You are on page 1of 11

FETISHISME (F65.

0)
I. PENDAHULUAN Fetishisme adalah salah satu bentuk dari parafilia. Definisi parafilia adalah stimulasi seksual atau tindakan yang menyimpang dari kebiasaan seksual normal, namun bagi beberapa orang, tindakan menyimpang ini penting untuk mendapatkan rangsangan seksual dan orgasme. Individu seperti ini mampu mendapatkan pengalaman dalam kenikmatan seksual, namun mereka tidak memiliki respon terhadap stimulasi yang secara normal dapat menimbulkan gairah seksual. Orang-orang dengan parafilia terbatas pada stimulasi atau tindakan spesifik yang menyimpang.1 Parafilia yang dialami oleh seseorang dapat merupakan parafilia dengan kebiasaan mendekati normal sampai kebiasaan yang merusak atau menyakiti dirisendiri ataupun diri sendiri dan pasangan, dan pada akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap merusak dan mengancam komunitas yang lebih luas. Edisi revisi keempat diagnostic and statistical manual of mental disorder (DSM-IV-TR) telah mengkategorikan parafilia kepada ekshibisionisme, fetishisme froteurisme, pedofilia, masokisme seksual, sadisme seksual, veyorisme, fetishisme transvestik, dan suatu kategori terpisah untuk parafilia lain yang tidak ditentukan (NOS : not oherwise specified) sebagai contoh zoofilia. Seseorang dapat mengalami gangguan parafilia yang multiple. Pada referat ini akan dibahas lebih jauh mengenai salah satu jenis parafilia yaitu fetishisme.1,2

II.

DEFINISI Menurut definisi kamus John Mc Echols dan Hassan Shadily, fetish diartikan sebagai pemujaan mutlak/mendalam. Namun menurut Cambridge's

Dictionary, kata ini didefinisikan sebagai rangsangan secara seksual terhadap benda secara tidak wajar.3,4

Fetishisme adalah kelainan yang dikarakteristikan sebagai dorongan seksual hebat yang berulang dan secara seksual menimbulkan khayalan yang dipengaruhi oleh objek yang bukan manusia.5 Pada fetishisme, dorongan seksual terfokus pada benda atau bagian tubuh (seperti, sepatu, sarung tangan, celana dalam, atau stoking) yang secara mendalam dihubungkan dengan tubuh manusia. Pada penderita fetishisme, penderita kadang lebih menyukai untuk melakukan aktivitas seksual dengan menggunakan obyek fisik (jimat), dibanding dengan manusia. Penderita akan terangsang dan terpuaskan secara seksual jika:1,6 1. Memakai pakaian dalam milik lawan jenisnya 2. Memakai bahan karet atau kulit 3. Memegang, atau menggosok-gosok atau membaui sesuatu, misalnya sepatu bertumit tinggi. Objek fetish sering digunakan untuk mendapatkan gairah selama melakukan masturbasi, dorongan seksual tidak dapat terjadi jika ketidakhadiran dari objek tersebut. Jika terdapat pasangan seksual, pasangannya ditanya untuk memakai pakaian atau objek lain sesuai objek fethisnya selama aktivitas seksual.2

III.

EPIDEMIOLOGI Sangat susah untuk menilai prevalensi fetishisme pada populasi umum. Meskipun menilai prevalensi penderita dilakukan melalui pendataan individu yang menunjukkan gejala pada saat pengobatan ataupun penilaian di klinik spesialis kelamin, hal ini tidak sepenuhnya terdata akibat kebanyakan penderita menyembunyikan perilaku fetishistik mereka secara pribadi. Selain itu, kebiasaan fetishistik itu sendiri biasanya tidak dihubungkan dengan tindak kriminal walaupun kelainan ini dapat terkombinasi dengan jenis kelainan parafilia yang lain yang dapat menimbulkan tindak kriminalitas. Oleh karena ini, dari data yang ada, tindakan parafilia khususnya fetishisme yang mencari terapi rawat jalan hanya 2%.1,6

Fetishisme tidak umum diantara wanita, namun beberapa kasus telah dilaporkan. Wanita dapat terangsang terhadap objek-objek spesifik seperti bagian dari pakaian dan binatang peliharaan, tapi hal ini merupakan faktor yang tidak biasa dalam aktivitas seksual. Sebenarnya, tidak ada informasi yang tersedia mengenai pola keluarga untuk penderita fetishisme.5

Tabel 1 - Frekuensi Tindakan Parafilia yang Dilakukan oleh Pasien Parafilia yang mencari terapi Rawat Jalan.1 Kategori Diagnostik Pedofilia Eksibisionisme Veyorisme Frotteurisme Masokisme seksual Transvestik Fetishisme Sadisme seksual Fetishisme Zoofilia Pasien Parafilia dalam Terapi Rawat Jalan (%) 45 25 12 6 3 3 3 2 1 Tindakan Parafilia tiap Pasien Parafilia 5 50 17 30 36 25 3 3 2

IV.

ETIOLOGI Menurut beberapa ahli kejiwaan, hasrat fetish bisa timbul karena pengalaman traumatik dari penderita, misalnya salah satu orang yang sangat dia sayang meninggal, dan beberapa tahun kemudian dia bertemu seseorang yang memiliki bibir yang sama dengan orang yang dia sayang itu. Namun banyak juga yang mengatakan bahwa fetishisme itu muncul karena adanya faktor alami dari otak si penderita yang mengingat terus menerus bagian/objek/ kegiatan orang yang disayanginnya. Misalnya, seseorang sedang rindu dengan kekasihnya, kemudian dia membayangkannya dalam pikirannya, dan selalu ingat saat kekasihnya tersenyum, tertawa, berjalan, dan akhirnya lama kelamaan berubah menjadi sebuah fetishisme. Dari hasil pengamatan 3

menunjukkan bahwa kebanyakan fetishists cenderung kesepian, tidak tegas, dan menghabiskan banyak waktu dengan berkhayal, tetapi tidak dijelaskan mengapa fetishist tidak tertarik pada wanita yang merangsang. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin lebih dari satu faktor yang menyebabkan orang menjadi fetishist.7 Penyebab dari hubungan antara objek dan dorongan seksual mungkin adalah rasa penasaran di masa remaja atau sebuah hubungan acak antara objek dan kepuasan seksual. Hubungan acak ini mungkin tidak disadari atau tidak dihargai sebagai sebuah kontent seksual ketika pertama kali timbul. Sebagai contoh, seorang laki-laki mungkin menikmati bentuk atau sensasi sentuhan pakaian dalam wanita atau stoking. Mula-mula sensasi kepuasan itu muncul secara acak, kemudian seiring dengan waktu dan pengalaman, perilaku menggunakan pakaian dalam wanita atau stoking sebagai aktifitas seksual itu memuncak, dan asosiasi antara pakaian dan dorongan seksual pun terbentuk. Orang dengan fetish tidak dapat menentukan dengan pasti kapan kebiasaan fetishnya dimulai. Seorang fetish dapa dihubungkan dengan aktivitas yang berhubungan dengan kekerasan seksual.5

V.

GAMBARAN KLINIS Penderita kelainan Fetishisme sering masturbasi sambil memegang atau menggosok objek fetish atau mungkin meminta pasangan seksual untuk memakai objek fetish dalam hubungan seksual mereka. Fetishisme biasanya dimulai pada masa remaja, meskipun fetish mungkin bisa muncul lebih awal pada masa anak-anak. Setelah menjadi suatu kebiasaan yang menetap, fetishisme cenderung kronis. Gejala awal pada penderita biasanya meningkatkan sentuhan pada benda fetish, dan waktu yang dihabiskan untuk memikirkan mengenai objek fethish meningkat. Lambat laun, objek fetish akan menjadi objek yang sangat penting bagi penderita, hal ini akan me njadi syarat untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan seksual.1,5,8 Berikut ini adalah contoh gambar foot fetishism:

Gambar 1. Foot fetishism

VI.

DIAGNOSIS Fetishisme harus didiagnosis hanya apabila fetish merupakan sumber yang paling penting dari stimulasi seksual atau esensial untuk respons seksual yang memuaskan. Fantasi fetishistik adalah lazim, tetapi tidak menjadi suatu gangguan kecuali apabila menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai mengganggu hubungan seksual dan

menyebabkan penderitaan pada individu. Fetishisme terbatas hanya khusus pada pria. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), kode yang sesuai untuk fetishisme adalah F65.0. Pelaku baru didiagnosa menderita fetishisme apabila memiliki kepuasan seksual terhadap sesuatu sedikitnya 6 bulan. Dalam hal ini pelaku biasanya mengalami tekanan jiwa secara klinis dan cenderung terisolir dari kehidupan sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya dan bisa membahayakan baik dirinya maupun orang lain.1 Adapun kriteria diagnostik untuk fetishisme menurut DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders adalah:9

1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa pemakaian benda-benda mati (misalnya, pakaian dalam wanita) 2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan

penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. 3. Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada cross-dressing (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme transvestik atau alat-alat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital, misalnya sebuah vibrator.

VII. DIAGNOSIS BANDING Transvestisme Fetishistik Transvestisme fetishistik adalah mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan untuk mencapai kepuasan seksual. Gangguan ini dibedakan dari fetishisme simpleks dimana pakaian sebagai barang fetishistik bukan hanya sekadar dikenakan, tetapi dikenakan juga untuk menciptakan penampilan seseorang dari lawan jenis. Biasanya lebih dari satu barang yang dikenakan dan sering kali suatu perlengkapan menyeluruh, termasuk rambut palsu dan tata rias wajah.10

VIII. TERAPI DAN PENGOBATAN A. TERAPI Ada dua perawatan terhadap fetishisme yang mungkin: terapi kognitif dan psikoanalisis. 1. Terapi Kognitif Terapi ini berupaya mengubah perilaku pasien tanpa perlu menganalisis bagaimana dan penyebab timbulnya fetishisme itu. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa fetishisme merupakan hasil kondisi atau penanaman kesan. Terapi ini tidak mampu mengubah preferensi

seks pasien, namun hanya bisa menekan akibat perilaku yang tak diinginkan. Satu terapi yang mungkin dilakukan adalah pembentukan kondisi aversif, di mana pasien dikonfrontasikan dengan fetishnya, dan secepat dimulainya rangsangan seks, dipaparkan pada stimulus yang tidak menyenangkan. Dilaporkan bahwa pada saat lebih dini, stimuli sakit berupa kejutan listrik telah digunakan sebagai stimulus aversif. Dewasa ini, stimulus aversif yang umum dipakai adalah foto-foto yang menggambarkan hal yang tidak menyenangkan seperti menyakiti alat kelamin. Variasi terapi ini adalah membantu pembentukan kondisi aversif, di mana pasien dipaksa mengeluarkan gas abdominal (kentut) sebagai stimulus aversif.4,10 2. Psikoanalisis Terapi psikoanalisis ini berupaya untuk menempatkan pengalaman trauma bawah sadar yang menyebabkan awal timbulnya fetishisme. Dengan membawa pengetahuan bawah sadar pada suara hati, lalu mendorong pasien mampu bekerja dengan traumanya secara rasional dan emosional, ia akan terbebas dari masalahnya. Tidak seperti halnya terapi kognitif, psikoanalisis ini menangani penyebabnya itu sendiri. Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan pada analisis proses ini, mencakup terapi bicara, analisis mimpi, dan terapi bermain. Mana metode yang akan dipilih tergantung pada permasalahan itu sendiri, sikap dan reaksi pasien terhadap metode tertentu, dan edukasi dan preferensi ahli terapi.4,10

B. PENGOBATAN Perawatan farmasi terdiri dari berbagai jenis obat yang dapat menghambat jumlah steroid seks melebihi jumlah testosteron yang dimiliki pria dan estrogen yang dimiliki wanita. Dengan memotong tingkat steroid seks, hasrat seksual berkurang. Dengan demikian, sesuai dengan teori, pasien bisa mencapai kemampuan mengontrol fetish dan secara masuk akal

memproses pemikirannya tanpa terganggu oleh rangsangan seksual. Juga, penerapan ini bisa melegakan pasien dalam kehidupan sehari-hari, dengan membantu si pasien untuk bisa mengabaikan fetishnya dan kembali ke rutinitas sehari-hari. Penelitian lain mengasumsikan bahwa fetish bisa berupa cacat obsesif-kompulsif (godaan yang sangat mengganggu, pent.), dan memandang penggunaan obat-obatan psikiatri (serotonin

mencerdaskan penghambat dan pemblokir dopamin) untuk pengontrolan parafilia yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi. Meskipun riset berkelanjutan menunjukkan hasil positif dalam studi kasus tunggal dengan sebagian obat, misalnya topiramate, belum ada satupun pengobatan yang dapat menangani fetishisme itu sendiri. Karena itu, perawatan fisik hanya cocok untuk mendukung salah satu metode psikologi.4,10

IX.

PROGNOSIS Prognosis buruk untuk fetishisme adalah berhubungan dengan onset usia yang awal, tingginya frekuensi tindakan, tidak ada perasaan bersalah atau malu terhadap tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat. Perjalanan penyakit dan prognosis adalah baik jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien datang berobat sendiri, bukannya dikirim oleh badan hukum.9

X.

KESIMPULAN Fetishisme adalah kelainan yang dikarakteristikan sebagai dorongan seksual hebat yang berulang dan secara seksual menimbulkan khayalan yang dipengaruhi oleh objek yang bukan manusia. Pada fetishisme, dorongan seksual terfokus pada benda atau bagian tubuh (seperti, sepatu, sarung tangan, celana dalam, atau stoking) yang secara mendalam dihubungkan dengan tubuh manusia. Menurut beberapa ahli kejiwaan, hasrat fetish bisa timbul karena pengalaman traumatik dari penderita, misalnya salah satu orang yang sangat dia sayang meninggal, dan beberapa tahun kemudian dia bertemu seseorang

yang memiliki bibir yang sama dengan orang yang dia sayang itu. Namun banyak juga yang mengatakan bahwa fetishisme itu muncul karena adanya faktor alami dari otak si penderita yang mengingat terus menerus bagian/objek/ kegiatan orang yang disayanginnya. Penderita kelainan Fetishisme sering masturbasi sambil memegang atau menggosok objek fetish atau mungkin meminta pasangan seksual untuk memakai objek fetish dalam hubungan seksual mereka. Adapun kriteria diagnostik untuk fetishisme menurut DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders adalah: 1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat berupa pemakaian benda-benda mati (misalnya, pakaian dalam wanita) 2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan

penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. 3. Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada cross-dressing (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme transvestik atau alat-alat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital, misalnya sebuah vibrator. Ada dua perawatan terhadap fetishisme yang mungkin: terapi kognitif dan psikoanalisis. Terapi kognitif berupaya mengubah perilaku pasien tanpa perlu menganalisis bagaimana dan penyebab timbulnya fetishisme itu. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa fetishisme merupakan hasil kondisi atau penanaman kesa, sedangkan terapi psikoanalisis berupaya untuk

menempatkan pengalaman trauma bawah sadar yang menyebabkan awal timbulnya fetishisme. Dengan membawa pengetahuan bawah sadar pada suara hati, lalu mendorong pasien mampu bekerja dengan traumanya secara rasional dan emosional, ia akan terbebas dari masalahnya. Belum ada satupun pengobatan yang dapat menangani fetishisme itu sendiri, meskipun riset

berkelanjutan menunjukkan hasil positif dalam studi kasus tunggal dengan sebagian obat, misalnya topiramate.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, BJ. Kaplan & Sadocks Synopsis Of Psychiatry 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.p.705-14 2. Ebert MH, Loosen PT, and Nurcombe B. Current Diagnostic & Treatment In Psychiatry. New York: Lange; 2003 3. Gill David. Hughes Outline Of Modern Psychiatry 5th ed. New York: Wiley; 2004.p.231-5 4. Anonim. Sexual Fetishism. Available from http://www.wikipedia.com. Last update on 2004 5. Anonim. Fetishism. Available from http://mentaldisorder.com. Last update on 2005 6. Anonim. Parafilia (Penyimpangan Gairah). Available on http://medicastore.com. Last update on 2004. 7. Wulandari EA, Riski SA, dan Witri A. Fetishisme Seksual. Riau: Bagian Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2010 8. Hucker SJ. Fetishism. Available from http://www.forensicpsychiatry.com. Last update on 2005 9. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya; 2001 10. ICD-10 diagnostic code for fetishism. Available from: http://www.who.int/classifications/apps/icd/icd10online/?gf60.htm+f65. Last update on 2010

11

You might also like