You are on page 1of 12

I. Kasus (Sumber: www.kompas.

com)

Rabu, 26 November 2008 , 17:17 WIB

BPOM: Kosmetik Berbahaya? 1umlahnya 1utaan!

JAKARTA, RABU- Jumlah kosmetik yang mengandung bahan-bahan berbahaya seperti
merkuri, asam retinoat, dan zat pewarna rhodamin diakui Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan (Badan POM), Husniah Rubiana Thamrin Akib, mencapai jutaan, dengan
peredaran bebas di Indonesia.

"Dari hasil razia yang dilakukan Balai POM di seluruh Indonesia, kami berhasil menarik
dan memusnahkan kosmetik berbahaya dari toko hingga gudang besar. Kami menengarai
jumlah peredaran kosmetika berbahaya ini mencapai jutaan," kata Husniah Rubiana
Thamrin Akib dalam jumpa pers pengumuman 27 merek kosmetik berbahaya, di Jakarta,
Rabu (26/11).

Berdasarkan hasil investigasi dan penelitian Badan POM selama tahun 2007, didapati
bahwa ada 27 merek kosmetik yang berbahaya karena mengandung merkuri, asam retinoat,
dan zat pewarna rhodamin yang bisa mengganggu kesehatan secara serius.

"EIek dari konsumsi merkuri mulai dari perubahan warna kulit, yang akhirnya bisa
menyebabkan bintik-bintik hitam di kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan permanen pada
susunan syaraI, otak, ginjal, dan gangguan perkembangan janin. Bahkan dalam paparan
jangka pendek dalam dosis tinggi dapat menyebabkan muntah-muntah, diare, dan
kerusakan ginjal serta merupakan zat yang menyebabkan kanker pada manusia
(karsinogenik)," ujarnya.

Sementara itu, bahaya pengunaan tretinoin/asam retinoat dapat menyebabkan kulit kering,
rasa terbakar, dan cacat pada janin (teratogenik).

"Bahan pewarna merah K.10 dan merah K.3 merupakan zat warna sintesis yang umumnya
digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil, atau tinta. Zat warna ini merupakan zat
karsinogenik, sedang rhodamin dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan
hati," kata Husniah.

Itu sebabnya, Badan POM akan menggencarkan razia produk-produk kosmetik berbahaya
ini bukan hanya di pasar tradisional, tapi juga pasar modern seperti mal dan plasa.

"Justru di pasar modern seperti razia Grand Indonesia, kami kemarin berhasil menyita
3.000 kosmetik yang tergolong berbahaya dan melanggar ketentuan izin serta merek," kata
dia.

Sementara di beberapa Balai POM, razia kosmetik berbahaya berujung dengan penemuan
gudang-gudang yang menyimpan ribuan kosmetik yang tergolong wajib dimusnahkan oleh
Badan POM.

"Tiga daerah yang paling banyak peredaran kosmetik berbahayanya adalah Medan, Jakarta,
dan Bali," kata dia. Di Jakarta dan Medan, Badan POM mendapati gudang-gudang
penyimpan produk kosmetik yang tergolong membahayakan kesehatan.

Sementara itu, Badan POM juga akan menyeret semua produsen, importir, atau distributor
ke meja pengadilan. "Kami akan serahkan kasus yang kami temukan agar diadili di
pengadilan. Putusan tentang kasus biasanya relatiI, kadang enam bulan, kadang ada juga
yang hingga dua tahun," demikian kata Husniah.

II. KA1IAN PUSTAKA

ara Pembuatan Kosmetika yang Baik (PKB) merupakan salah satu Iaktor penting
untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standard mutu dan keamanan.
Mengingat pentingnya penerapan PKB maka pemerintah secara terus menerus
memIasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan
PKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Penerapan PKB
merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan system jaminan mutu dan
keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas
di era globalisasi maka penerapan PKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik
Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain baik di pasar dalam
negeri maupun internasional. Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh
disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk
yang memenuhi pesyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan
awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang
menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu
(BPOM, 2003)

Hasil investigasi dan pengujian laboratorium Badan POM RI tahun 2006 dan 2007
terhadap kosmetik yang beredar ditemukan 23 (dua puluh tiga ) merek kosmetik yang
mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kosmetik yaitu : Merkuri (Hg),
Hidroquinon ~ 2, Retinoic Acid/Tretinoin, zat warna Rhodamin B / Merah K.10 (daItar
terlampir). Penggunaan bahan tersebut dalam sediaan kosmetik dapat membahayakan
kesehatan dan dilarang digunakan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.445/MENKES/ PER/V/1998 Tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat
Pengawet dan Tabir Surya pada Kosmetik dan Keputusan Kepala Badan POM No.
HK.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik (BPOM, 2007)







2.1 Merkuri

Sebagai unsur, merkuri (Hg) berbentuk cair keperakan pada suhu kamar. Merkuri
membentuk berbagai persenyawaan baik anorganik (seperti oksida, klorida, dan
nitrat) maupun organik. Merkuri dapat menjadi senyawa anorganik melalui oksidasi
dan kembali menjadi unsur merkuri (Hg) melalui reduksi. Merkuri anorganik
menjadi merkuri organik melalui kerja bakteri anaerobic tertentu dan senyawa ini
secara lambat berdegredasi menjadi merkuri anorganik. Merkuri mempunyai titik
leleh -38,87 dan titik didih 350
0
. Produksi air raksa diperoleh terutama dari biji
sinabar (86,2 air raksa). Salah satu cara melalui pemanasan biji dengan suhu
800
0
dengan menggunakan O2 (udara) (Lestarisa, 2010).

Merkuri (Hg), adalah satu-satunya logam yang berwujud cair pada suhu ruang.
Merkuri, baik logam maupun metil merkuri (H3Hg), biasanya masuk tubuh
manusia lewat pencernaan. Bisa dari ikan, kerang, udang, maupun perairan yang
terkontaminasi. Namun bila dalam bentuk logam, biasanya sebagian besar bisa
diekresikan. Sisanya akan menumpuk di ginjal dan sistem saraI, yang suatu saat akan
mengganggu bila akumulasinya makin banyak. Merkuri dalam bentuk logam tidak
begitu berbahaya, karena hanya 15 yang bisa terserap tubuh manusia. Tetapi begitu
terpapar ke alam, dalam kondisi tertentu ia bisa bereaksi dengan metana yang berasal
dari dekomposisi senyawa organik membentuk metil merkuri yang bersiIat toksis.
Dalam bentuk metil merkuri, sebagian besar akan berakumulasi di otak. Karena
penyerapannya besar, dalam waktu singkat bisa menyebabkan berbagai gangguan.
Mulai dari rusaknya keseimbangan tubuh, tidak bisa berkonsentrasi, tuli, dan
berbagai gangguan lain seperti yang terjadi pada kasus Minamata. (Lestarisa, 2010)
Merkuri (Hg)/Air Raksa termasuk logam berat berbahaya, yang dalam
konsentrasi kecil pun dapat bersiIat racun . Pemakaian Merkuri (Hg) dalam krim
pemutih dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang
akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit serta
pada pemakaian dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen pada
otak, ginjal dan gangguan perkembangan janin bahkan paparan jangka pendek dalam
dosis tinggi dapat menyebabkan muntah-muntah, diare dan kerusakan paru-paru serta
merupakan zat karsinogenik (menyebabkan kanker) pada manusia (BPOM, 2007).



2.2 Asam Retinoat

Menurut Ditjen POM (1995), siIat Iisika dan kimia Asam Retinoat adalah sebagai
berikut:





Rumus Molekul : 2OH28O2
Berat Molekul : 300,44
Pemerian : Serbuk hablur, kuning sampai jingga muda
Kelarutan : Tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam
kloroIorm

Asam Retinoat atau Tretinoin adalah bentuk asam dari vitamin A. Fungsi vitamin A
asam ini atau disebut dengan Asam Retinoat adalah berperan pada proses
metabolisme umum (Hardjasasmita, 1991).
Menurut Menaldi (2003), Asam Retinoat merupakan zat peremajaan non peeling
karena merupakan iritan yang menginduksi aktivitas mitosis sehingga terbentuk
stratum korneum yang kompak dan halus, meningkatkan kolagen dan
glikosaminoglikan dalam dermis sehingga kulit menebal dan padat serta
meningkatkan vaskularisasi kulit sehingga menyebabkan kulit memerah dan segar
(Andriyani, 2011)

Tretinoin/Retinoic Acid/Asam Retinoat termasuk golongan obat keras sehingga
penggunaannya harus dengan resep dokter. Bahaya penggunaan bahan ini dapat
menyebabkan kulit kering,rasa terbakar,teratogenik (BPOM, 2007)

2.3 at Pewarna (Rhodamin)

Rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya
dalam produk-produk pangan. Rhodamin B bersiIat karsinogenik sehingga dalam
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker. Uji toksisitas rhodamin B
telah dilakukan terhadap mencit dan tikus dengan injeksi subkutan dan secara oral.
Rhodamin B dapat menyebabkan karsinogenik pada tikus ketika diinjeksi subkutan,
yaitu timbul sarcoma lokal. Sedangkan secara IV didapatkan LD50 89,5 mg/kg yang
ditandai dengan gejala adanya pembesaran hati, ginjal, dan limIa diikuti perubahan
anatomi berupa pembesaran organnya (Merck Index, 2006).


Bahan pewarna Merah K.10 (Rhodamin B) merupakan zat warna sintetis yang
umumnya digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil atau tinta. Zat warna ini dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pernaIasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat
menyebabkan kanker). Rhodamin dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
kerusakan pada hati (BPOM, 2007)


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling
banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) bagi yang memproduksi dan atau
mengedarkan kosmetik yang mengandung Bahan Berbahaya atau Bahan Dilarang,
sedangkan bagi yang mengedarkan kosmetik tanpa izin edar diancam pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.140.000.000,-
(seratus empat puluh juta rupiah). Disamping itu pelanggaran tersebut dapat diancam
dengan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau denda paling banyak 2 (dua) milyar
rupiah (BPOM, 2009)

III. PERAN FARMASIS

Seperti yang telah dijabarkan pada kasus diatas bahwa pada perkembangan dunia
kesehatan yang sangat pesat, telah ditemukan banyak kosmetik berbahaya dimana
dalam kosmetik mengandung bahan kimia berbahaya seperti merkuri (Hg), asam
retinoat, pewarna berbahaya, dll. Dalam kasus ini sangat jelas terlihat kurangnya
pemantauan pada semua aspek dan proses produksi kosmetik. Dalam kasus ini peran
Iarmasis juga menjadi titik Iokus dimana dalam hal ini Iarmasis gagal melakukan
pengawasan terhadap kosmetik yang diproduksi.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan KeIarmasian disebutkan bahwa Pekerjaan KeIarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan inIormasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional.

Pasal 6 dari PP Nomor 51 Tahun 2009 ini juga mengatur tentang Pekerjaan
KeIarmasian Dalam Pengadaan Sediaan Farmasi, yaitu :
(1) Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada Iasilitas produksi, Iasilitas distribusi
atau penyaluran dan Iasilitas pelayanan sediaan Iarmasi.
(2) Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan oleh Tenaga keIarmasian.
(3) Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manIaat
dan khasiat Sediaan Farmasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan Sediaan Farmasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam
Peraturan Menteri.





Di dunia kosmetik, peran seorang sarjana Iarmasi dan apoteker sangatlah penting dan
variasi peluangnya sangatlah besar dan kompetitiI. Berdasarkan bidang keilmuannya,
mereka dapat berkarya dan berprestasi di segala bidang, meliputi regulasi di bidang
kosmetik, riset dan pengembangan produk, produksi, pemasaran, serta Human
resources management (HRM).

Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi khususnya untuk menekan produksi
kosmetik yang mengandung bahan kimia berbahaya, maka peran seorang
Farmasis/Apoteker sangat diperlukan dalam semua proses yang berkaitan dengan
produksi dari kosmetik. Seorang Farmasis harus dapat menerapkan ilmu yang
didapat dengan berdasarkan peraturan yang berlaku. Farmasis dituntut untuk
melaksanakan pedoman cara pembuatan kosmetik yang baik dimana pedoman ini
telah ditentukan dan disahkan oleh pemerintah.
Pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor : HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman ara Pembuatan Kosmetik yang Baik
dibahas beberapa poin penting yang harus dperhatikan seorang Farmasis dalam
proses produksi kosmetik, diantaranya :
1. Audit Internal : adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek,
mulai pengadaan bahan sampai pengemasan dan penetapan tindakan perbaikan
yang dilakukan sehingga seluruh aspek produksi tersebut selalu memenuhi
ara Pembuatan Kosmetik yang Baik.
2. Bahan Awal : Bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam
pembuatan suatu produk.
3. Bahan Baku : Semua bahan utama dan bahan tambahan yang digunakan dalam
pembuatan produk kosmetik
4. Bahan Pengemas : Suatu bahan yang digunakan dalam pengemasan produk
ruahan untuk menjadi produk jadi
5. Bahan Pengawet : Bahan yang ditambahkan pada produk dengan tujuan untuk
menghambat pertumbuhan jasad renik.
6. Bets : Sejumlah produk kosmetik yang diproduksi dalam satu siklus pembuatan
yang mempunyai siIat dan mutu yang seragam.
7. Dokumentasi : Seluruh prosedur tertulis, instruksi, dan catatan yang terkait
dalam pembuatan dan pemeriksaan mutu produk.
8. Kalibrasi : Kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu instrumen untuk
menjadikannya memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar yang
diakui.
9. Karantina : Status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara Iisik
maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau
penolakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan
10. Nomor Bets : Suatu rancangan nomor dan atau huruI atau kombinasi keduanya
yang menjadi tanda riwayat suatu bets secara lengkap, termasuk pemeriksaan
mutu dan pendistribusiannya.
11. Pelulusan (released) : Status bahan atau produk yang boleh digunakan untuk
diproses, dikemas atau didistribusikan.
12. Pembuatan : Satu rangkaian kegiatan untuk membuat produk, meliputi
kegiatan pengadaan bahan awal, pengolahan dan pengawasan mutu serta
pelulusan produk jadi.
13. Pengawasan Dalam Proses : Pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan
dilakukan dalam suatu rangkaian pembuatan produk termasuk pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam rangka
menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi spesiIikasinya.
14. Pengawasan Mutu (Quality Control) : Semua upaya yang diambil selama
pembuatan unutk menjamin kesesuaian produk yang dihasilkan terhadap
spesiIikasi yang ditetapkan
15. Pengemasan : Adalah bagian dari siklus produksi yang dilakukan terhadap
produk ruahan untuk menjadi produk jadi
16. Pengolahan : Bagian dari siklus produksi dimulai dari penimbangan bahan
baku sampai dengan menjadi produk ruahan.
17. Penolakan (rejected) : Status bahan atau produk yang tidak boleh digunakan
untuk diolah, dikemas atau didistribusikan.
18. Produk (kosmetik) : Suatu bahan atau sediaan yang dimaksud untuk
digunakan pada berbagai bagian dari badan (epidermis, rambut,kuku, bibir, dan
organ genital kesternal) atau atau gigi dan selaput lendir di rongga mulut
dengan maksud untuk membersihkannya, membuat wangi atau melindungi
supaya tetap dalam keadaan baik, mengubah penampakan atau memperbaiki
bau badan.
19. Produksi : Semua kegiatan dimulai dari pengolahan sampai dengan
pengemasan untuk menjadi produk jadi.
20. Produk Antara : Suatu bahan atau campuran bahan yang telah melalui satu
atau lebih tahap pengolahan namun masih membutuhkan tahap selanjutnya.
21. Produk 1adi : Suatu produk yang telah melalui semua tahap proses
pembuatan.
22. Produk Kembalian (returned): Produk jadi yang dikirim kembali kepada
produsen.
23. Produk Ruahan : Suatu produk yang sudah melalui proses pengolahan dan
sedang menanti pelaksanaan pengemasan untuk menjadi produk jadi.
24. Sanitasi : Kontrol kebersihan terhadap sarana pembuatan, personil, peralatan
dan bahan yang ditangani.
25. Spesifikasi Bahan : Deskripsi bahan atau produk yang meliputi siIat Iisik
kimiawi dan biologik ynag menggambarkan standar dan penyimpangan yang
ditoleransi.
26. Tanggal Pembuatan : Adalah tanggal pembuatan suatu bets produk tertentu

Dengan segala peraturan yang telah dibuat dan dengan etos kerja yang tinggi dari
Farmasis maka diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas produk kosmetik yang
dihasilkan dimana dapat diproduksi kosmetik yang aman dan bermaanIaat untuk
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA


Andriyani, Vina Budi. 2011. Identifikasi Asam Retinoat Dalam Krim Pemutih Wafah
Secara Kromatografi Lapis Tipis. Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara,
Medan

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor . HK.00.05.4.3870 Tentang Pedoman Cara
Pembuatan Kosmetik Yang Baik. (ited : Sept 19, 2011)
Available at :
http://www.pom.go.id/public/hukumperundangan/pdI/Kosmetik6.pdI

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2007. Public Warning/ Peringatan tentang Kosmetik
Mengandung Bahan Berbahaya dan Zat Warna yang Dilarang. (ited : Sept 19,
2011)
Available at : http://www.meier.co.id/Sources/PWKosBB.pdI

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Public Warning/ Peringatan tentang Kosmetik
Mengandung Bahan Berbahaya/Bahan Dilarang (ited : Sept 19, 2011)
Available at : http://www.pom.go.id/public/peringatanpublik/pdI/Binder1.pdI

Lestarisa, Trilianty. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan Merkuri
(Hg) Pada Penambang Emas Tanpa Ifin (Peti) Di Kecamatan Kurun, Kabupaten
Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Semarang : Universitas Diponegoro. Semarang

Merck Index, 2006, Chemistry Constant Companion, Now with a New Additon, Ed 14Th,
1410, 1411, Merck & o., Inc, Whitehouse Station, NJ, USA.

You might also like