You are on page 1of 15

LAPORAN PRAKTIKUM PENANGKARAN SATWA LIAR

BIOREPRODUKSI PADA UNTA ARAB (Camelus dromedarius), KOBRA INDIA (Naja naja), DAN ULAT SUTERA (Bombyx mori)

Oleh : Gagan Hangga Wijaya (E34080033)

Dosen : Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MSi

Asisten: Maiser Syaputra Raya Akbar

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reproduksi merupakan salah satu ciri makhluk hidup yang

membedakannya dari benda mati lainnya di muka bumi. Organisme memiliki kemampuan bereproduksi untuk mempertahankan keberadaan jenisnya.

Reproduksi dilakukan oleh semua jenis makhluk hidup mulai dari organisme bersel satu hingga organisme tingkat tinggi. Bentuk dan jenis-jenis reproduksi juga bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisme tersebut. Adaptasi suatu makhluk hidup juga dapat mempengarui bentuk reproduksinya sehingga keturunan yang dihasilkan mampu hidup dan bersaing di lingkungannya. Proses reproduksi yang dibahas pada laporan ini merupakan ciri-ciri bioreproduksi dan tipe-tipe reproduksinya serta informasi mengenai reproduksi pada tiga jenis satwa yaitu Unta Arabia (Camelus dromedarius), Kobra India (Naja naja), dan Ulat sutera (Bombyx mori). Informasi mengenai reproduksi satwa-satwa tersebut dapat menjadi referensi bagi kegiatan manajemen satwa baik di habitat alaminya maupun di penangkaran serta sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya. Unta Arab merupakan mamalia yang ditemukan secara liar di Afrika Tengah, Afrika Utara, Semenanjung Arab, dan Australia. Satwa ini merupakan satwa yang tahan terhadap suhu lingkungan yang tinggi dan tahan terhadap kekeringan. Satwa ini mampu menyimpan air dalam jumlah besar di tubuhnya ketika tersedia air, dan mampu bertahan dalam waktu lama ketika kekeringan. Dengan adanya perilaku tersebut, Unta Arab sangat mungkin dikembangkan di Indonesia terutama di daerah-daerah beriklim kering seperti di Nusa Tenggara dan Jawa Timur. Satwa tersebut bernilai komersial karena dagingnya dapat dimanfaatkan sebagai konsumsi. Perilaku reproduksi Unta Arab sangat penting diketahui untuk mempercepat perbanyakan populasi yang akan digunakan di penangkaran. Satwa ini juga bernilai komersial tinggi sehingga penangkarannya merupakan peluang usaha penangkaran yang menguntungkan.

Ular Kobra India merupakan satwa yang banyak ditemui di daerah India dan Srilanka. Di kedua negara tersebut ular kobra sering membahayakan penduduk karena populasinya yang cukup banyak. Informasi mengenai reproduksi ular kobra tersebut diharapkan dapat digunakan di dalam penangkaran satwa ini yang hasilnya dapat digunakan untuk pembuatan serum bisa ular kobra untuk mengurangi kematian manusia dan hewan ternak dari ancaman gigitan ular kobra. Nilai estetika dan komersial ular kobra juga tinggi sehingga penangkarannya dapat memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar. Ulat sutera merupakan jenis serangga yang menghasilkan benang sutera yang bernilai komersial tinggi. Penangkarannya dapat dijadikan alternatif lapangan kerja baru bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pasar kain sutera baik domestik maupun internasional. Manfaat lainnya dari penangkaran ulat sutera juga dapat dikembangkan bila kegiatan penangkarannya sudah berlangsung secara luas dan berhasil dengan kualitas yang tinggi. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan laporan ini yaitu: 1. Pengenalan ciri umum biologi reproduksi satwa liar 2. Membedakan satwa berdasarkan ciri biologi reproduksinya.

II LOKASI DAN WAKTU PENGAMATAN

Kegiatan penyusunan laporan ini dilakukan di Perpustakaan Departemen KSH, Perpustakaan Fahutan, Perpustakaan LSI, dan Warnet. Kegiatan tersebut dilakukan dengan membaca dan mengumpulkan semua informasi yang berkaitan dengan bioreproduksi ketiga satwa yang dibahas selama maksimal 2 jam. Pengumpulan informasi di perpustakaan dilakukan pada jam kerja petugas perpustakaan, sedangkan pengumpulan informasi melalui internet dilakukan setiap waktu. Secara umum kegiatan penyusunan laporan ini dilakukan mulai tanggal 20 25 April 2011. Untuk kegiatan penulisan laporan dilakukan di rumah kost penulis selama waktu libur atau waktu istirahat dari kegiatan perkuliahan. Penulisan laporan dilakukan bertahap setelah mendapat informasi yang dibutuhkan dan

menyusunnya pada laporan ini.

III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan A. Alat 1. Alat tulis 2. Komputer atau laptop 3. Software Microsoft Office Word, Mozilla firefox dan koneksi internet. B. Bahan 1. Buku, laporan atau tulisan yang berisi informasi mengenai Bioreproduksi satwa. 2. Artikel, jurnal dan tulisan elektronik yang diunduh melalui internet.

3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Penyusunan Laporan Pengumpulan informasi mengenai bioreproduksi satwa dilakukan dengan membaca dan mencari semua informasi yang berkaitan. Kegiatan ini dilakukan baik di Perpustakaan atau dari internet. Bahan yang diperoleh dari perpustakaan dapat difotokopi sedangkan bahan yang diperoleh dari internet diunduh dan disimpan. Informasi yang diambil yaitu semua informasi mengenai ciri-ciri bioreproduksi, tipe-tipe reproduksi, dan informasi umum mengenai satwa Unta Arab (Camelus dromedarius), Kobra India (Naja naja), dan Ulat Sutera (Bombyx mori). Informasi mengenai bioreproduksi satwa meliputi tipe pekawin, musim kawin, minimum dan maksimum breeding age, lama estrus, siklus estrus, lama kebuntingan, masa inkubasi dan jumlah anak/telur, usia anak disapih, jarak waktu beranak/bertelur, dan perilaku reproduksi. Informasi-informasi yang dikumpulkan tersebut kemudian dianalisis dan diarahkan untuk penerapannya dalam penangkaran satwa liar dan perbanyakannya di penangkaran. Informasi mengenai bioreproduksi tersebut kemudian disisipkan dalam penyusunan laporan melalui proses pengutipan kemudian dicantumkan pustaka acuannya. Penulisan laporan dilakukan dengan format laporan IPB. Laporan kemudian dicetak untuk mengambil hardkopinya.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Reproduksi pada hewan tingkat tinggi (vertebrata) berlangsung lebih baik dan maju dibandingkan pada organisme tingkat rendah. Bentuk reproduksi pada vertebrata berupa reproduksi seksual serta menghasilkan anak dengan cara bertelur atau melahirkan. Mamalia mayoritas melahirkan anaknya (vivipar) walaupun beberapa jenis mamalia bertelur. Mamalia merupakan hewan yang memiliki kelenjar susu sehingga dapat memberi makan anaknya dari cairan susu tersebut. Reptil berkembang biak dengan bertelur dan sebagian jenis reptil menetaskan telur di dalam tubuh induknya kemudian mengeluarkan dalam bentuk anak (ovovivipar). Telur reptil ada yang diletakkan di sarangnya dan ada juga yang ditimbun di dalam tanah atau pasir untuk memperoleh kondisi hangat. Reptil tidak mengerami telurnya, namun menjaganya dari serangan predator. Anak reptil yang menetas langsung meninggalkan sarang dan mencari makan dengan sendirinya. Sangat sedikit induk reptil yang menjaga dan memberi makan anaknya. Serangga merupakan organisme invertebrata yang memiliki

keanekaragaman jenis yang tinggi. Serangga berkembangbiak secara bertelur dan kawin dengan pembuahan internal. Untuk ordo Lepidoptera, perkembangan organisme muda dari mulai telur hingga dewasa mengalami proses metamorfosis. Serangga sangat mudah untuk hidup dan berbiak dalam berbagai macam kondisi iklim dan geografis habitatnya.

4.1. Bioreproduksi Unta Arab (Camelus dromedarius) Unta Arab (Camelus dromedarius) merupakan satwa mamalia yang tersebar dari Afrika Utara, Semenanjung Arabia, dan terdapat pula di gurun-gurun Australia sebagai satwa eksotik. Unta arab memiliki perbedaan bentuk fisik antara jantan dan betinanya (sexual dimorphism) (Naumann, 1999). Unta jantan

memiliki tinggi badan 1,8-2 m sedangkan unta betina 1,7-1,9 m. Berat tubuh betina lebih kecil 10% dari berat jantan. Unta jantan juga memiliki organ mirip lidah di bagian mulutnya yang berguna untuk menarik perhatian betina ketika masa mencari pasangan (Naumann, 1999). Unta Arab memiliki tipe kawin Poligami. Satu ekor jantan memiliki pasangan satu ekor, dua ekor atau beberapa ekor betina dalam kelompoknya. Satu ekor jantan pemimpin (Alpha male) mendominasi kawanan kelompoknya (Naumann, 1999). Dalam satu kelompok hanya terdapat satu jantan dewasa dengan beberapa betina, remaja dan anakan (Kohler-Rollefson, 1991). Satu kelompok dapat beranggotakan 2-20 ekor unta (Kohler-Rollefson, 1991). Unta jantan mudah dikenali karena biasanya berjalan terpisah beberapa meter dari kelompoknya (Kohler-Rollefson, 1991). Pejantan lain yang tidak memiliki kelompok hidup soliter atau berkelompok dengan jantan lainnya tanpa pasangan. Waktu terjadinya kawin pada Unta Arab terjadi secara bermusim. Jantan maupun betina merupakan pekawin musiman artinya hanya mau kawin pada bulan-bulan tertentu saja. Perkawinan biasanya terjadi pada musim dingin atau pada musim hujan pada negara yang tidak bermusim dingin (Naumann, 1999). Bulan-bulan terjadinya perkawinan ini berbeda-beda pada berbagai Negara karena perbedaan iklim dan musim hujan. Satu ekor betina hanya memiliki satu ekor anak dalam jangka waktu dua tahun dan siap untuk kawin lagi (Kohler-Rollefson, 1991). Pejantan memiliki kedewasaan setelah berumur 3 tahun namun baru siap kawin pada usia 6 tahun (Kohler-Rollefson, 1991). Betina memiliki kedewasaan seksual setelah berumur 3 tahun namun mulai kawin dan beranak pada umur 4 atau 5 tahun (Kohler-Rollefson, 1991). Pejantan yang telah mencapai kedewasaan kemudian mencari pasangan dan bersaing dengan pejantan lainnya. Pejantan muda harus bersaing dengan pejantan muda lainnya atau pejantan yang memimpin suatu kelompok. Dalam suatu kelompok bila terdapat satu ekor pejantan yang mulai beranjak dewasa, maka anggota kelompok akan terpecah (Naumann, 1999). Betina ada yang tetap mengikuti kelompok jantan dominan dan ada pula sebagian yang memisahkan diri dan bergabung dengan pejantan baru (Naumann, 1999).

Pejantan yang akan kawin kemudian mendekati betina dan menarik perhatian betina agar mau kawin. Setelah berada pada musim kawin yang tepat pejantan akan mengawini betina-betina dalam kelompoknya. Kopulasi terjadi selama 7-35 menit, namun rata-rata berkisar 11-15 menit (Naumann, 1999). Setelah proses kopulasi, betina mengalami kebuntingan dan tidak mau kawin lagi. Lama estrus, siklus estrus.. Betina mengalami kebuntingan selama 12-13 bulan (Naumann, 1999). Selama masa kebuntingan, betina akan mengandung satu ekor anak saja dan mulai memproduksi susu untuk persiapan bagi anaknya (Kohler-Rollefson, 1991). Anak yang lahir biasanya berjumlah satu ekor walaupun ada yang berjumlah dua ekor (kembar) (Kohler-Rollefson, 1991). Anak yang lahir kemudian dijaga oleh induk dan kelompoknya dan minum susu dari induknya hingga disapih. Anak yang menyusu dari induknya akan disapih setelah berumur 1 atau 2 tahun (Kohler-Rollefson, 1991). Setelah itu anak akan mencari makan sendiri tetapi tetap berada dalam kelompoknya. Anakan yang disapih dan setelah berumur 3 tahun kemudian mencapai kedewasaan dan siap kawin (Naumann, 1999). Anakan itu bebas menentukan apakah tetap dalam kelompoknya atau bergabung dengan kelompok baru. Betina yang telah melahirkan akan menyusui anaknya dan selama masa menyusui itu betina dapat saja kawin lagi selama berada pada musim yang tepat untuk kawin. Betina yang menyapih anaknya sudah siap untuk mendapatkan anak yang baru dan membesarkannya. Secara umum betina mampu memberikan satu anak dalam jangka waktu 2 tahun. Selama musim kawin, pejantan yang akan kawin harus bersaing dengan pejantan lainnya yang belum mempuyai pasangan. Pejantan yang saling berkompetisi mengadakan pertarungan dengan cara menggigit kaki lawannya, berdiri setinggi mungkin dari lawannya, dan menggerak-gerakkan kepala hingga salah satu jantan menyerah dan kalah (Groves, 2005). Pejantan yang kalah akan tersingkir dari kelompoknya dan pejantan yang menang akan mendapatkan betina yang ada dalam kelompok tersebut. Pejantan yang lebih kuat akan memimpin

kelompok sedangkan pejantan yang sudah tua atau pejantan yang terlalu muda tidak mampu menyaingi.

4.2. Bioreproduksi Kobra India (Naja naja) Ular Kobra merupakan satwa reptil yang berkembang biak dengan

bertelur. Proses perkawinannya adalah secara seksual yaitu mempertemukan gamet jantan dan betina kemudian sel telur yang telah dibuahi tersebut dibungkus cangkang dan dikeluarkan dari tubuh betina. Ular Kobra India (Naja naja) merupakan reptil dengan tipe kawin monogamus (Ramirez, 2001). Tipe monogamus yang dimiliki Kobra India menyebabkan satwa ini hanya memiliki satu pasangan dalam satu periode perkembangbiakan dan setelah itu dapat berganti pasangan pada periode perkembangbiakan selanjutnya. Kobra India memiliki musim kawin pada bulan-bulan tertentu dalam satu tahun. Musim kawin ini terjadi karena kobra harus menyesuaikan iklim lingkungan dengan telur yang akan diletakkan dan berkaitan dengan suhu udara serta kesehatan telur dan anakan. Kobra India betina mulai bertelur pada bulanbulan April hingga Juni (Whitaker et al., 2004). Telur diletakkan di lubang-lubang dalam tanah, lubang pohon, atau lubang lain yang terasa aman. Minimum and maximum breeding age.. Lama estrus, siklus estrus.. Satu ekor betina mampu bertelur sebanyak 10-30 butir . (Breen, 1974). Telur kemudian dijaga oleh induknya dari serangan predator dan gangguan lainnya. Telur kemudian menetas (masa inkubasi) setelah 46-69 hari (Burton, 1991). Induk Kobra India menjaga telurnya hingga menetas dan tidak keluar dari sarangnya selama masa inkubasi kecuali hanya untuk mencari makan (Tropical Rainforest Animals, 2000). Anak Kobra India yang baru menetas kemudian meninggalkan sarangnya dan mencari makan sendiri tanpa mendapat perawatan dari induknya. Makanan

anak kobra berupa serangga, mamalia kecil dan mangsa lainnya yang berukuran kecil. Anak kobra yang telah menetas memiliki ukuran panjang 20-30 cm (Whitaker et al., 2004). Anak kobra yang baru menetas memiliki bisa yang kekuatannya sama dengan bisa kobra dewasa dan telah mampu mengembangkan lehernya yang berbentuk sendok dan menyemburkan bias (Ramirez, 2001). Jarak waktu bertelur.. Perilaku reproduksi Kobra India mirip dengan perilaku jenis ular lainnya. Jantan dan betina yang telah siap kawin pada saat bertemu langsung berinteraksi dan mendekat. Jantan mengikuti betina kemanapun betina pergi sambil menyentuh tubuh betina dengan kepala kobra jantan. Setelah menemui kesempatan yang tepat, perkawinan terjadi dengan melilitkan badannya satu sama lain. Kobra betina yang telah kawin dan siap bertelur kemudian mencari tempat untuk menyimpan telur. Telur kemudian dijaga dari serangan predator dan gangguan dari luar. Induk kobra yang berada di dalam sarang dan sedang menjaga telurnya bersifat jinak terhadap aktifitas apapun di dalam sarang. Induk hanya akan bereaksi jika terdapat mamalia kecil yang mendekati sarang.

4.3. Bioreproduksi Ulat Sutra (Bombyx mori) Ulat sutera merupakan adalah satu jenis serangga yang terdiri dari jantan dan betina. Ulat sutera merupakan bentuk ulat dari serangga mirip kupu-kupu yang masih masuk dalam famili Bomycidae, ordo Lepidoptera. Ulat sutera merupakan domestikasi dari Ulat sutera liar (Bombyx mandarina) (Arunkumar et al., 2006). Seperti serangga lain dari famili tersebut, Bombyx mori mengalami metamorfosis dan berkembang dari bentuk telur, ulat (larva), pupa, kepompong dan ngengat dewasa. Betina berukuran lebih besar dibandingkan jantan dan sayapnya lebih pendek. Ngengat dewasa tidak mampu terbang seperti kupu-kupu lainnya. Betina akan dikawini oleh beberapa jantan dan akan bertelur setelah dikawini. Jantan hanya dapat bertahan hidup setelah mengawini betina sebanyak

satu atau dua kali saja dan setelah itu akan mati (Arunkumar et al., 2006). Betina dapat kawin dan bertelur berkali-kali semasa hidupnya. Serangga ini tidak memiliki musim kawin bila berada di penangkaran. Serangga ini dapat kawin kapan saja tergantung kematangan usia dan kedewasaan induk. Di alam liar, serangga ini akan kawin dan bertelur kapan saja, namun telur hanya akan menetas pada musim yang lebih hangat. Betina yang meletakkan telurnya di musim dingin tidak langsung menetas, namun telurnya akan mengalami masa hibernasi hingga menunggu musim semi atau musim panas (Arunkumar et al., 2006). Telur yang menetas pada musim yang tepat akan mampu bertahan hidup sedangkan pada musim yang tidak sesuai serangga ini akan susah berkembangbiak. Serangga ini mencapai usia siap kawin ketika berumur. Setelah siap kawin, pejantan akan mencari betina untuk dikawini. Pejantan akan mengikuti jejak zat feromon yang dikeluarkan betina. Pejantan dapat menempel dan mengawini apa saja yang beraroma feromon seperti pejantan lain atau kepompong (Arunkumar et al., 2006). Betina yang siap kawin akan dihampiri oleh pejantan dan dikawini kemudian betina meletakkan telurnya di tempat yang aman. Bombyx mori melakukan perkawinan selama beberapa jam. Di alam liar, serangga ini mampu kawin selama 12-24 jam namun bila berada di penangkaran proses perkawinan dapat dihentikan setelah 3 jam . Selama proses kawin tersebut pejantan akan tetap menempel dengan betina hingga selesai. Setelah kawin sebanyak satu atau dua kali, pejantan akan mati. Di penangkaran perkawinan selama 3 jam sudak cukup untuk membuahi telur betina. Cara melepaskan tubuh jantan dengan betina yaitu dengan cara memutar tubuhnya. Bila tidak dilakukan dengan hati-hati akan dapat merusak ovipositor betina dan telur akan gagal berkembang. Siklus estrus. Betina yang telah dikawini akan meletakkan telurnya di tempat yang nyaman. Betina mampu bertelur sebanyak 150-300 butir telur bahkan ada yang

10

mencapi ribuan telur per satu ekor induk. Betina meletakkan telur selama 3 hari. Telur akan menetas setelah 10-14 hari namun ada juga yang sudah menetas dalam waktu 7 hari. Telur akan menetas dengan baik pada suhu antara 25-30 0C namun dapat saja menetas pada suhu dibawah temperature tersebut. Telur yang akan menetas sebaiknya didinginkan pada suhu 1-4 0C. Bila tidak didinginkan telur kadang-kadang tidak menetas dan mengalami kekeringan. Telur yang menetas mengeluarkan ulat (larva) yang kemudian mengalami metamorfosis hingga mencapai kupu-kupu dewasa. Telur yang menetas dapat mencapai kedewasaan setelah Ulat yang baru menetas akan mencari makan sendiri berupa daun murbei (Morus sp.). Anak tersebut tidak diasuh oleh induknya seperti pada mamalia dan burung. Ulat tersebut kemudian bertambah ukurannya dan berubah menjadi pupa, kepompong dan ngengat dewasa. Fase kepompong merupakan fase yang menghasilkan serat sutera. Setelah dewasa dan siap kawin terjadi proses perkawinan dan perkembangbiakan. Betina dapat dikawini dan bertelur berkali-kali sepanjang hidupnya. Setelah bertelur betina dapat kawin lagi dan bertelur lagi selama ada pejanta yang mengawininya. Lama waktu bertelur yaitu Pejantan dewasa akan mencari betina untuk dikawini dengan mendeteksi feromon. Setelah bertemu betina, pejantan akan menempel pada perut betina dan mulai membuahi sel telur betina. Perilaku kawin dapat berlangsung 12-24 jam bila tidak diganggu dan terpisah. Pejantan akan mati setelah satu ata dua kali kawin. Perilaku reproduksi Bombyx mori mirip dengan perilaku reproduksi kupu-kupu lainnya pada ordo Lepidoptera.

11

V KESIMPULAN Bentuk dan jenis-jenis reproduksi bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisme tersebut. Mamalia merupakan hewan yang memiliki kelenjar susu sehingga dapat memberi makan anaknya dari cairan susu tersebut. Reptil tidak mengerami telurnya, namun menjaganya dari serangan predator. Anak reptil yang menetas langsung meninggalkan sarang dan mencari makan dengan sendirinya. Serangga sangat mudah untuk hidup dan berbiak dalam berbagai macam kondisi iklim dan geografis habitatnya. Unta Arab merupakan satwa yang berpeluang tinggi untuk ditangkarkan di Indonesia terutama di daerak beriklim kering. Reproduksinya mirip dengan mamalia Ungulata lainnya sehingga dapat dibandingkan dengan satwa lain yang pernah ditangkarkan. Kobra India dapat ditangkarkan dengan mudah tanpa perawatan lebih seperti jenis ular lainnya. Ulat sutera merupakan serangga yang juga mudah untuk ditangkarkan karena mirip dengan serangga lainnya terutama yang masih termasuk ordo Lepidoptera. Perkembangbiakan ulat sutera di penangkaran tidak berbeda jauh dengan perilakunya di alam hanya saja di penangkaran perkembangbiakannya dapat lebih dipercepat dengan perlakuan pakan dan habitat.

12

DAFTAR PUSTAKA

Animal diversity web: Camelus dromedarius Arunkumar KP, Muralidhar M, Nagaraju J. 2006. Molecular Phylogeny of Silkmoth reveals the origin of domesticated silkmoth, Bombyx mori from Chinese Bombyx mandarina and paternal inheritance of Antheraea proyleimitochondrial DNA. Molecular Phylogenetics and Evolution (2): 419-627 Breen, J. 1974. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. New York: T.F.H. Publications. Burton, J. 1991. The Book of Snakes. Quarto Publishing. Groves, C. (2005). Wilson, D. E., & Reeder, D. M, eds. ed. Mammal Species of the World (3rd ed.). Baltimore: Johns Hopkins University Press Khler-Rollefson, I. U. 1991. Camelus dromedarius. Mammalian Species (375): 1-8. Naumann, R. 1999. "Camelus dromedarius" (On-line), Animal Diversity Web. http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Camel us_dromedarius.html. Diakses 23 April 2011 Ramirez, J. 2001. "Naja naja" (On-line), Animal Diversity Web. http:// animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/informa-tion/Naja_ naja.html. Diakses 23 April 2011 Tropical Rainforest Animals (On-line). http://mbgnet.mobot.org/sets/rforest /animals/cobra.htm. Diakses 24 April 2011 Whitaker, Romulus, Ashok. 2004. Snakes of India: The Field Guide.

13

LAMPIRAN 1. Gambar Unta Arab (Camelus dromedarius)

Unta dewasa

Betina yang memelihara anak

Betina menyusui

2. Gambar Kobra India (Naja naja)

Telur Kobra India

Betina yang menjaga telurnya

Anak Kobra yang baru menetas

3. Gambar Ulat Sutera (Bombyx mori)

Betina dewasa

Betina (bawah) dan Jantan (atas) yang sedang kawin

Kepompong sebagai bahan baku kain sutera

14

You might also like