You are on page 1of 10

DeIinisi

Asma bronkial adalah penyakit saluran napas dengan karakteristik berupa


peningkatan reaktivitas ( hiperaktivitas) trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan
dengan maniIestasi klinik berupa penyempitan saluran napas yang menyeluruh. InIlamasi
pada saluran napas berperan penting dalam mekanisme terjadinya hiperaktivitas bronkus.
(SPM RSUP Dr.Sardjito).
GINA mendeIinisikan asma sebagai gangguan inIlamasi kronik saluran respiratorik
dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinoIil dan limIosit T. Pada orang
yang rentan, inIlamasi ini menyebabkan episode wheezing berulang, sesak napas, rasa dada
tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan
penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian
bersiIat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. InIlamasi ini juga
berhubungan dengan hiper-reaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsang.
(Pedoman Nasional Asma Anak).
Dalam penerapan klinis deIinisi diatas kurang praktis, maka Pedoman Nasional Asma
Anak menggunakan deIinisi yang lebih praktis dalam bentuk deIinisi operasional yaitu
wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik
dan/atau kronik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, adanya Iaktor
pencetus diantaranya aktiIitas Iisik, dan bersiIat reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya,
sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan. Pengertian dari Batuk Kronik Berulang
(BKB) yaitu batuk yang berlangsung lebih dari 14 hari dan/atau tiga atau lebih episod
dalam waktu 3 bulan berturut-turut. (pedoman nasional asma anak).

Epidemiologi
Asma bronkial merupakan penyakit respiratorik kronik yang tersering dijumpai pada
anak. Asma dapat muncul pada usia berapa saja, mulai dari balita, prasekolah, sekolah atau
remaja. Prevalensi di dunia berkisar antara 4-30, sedangkan di Indonesia sekitar 10
pada anak usia sekolah dasar dan 6,7 pada anak usia sekolah menengah.
Sebanyak 10-15 anak laki-laki dan 7-10 anak wanita dapat menderita asma pada
suatu saat selama masa kanak-kanak. Sebelum pubertas sekitar dua kali anak laki-laki yang
lebih banyak terkena daripada anak wanita, estela itu inciden menurut jenis kelamin sama.

Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan Iaktor predisposisi dan presipitasitimbulnya serangan
asma bronkhial.
a. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar
dengan Iaktor pencetus. Selain itu hipersentiIisitas saluran pernaIasannya juga bisa
diturunkan.
Menurut Mengatas dkk, terdapat berbagai kelainan kromosom pada patogenesis
, antara lain pada:
a. Kromosom penyebab kerentanan alergi yaitu kromosom 6q, yang
mengkode human leucocyte antigen (HLA) kelas II dengan subset HLA-
DQ, HLA-DP dan HLA-DR, yang berIungsi mempermudah pengenalan dan
presentasi antigen.
b. Kromosom pengatur produksi berbagai sitokin yang terlibat dalam
patogenesis asma, yaitu kromosom 5q.Sebagai contoh gen 5q31-33
mengatur produksi interleukin (IL) 4, yang berperan penting dalam
terjadinya asma. Kromosom 1, 12, 13, 14, 19 juga berperan dalam produksi
berbagai sitokin pada asma.
c. Kromosom pengatur produksi reseptor sel T yaitu kromosom 14q.
b. Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
AtmosIir yang mendadak dingin merupakan Iaktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Olah raga/ aktiIitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktiIitas
jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktiIitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktiIitas
tersebut.

!,tofisiologi
InIlamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan
hal yang mendasari gangguan Iungsi : obstruksi saluran respiratorik menyebabkan
keterbatasan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Perubahan Iungsional yang dihubungkan dengan gejala khas pada asma : batuk, sesak dan
wheezing dan disertai hiperaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan.
Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraI sensorik pada saluran respiratorik
oleh mediator inIlamasi dan teruama pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan satu-
satunya gejala asma yang ditemukan.
Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak Iaktor.
Penyebab utama penyempitan saluran respiratorik adalah kontraksi otot polos bronkus yang
diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inIlamasi. Yang termasuk agonis adalah
histamin, triptase, prostaglandin D2 dan leukotrin C4 dari sel mast; neuropeptida dari saraI
aIeren setempat, dan asetilkolin dari saraI eIeren post-ganglionik. Kontraksi otot polos
saluran respiratorik diperkuat oleh penebalan dinding saluran napasakibat edema akut,
inIiltrasi sel-sel inIlamasi dan remodeling, hiperplasia dan hipertroIi kronis otot polos,
vaskuler dan sel-sel sekretori serta deposisi matriks pada dinding saluran respiratorik.
Selain itu, hambatan saluran respiratorik juga bertambah akibat produksi sekret yang
banyak, kental dan lengketoleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang
keluar melalui mikrovaskuler bronkus dan debris seluler.(PNAA)
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas secara luas
yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edem mukosa karena
sumbatan mukus dan inIlamasi saluran pernaIasan. Sumbatan jalan naIas yang terjadi tidak
merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan
jalan naIas menyebabkan peningkatan tahanan jalan naIas, terperangkapnya udara ( air
trapping ) dan distensi paru yang berlebih (hiperinIlasi). Perubahan tahanan jalan naIas
yang tidak merata diseluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi
dengan perIusi (ventilation-perIusion mismatch).
HiperinIlasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi
peningkatan kerja naIas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk
ekspirasi melalui saluran naIas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau
menyebabkan penutupan dini saluran naIas, sehingga meningkatkan risiko terjadinya
pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin dapat mempengaruhi arus balik
vena dan mengurangi curah jantung yang bermaniIestasi sebagai pulsus paradoksus.
Ventilasi perIusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja
naIas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk mengkopensasi
hipoksia terjadi hperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis
respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan naIas yang berat, akan terjadi kelelahan otot
naIas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis
respiratorik. Karena itu ika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya
masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal
naIas. Selain itu dapat terjadi pula asidosid metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi
laktat oleh otot naIas dan masukan kalori yang kurang.
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal, namun jarang
terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokontriksi dapat merusak sel alveoli
sehingga produksi surIaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan risiko terjadinya
atelektasis. (hot topics in pediatrics).
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang enyebabkan
sukar bernaIas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap
benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi
dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesiIikasinya. Pada asma, antibody
ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anaIilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
Iactor kemotaktik eosinoIilik dan bradikinin. EIek gabungan dari semua Iaktor-Iaktor ini
akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus
yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.Pada asma, diameter
bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan
tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-
kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu Iungsional dan
volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

l,sifik,si
Dalam tatalaksana asma jangka panjang, KNAA membagi derajat penyakit asma
berdasarkan Irekuensi serangan, gejala dan tanda di luar serangan, serta obat yang
digunakan sehari-hari, menjadi tiga: yaitu asma episodik jarang, asma episodik sering dan
asma persisten. Selain klasiIikasi derajat penyakit asma, asma juga dapat dinilai
berdasarkan derajat serangan yang terbagi atas serangan ringan, sedang dan berat. Jadi
perlu dibedakan disini antara derajat penyakit asma dengan derajat seranga asma.
Setiap derajat penyakit asma dapat mengalami derajat serangan yang mana saja.
Sebagai contoh, seorang penderita asma persisten dapat mengalami serangan ringan saja.
Sebaliknya bisa saja seorang pasien yang tergolong asma episodik jarang mengalami
serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan
kematian. Dengan kata lain derajat serangan asma tidak tergantung pada derajat penyakit
asma. Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan.
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) membagi asma anak menjadi 3 derajat
penyakit, seperti dapat terlihat dalam tabel berikut ini.
l,sifik,si Der,,t !eny,kit Asm, An,k
!,r,meter klinis,
kebutuh,n ob,t,
d,n f,,l p,ru
!,r,meter klinis,
kebutuh,n ob,t,
d,n f,,l p,ru
Asm, Episodik
Sering (sed,ng)
Asm, persisten
(ber,t)
1. Irekuensi
serangan
~ ~ 1x / bulan Sering
2. lama serangan ~ ~ 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
3. intensitas
serangan
biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
4. antara serangan Tak ada gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
5. tidur dan
aktivitas
Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
6. pemeriksaan Iisik
diluar serangan
Normal (tidak
ditemukan kelainan)
Mungkin terganggu
(ditemukan
kelainan)
Tidak pernah
normal
7. obat pengendali
(anti inIlamasi)
Tidak perlu Perlu, non steroid Perlu, steroid
8. uji Iaal paru
(diluar serangan)
PEF / PEV1 ~ 80 PEF / PEV1 60-
80
PEF / PEV1 ~
9. variabilitas Iaal
paru (bila ada
serangan)
Variabilitas ~ 15 Variabilitas ~ 30 Variabilitas ~ 50


!enil,i,n Der,,t Ser,ng,n Asm,

!,r,meter klinis,
fungsi p,ru,
l,bor,torium
Ring,n Sed,ng Ber,t Anc,m,n
henti n,p,s
Sesak (breathless) Berjalan

Bayi:
Berbicara

Bayi:
Istirahat

Bayi:

Menangis
keras
O Tangis
pendek dan
lemah
O Kesulitan
menetek /makan
Tidak
mau
minum /
makan
Posisi Bisa
berbaring
Lebih suka duduk Duduk
bertopang
lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Kesadaran Mungkin
irritable
Biasanya irritable Biasanya
irritable
Kebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Wheezing Sedang,
sering
hanya
pada akhir
ekspirasi
Nyaring, sepanjang
ekspirasi inspirasi
Sangat
nyaring,
terdengar
tanpa
stetoskop
Sulit / tidak
terdengar
Penggunaan otot
bantu respiratorik
Biasanya
tidak
Biasanya ya Ya Gerakan
paradok
torako-
abdominal
Retraksi Dangkal,
retraksi
interkostal
Sedang, ditambah
reraksi suprasternal
Dalam,
ditambah
napas
cuping
hidung
Dangkal /
hilang
Frekuensi napas Takipneu Takipneu Takipneu Bradipneu
Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pulsus paradoksus
(pemeriksaanya
tidak paktis)
Tidak ada
10 mmHg
Ada
10-20 mmHg
Ada
~ 20
mmHg
Tidak ada,
tanda
kelelahan
otot
respiratorik
PEFR atau FEV1 (
nilai normal diduga

atau nilai terbaik
dari pasien)
O Pra
bonkodilator
O Paska
bronkodilator



~ 60

~ 80



40-60

60-80



~

~
Respon
~
SaO2 ~ 95 91-95 _ 90
PaO2 Normal
(biasanya
tidak
perlu
diperiksa)
~ 60 mmHg ~
PaCO2 ~ ~ ~ 45
mmHg


Di,gnosis
Diagnosis asma pada anak ditegakkan berdasarkan terutama pada anamnesis dan
pemeriksaan Iisik; pemeriksaan penunjang mempunyai peran menunjukkan berat-
ringannya dan untuk kepentingan terapi. Oleh karena gejala asma pada anak sangat
bervariasi maka diagnosis asma anak kadang sulit ditegakkan.
Untuk diagnosis asma pada anak dapat diikuti/disusun suatu algoritma diagnosis asma
anak berdasarkan konsensus nasional dan internasional (lihat algoritma). Dalam algoritma
tersebut tercakup anamnesis, beberapa pemeriksaan Iisik dan pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan penunjang dilakukan atas indikasi dan bila Iasilitas tersedia.
Pemeriksaan Iisik waktu serangan dapat ditemui Irekuensi naIas meningkat, amplitudo
naIas dangkal, sesak naIas, naIas cuping hidung, sianosis, gerakan dinding dada berkurang,
hopersonor, bunyi naIas melemah, wheezing ekspirasi, ekspirium diperpanjang, ronki
kering, ronki basah dan suara lendir. Pemeriksaan laboratorum darah tepi dan sekret
hidung, IgE total dapat meningkat. Analisis gas darah dapat menunjukkan asidosis, CO2
meningkat. Pada uji Iungsi paru nilai PEFR atau FEV1 menurun (ada obstruksi), pada
serangan berat tak dapat diperiksa/ditunda dulu. Foto rontgen dada perlu untuk
menyingkirkan penyakit penyerta atau adanya komplikasi (atelektasis, pneumotoraks).
Gambaran radiologis dapat ditemukan emIisema paru dan komplikasi seperti diatas.
Penyakit penyerta seperti sinusitis, tuberkulosis paru mungkin juga dapat ditemui pada
pemeriksaan radiologis. Berat ringannya asma seperti pada tabel pembagian asma anak dan
ini penting dalam penanggulangan asma. (SPM sardjito)
Berdasarkan deIinisi operasional sebelumnya, maka untuk mengurangi
underdiagnosis, perumus Konsensus Internasional Penanggulangan Asma Anak menyusun
suatu alur diagnosis asma pada anak. Wheezing berulang dan/atau batuk kronik berulang
merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Termasuk yang perlu dipertimbangkan
kemungkinan asma adalah anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai satu-satunya
tanda, dan pada saat diperiksa tanda wheezing, sesak dan lain-lain sedang tidak timbul.
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, khususnya anak
dibawah 3 tahun, respon yang baik terhadap obat bronkodilator dan steroid sistemik (5hari)
dan dengan penyingkiran penyakit lain diagnosis asma menjadi lebih deIinitiI. Untuk anak
yang sudah besar (~6tahun) pemeriksaan Iaal paru sebaiknya dilakukan. Uji Iungsi paru
yang sederhana dengan peak Ilow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji
provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin,
atau dengan NaCl hipertonis, sangat menunjang diagnosis. Pemeriksaan ini berguna untuk
mundukung diagnosis asma anak melalui 3 cara, yaitu didapatkannya:
1. Variabilitas pada PFR atau FEV1 _ 15.
Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan/penurunan) hasil PFR dalam
satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang
pemeriksaannya berlangsung _ 2 minggu.
2. Reversibilitas pada PFR atau FEV1 _ 15.
Reversibilitas adalah perbedaan nilai (peningkatan) PFR atau FEV1 setelah pemberian
inhalasi bronkodilator.
3. Penurunan _ 20 pada FEV1 (PD20 atau PC20) setelah provokasi bronkus
dengan metakolin atau histamin.
Penggunaan peak Ilow meter merupakan hal yang penting dan perlu diupayakan,
karena selain untuk mendukung diagnosis juga untuk mengetahui keberhasilan tatalaksana
asma.
Pada anak dengan tanda dan gejala asma yang jelas, serta respon terhadap pemberian
obat bronkodilator baik sekali, maka tidak perlu pemeriksaan diagnostik lebih lanjut. Bila
respon terhadap obat asma tidak baik, sebelum memikirkan diagnosis lain, maka perlu
dinilai dahulu beberapa hal. Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah penghindaran
terhadap pencetus sudah dilakukan, apakah dosis obat sudah adekuat, cara dan waktu
pemberiannya sudah benar, serta ketaatan pasien baik. Bila semua aspek tersebut sudah
dilakukan dengan baik dan benar maka perlu dipikirkan kemungkinan diagnosis bukan
asma atau asma dengan penyakit penyerta.
Pada pasien dengan batuk produktiI, inIeksi respiratorik berulang, gejala respiratorik
sejak masa neonatus, muntah dan tersedak, gagal tumbuh atau kelainan Iokal paru,
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah Ioto rontgen
paru, uji Iungsi paru dan uji provokasi. Selain itu mungin juga perlu diperiksa Ioto rontgen
sinus paranasalis, uji keringat, uji imunologis, uji deIisiensi imun, pemeriksaan reIluks, uji
mukosilier, bahkan tindakan bronkoskopi.
Di Indonesia, tuberkulosis masih merupakan penyakit yang banyak dijumpai dan
salah satu gejalanya adalah batuk kronik berulang. Oleh karena itu uji tuberkulin perlu
dilakukan baik pada kelompok yang patut diduga asma maupun yang bukan asma. Dengan
cara tersebut diatas, maka penyakit tuberkulosis yang mungkin bersamaan dengan asma
akan terdiagnosis dan diterapi. Pasien Tb yang memerlukan steroid untuk pengobatan
asmanya, steroid sistemik jangka pendek atau steroig inhalasi tidak akan memperburuk
tuberkulosisnya karena sudah dilindungi dengan obat Tb. Menurut pengamatan di
lapangan, sering terjadi overdiagnosis TB dan underdiagnosis asma, karena pada pasien
anak dengan batuk kronik berulang seringkali yang pertama kali dipikirkan adalah TB,
bukan asma.
Berdasarkan alur diagnosis asma anak, setiap asma yang menunjukkan gejala batuk
dan/atau wheezing maka diagnosis akhirnya dapat berupa:
1. Asma
2. Asma dengan penyakit lain
3. Bukan asma

You might also like