapa Dekan
yang sama sekali baru.
Periode kepemimpinan di lingkungan UKI pada kali ini adalah periode
kepemimpinan yang penting, karena pada masa kepemimpinan inilah kita
umat manusia akan memasuki milenium baru, abad ke 21 yang penuh
tantangan dan mungkin gejolak.
74 Refleksi UKI
Berpikir seperti kanak-kanak
Refleksi UKI 75
Berpikir seperti kanak-kanak
76 Refleksi UKI
Berpikir seperti kanak-kanak
Refleksi UKI 77
Berpikir seperti kanak-kanak
78 Refleksi UKI
Berpikir seperti kanak-kanak
UKI harus selalu tanggap atas apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya
supaya bisa survive. Kalau tidak akan seperti Dinosaurus yang punah
jutaan tahun yang silam.
Bagaimana bisa survive? Jawabannya sangat sederhana namun sulit untuk
mempraktikkannya karena perlu usaha yang keras, all-out, dari kita semua
yaitu sesuai dengan judul tulisan ini: Berpikir seperti kanak-kanak,
bertindak seperti orang dewasa.
Visi dan pikiran UKI harus lebih terbuka dan jernih, senang dan ingin
belajar tentang hal-hal yang baru (curious) seperti yang dimiliki oleh anak-
anak; namun UKI juga harus gesit, ulet, tahan banting, berani
bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya (menghindari
budaya “kambing hitam”), dapat dipercaya (reliable), committed terhadap
missi yang dijalankannya seperti yang dapat dituntut dari seorang dewasa
yang memiliki integritas.
Bila di dalam dan dari UKI sifat-sifat serta budaya itu ditumbuh-
kembangkan niscaya UKI akan survive bukan karena UKI yang “terkuat”
namun karena UKI bijaksana dan dapat membaca tanda-tanda jaman
sehingga ia cocok (fitted).
Sekali lagi kita ucapkan selamat bertugas (kembali) kepada Rektor dan
Dekan-dekan di lingkungan UKI dan semoga bersama-sama dengan
segenap sivitas akademika yang lain, UKI siap memasuki milenium yang
ketiga.
Bacaan
Die Erde 2000. Wohin sich die Menscheit entwickelt. Spiegel Spezial,
1993, 4. Spiegel Verlag, Rudolf Augstein GmbH & Co. Hamburg.
Welche Uni ist die Beste? Spiegel Spezial, 1990, 1. Spiegel Verlag, Rudolf
Augstein GmbH & Co. Hamburg.
Fullan M. Change Forces. Probing the depths of educational reform.
1993. The Falmer Press. London
Refleksi UKI 79
Berpikir seperti kanak-kanak
80 Refleksi UKI
11
UKI, UKI, lama sabakhtani? 1
M
enurut beberapa tafsir, pertanyaan yang diajukan Anak
Manusia ketika ia tergantung di kayu salib itu (aslinya
berbunyi:”Eli, Eli, lama sabakhtani”, lih.: Mat: 27:46), punya
dimensi yang sangat manusiawi, yaitu jeritan dari seseorang
yang ditimpa rasa kesepian yang amat sangat karena hubungan dengan
orang yang dikasihinya tiba-tiba terputus. Ibarat seorang sahabat yang
selama ini diandalkan tiba-tiba menghilang tidak tahu rimbanya, justru
pada saat diperlukan dukungannya.
Ketika UKI dan Anak Manusia mengikat janji dengan darah untuk
menjadi sahabat tentulah mereka punya dasar dan tujuan yaitu
menjadikan anak bangsa insan yang berguna untuk tujuan kemanusiaan.
Suatu janji luhur yang berisi bahwa UKI yang akan mengerjakan ladang si
Pemilik, agar hasil ladang itu bisa dinikmati para pekerja dan orang
kampung sekitar.
Jadi sang Pemilik telah rela memberikan ladangnya kepada UKI untuk
diolah.
Persahabatan itu sekarang usianya sudah hampir mencapai 50 tahun,
suatu usia persahabatan yang cukup panjang, dan pasti mereka tahu betul
apa yang sudah mereka alami selama itu. Ada kalanya hasil panen
melimpah-ruah, namun sering pula para pekerja pulang dengan tangan
hampa.
UKI dan Anak Manusia tahu, bahwa ladang tempat janji mereka
disemaikan terdiri atas ribuan penggal tanah dengan bermacam-macam
suku bangsa, budaya, dan agama tinggal di atasnya, dan mereka sadar
bahwa itu tidak mudah. Meskipun demikian, si Pemilik ladang bukanlah
tuan yang kejam yang selalu menuntut hasil tanpa memberikan
kontribusi, yang seringkali terjadi justru sahabatnya, UKI, yang ongkang-
ongkang kaki sambil menikmati kopinya dan berkata: “Ah, hari masih
pagi, mari kita bercakap-cakap dahulu, kita rencanakan pengembangan
ladang ini, begini, sebaiknya kita tanam satu jenis pohon saja, dan tidak
usah diberi pupuk sebab kita yakin ladang ini sudah subur dan akan tetap
subur, lagipula harga pupuk sekarang mahal, ada baiknya kita dirikan
bedeng-bedeng agar kita dapat berteduh, dan begini…..dan begitu…..”.
Akhirnya mentari sudah memasuki ufuk barat, dan para pekerja pun
pulang.
82 Refleksi UKI
UKI, UKI, lama sabakhtani?
Di ladang orang tak perlu lagi bekerja, yang penting ancam. Bahkan
belakangan ini sudah ada kontes “the best MBA manager of the year”. Tentu
orang yang paling getol melakukan ancaman itu yang paling didengar,
yang paling mumpuni, dan yang paling berpeluang untuk dipilih.
Mentari sudah berkali-kali muncul di timur dan terbenam di barat, Anak
Manusia, sang sahabat UKI, menanti dengan sabar kapan sahabatnya
datang membawa hasil dari ladang perjanjian cinta kasih mereka.
Refleksi UKI 83
UKI, UKI, lama sabakhtani?
84 Refleksi UKI
12
Mempersiapkan Masa Depan UKI yang Lebih Baik:
Rekomendasi Perbaikan terhadap Permasalahan-
permasalahan yang Dihadapi UKI Sekarang 1
1Materi yang dipersiapkan sebagai bahan pertemuan antara UKI dan Yayasan
UKI.
Mempersiapkan masa depan UKI
komponen YUKI. Lebih dari itu, dalam setiap masalah ini, tampak
bahwa YUKI seakan-akan selalu menjadi pihak yang benar, dan unit-
unitlah yang tidak benar.
Karena itu kita perlu menyikapi hal-hal ini dengan baik dan benar serta
segera mengambil tindakan-tindakan yang tidak lagi parsial tapi
komprehensif yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh segenap
komponen di UKI.
Permasalahan
Di bawah ini tergambar beberapa kecenderungan (trends) yang terjadi di
dalam UKI dan beberapa kecenderungan yang ada di luar yang dapat
dianggap sebagai permasalahan:
A. Di dalam UKI
1. Jumlah mahasiswa. Jumlah mahasiswa UKI secara keseluruhan
menurun, meskipun di fakultas kedokteran tetap kelihatan stabil.
Namun di hampir semua fakultas jumlah penurunan mahasiswa
nampak secara signifikan. Beberapa program studi atau jurusan
bahkan hanya memiliki mahasiswa kurang dari sepuluh,
akibatnya terjadi kelebihan kapasitas (over capacity) terutama
dalam hal ketersediaan tenaga dosen dan karyawan. Belum lagi
bila disorot dari segi kualitas rekrutmen dan rata-rata prestasi
mahasiswa yang pada umumnya juga menurun. Hal ini
menggambarkan kualitas input (rekrutmen) dan kualitas
pembelajaran (proses) yang berakibat pada rendahnya mutu
lulusan (output).
2. Semakin menurunnya sarana dan fasilitas belajar dan bekerja.
Hal ini terkesan dari „kumuh“nya sarana dan gedung-gedung
yang dimiliki UKI, terlebih Kampus Jalan Diponegoro yang
seringkali mendapatkan perbaikan yang tambal sulam. Suasana
kampus tidak lagi nyaman dan asri, padahal dalam setiap iklan
penerimaan mahasiswa baru seakan-akan kampus UKI memiliki
segala fasilitas yang selalu „dijual“. Selain itu perlu juga
dipertanyakan aset-aset UKI yang lain, seperti di Bantar Gebang,
86 Refleksi UKI
Mempersiapkan masa depan UKI
Refleksi UKI 87
Mempersiapkan masa depan UKI
88 Refleksi UKI
Mempersiapkan masa depan UKI
B. Di luar UKI
1. Tidak dapat dipungkiri UKI tidak lagi menjadi salah satu
perguruan tinggi pilihan bagi calon mahasiswa, karena semakin
banyak bermunculan perguruan tinggi-perguruan tinggi lain di
kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi) yang dari segi kualitas mirip atau bahkan beberapa telah
melampaui UKI. Selain itu perguruan tinggi lain tampaknya
lebih kreatif menawarkan banyak jurusan atau program-program
studi baru yang diminati dan cocok dengan lapangan pekerjaan
saat ini.
2. Adanya peraturan perundangan-undangan baru menuntut
penyesuaian dan perbaikan-perbaikan peraturan yang berlaku di
UKI, a.l. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, PP 60 Tahun 1999,
UU Yayasan No. 16 Tahun 2001, dll. Khusus mengenai UU
Yayasan, pemberlakuan UU tersebut akan dimulai pada tahun
Refleksi UKI 89
Mempersiapkan masa depan UKI
Rekomendasi
1. Perlu segera pembenahan struktur dan fungsi-fungsi di jajaran
YUKI dan UKI melalui pertemuan yang intens dan
berkesinambungan antara UKI dan YUKI. Pertemuan-
pertemuan itu sekaligus membicarakan dan menyamakan
persepsi dan tindakan terhadap situasi dan keberadaan UKI.
2. Semua komponen di UKI harus menggali kembali jati diri,
fungsi dan perannya bagi UKI. Kita harus tahu betul dasar-dasar
dan untuk siapa UKI didirikan. Unsur-unsur U(niversitas),
K(risten) dan I(ndonesia) kiranya terus-menerus digali dan
menjadi landasan dan arah ke mana UKI berkiprah. Perlu
redefinisi, reposisi dan revitalisasi fungsi badan-badan di
YUKI dan UKI, sekaligus mengembalikan badan-badan di
90 Refleksi UKI
Mempersiapkan masa depan UKI
Bacaan
Ais C. Badan Hukum Yayasan. Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai
Suatu Badan Hukum Sosial. Citra Aditya Bakti, Bandung. Hal.
94-107.
Doloksaribu, SM. Beberapa Catatan atas Perubahan AD/ART Yayasan
Universitas Kristen Indonesia. Makalah lepas.
Refleksi UKI 91
Mempersiapkan masa depan UKI
92 Refleksi UKI
Mempersiapkan masa depan UKI
Refleksi UKI 93
13
„The New UKI Project“. Akankah Sejarah
Berulang? 1
D
alam pertemuan yang diprakarsai YUKI pada hari Senin, 27
September 2004 dijelaskan oleh Ketua YUKI, Bpk. Drs. Jakob
Tobing, MPA tentang upaya YUKI mendapatkan nilai-nilai
tambah dari asset-aset yang dimiliki YUKI, a.l. dengan menjalin
aliansi strategis dengan beberapa pengusaha yang mau berinvenstasi
untuk pengembangan UKI. Salah satunya adalah rencana pengembangan
kampus UKI Cawang, dengan menjalin kerjasama dengan P.T.G.I.P
1
Tulisan yang ditulis bersama-sama dengan Ganda Sutapea, SE, MBM
(Pudek I dan dosen FE UKI); Ied Veda Sitepu, SS, MA (Kepala UKI Press
dan dosen FS UKI); dan Mompang Panggabean, SH, MHum. (Kepala BAAK
dan dosen FH UKI).
The New UKI Project
Karena itu perlu dipikirkan secara matang dan strategis agar peluang
investasi ini tidak sia-sia, namun, dilain pihak agar UKI tidak pula
terjerembab pada “komersialisasi” pendidikan seperti yang sudah mulai
menggejala dimana-mana, apalagi dengan pemanis kata-kata demi
“globalisasi”, “neo-liberalisasi ekonomi, market-driven economics.”
Refleksi UKI 96
The New UKI Project
Refleksi UKI 97
The New UKI Project
Artinya, bila (Y)UKI mulai mengundang pihak luar sebagai mitra (bisnis),
maka YUKI pun sudah harus siap secara mental dan pola pikir (mind set)
yang berbeda. Faktor SDM dan manajemen harus diperbaiki dan
diberdayakan terlebih dahulu atau bersamaan dengan pemanfaatan
peluang-peluang bisnis yang ada. Faktor-faktor kecepatan (speed), peka
membaca situasi, kreatif, ulet (agility), transparansi, menerapkan good
governance, sudah harus mulai terinternalisasi di segenap stakeholders, kalau
tidak kita akan menjadi tertawaan mitra bisnis atau kita akan menjadi
mitra yang tidak sejajar (unequal partners). Pendek kata, “anggur baru
membutuhkan kirbat yang baru pula.”
Refleksi UKI 98
The New UKI Project
Refleksi UKI 99
The New UKI Project
Bagi Hasil
Bentuk bagi hasil yang ditawarkan oleh pihak investor perlu dikaji secara
seksama dengan tetap memperhitungkan semua variabel usaha (bunga
bank, biaya operasional, return of investment, dll.) sambil tetap mengingat
azas saling menguntungkan (win-win solution).
Selain itu, perlu dibuat komitmen dan perjanjian bersama bahwa
penerimaan UKI dari bagi hasil dengan investor pertama-tama harus
diperuntukkan:
1. Persembahan yang besar dan bentuknya terbuka untuk selalu
dibicarakan bersama (lih. I Taw 16:29; Maz. 96:8; Ibr. 13:15-16).
2. Dana tabungan untuk dana abadi (endowment fund)
Sisanya baru digunakan untuk pembiayaan kegiatan organisasi UKI,
terutama untuk investasi/pengembangan. Dana untuk membiayai
kegiatan rutin sebenarnya tidak merupakan masalah besar, karena
pemasukan UKI dari mahasiswa, asal dikelola dengan baik, masih dapat
diandalkan.
Salah satu bentuk kerjasama yang ditawarkan adalah Built Operate and
Transfer (BOT) 30 tahun, artinya selama 30 tahun YUKI bersama-sama
dengan para investor akan mengelola kawasan bisnis tersebut, dan
setelah itu segala asset akan diberikan ke YUKI, untuk selanjutnya YUKI
akan mengelolanya secara mandiri (swakelola).
Jadi, pada sisi Universitas pun harus nampak dengan jelas program-
program pengembangan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat yang semakin berkualitas karena semakin mantapnya
pendanaan yang tidak lagi mengandalkan pemasukan dari mahasiswa
semata! UKI dan badan-badan lain mitra YUKI, seperti Rumah Sakit dan
AP-YUKI harus sanggup menangkap tanda-tanda jaman, sembari
berbenah diri menyikapi masa-masa yang tidak akan semakin mudah.
Sebab, kita pun tidak mau menjadi silau akan godaan-godaan “teologia-
sukses” dan membentuk “menara gading” bukan “menara kasih” serta
Acuan:
1. Renstra UKI. 2003-2007. UKI Press, Jakarta, 2002.
2. Wiryoputro, S. Dasar-dasar Manajemen Kristiani. BPK Gunung
Mulia, Jakarta 2004.
3. Undang-undang Yayasan 10 Tahun 2001
4. Statuta UKI 2004.
Refleksi UKI101
14
What next?
Suatu Usulan Alternatif Pembaharuan
B
agian akhir tulisan ini tidak berpretensi untuk menjawab segala
permasalahan yang dihadapi UKI khususnya dan perguruan tinggi
(kristen) umumnya. Penulis tidak ingin menerapkan konsep “satu”
resep untuk semua jenis penyakit, namun kita harus berani menemukan
dan memandang permasalahan-permasalahan itu secara utuh
(komprehensif), dan kontekstual serta berusaha untuk memperbaikinya
sedikit demi sedikit namun ajeg.
Tulisan ini lahir dari refleksi yang dilakukan setelah penulis mengikuti
suatu konferensi internasional tentang “Managing change in universities” di
Königswinter, Jerman pada tanggal 28 Agustus – 3 September 2000.
Konferensi diikuti oleh lebih kurang 50 pimpinan perguruan tinggi dari
negara-negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, Iran, negara-
negara Afrika Timur seperti Uganda, Kenya, Etiopia dan Sudan serta
kelompok negara-negara Amerika Tengah dan wakil dari penyelenggara
yaitu a.l. German Foundation for International Development dan University of
Kassel serta Hochschule Rektoren Konferenz, HRK (Asosiasi Perguruan Tinggi
Jerman) Jerman. Konferensi menyimpulkan bahwa dalam konteks
reformasi pendidikan tinggi dan menghadapi perobahan-perobahan yang
multidimensional perlu dilakukan tindakan-tindakan nyata para
“stakeholders”. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan perguruan tinggi
selalu seimbang yaitu selalu menjadi pelopor dalam cita-cita ilmu untuk
mencari “kebenaran” serta penelitian-penelitian yang bersifat “state of the
art” namun tetap peka dan mampu menjawab masalah-masalah sosial
kemasyarakatan agar tidak menjadi “menara gading”.
What next?
Tantangan
1.Relevansi:
(a) Otoritas dan peranan perguruan tinggi sebagai penyedia lulusan
yang siap memasuki dunia kerja semakin berkurang. Hal ini
karena ketidak-terkaitan antara kurikulum, pembelajaran dan
dunia lapangan kerja. Kecenderungan ini diperparah dengan
perkembangan ilmu yang pesat sekali sehingga seringkali ilmu
yang dipelajari di bangku kuliah ternyata sudah usang ketika
hendak digunakan di dunia kerja (Teichler, 1999)
(b) Penelitian serta pengembangan yang dilakukan oleh perguruan
tinggi masih banyak yang bersifat “demi ilmu”, sehingga tidak
memiliki nilai jual yang tinggi dan seringkali tidak menjawab
tantangan yang diajukan oleh dunia industri dan pasar, akibatnya
seringkali dunia industri memiliki dan mengembangkan unit
penelitian dan pengembangan yang lebih berdayaguna daripada
perguruan tinggi.
Alternatif solusi
Kepemimpinan
Yayasan
Senat dan Universitas harus rajin mengadakan “uji pasar” atau scanning
melihat gejala atau trends yang terjadi lewat instrumen-instrumen yang
diciptakan untuk hal itu. Pada saat sekarang sulit untuk memiliki pola,
aturan, program atau strategi yang dapat berusia lama dan mampu
menjawab segala tantangan yang ada, karena begitu cepatnya perobahan-
perobahan yang terjadi maka perlu diciptakan budaya di kalangan
stakeholders agar mampu melihat dan menghadapi perobahan sebagai
tantangan bukan ancaman.
Proses Pembelajaran
Unit-unit Usaha
Unit usaha yang dimaksud adalah kegiatan unit di UKI yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat menghasilkan pendapatan.
Kegiatan ini dapat juga dibagi atas 2 bagian y.i. unit usaha yang
berhubungan langsung dengan (a) dunia akademik dan (b) non-
akademik.
Bacaan
Jaffe DT dan Scott CD. (1999) Getting your organization to change. Crisp
Publications, Menlo Park, CA, USA.
Lewis RG dan Smith DH. (1994) Total quality in higher education. St. Lucie
Press, Delray Beach, Florida, USA.
Teichler, U. (2000) New Challenges for Universities in the next two decades.
Makalah dalam Bonn Conference on International University of
Development 2000, 27 Agustus-3 September 2000, Bonn – Jerman.
In today’s context,
Knowledge is no longer just about
learning new things.
It is the ability to learn, unlearn and
to re-learn
N
egeri kita saat ini sedang dilanda petaka budaya yang hebat.
Semua warga kehilangan orientasi, tak tahu mau ke mana
mencari jalan ke luar yang tepat. Para pemimpin sering merasa
bingung harus berbuat apa, dan warga biasa gelisah mau apa sebenarnya
para pemimpin itu. Krisis total, begitu keadaan ini sering disebut.
Karenanya, rakyat secara keseluruhan meneriakkan perlunya reformasi.
Sebuah reformasi buat segala-galanya. Reformasi total! Reformasi adalah
perobahan, perombakan, pembaharuan.
Apa yang terjadi dalam kehidupan kenegaraan itu, juga terjadi di dunia
pendidikan. Perguruan tinggi terutama, telah dilanda krisis
kepemimpinan. Dosen menjual out-line skripsi, mahasiswa membayar
‘biaya khusus’ untuk setiap kali ia konsultasi, dan hidup kepepet di
kalangan dosen dan karyawan bukan lagi hal yang aneh. Apa yang terjadi
sebetulnya?
Menurut penulis, ada yang keliru dengan sistem kita. Roh Orde Baru
yang totaliter dan tertutup itu rupanya juga menyerbu ke dunia perguruan
tinggi. Pimpinan menjadi segala-galanya. Sementara warga atau pegawai
tak bisa apa-apa. Kalau di lingkungan negara ada gerakan untuk kembali
memberikan kekuasaan kepada kedaulatan warga, maka demikian juga di
dunia pendidikan.
Kita akan melihat ‘kesamaan’ perlunya reformasi itu di lingkungan
universitas. Sebab di universitas juga sedang terjadi krisis – para
pimpinan, rektor dan pemimpin-pemimpin lain – sudah tidak
sepenuhnya dipercaya lagi oleh sivitas akademika. Mereka dianggap tak
mampu membangun universitas menjadi semacam wadah untuk orang
mengembangkan diri. Tidak tampak aktualisasi diri. Mereka tak mampu
mengarahkan ‘gerbongnya’ ke arah yang semestinya, sehingga semua
Catatan penutup
orang yang ada di dalamnya sampai ke tempat tujuan dengan baik. Tidak
ada yang kegerahan atau kehausan ketika perjalanan itu sedang
berlangsung.
Untuk itu perlu dilakukan perubahan agar semuanya pemimpin bisa
mengaktualisasikan dirinya. Di universitas, reformasi kepemimpinan itu
perlu dilaksanakan sejalan dengan reformasi demokrasi, reformasi
peraturan-peraturan, dan reformasi sistem pengawasan oleh warga atau
anggota sivitas akademika melalui lembaga-lembaga perwakilan.
Ketiga reformasi di atas mengandung arti koreksi total dan
pengembangan sistem serta pelaksanaan masing-masing berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang ada: memperbaharui peraturan universitas,
meninjau keputusan-keputusan yayasan, melihat kembali Rencana Induk
Pengembangan (RIP), menuliskan dengan baik dan cermat Rencana
Anggaran Universitas, dsb.
Dalam reformasi peraturan-peratutan – terutama yang prinsip dan
bersifat mendasar – perlu dijernihkan dan ditertibkan agar ada kejelasan
langkah. Misal soal hubungan kerja dengan Yayasan. Beberapa tahun
terakhir ini muncul permasalahan yang pelik dan menyulut beragam
konflik, baik yang sifatnya internal maupun eksternal.
Perlu diatur tata tertib yang jelas dan gamblang (clear and distinct)
berkenaan dengan penggantian jabatan Rektor, Dekan, dll. Juga
mengenai soal mandataris atau pejabat perlu ditegaskan apakah
kedudukan itu memiliki kewenangan-kewenangan ekstra, di samping
kewenangan rektor berdasarkan peraturan tsb. Ini semua perlu
dijernihkan demi ketertiban pelaksanaan peraturan dasar tsb. di masa
depan.
Krisis Kepercayaan
Krisis di berbagai universitas diakumulasi oleh krisis negara atau
pemerintah, dan menjalar menjadi krisis ekonomi dan juga krisis sosial-
emosional. Terjadilah krisis kepercayaan ke segala arah: kepada
yayasan, kepada semua institusi rektorat dan dekanat, dan menjalar
kepada krisis antar-kita sesama warga UKI. Krisis ini harus segera diatasi.
Soal Kredibilitas
Jujur, kompeten, menatap ke depan, penuh gagasan, adalah kualitas yang
perlu dimiliki oleh seorang pemimpin sebagai dasar untuk membangun
keberhasilan. Dalam gabungan bersama, hal itu akan membuahkan
kredibilitas atau kemampuan. Orang-orang yang bekerja sebagai
utamanya adalah uang, bicara hal-hal yang baik tentang organsasinya itu
ketika bekerja, namun merasa lain bila sendiri, cenderung mencari
pekerjaan lain bila organisasi menghadapi saat-saat yang keras.
Demikianlah studi ini menunjukkan bahwa kesetiaan dan komitmen
para pekerja sangat bergantung pada kredibilitas pimpinan. Namun ada
perbedaan antara penyiar berita dan pemimpin. Memang kita
membutuhkan keduanya itu kredibel agar kita dapat menerima apa yang
mereka katakan, namun terhadap para pemimpin kita membutuhkan
lebih dari sekedar itu. Kita mau agar para pemimpin itu punya
pandangan yang maju - ke depan; bahwa mereka perlu memiliki
rasa/kemampuan untuk mengarahkan, suatu visi untuk masa depan. Kita
menginginkan agar para penyiar berita itu independen ketika melaporkan
apa yang sebenarnya terjadi; kita berharap agar para pemimpin memiliki
titik pandang dan teguh dalam tujuan organisaasi. Kita membutuhkan
wartawan yang sejuk dan obyektif; menginginkan pemimpin yang
mampu mengartikulasikan kemungkinan-kemungkinan yang menantang.
Ketika para pemimpin diharapkan bisa membuat berita, maka para
wartawan itu diharapkan hanya melaporkannya.
kredibilitas mereka. Tak seorang pun mau menuruti cara pimpinan bila
mereka meragukan kredibilitas pimpinan tersebut. Kredibilitas adalah
hal yang paling berat untuk dicapai, dan merupakan hal yang paling
rapuh dari kualitas kemanusiaan. Kredibilitas dicapai menit demi menit,
jam demi jam, bulan demi bulan, tahun demi tahun. Tapi kredibilitas
dapat hilang dalam tempo sekejap bila tidak dipelihara. Kita cenderung
ingin mengampuni penyimpangan-penyimpangan kecil, sebuah
tindakan yang tak hati-hati. Tapi akan datang waktunya ketika cukup
adalah cukup. Ketika seorang kehilangan kredibilitas, maka ia akan
menemui kesulitan untuk memperolehnya kembali.
Hakekat Kepemimpinan
Cukup jelas bahwa mayoritas kita setuju dengan tuntutan-tuntutan
kita terhadap para pemimpin. Kita ingin agar mereka kredibel, dan agar
mereka memiliki kepekaan untuk mengarahkan. Bila seseorang harus
memimpin kita, orang itu harus bisa berdiri di depan kita dan penuh
keyakinan mengekspresikan suatu gambaran masa depan yang menarik,
dan kita harus bisa mempercayai bahwa ia memiliki kemampuan untuk
membawa kita ke sana.
Ada begitu banyak hubungan-hubungan yang mengagetkan antara apa
yang pimpinan katakan mereka lakukan saat berada pada tingkat yang
terbaiknya dengan apa yang dikatakan oleh anak buah pengikutnya.
Yang diperlukan oleh UKI saat ini adalah: kejujuran, kompetensi, visi
(kemampuan melihat ke depan), dan inspiring (kreatif, penuh cita-cita
untuk mencari terobosan). Kejujuran membutuhkan integritas. Di sini
seorang pemimpin harus bisa dipercaya. Kompetensi menuntut
kemampuan seseorang untuk mengelola sesuatu secara produktif
sekaligus efisien. Kepemimpinan seorang rektor barangkali harus
inspiring, tegas, dan memfasilitasi bagi langkah-langkah nyata untuk solusi.
Sesuatu yang agak aneh memang, jika membaca tulisan-tulisan yang
ada dalam buku tulisan Dr. Abraham ini. Agak aneh karena tulisan
semacam ini tidak biasa, kalau enggan dikatakan langka. Sebuah tulisan
yang mengungkapkan kegeraman seorang akademisi terhadap
institusinya, dan negerinya. Tentang kondisi tata negara dan institusi yang
carut marut karena kegagalan para pemimpinnya sendiri. Ia geram
melihat keadaan yang masih belum pas dengan harapan-harapannya.
khususnya tentang UKI yang ia kenal dari kecil. Dengan lugas ia menulis
semua kecacatan tersebut, namun dengan positif juga memberi
pemikiran sebagai sebuah jawaban.
Penulis bangga dengan semangat, pemikiran serta dedikasi Bram
sahabat saya yang lebih muda ini. Keberaniannya mengungkapkan semua
kegeraman tidak disimpan untuk dirinya sendiri. Tetapi untuk orang
banyak. Agar lebih banyak yang tahu dan mungkin turut gelisah, lalu
turut pula untuk memberikan jalan terbaik bagi bangsa ini, juga bagi
UKI. Penulis sungguh bangga akan dia. Suatu saat nanti, dia harus
menjadi pemimpin di UKI.
Antie Solaiman *
* Staf dosen Fisipol UKI, kandidat Doktor dan “aktifis yang tak pernah lelah”
a.l. di Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Pengasuh majalah “Sociae Polites”,
Sekretaris Pokja Mentawai – Lembaga Pelayanan Kepada Masyarakat.
K
emerdekaan yang diraih oleh Indonesia tidak lepas dari karya dan
pengorbanan orang-orang Kristen. Salah satu tiang kemajuan
bangsa adalah sumber daya manusia yang terdidik dengan baik.
Para tokoh Kristen pada saat itu terpanggil untuk memberi pelayanan
dengan mendirikan sekolah-sekolah Kristen dari mulai sekolah dasar,
menengah sampai pada pendidikan tinggi.
Yayasan UKI (YUKI) didirikan oleh Mr. Sutan Gunung Mulia, Yap
Thiam Hien, SH dan Benyamin Philip Thomas Sigar pada tanggal 15 Juli
1953 sebagai amanat dari Sidang Raya Dewan Gereja-gereja di Indonesia
(DGI) di Ambon pada tahun 1952 tentang perlunya partisipasi umat
kristen dalam mengisi kemerdekaan di segi pendidikan khususnya
pendidikan tinggi. Tanggal 15 Oktober 1953 YUKI mendirikan
Universitas Kristen Indonesia dengan motto: “Melayani Bukan
Dilayani”.
Fakultas yang pertama kali didirikan adalah Fakultas Sastra dan Filsafat
dan Sastra dengan sub Fakultas Pedagogik dan sub Fakultas Sastra dan
Fakultas Ekonomi. Pada tahun 1958 didirikanlah Fakultas Hukum
kemudian Fakultas Ekonomi. Karena ada ketentuan pemerintah pada
waktu itu bahwa suatu universitas harus memiliki fakultas eksakta maka
didirikanlah Fakultas Kedokteran pada tanggal 1 Desember 1962 dan
kemudian menyusul Fakultas Teknik pada tahun 1963. Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik merupakan yang termuda diresmikan pada tanggal 9
November 1994.
Sekilas tentang UKI