Professional Documents
Culture Documents
Hal 1 dari 4
Pannavaro Kotbah dhamma 27 Mei 1989
Apa sebab kita mengalami semua ini? Mengapa kita bisa kontak?
Mungkin ada orang yang mengatakan Karena kita mempunyai indera; mata,
bahwa, sejak lahir kita telah membawa hidung, telinga, lidah, tubuh (kulit)
dosa keturunan dari orang tua kita. dan pikiran.
Bukan itu jawabannya! Mengapa kita
sengsara, jatuh bangun dalam Patticca Samuppada merupakan
kehidupan ini? Mengapa kita Penemuan yang spektakuler.
mengalami kesengsaraan lahir Penemuan ini dipersembahkan kepada
maupun batin? Tidak lain karena kita. Dan sekarang kita bercermin dan
engkau dilahirkan. Kalau engkau berpikir apakah kewajiban kita?
tidak dilahirkan, kau tidak akan Kewajiban kita, pada saat mata,
sengsara. Inilah jawaban yang paling telinga, lidah, hidung, tubuh dan
jitu! pikiran kita kontak dengan dunia luar,
saat itu kita harus waspada. Inilah
Mengapa kita dilahirkan? kewajiban kita. Jika kita tidak
Karena kita membuat proses waspada, maka akan timbul hawa
kelahiran, kita membuat karma yang nafsu. Hawa nafsu inilah yang
bermacam-macam untuk mendorong kita untuk menikmati
mempertahankan keterikatan kita kenikmatan yang berulang-ulang.
pada kenikmatan, sehingga kemudian
setelah mati dilahirkan kembali dan Sementara orang mengatakan,
sengsara kembali. Mengapa kita sekarang ini agama sangat sulit
membuat karma yang bermacam- dijalankan, sekarang ini Dharma sulit
macam? Karena kita mempertahankan dilaksanakan. Kalau sulit, bukankah
kemelekatan kita, kita melekat, karena agama atau Dharma sudah tidak
kita memiliki hawa nafsu (tanha). sesuai lagi dengan zaman?
Itulah yang menyebabkan kita terikat, Sesungguhnya, bukan salah agama
melekat pada kenikmatan. Mengapa atau Dharma; bukan agama-agama
bisa timbul hawa nafsu? Karena kita atau Dharma itu yang sulit
bisa merasakan nikmat dan senang, dilaksanakan, tetapi karena manusia
Hal 2 dari 4
Pannavaro Kotbah dhamma 27 Mei 1989
Hal 3 dari 4
Pannavaro Kotbah dhamma 27 Mei 1989
Sumber:
Jalan Tengah No. 10/Tahun Ke I/09 Juli 1989;
Yayasan Dhamma Dipa Arama; Jakarta.
Hal 4 dari 4