You are on page 1of 42

KELOMPOK 4

ASFIKSIA DAN KEJANG

ASFIKSIA NEONATORUM

DEFINISI
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan di mana bayi tidak bisa bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut : Nilai Apgar menit ke lima 0-3 Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH <7.0 ) Gangguan neurologis ( misalnya: kejang, hipotonia atau koma ) Adanya gangguan sistem multiorgan ( misalnya gangguan: gangguan kardiovaskuler, gastrointestinal, hematologi, pulmoner atau sistem renal)

ETIOLOGI
Towell ( 1966 ) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi, yang terdiri dari: Faktor ibu Hipoksia pada ibu, dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam Gangguan aliran darah uterus, menguranginya aliran darah uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran darah oksigen ke plasenta dan janin. usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, , setiap penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin.

Faktor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, IUGR, prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan, meliputi partus lama, partus dengan tindakan : Kekurangan O2. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terusmenerus mengganggu sirkulasi darah ke uri. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus),

PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.

TANDA & GEJALA


Tidak bernapas atau megap-megap atau pernapasan lambat ( kurang dari 30x/menit) : ditandai dengan : pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi, tangisan lemah atau merintih, warna kulit pucat atau biru, tonus otot lemah atau ekstremitas terkulasi, denyut jantung tidak ada atau lambat.

DIAGNOSA
Pada Kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium. ika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

Pada bayi setelah lahir Bayi pucat dan kebiru-biruan Usaha bernafas minimal atau tidak ada Hipoksia Asidosis metabolik atau respiratori Perubahan fungsi jantung Kegagalan sistem multiorgan Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

KLASIFIKASI
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-7 Bayi normal tanpa asfiksia dengan nilai APGAR 8-10

KOMPLIKASI
Edema otak & Perdarahan otak Anuria atau oliguria Kejang Koma

DETEKSI DINI
Pengenalan awal, mulai : Faktor risiko Gejala klinis Penegakan diagnosis Pengelolaan awal Komplikasi Atau cacat yang lebih berat

PENATALAKSANAAN
Penanganan pada bayi dengan asfiksia ringan ( Apgar skore 7-10) Bersihkan jalan napas Bayi bersihkan (di mandikan ) keringkan Observasi tanda-tanda vital sampai stabil, biasanya 2 sampai 4 jam

Penanganan pada bayi dengan asfiksia sedang ( APGAR skore 6 ) Menerima bayi dengan kain hangat Letakan bayi di meja resusitasi Bersihkan jalan napas bayi Berikan oksigen 2 liter per menit. Bila berhasil teruskan perawatan selanjutnya Bila belum berhasil rangsang pernapasan dengan menepuk-nepuk telapak kaki, bila tidak berhasil pasang penlon masker di pompa 60x/menit. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, biasanya diberikan terpai natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc, dektrose 40% sebanyak 4 cc di suntikan melalui vena umbilikalis masukan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya perdarahan intrakranial karena perubahan PH darah mendadak.

Penanganan Bayi dengan asfiksia berat ( Apgar skore 0-3 ) Menerima bayi dengan kain hangat Letakan bayi pada meja resusitasi Bersihkan jalan napas sambil memompa jalan napas dengan penlon (ambu bag) Berikan oksigen 4-5 liter/menit Bila tidak berhasil biasanya di pasang EET ( Endo Tracheal Tube ) Bersihkan jalan napas memalui lubang EET Bila bayi bernapas, tetapi bayi masih sianosis biasanya di berikan terapi Natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc dan dektrose sebanyak 4 cc. Bila asfiksia berkelanjutan bayi masuk ICU dan infus terlebih dahulu.

KEJANG

Definisi
Kejang adalah gangguan abnormal pada neonatus oleh karena gangguan fungsi sistem neuron.

Etiologi
Komplikasi perinatal Hipoksi-iskemik ensefalopati, biasanya kejang timbul pada 24 jam pertama kelahiran. Trauma susunan saraf pusat, dapat terjadi pada persalinan presentasi bokong, ekstraksi cunam atau ekstraksi vakum berat. Perdarahan intracranial

Kelainan metabolisme Hipoglikemia Hipokalsemia Hipomagsenemia Hiponatremia Hipernatremia Hiperbilirubinemia Ketergantungan piridoksin Kelainan metabolisme asam amino

LANJUTAN , , , , ,
Infeksi Dapat disebabkan oleh bakteri dan virus termasuk TORCH Ketergantungan obat Polisitemia Penyebab yang tidak diketahui (3-25%)

Gejala Klinis
Kaji ulang temuan dari anamnesis dan pemeriksaan dan gunakan tambahan informasi Bila bayi saat ini tidak kejang lagi, tanya: Apa tipe gerakan abnormal yang terjadi, termasuk kejang yang dipicu oleh suara bising atau karena prosedur perawatan, Apakah keadaan bayi tiba-tiba memburuk Apakah ibu tampak kuning dan timbulnya dini (kurang 2 hari)?, bila ya, apakah bayi terlambat didiagnosis atau diobati?

LANJUTAN , , , , ,
Bila bayi saat ini masih kejang, gunakan tabel A-1 untuk membedakan antara kejang dengan spasme Periksa kadar glukosa darah. Bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dL, tangani untuk hipoglikemia.

PERBEDAAN KEJANG DAN SPASME


Masalah Kejang umum Gunakan wajah dan ekstremitas yang teratur dan berulang Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik sinkron maupun tidak sinkron Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar, atau tetap bangun tetapi tidak responsif/apatis) Apnea (napas spontan berhenti lebih 20 detik) Temuan khusus

Kejang subtle

Gerakan mata berkedip, berputar, dan juling berulang Gerakan mulut dan lidah berulang Gerakan tungkai tidak terkendali, gerakan seperti mengayuh sepeda Apnea Bayi bisa masih tetap sadar

Spasme

Kontraksi otot terkendali paling tidak beberapa detik sampai beberapa menit Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya Bayi tetap sadar, sering menangis kesakitan Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu seperti mulut ikan) Opistotonus Gerakan tangan seperti meninju dan mengepal

LANJUTAN , , , , ,
Pastikan apakah bayi mengalami kejang atau spasme, bukan sekedar tremor: Seperti kejang, tremor ditandai dengan gerakan cepat, berulang, tetapi pada tremor gerakannya mempunyai amplitudo dan arah yang sama. Seperti kejang, tremor dapat dipicu oleh sentuhan mendadak, suara bising, tetapi dapat berhenti dengan sentuhan pelan, diberi minum atau ekstremitas difleksikan.

Penatalaksaan
Pastikan bayi dijaga tetap hangat, selimuti bayi dengan kain lunak, kering dan pakai topi untuk menghindari kehilangan panas Rujuk segera ke tempat pelayanan kesehatan yang mempunyai NICU

PEMBAHASAN JURNAL

JURNAL ASFIKSIA
Bayi lahir dengan Asfiksia dapat menimbulkan reaksi kaskade yang mengakibatkan otak berubah fungsi dikenal sebagai hipoksia-iskemik ensefalopati. Kemungkinan hasil untuk korban lahir asfiksia sangat bervariasi, dari hasil normal untuk kematian, dengan lebar berbagai cacat di antara, termasuk kecacatan jangka panjang perkembangan saraf, serebral palsi, keterlambatan neuromotor, dan keterlambatan perkembangan. Pengobatan hypoxicischemic ensefalopati telah berpusat pada peredam atau menghalangi biokimia jalur yang menyebabkan kematian sel saraf. Penurunan suhu tubuh oleh 3 C sampai 5 C kurang dari suhu tubuh normal dapat mengurangi cedera otak. Pada Mount Sinai Hospital di Toronto, Ontario, tujuan terapi hipotermia adalah untuk mencapai suhu rektal dari 33 C sampai 34 C dan protokol ini dimulai dalam waktu 6 jam setelah lahir. Hipotermia ini dipertahankan selama 72 jam dan kemudian bayi secara bertahap dihangatkan sampai suhu tubuh normal (36,8 C-37 C). Protokol dan implikasi keperawatan disajikan.

Asfiksia didefinisikan sebagai pengiriman oksigen yang tidak memadai yang terkait dengan gangguan aliran darah mengarah ke pertukaran gas yang kurang di janin dan bayi baru lahir sebelum, selama, dan setelah dilahirkan. Penyebab asfiksia lahir termasuk abrupsio plasenta, kompresi tali pusat, infeksi intrauterin, perforasi uterus, trauma lahir, malformasi janin, aspirasi mekonium, jalan napas terganggu, dan penundaan dalam membangun respirasi. Patofisiologi Asphyxial menyebabkan cedera progresif hipoksemia, hiperkapnia, dan metabolik asidosis terkait dengan metabolism anaerob. Dalam situasi ini, darah diarahkan, memberikan aliran darah meningkat ke otak, jantung dan kelenjar adrenal dan mengurangi aliran darah ke usus, kulit dan ginjal. serentak epinephrine membantu mempertahankan dan meningkatkan tekanan darah. Jika

Gangguan fungsi miokard menyebabkan penurunan tekanan darah dan selanjutnya penurunan aliran darah serebral. Otak memiliki sumber terbatas disimpan energi dan bergantung pada aliran darah yang memadai diperlukan untuk mengekstrak energi persediaan untuk sel neuron. Dengan berkurangnya aliran darah, saraf sel tidak dapat mengekstrak cukup glukosa untuk mengkonversi ke energi-menyimpan adenosin trifosfat (ATP). Ini penurunan ATP merangsang kaskade reaksi biokimia yang mengarah kematian sel saraf melalui awal iskemia dan nekrosis (primer energi kegagalan) atau kematian sel melalui apoptosis (kegagalan energi sekunder) .4 Reaksi ini melibatkan kehancuran potensi membran sel sebagai Tingkat ATP menurun. Akibatnya, kontrol gerakan ionion melintasi membran sel terganggu. Akumulasi kalsium intraseluler, natrium, klorida, dan air mencapai tingkat beracun, dan tingkat neurotransmitter glutamat rangsang diangkat di sinaptik persimpangan.

JURNAL KEJANG
Insiden dan Mortalitas Sekitar 10% dari penduduk akan memiliki minimal pernal mengalami satu kejang selama masa hidup mereka. Data dari studi yang dipublikasikan menunjukkan bahwa kejadian ini 29-39, per 100.000, per tahun untuk kejang gejala akut, 3961 per 100.000, per tahun untuk semua kejang tidak diketahui penyebabnya dan 11-24 per 100.000, per tahun untuk kejang tak beralasan tunggal satu penelitian. Menunjukkan peningkatan 10 kali lipat dalam rasio mortalitas standar (SMR) untuk gejala akut kejang Lima penelitian dari semua kejang tak beralasan menunjukkan bahwa ada peningkatan hingga empat kali lipat SMR. Sedangkan untuk kejang tak beralasan tunggal, satu penelitian melaporkan peningkatan dua kali lipat SMR.

Namun, kami akan menyoroti faktor-faktor penting yang mempengaruhi keseluruhan risiko kekambuhan kejang, khususnya, bukti dari dua percobaan acak yang besar. Pengendalian kejang Pertama (PERTAMA), sebuah penelitian multi-center dari Italia, melaporkan bahwa risiko kekambuhan setelah kejang pertama beralasan tidak diobati 18%, 28%, 41% dan 51% pada 3, 6, 12 dan 24 bulan setelah awal acara. The Eropa berbasis Multisenter Epilepsi dan studi kejang Single (MESS) menunjukkan bahwa risiko kekambuhan adalah 26%, 39%, 51% dan 52% pada 6 bulan, 2, 5 dan 8 tahun setelah pengacakan. Pada, studi observasional keseluruhan menyediakan 2-tahun kekambuhan estimasi risiko di wilayah 40%, sebagian besar dengan data dari percobaan acak. Kedua percobaan acak dan hampir semua studi jangka panjang observasional kejang pertama menunjukkan bahwa kambuh adalah yang tertinggi selama periode segera setelah kejang pertama. Beberapa penelitian dengan panjang periode tindak lanjut

Ada beberapa faktor yang membantu memprediksi kambuhnya kejang pertama. Tidak ada pengobatan, abnormal EEG dan adanya kelainan neurologis (didefinisikan sebagai adanya gangguan neurologis, defisit neurologis atau gangguan, keterlambatan perkembangan atau cacat belajar) meningkatkan risiko kekambuhan setelah kejang tanpa alasan pertama. Menariknya, penelitian pertama gagal menemukan salah satu dari dua faktor yang terakhir dikaitkan dengan risiko kekambuhan, meskipun studi MESS menyarankan bahwa kehadiran kedua EEG abnormal dan kelainan neurologis mungkin memiliki efek aditif dengan pasien yang kedua faktor memiliki risiko lebih tinggi kekambuhan seizure pertama dibandingkan dengan hanya satu dari faktor-faktor.

Alasan untuk perbedaan ini masih belum jelas. Perbedaan metodologi dan kekuatan dari penelitian ini mungkin mempengaruhi hasil. Dari catatan adalah fakta bahwa penelitian pertama diperlukan pasien harus dimasukkan dalam waktu 7 hari kejang, sedangkan studi MESS tidak memberikan batas waktu, yang mungkin telah dieliminasi pasien tertentu dalam studi sebelumnya.Selain itu, studi MESS memiliki lebih dari empat kali jumlah pasien pada penelitian FIRST. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan kejang tunggal, EEG yang abnormal dan adanya kelainan neurologis, pengobatan segera mengurangi risiko 1-tahun kejang kekambuhan dari 57% sampai 35% dan risiko tiga tahun dari 72% sampai 50% .

Sebuah model sederhana untuk prognostik kekambuhan kejang dikembangkan dari studi ini, yang memberikan klasifikasi resiko berdasarkan jumlah kejang sebelum presentasi, adanya defisit neurologis dan bukti EEG yang abnormal.Hal ini penting dalam konteks kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan pada epilepsi, karena itu berarti bahwa risiko ini tidak perlu dibahas secara rutin dengan pasien dengan probabilitas rendah kekambuhan kejang karena terlalu dapat mempengaruhi pasien ke dalam memulai sebuah obat antiepilepsi (AED). Estimasi risiko untuk kekambuhan kejang pertama lebih variabel dan dicampur dalam kaitannya dengan usia pasien, jenis kejang (fokal atau umum), kejang kompleks (status epileptikus atau beberapa kejang dalam satu hari), penyitaan awal terjadi selama keadaan tertidur, riwayat keluarga epilepsi dan sebelum kejang demam .

Walaupun pengobatan etiologi dari kejang gejala akut telah masuk akal biologis yang kuat, tidak ada bukti dari percobaan terkontrol acak bahwa mengobati etiologi kejang gejala akut pertama menurunkan risiko kekambuhan kejang. Pasien dengan dua kejang beralasan, dan karenanya diagnosis epilepsi, secara rutindiobati dengan AED. pengobatan segera dengan AED mengurangi resiko kejang berikutnya dalam jangka pendek. Pengurangan risiko absolut berkisar antara 8% sampai 51%, meskipun tindak lanjut periode yang bervariasi antara percobaan. Sebuah efek acak metaanalisis dilakukan karenaheterogenitas yang signifikan antara studi memberikan pengurangan mutlak dalam risiko kekambuhan perampasan 34%. Dalam penelitian secara acak terbesar (MESS),

sementara pengobatan segera meningkatkan kemungkinanremisi 2 tahun pada 2 tahun, efek ini hilang dengan 4 tahun pada pasien dengan kejangtunggal. Demikian pula, dalam uji coba secara acak terbesar kedua (PERTAMA), meskipun keseluruhan risiko kekambuhan kejang 50% lebih rendah pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok yang tidak diobati pada 2 tahun [risiko relatif 0,5, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok dalam mencapai masa remisi 2-tahun [risiko relatif. Oleh karena itu, pengobatan segera hanya muncul untuk mengurangi kejang rekuren dalam 1 sampai 2 tahun berikutnya setelah kejang pertama

Keputusan untuk mengobati atau tidak untuk mengobati kejang tanpa alasan pertama adalah tergantung pada faktor-faktor medis dan non-medis beberapa. Dari perspektifmedis, pengobatan secara signifikan mengurangi risiko kekambuhan dalam jangka pendek (1 sampai 2 tahun setelah kejang pertama), tetapi tidak mengubah prognosis jangka panjang epilepsi, menunjukkan bahwa ada sedikit akan hilang dalam menunggu untuk melihat apakah ada kekambuhan kejang. Selain itu, pengobatan dikaitkandengan efek samping, termasuk teratogenecity dan interaksi obat berbahaya, yang harus ditimbang-up terhadap manfaat pengobatan dalam proses pengambilan keputusan. Sangat penting untuk mengakui bahwa ada faktor-faktor sosial ekonomiseperti dampak pada gaya hidup, keuangan pekerjaan mengemudi, dan hubungan,yang mungkin lebih penting bagi pasien dibandingkan dengan aspek medis, yang

Oleh karena itu, hanya pendekatan kasus per kasus, yang menyeimbangkan pro dan kontra pada apakah atau tidak untuk mengobati beralasan kejang pertama dan berfokus keputusanpengobatan untuk setiap pasien, dianjurkan. Hal ini penting untuk menilai hati-hati pasien dengan kejang pertama dan mengidentifikasi prediktor untuk kekambuhan dan prognosis

TERIMA KASIH

You might also like