You are on page 1of 5

atresia duodenum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis duodenal atau duodenal web dengan perforasi jarang tidak terdiagnosis hingga masa kanak-kanak atau remaja.Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero. Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk melahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan anomali saluran cerna. Insiden atresia duodenum di Amerika Serikat adalah 1 per 6000 kelahiran. Obstruksi duodenum kongenital intrinsik merupakan dua pertiga dari keseluruhan obstruksi duodenal kongenital (atresia duodenal 40-60%, duodenal web 35-45%, pankreas anular 10-30%, stenosis duodenum 7-20%). Insiden obstruksi kongenital di Finlandia (intrinsik, ekstrinsik, dan campuran) adalah 1 per 3400 kelahiran hidup. Tidak terdapat predileksi rasial dan gender pada penyakit ini. Jika atresia duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya akan segera menjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit. Sekitar setengah dari neonatus yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur. Hidramnion terjadi pada sekitar 40% kasus obstruksi duodenum. Atresia atau stenosis duodenum paling sering dikaitkan dengan trisomi 21. Sekitar 22-30% pasien obstruksi duodenum menderita trisomi 21. B. Rumusan Masalah k Apa pengertian dari atresia duodenum k Apa penyebab terjadinya atresia duodenum k Bagaimana tanda dan gejala dari atresia duodenum k Apa masalah yang terjadi dari atresia duodenum k Bagaimana penatalaksaanan atresia duodenum C. Tujuan k Untuk mengetahui pengertian dari atresia duodenum k Untuk mengetahui penyebab terjadinya atresia duodenum k Untuk mengetahui tanda dan gejala dari atresia duodenum k Untuk mengetahui masalah yang tejadi dari atresia duodenum k Untuk mengetaui penatalaksaanan atresia duodenum

BAB I PEMBAHASAN

A. Pengertian Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus. Atresia Duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh membran utuh, tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung B. Etiologi Meskipun penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan dengan baik. Seringnya ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis duodenum dengan malformasi neonatal lainnya menunjukkan bahwa anomali ini disebabkan oleh gangguan perkembangan pada masa awal kehamilan. Atresia duodenum berbeda dari atresia usus lainnya, yang merupakan anomali terisolasi disebabkan oleh gangguan pembuluh darah mesenterik pada perkembangan selanjutnya. Tidak ada faktor resiko maternal sebagai predisposisi yang ditemukan hingga saat ini. Meskipun hingga sepertiga pasien dengan atresia duodenum menderita pula trisomi 21 (sindrom Down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen dalam perkembangan atresia duodenum. C. Patofisiologi Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalanrekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secara sempurna. Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis, atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan duodenal daripada suatu perkembangan dan/atau berlebihan dari pancreatic buds. Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum. D. Diagnosis Dikonfirmasi dengan pemeriksaan x-ray abdomen. Sebuah foto upright abdomen menunjukkan gambaran klasik double bubble. Pemeriksaan dengan kontras tidak diperlukan. a. Bila udara terlihat pada usus distal dari duodenum, obstruksinya incomplete, mengarahkan pada stenosis duodenal atau malrotasi b. Malrotasi dengan volvulus harus dicurigai (dan disingkirkan) bila abdomen tidak berbentuk scaphoid setelah pemasangan nasogastric tube E. Mortalitas dan Morbiditas Jika atresia duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya akan segera menjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit. Sekitar setengah dari neonatus yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur. Hidramnion terjadi pada sekitar 40% kasus obstruksi duodenum. Atresia atau stenosis duodenum paling sering dikaitkan dengan trisomi 21. Sekitar 22-30% pasien obstruksi duodenum menderita trisomi 21,jantung, ginjal, CNS, dan musculoskeletal.

F. Manifestasi Penyakit Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis duodenal atau duodenal web dengan perforasi jarang tidak terdiagnosis hingga masa kanak-kanak atau remaja. Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero. Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk melahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan anomali saluran cerna.

G. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Tanda dan gejala atresia duodenum: Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas Muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat adanya empedu (biliosa) Muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kecil Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium. Pengeluaran meconium tercatat pada 30 % pasien Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen Ikterik Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal tinggi.Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi abnormalitas saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak yang muntah dengan tampilan biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal hingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh. Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki abdomen skafoid. Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti pada obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna. Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double-bubble tanpa gas pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya gas pada usus distal mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum, atau anomali duktus hepatopankreas. Kadang kala perlu dilakukan pengambilan radiograf dengan posisi pasien tegak atau posisi dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresia esofageal dan atresia duodenum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi. H. Diagnosis Banding Diagnosis banding untuk atresia dan stenosis duodenum pada neonatus mencakup: Atresia esofagus

I.

Malrotasi dengan volvulus midgut Stenosis pilorus Pankreas anular Vena portal preduodenal Atresia usus Duplikasi duodenal Obstruksi benda asing Penyakit Hirschsprung Refluks gastroesofageal Penatalaksanaan

1. Pemberian terapi cairan intravena 2. Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi


Tuba orogastrik dipasang untuk mendekompresi lambung. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi dengan memberikan cairan dan elektrolit melalui infus intravena. Lakukan juga evaluasi anomali kongenital lainnya. Masalah terkait (misalnya sindrom Down) juga harus ditangani. Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat abnormalitas. Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal invasif. i operasi : Kecuali bila ada kondisi yang mengancam jiwa, operasi diindikasikan untuk semua bayi yang mengalami kondis ini, karena malformasi ini dapat diperbaiki dengan sempurna J. Komplikasi Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi, terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks gastroesofageal BAB III PENUTUP A. Kesimpulan k Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus. k Penyebab atresia duodenum : Kegagalan rekanalisasi lumen usus selama masa kehamilan minggu ke-4 dan ke-5 k Gejala atresia duodenum: 1. Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas 2. Muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat adanya empedu (biliosa) 3. Muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam 4. Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kecil 5. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium k Masalah 1. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit 2. Prematuritas 3. Anomaly yang berhubungan : trisomi 21 ( 33 % ), jantung, ginjal, CNS, dan musculoskeletal k Penatalaksanaan

1. Pemberian terapi cairan intravena 2. Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi


B. Saran

Sebaiknya kita sebagai mahasiswa kebidanan harus mempelajari tentang kelaianan bawaan dan penatalaksanannya khususnya atresia duodenum sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan bekal kita apabila sudah mengabdi dimasyarakat atau di tempat pelayanan kesehatan, demi kesejahteraan neonatus.

You might also like