You are on page 1of 3

Dalam Art.

61 akan membahas salah satu dari faktor-faktor yang dapat mengakhiri perjnjian internasional yang pasalnya menyebutkan Article 61 Supervening impossibility of performance 1. A party may invoke the impossibility of performing a treaty as a ground for terminating or withdrawing from it if the impossibility results from the permanent disappearance or destruction of an object indispensable for the execution of the treaty. If the impossibility is temporary, it may be invoked only as a ground for suspending the operation of the treaty. Impossibility of performance may not be invoked by a party as a ground for terminating, withdrawing from or suspending the operation of a treaty if the impossibility is the result of a breach by that party either of an obligation under the treaty or of any other international obligation owed to any other party to the treaty.

2.

yang artinya Tidak memungkinkannya untuk melaksanakan suatu perjanjian 1. Suatu pihak dapat meminta bahwa ketidakmungkinanya untuk melaksanakan suatu perjanjian merupakan dasar (alasan) untuk mengakhiri atau menarik diri dari perjanjian tersebut jika ketidak-mungkinannya itu diakibatkan oleh hilangnya atau lenyapnya obyek yang sangat diperlukan untuk melaksanakan perjanjian tersebut; tetapi jika ketidakmungkinannya itu sifatnya smentara, maka hal itu bisa dimintakan hanya sebagai dasar untuk menunda bekerjanya perjanjian saja. Ketidak mungkinanya untuk melaksanakan perjanjian tersbeut tidak bisa dimintakan oleh sesuatu pihak sebagai dasar untuk mengakhiri, menunda bekerjanya perjanjian tersbeut jika ketidak mungkinannya itu merupakan akibat dari pelanggaran yang dilakukan oleh pihak tersebut baik mengenai kewajiban menurut perjanjian maupun sesuatu kewajiban internasional yang dimiliki oleh pihak lainnya.

2.

Tidak memungkinkannya untuk melaksanakan suatu perjanjian, menyangkut penangguhan suatu perjanjian atau berakhirnya suatu perjanjian tersebut sebagai akibat dari hilangnya atau lenyapnya obyek yang sangat diperlukan untuk melaksanakan perjanjian, baik bersifat sementara maupun untuk selamanya. Dalam Pasal 61 Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian menyatakan bahwa suatu negara dapat mengakhiri suatu perjanjian bila terjadi keadaan force majure dan menghentikan sementara berlakunya perjanjian tersebut bila force majure itu bersifat sementara pula. Misalnya tenggelamnya suatu pulau, keringnya suatu sungai, pecahnya bendungan, dan lain-lain. Karena terjadinya salah satu hal tersebut di atas maka perjanjian tidak dapat dilaksanakan. Tetapi dalam praktek hal-hal seperti ini jarang terjadi. Hilangnya personalitas internasional suatu negara, juga dapat mengakhiri berlakunya suatu perjanjian. Konvensi membatasi perubahan keadaan yang fundamental ini dengan dua pembatasan yang harus dipenuhi. Pertama, pembatasan berdasarkan waktu terjadinya, yaitu terjadinya

haruslah pada waktu proses pembuatan perjanjian, tegasnya pada waktu perundingan untuk memutuskan naskah perjanjian. Jadi buka perubahan keadaan yang terjadi setelah berlaku atau setelah dilaksanakannya perjanjian tersebut. Jika terjadinya setelah berlaku atau setelah dilaksanakannya perjanjian, maka hal itu termasuk ke dalam alasan berakhir eksistensi perjanjian internasional disebabkan ketidakmungkinan untuk melaksanakannya. Pembatasan yang kedua, adalah pembatasan yang bersifat subjektif, yakni perubahan keadaan itu tidak dapat diduga atau dipredikasi sebelumnya oleh para pihak. masih ada beberapa kualifikasi yang lebih spesifik yang harus dipenuhi, yaitu : (a) adanya keadaan tersebut merupakan dasar yang esensial bagi para pihak untuk terikat pada perjanjian ; (b) akibat atau efek dari perubahan keadaan itu menimbulkan perubahan yang secara radikal terhadap luasnya kewajiban yang harus dilakukan berdasarkan perjanjian tersebut. Yang dimaksudkan keadaan tersebut (the existence of circumstances) adalah keadaan sebelum terjadinya perubahan keadaan yang fundamental itu sendiri. Adanya keadaan inilah yang merupakan dasar yang esensial bagi para pihak untuk terikat pada perjanjian tersebut. Dengan terjadinya atau berubahnya keadaan itu secara fundamental (keadaan sebelumnya sangat berdeda secara prinsip dengan keadaan yang terjadi sesuudahnya), maka hal ini berarti, bahwa dasar yang esensial bagi negara-negara itu terikat perjanjian sudah mengalami perubahan. Di samping itu, perubahan keadaan sebagaimana ditentukan dalam pasala 61 ayat 1 tersebut, menimbulkan efek atau pengaruh secara radikal terhadap luasnya kewajiban yang harus dilakukan yang bersumber dari perjanjian itu. Selanjutnya dalam pasal 61 ayat 2, ada dua larangan untuk menggunakan perubahan keadaan yang fundamental ini sebagai alasan untuk mengakhiri eksistensi suatu perjanjian internasional. Pertama, negara peserta tidak boleh menggunakan klausul ini sebagai alasan untuk mengakhiri suatu perjanjian tentang garis batasa wilayah negara. Kedua, klausul ini juga tidak dapat dijadikansebagai alasan untuk mengakhiri suatu perjanjian internasional, jika perubahan keadaan yang fundamental ini terjadi sebagi akibat dari pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang bersangkutan atas ketentuan perjanjian internasional tersebut. Faktor-Faktor Yang Dapat Mengakhiri Perjanjian Internasional menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang perjanjian Internasinal dalam Bab VI Pasal 18 mengenai berakhirnya suatu perjanjian internasional Perjanjian internasional berakhir apabila : a. Terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian; b. Tujuan perjanjian tersebut telah tercapai; c. Terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian; d. Salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian; e. Dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama; f. Muncul norma-norma baru dalam hukum internasional; g. Objek perjanjian hilang; h. Terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional. Contoh Kasus Perjanjian Timor Gap mengikat Indonesia setelah diundangkan dengan Undang-Undang No. 1

tahun 1991. Perjanjian ini merupakan pengaturan sementara antara RI Australia yang ditempuh mengingat upaya kedua negara dalam menetapkan garis batas landas kontinennya di wilayah Timor Gap gagal meskipun perundingan untuk itu telah berlangsung cukup lama (sekitar 10 tahun). Kendala utamanya adalah perbedaan pandangan para pihak mengenai prinsip hukum yang diterapkan di Timor Gap dan mengenai situasi geomorfologis landas kontinen di wilayah Timor Gap. Daripada masalah penetapan garis batas berlarut-larut, kedua pihak sepakat untuk mengadakan pengaturan sementara. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982, dan sesuai dengan praktek negara, negara-negara yang bersangkutan dapat membuat perjanjian untuk menjadikan disputed area tersebut sebagai joint development zone atau zona pengembangan bersama dengan pembagian keuntungan fifty-fifty. Menyusul jejak pendapat di Timor Timur tanggaal 30 agustus 1999 di mana penduduk Timor Timur memilih untuk berpisah dari RI, pemerintah mengeluarkan TAP MPR No V/MPR/1999 yang menerima jejak pendapat tersebut. TAP MPR ini sekaligus juga mencabut TAP MPR No VI/MPR/1976 tentang integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI. Dengan keluarnya TAP MPR tahun 1999 tersebut, pemerintah RI berpendapat Perjanjian Timor Gap telah kehilangan hukumnya. Dasar hukum yang digunakan pemerintah untuk pendapatnya tersebut adalah berdasarkan pada sumber hukum perjanjian internasional tentang berakhirnya perjanjian internasional. Pemerintah berpendapat bahwa apabila obyek dari suatu perjanjian berubah, maka perubahan tersebut dapat dijadikan dasar oleh kedua belah pihak untuk mengakhir perjanjian.17 terpisahnya wilayah Timor Timur dari wilayah RI dan hilangnya kedaulatan RI atas wilayah Timor Timur. Dengan beralihnya kedaulatan atas wilayah Timor Timur ini kepada Timor Leste, maka kejadian ini dapat dijadikan alasan untuk mengakhiri Perjanjian Timor Gap.19 Kedua negara melalui penandantangan Exchange of Letters tanggal 1 Juni 2000 sepakat untuk mengakhiri Timor Gap Treaty yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Juni 2000. Dengan demikian, perjanjian tersebut tidak berlaku lagi dan wilayah Timor Gap karenanya bergantung kepada perjanjian atau kesepakatan antara Timor Timor dan Australia.

You might also like