You are on page 1of 9

Keutamaan Bulan Dzulhijjah . : .

:
Maasyiral muslimin rahimakumullah, Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Taala dengan menjalankan perintah-perintah-Nya sekuat kemampuan kita, serta dengan menjauhi segala larangan-Nya. Dan marilah kita senantiasa mengingat bahwa dunia yang kita tempati ini bukanlah tempat tinggal selamanya. Bahkan sebenarnya kita sedang dalam suatu perjalanan menuju tempat tinggal yang sesungguhnya di alam akhirat nanti. Telah banyak orang yang dulunya bersama kita atau bahkan dahulu tinggal satu rumah dengan kita, telah melewati dan meninggalkan dunia ini. Mereka telah meninggalkan tempat beramal di dunia ini menuju tempat perhitungan dan pembalasan amalan. Akan segera datang pula saatnya kita menyusul mereka. Maka, marilah kita manfaatkan dunia ini sebagai tempat mencari bekal untuk kehidupan
1|Disalin dari www.khotbahjumat.com

akhirat kita. Sungguh seseorang akan menyesal ketika pada hari perhitungan amal nanti dia datang dalam keadaan tidak membawa amal shalih. Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

.
Pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan, Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku (di akhirat) ini. (Al-Fajr: 23-24) Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Taala, Di dalam perjalanan hidup di dunia ini, kita akan menjumpai hari-hari yang Allah Subhanahu wa Taala berikan keutamaan di dalamnya. Yaitu dengan dilipatgandakannya balasan amalan dengan pahala yang berlipat, tidak seperti hari-hari biasanya. Di antara hari-hari tersebut adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Hal ini sebagaimana tersebut di dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

- . : :
Tidaklah ada hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah dari hari-hari tersebut (yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah). Para sahabat pun bertanya, Wahai Rasulullah, apakah jihad di jalan Allah tidak lebih utama? Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, Tidaklah jihad lebih utama (dari beramal di hari-hari tersebut), kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan keduanya (karena mati syahid). (HR. Al-Bukhari) Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Taala, Pada sepuluh hari yang pertama ini, kita juga disyariatkan untuk banyak berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Taala, baik itu berupa ucapan takbir, tahmid, maupun tahlil. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Taala, Dan supaya mereka berdzikir menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan. (AlHajj: 28) Diterangkan oleh para ulama bahwa hari-hari yang ditentukan pada ayat tersebut adalah sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah. Maka hadits dan ayat tadi menunjukkan keutamaan harihari tersebut dan betapa besarnya rahmat Allah Subhanahu wa Taala kepada hamba-hambaNya. Karena Allah Subhanahu wa Taala masih memberikan kesempatan bagi orang yang belum mampu menjalankan ibadah haji untuk mendapatkan keutamaan yang besar pula, yaitu beramal shalih pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Sehingga sudah semestinya kaum muslimin memanfaatkan sepuluh hari pertama ini dengan berbagai amalan ibadah,
2|Disalin dari www.khotbahjumat.com

seperti berdoa, dzikir, sedekah, dan sebagainya. Termasuk amal ibadah yang disyariatkan untuk dikerjakan pada hari-hari tersebut kecuali hari yang kesepuluh adalah puasa. Apalagi ketika menjumpai hari Arafah, yaitu hari kesembilan di bulan Dzulhijjah, sangat ditekankan bagi kaum muslimin untuk berpuasa yang dikenal dengan istilah puasa Arafah, kecuali bagi jamaah haji yang sedang wukuf di Arafah. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika ditanya tentang puasa hari Arafah, beliau shallallahu alaihi wa sallam menjawab,


(Puasa Arafah) menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang. (HR. Muslim) Adapun bagi para jamaah haji, mereka tidak diperbolehkan untuk berpuasa, karena pada hari itu mereka harus melakukan wukuf. Karena mereka memerlukan cukup kekuatan untuk memperbanyak dzikir dan doa pada saat wukuf di Arafah. Sehingga pada hari tersebut kita semua berharap untuk mendapatkan keutamaan yang sangat besar serta ampunan dari Allah Subhanahu wa Taala. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan bahwa hari itu adalah hari pengampunan dosa-dosa dan hari dibebaskannya hamba-hamba yang Allah Subhanahu wa Taala kehendaki dari api neraka. Sebagaimana dalam sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam,


Tidak ada hari yang Allah membebaskan hamba-hamba dari api neraka, lebih banyak daripada di hari Arafah. (HR. Muslim) Hadirin rahimakumullah, Pada bulan Dzulhijjah juga ada hari yang sangat istimewa yang dikenal dengan istilah hari nahr. Yaitu hari kesepuluh di bulan tersebut, di saat kaum muslimin merayakan Idul Adha dan menjalankan shalat Id serta memulai ibadah penyembelihan qurbannya, sementara para jamaah haji menyempurnakan amalan hajinya. Begitu pula hari-hari yang datang setelahnya, yang dikenal dengan istilah hari tasyriq, yaitu hari yang kesebelas, keduabelas, dan ketigabelas. Allah Subhanahu wa Taala mengkhususkan hari-hari tersebut sebagai hari-hari untuk makan, minum, dan berdzikir. Dan hari-hari itulah yang menurut keterangan para ulama adalah hari yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Taala,


Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. (AlBaqarah: 203) Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga menyebutkan tentang hari-hari tersebut,

3|Disalin dari www.khotbahjumat.com


Hari-hari Mina (hari nahr dan tasyriq) adalah hari-hari makan dan minum serta berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Taala. (HR. Muslim) Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah, Berkaitan dengan dzikir yang Allah Subhanahu wa Taala perintahkan kaum muslimin untuk banyak mengucapkannya pada hari-hari tasyriq dan hari-hari sebelumnya di awal bulan Dzulhijah, para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Da`imah menyebutkan fatwa sebagai berikut, Disyariatkan pada Idul Adha takbir mutlak dan takbir muqayyad. Adapun takbir mutlak maka (disyariatkan untuk dilakukan) pada seluruh waktu dari mulai awal masuknya bulan Dzulhijah sampai hari yang terakhir dari hari-hari tasyriq. Sedangkan takbir muqayyad (disyariatkan untuk dilakukan) pada setiap selesai shalat wajib mulai dari setelah selesai shalat subuh pada hari Arafah sampai setelah shalat Ashr pada akhir hari tasyriq. Dan pensyariatkan hal tersebut ditunjukkan oleh ijma dan perbuatan para sahabat shallallahu alaihi wa sallam. Sebagaimana ibadah lainnya, dzikir juga merupakan suatu amalan yang tata caranya tidak boleh menyimpang dari petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Sehingga para ulama juga memberikan peringatan dari dilakukannya takbir secara jamai, karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin. Yang dimaksud di sini adalah takbir yang diucapkan secara bersama-sama dengan satu suara dan dipimpin oleh seseorang. Hal ini sebagaimana tersebut dalam fatwa para ulama dalam AlLajnah Ad-Da`imah yang isinya, (Yang benar) adalah setiap orang melakukan takbir sendiri-sendiri dengan suara keras. Karena sesungguhnya takbir dengan cara bersamabersama (dengan satu suara yang dipimpin oleh seseorang) tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan beliau shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda,


Barangsiapa yang mengamalkan amalan yang tidak ada syariatnya dari kami maka amalan tersebut ditolak. (HR. Al-Bukhari Muslim) Hadirin rahimakumullah, Akhirnya, marilah kita berusaha memanfaatkan hari-hari yang penuh dengan keutamaan untuk menambah dan meningkatkan amal shalih kita. Begitu pula kita manfaatkan waktu yang ada untuk memperbanyak dzikir kepada Allah Subhanahu wa Taala. Sehingga kita akan menjadi orang yang mendapatkan kelapangan hati, senantiasa takut kepada-Nya dan terjaga dari gangguan setan, serta faidah lainnya dari amalan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Taala.

.
4|Disalin dari www.khotbahjumat.com

. .
Khutbah Kedua

: :
Maasyiral muslimin rahimakumullah, Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Taala dengan selalu menjalankan berbagai ketaatan kepada-Nya. Di antara bentuk ketaatan yang sangat besar keutamaannya dan sangat penting untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala adalah menyembelih binatang qurban. Amalan ini merupakan sunnah Nabi Ibrahim alaihissalam dan Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Maka seorang muslim yang memiliki kemampuan semestinya menjalankan amal ibadah yang mulia ini, yaitu menyembelih hewan qurban, baik dia lakukan sendiri dan ini lebih afdhal, atau meminta orang lain yang mengetahui hukum dan cara penyembelihan yang syari untuk melakukan penyembelihannya. Namun tidak boleh baginya untuk membayar upah penyembelihannya dengan sebagian dari hewan qurbannya, baik itu kepalanya, kulitnya, atau yang semisalnya. Meskipun boleh baginya untuk memberinya sebagai sedekah sebagaimana diberikan kepada yang lainnya dari kalangan fakir miskin. Atau bisa pula dia memberikan sebagian dari hewan qurbannya sebagai hadiah, sebagaimana dia berikan pula kepada yang lainnya baik tetangga ataupun kerabatnya meskipun mereka orang yang kaya. Dan disunnahkan bagi orang yang berqurban untuk memakan hewan sembelihannya, namun tidak boleh baginya untuk menjual bagian apapun dari hewan sembelihannya. Begitu pula tidak boleh bagi orang yang berqurban untuk memotong rambut dan kukunya dari mulai masuknya awal bulan Dzulhijah sampai dia melakukan ibadah penyembelihan hewan qurban. Yang demikian tadi disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih. Saudara-saudaraku kaum muslimin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Taala, Disebutkan pula dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa untuk melaksanakan ibadah qurban ini, tujuh orang atau kurang bisa bergabung secara bersama-sama dengan
5|Disalin dari www.khotbahjumat.com

menyembelih seekor onta atau sapi. Begitu pula bisa dengan menyembelih seekor kambing, namun itu hanya mencukupi untuk satu orang. Namun dengan menyembelih satu ekor kambing sudah mencukupi untuk diri dan keluarganya, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Dengan cara dia niatkan pahalanya untuk dirinya dan seluruh keluarganya baik yang hidup maupun yang telah meninggal dunia. Maka semua akan mendapat keutamaan dan pahala yang sangat besar. Wallahu alam bish-shawab. Hadirin rahimakumullah, Ibadah menyembelih qurban ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah disyariatkan. Baik yang berkaitan dengan waktu penyembelihan maupun yang berkaitan dengan kriteria dan syarat-syarat hewan yang bisa dijadikan sebagai hewan qurban. Adapun yang berkaitan dengan waktu penyembelihan, waktunya adalah dimulai dari setelah selesai shalat Idul Adha dan berakhir waktunya menurut pendapat yang benar hingga tenggelamnya matahari pada hari ketiga belas di bulan Dzulhijjah. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka sembelihlah (lagi) kambing untuk menggantikan kambing (yang disembelih sebelum saatnya) tersebut. (Muttafaqun alaih) Hadirin yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah Subhanahu wa Taala, Adapun berkaitan dengan syarat hewan yang akan dijadikan sebagai hewan qurban, hewan tersebut harus sudah mencapai umur yang telah ditentukan. Juga sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, hewan itu bukanlah hewan yang buta satu matanya dan sangat jelas butanya, serta bukan pula hewan yang terkena sakit dan sangat jelas sakitnya. Bukan pula hewan yang pincang sehingga tidak bisa berjalan mengikuti lainnya, serta bukan hewan yang sudah sangat tua sehingga tidak pantas untuk dikonsumsi dagingnya. Oleh karena itu, wajib bagi kaum muslimin untuk belajar dan bertanya kepada ahlinya tentang hal-hal yang berkaitan dengan ibadah qurban ini. Hadirin rahimakumullah, Semestinya seseorang yang berqurban berusaha untuk mencari sebaik-baik hewan yang akan dijadikan sebagai hewan qurban. Hewan yang tinggi nilai/harganya, seperti yang banyak dagingnya, bagus warnanya, dan kuat/ sehat tubuhnya, atau yang semisalnya. Karena, yang demikian termasuk bentuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah Subhanahu wa Taala yang menunjukkan besarnya ketakwaan dirinya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman Allah Subhanahu wa Taala,


Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu menunjukkan ketakwaan hati. (Al-Hajj: 32)
6|Disalin dari www.khotbahjumat.com

Akhirnya, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Taala senantiasa memberikan kepada kita petunjuk-Nya sehingga kita bisa menjalankan ibadah sebagaimana yang disyariatkan-Nya. Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Taala tidak menjadikan kita menjadi orang yang sia-sia amalannya, karena beribadah dengan tidak ikhlas atau tidak sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Al-Khulafa` Ar-Rasyidin. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya,

{103}
Katakanlah, Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (AlKahfi: 103-104)

. . . . . ... .
Disusun oleh Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc. Disalin dari Majalah Asy-Syariah oleh redaksi www.KhotbahJumat.com Artikel www.khotbahjumat.com

7|Disalin dari www.khotbahjumat.com

Yufid Network:

iPhone and iPad Ready

Developed by:

Lihat website lainnya di www.yufid.com

Aplikasi Yufid:

Kumpulan Tanya Jawab Pendidikan Islam dan Keluarga

Telah tersedia aplikasi Tanya Ustadz untuk iPhone!

Developed by:

Lihat aplikasi lainnya di www.yufid.org

You might also like