You are on page 1of 3

Tiga Menit di Kebun Mawar

oleh : Maria Azmi P. Sore ini Ella nampak sibuk sendiri memilah-milah beberapa potong gaun. Wajahnya nampak riang. Sesekali Ella berpose didepan kaca memadu padankan dengan dandanannya. Ia ingin tampil anggun dan istimewa didepan Steven nanti. Sudah hampir dua jam Ella masih saja belum menentukan pilihannya, padahal sudah hampir satu lemari penuh ia coba. Hari menjelang petang, Ella menjatuhkan pilihannya pada gaun berwarna putih. Wah cantik sekali jantung hatiku malam ini. sambut Steven dengan senyum hangat. Makasih banyak ya, maaf sudah membuat kamu menunggu terlalu lama. ucap Ella tersipu malu. Ndak apa-apa tuan putri. Bahkan aku rela nungguin kamu dandan kalau hasilnya seperti ini. ucap Steven sembari mengajak Ella segera pergi makan malam. Ella berdecak kagum melihat semua yang telah Steven siapkan untuk acara makan malam hari ini. Bunga mawar putih menghiasi pelataran menuju meja makan. Lilin-lilin kecil bertaburan diatas danau. Sungguh pemandangan yang sangat romantis. Senyum sumringah tampak menghiasi wajah cantik Ella. Aku ndak menyangka makan malam kita jadi acara seistimewa ini. Aku bahagia banget. Makasih banyak ya. ucap Ella riang. Semua ini ndak seberapa dibanding keistimewaanmu. ucap Steven lirih. Ella tersipu malu. Hatinya berbunga-bunga mendengar kata-kata Steven. Kebahagiaan Ella malam ini semakin sempurna, saat Steven meminta untuk menikah dengannya sembari menyematkan cincin di jari Ella. Ella semakin salah tingkah dengan semua perlakuan Steven dan yang pasti ini merupakan malam yang paling indah buat Ella. Hari semakin malam tapi Ella masih ingin melewati malam indah ini bersama Steven. Tapi apa daya mereka memang harus segera pulang karena keluarga mereka sudah menunggu dirumah. *** Entah sudah berapa jam Ella terdiam didepan pintu rumahnya menunggu Steven datang. Berkali-kali Ella menengok jam di dinding rumahnya dengan wajah yang gelisah. Namun tak sedetikpun ada tanda-tanda akan kehadirannya.

Hari semakin larut, namun Ella masih saja terdiam disana. Berharap seseorang yang ditunggunya akan segera datang. Namun apa mau dikata, Steven tidak juga menampakkan batang hidungnya. Seperti hari kemarin, hari ini Ella masih saja terdiam menunggu kedatangan Steven. Wajahnya nampak pucat pasi. Kedua matanya-pun nampak sembab karena kebanyakan menangis. Semakin lama Ella semakin jenuh dengan penantiannya. Namun, segalanya telah dibutakan oleh cintanya pada Steven. Kejenuhan akan penantiannya itu serasa tak ada artinya. Nak, ayo makan dulu. Janganlah kamu menyiksa dirimu dengan cara seperti itu. Kalaupun kamu mau menunggu, tunggulah didalam sambil mengerjakan aktifitas lainnya. ucap ibu dari balik kelambu. Ndak bu, Ella ingin tetap disini menunggu Steven bu. jawab Ella lirih. Sudahlah nak, Steven ndak akan datang hari ini. ucap ibu pelan. Maksud ibu? Tadi Steven bilang begitu sama ibu? Kok ndak bilang sama Ella bu? tanya Ella. Ia nak, tadi Steven bilang begitu. Dia minta maaf ndak bisa bilang langsung sama kamu karena dia sedang sibuk diluar kota. ucap ibu menenangkan. Ibu ndak bohongkan sama Ella? tanya Ella dengan mata berkaca-kaca. Sudahlah sayang, sekarang Ella masuk dan tidur. Mungkin besok Ella bisa ketemu Steven. jawab ibu dengan nada sedih. Ella beranjak menuju kamar tidurnya. Ia berharap ibu tidak membohonginya dan besok ia memang benar bisa bertemu Steven. Sudah hampir dua jam lebih Ella mencoba memejamkan kedua matanya, namun kantuk masih belum menghampirinya. Sesekali Ella memandangi cincin yang melingkar di jari manisnya itu. Dan sesekali itu pula Ella tampak tersenyum simpul mengingat salah satu hal terindah dalam hidupnya. *** Pagi ini Ella malas bangun dari tidurnya karena takut dia tidak bisa bertemu Steven lagi. Ella hanya terdiam dan bermalas-malasan di atas tempat tidurnya sambil memandangi cincinnya. Karena tak kuasa menahan gejolak hatinya, air matanya-pun menetes. Tok tok.. tok suara ketukan dari balik pintu. Masuk, ndak dikunci. ucap Ella sambil menghapus air matanya. Ella, ini Steven. ucap Steven pelan. Ella langsung berlari mendengar suara Steven dari balik pintu. Dipeluknya erat-erat laki-laki dihadapannya itu sambil menangis.

Jangan menangis. Kan aku sudah disini. Maafin aku ya kemarin buat Ella nunggu. ucap Steven menenangkan disambut anggukan kepala oleh Ella. Ya sudah sekarang Ella ganti baju, kita jalan-jalan. Steven pengen peluk Ella tiga menit aja di tengah kebun mawar. ucap Steven pelan. Ella menggangguk dan segera bergegas mempersiapkan diri dengan senyum ceria. Tidak berselang lama Ella sudah rapi dan siap untuk segera pergi jalan-jalan. Wajah Ella-pun tampak ceria kembali seperti sedia kala. Keduanya bernyanyi sambil menyusuri jalan menuju kebun mawar. Keduanya saling melontarkan senyum dan saling berpandangan hingga sampai ditengah kebun. Steven sayang sekali sama Ella. Dan sampai kapanpun Ella selalu jadi orang yang paling Steven sayangi. ucap Steven sambil menggenggam erat tangan Ella sembari memeluk tubuh mungil Ella dengan erat. Sebenarnya Steven pengen selalu peluk Ella, tapi sekarang Steven cuma punya waktu tiga menit dan Steven ndak mau kehilangan waktu yang ndak banyak itu. ucap Steven lagi. Maksudnya? tanya Ella dengan nada keheranan. Ella ndak perlu banyak tanya. Nanti Ella tau sendiri apa maksud Steven. Sekarang Steven cuma pengen peluk Ella. Dan Ella ndak boleh lupa kalau Steven sayang sekali sama Ella. jawab Steven. Ella masih saja terheran-heran dengan ucapan Steven. Perasaan Ella kalut. Bahagia dan takut campur baur menjadi satu. Tapi Ella tak menggubrisnya karena tak ingin merusak kebahagiaan yang datang padanya. Tiga menit telah berlalu. Ella merasa semakin aneh. Tubuh Steven yang bersandar dipelukannya semakin terasa berat. Kedua tangan Steven yang sedari tadi memeluk erat tubuhnya sekarang sudah lemas. Ella mencoba melepas pelukan Steven. Steven bangun jangan buat Ella takut. ucap Ella sambil mencari denyut jantung Steven. Ndak, Steven ndak boleh tinggalin Ella dengan cara begini. Steven bangun. ucap Ella semakin terperanjat mendapati Steven sudah tidak bernyawa lagi. Ella terus saja menangis dan memeluk erat tubuh Steven yang sudah sangat lemas karena dia belum bisa menerima kenyataan bahwa Steven sudah meninggalkannya untuk selamanya.

*** Selesai ***

You might also like