You are on page 1of 14

STUDY CASE

BANKRUPTCY OF TELEVISI PENDIDIKAN INDONESIA


Pengajar: Sulistiowati, S.H, M.Hum

disusun oleh: EDWIN BUDI INDRAWAN (29E1107) LUH ADITI SANDRA KIRANA (29E1111) RADITYA JOKO ARYANTO (29E1116) YODIE MIRAWAN (29E1121) PART TIME A ANGKATAN 29

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA JAKARTA 2011

I. LATAR BELAKANG PT. CIPTA TELEVISI PENDIDIKAN INDONESIA PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia atau dikenal publik dengan nama TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) pada awalnya didirikan oleh PT. Bimantara Group yang bergabung dengan MNC (Media Nusantara Citra). TPI adalah stasiun televisi ketiga yang berdiri di Indonesia, setelah stasiun RCTI tahun 1989 dan SCTV pada tahun 1990, dengan awal mengudara melalui siaran percobaan pada tanggal 26 Desember 1990. TPI mengudara secara resmi pada tanggal 23 Januari 1991 dan pada tanggal itulah dijadikan hari lahir TPI. Hari lahir dan kantor TPI tersebut kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto dengan dengan Surat Izin Usaha Penerbitan Perss (SIUPP) Menteri Penerangan RI No 127/E/RTF/K/VIII/1990. Kantor TPI hingga kini terletak di Jl. Pintu II Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, Indonesia 13810. TPI memiliki idealisme yang besar, yakni memberikan pemerataan pendidikan di seluruh wilayah tanah air. Oleh karena itu, pada awalnya TPI menyiarkan tayangan pendidikan formal dengan menjalin kerja sama dengan stasiun televisi yang telah ada yaitu TVRI dan juga dengan kementrian Indonesia, seperti Deppen dan Pustekom/Depdikbud. Sesuai dengan namanya, TPI melakukan penyiaran pendidikan dua kali sehari setiap pagi dan siang dengan harapan dapat membantu memeratakan program pendidikan sekolah di berbagai wilayah tanah air sampai ke pelosok-pelosok terpencil yang memang selama ini belum terjangkau oleh pendidikan formal seperti sekolah dan universitas. Mengenai pelaksaan siaran, TPI hanya mendapat izin penayangan setiap hari namun hanya pada pukul 5.30 13.30 WIB. Secara singkat, TPI mempunyai tujuan: (1) Siaran televisi berfungsi untuk memperkuat ikatan kesatuan bangsa dan (2) Menyatukan pola pikiran seluruh bangsa Indonesia kepada tujuan nasional. Pada tanggal 8 Juni 1991, TPI mengudara pada pukul 05.30 13.30, dan kemudian pada sore harinya ditambahkan jam siarnya sejumlah 5 jam pada pukul 16.00 -21.00 WIB, hingga pada akhirnya TPI mempunyai jam siar mulai pukul 05.30 23.30 non-stop. Kemudian pada tahun 1994, jam siar TPI ditetapkan 18 jam sehari termasuk pada hari libur nasional. Sebagai suatu jaringan nasional, TPI pun mampu mencapai 118 juta pemirsa yang secara potensial memperoleh rating yang cukup besar yaitu hampir 70% penduduk Indonesia.

Adanya perubahan peraturan pemerintah yang memberikan izin bagi kehadiran televisi-televisi swasta komersial nasional seperti RCTI, SCTV, Indosiar, Trans TV, dan lainnya, juga biaya operasional yang semakin meningkat, maka akan menjadi beban bagi TPI jika tetap membawa misi pendidikan yang sama sekali tidak mengandalkan pemerintah. Agar dapat tetap bertahan,para profesional pun direkrut untuk menangani manajemen TPI. Sejalan dengan itu diputuskan bahwa TPI tidak lagi menjadi televisi pendidikan, melainkan televisi keluarga yang bersifat komersial sebagaimana televisi swasta lainnya. Sehingga pada akhirnya TPI merangkul mitra strategis yakni Indosat dan Channel 7, dan pada waktu yang bersamaan TPI menghentikan kerjasamanya dengan TVRI. Sejak saat itu secara bertahap TPI membangun transmisi di berbagai wilayah. Dengan mempertahankan logo lama membuat pemirsa masih tetap mengidentikkan TPI dengan misi pendidikan yang membuat ruang gerak TPI menjadi terbatas. Pada tanggal 23 Januari 2002 TPI memperkenalkan logo baru yang mencerminkan wajah dan semangat baru TPI. Logo baru ini sekaligus merupakan simbol dari rangkaian perubahan yang terus berproses di TPI. Menghadapi kuatnya tekanan dan pengaruh budaya asing diperlukan sebuah stasiun televisi yang benar-benar menampilkan citra Indonesia, dan TPI sejak awal telah membuktikan diri sebagai stasiun televisi yang paling jeli dalam menangkap selera dan kebutuhan masyarakat. II. LANDASAN TPI Landasan yang dianut oleh TPI adalah mengembangkan dan memanfaatkan sumber dan kemajuan teknologi untuk memperluas dan meningkatkan pelayanan pendidikan. Siaran TPI itu sendiri adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. TPI juga mengadakan kerja sama dengan Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah, dalam usahanya memajukan dan meningkatkan kemajuan bangsa dengan membagikan pesawat televisi kepada sekolah di berbagai daerah yang pada saat itu mencakup mencakup 27 propinsi.

III. MOTTO TPI Motto yang diemban oleh TPI adalah Televisi Keluarga Anda. Melalui stasiun TPI, selain untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa, TPI juga merupakan kategori sarana hiburan yang tepat dan aman bagi keluarga. IV. VISI DAN MISI TPI SEJAK TAHUN 2006 A. VISI Visi dari TPI disampaikan melalui logo Paling Indonesia Pilihan Pemirsa. Bila diperjelas adalah menjadi stasiun televisi yang memiliki program paling mencerminkan rakyat Indonesia. B. MISI Misi yang diemban oleh penyiaran stasiun TPI adalah menghibur dengan programprogram bermutu yang bernuansa Indonesia dan menjadi patner yang memberikan layanan terbaik dengan dukungan sumber daya manusia (SDM) profesional. V. SLOGAN Slogan yang digunakan oleh stasiun TPI adalah Makin Indonesia Makin Asyik. VI. SUSUNAN DIREKSI TPI Susunan Direksi (Board of Directors) TPI: Direktur Utama CEO / Wakil Direktur Utama Direktur Program dan Produksi Direktur General Affair Direktur Keuangan dan Teknologi Pimpinan Redaksi Berita : Sang Nyoman Suwisma : Artine S. Utomo : Daniel Resowijoyo : M. Yarman SE : Muliawan P Guptha : Ray Wijaya

VII. DASAR HUKUM DAN PENGERTIAN KEPAILITAN Kepailitan menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Dari pengertian tersebut maka pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut sebagai bentuk pemenuhan asas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar. syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut : 1. Adanya utang 2. Minimal satu dari utang sudah jatuh tempo 3. Minimal satu dari utang dapat ditagih 4. Adanya debitor 5. Adanya kreditor 6. Kreditor lebih dari satu 7. Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan Pengadilan Niaga 8. Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang 9. Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang Undang Kepailitan.

Pada kasus kepailitan, ada 2 jenis kepailitan, yaitu : 1. Voluntary

Kepailitan yang sifatnya sukarela yaitu terjadi ketika pihak debitur sendiri yang menyatakan pailit 2. Unvoluntary Kepailitan yang sifatnya tidak sukarela yaitu terjadi ketika satu atau lebih kreditur memohon kepada pengadilan untuk menyatakan bahwa debitor tidak lagi mampu membayar hutangnya. Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut : a) Kekayaan debitor pailit yang masuk ke dalam harta pailit merupakan sitaan umum atas harta pihak yang dinyatakan pailit. b) Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitor pailit. c) Debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengururs dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diusapkan. d) Segala perikatan debitor yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit. e) Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua kreditor dan debitor, sedangkan Hakim Pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan. f) Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. g) Semua tuntutan atau gugatan yang bertujuan untuk mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitor sendiri selama kepailitan harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan. h) Kreditor yang dijamin dengan Hak Gadai, Hak Fidusia, Hak Tanggungan, atau hipotek dapat melaksanakan hak agunannya seolah-olah tidak ada kepailitan. VIII. Kasus Gugatan pailit PT CGGL terhadap PT TPI. Kasus bermula saat TPI yang masih dipegang oleh pemilik lama mengeluarkan Subordinated Bonds (Sub Bonds) sebesar USD53 juta. Sub Bonds tersebut pertama kali dibeli oleh Peregrine Fixed Income Ltd dengan cara membayar 53 juta USD pada 26

Desember 1996. Namun esoknya pada 27 Desember 1996, dengan jumlah yang sama ditransfer kembali ke rekening Peregrine Fixed Income Ltd. Setelah transfer tersebut, dokumen dokumen tentang bonds diduga diambil oleh Shadik Wahono dan berpindah tangan ke PT Filago. PT Filago kemudian memperjualbelikan bonds tersebut ke PT CGGL dengan hanya menggunakan promisorry note. Sub Bonds tersebut berlaku sejak 24 Desember 1996 sampai jatuh tempo pada 24 Desember 2006. Pada tahun 2007 ketika PT TPI menjadi perusahaan publik, tidak ditemukan adanya bonds dalam laporan keuangan PT TPI tahun 2007, begitu juga pada laporan keuangan tahun 2008. Pada Tahun 2009 PT CGGL menggugat pailit PT.TPI karena mengganggap belum membayar sub bond sebesar 53 juta US$ yang sudah jatuh tempo sejak tahun 2006 tersebut. Dalam kasus ini syarat yuridis dalam pailitnya suatu perusahaan, yaitu : 1. Adanya hutang, dalam kasus ini adalah sub bonds sebesar 53 juta US$. 2. Sub bonds tersebut sudah jatuh tempo pada 2006 dan bisa ditagih 3. PT TPI selaku debitor 4. PT CGGL selaku kreditor 5. Pernyataan pailit dilakukan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat 6. Permohonan pernyataan pailit diajukan PT.CGGL Majelis hakim berpendapat sepanjang persidangan tidak ada pihak yang membuktikan pelunasan tagihan pada 2007 dan 2008 maka majelis hakim menilai permohonan pailit PT CGGL memenuhi syarat pembuktian sederhana sebagaimana ditentukan Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Majelis berpendapat utang tersebut terbukti belum dilunasi hingga kini. Pada tanggal 14 Oktober 2009, putusan pailit yang dijatuhkan majelis hakim Pegadilan Niaga Jakarta Pusat terhadap PT Cipta TPI (TPI). IX. Pengajuan Kasasi PT Cipta TPI Sebagai reaksi atas pemutusan pailit yang dijatuhkan dijatuhkan majelis hakim Pegadilan Niaga Jakarta Pusat, PT TPI mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. PT TPI beralasan sudah membayar lunas bonds tersebut kepada PT Peregrine Fixed Income Ltd.

Mengenai pengajuan kasasi oleh PT TPI ini mengacu pada pasal 11 ayat (1) UUK No. 37 Th. 2004 yang menyebutkan :

Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung Permohonan kasasi selain dapat diajukan oleh Debitor dan Kreditor yang merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, juga dapat diajukan oleh Kreditor lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertaman yang tidak puas terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit (Pasal 11 ayat (3) UUK). Syarat-syarat permohonan kasasi tidak diatur dalam UUK, karena itu berpedoman pada alasan kasasi yang diatur dalam Pasal 30 Undang -Undang Nomor 14 Tahun 1985, yaitu : 1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang 2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku 3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan ditetapkan. Permohonan kasasi diajukan dalam waktu 8 hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan; dengan mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan Niaga yang telah menetapkan putusan permohonan pernyataan pailit ( Pasal 11 ayat (2 UUK). Paniteramendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan diajukan dankepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani Panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran (Pasal 11 ayat (4) UUK). Pada bulan Desember 2009, Mahkamah Agung akhirnya mengabulkan kasasi PT CIPTA TPI yang berarti membatalkan putusan pailit yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Niaga pada tanggal 14 Oktober 2009. Majelis berpendapat perkara TPI m tidak memenuhi syarat untuk menjadi perkara kepailitan sebagaimana disebutkan dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UU Kepailitan). Majelis menunjuk Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan. Ketentuan itu berbunyi :

'Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi'. Mejalis mencontohkan laporan keuangan tahunan perusahan TPI yang terlihat rumit. Maka dari itu, majelis berpendapat kasus TPI ini bukan kasus yang sederhana yang bisa dijadikan kasus kepailitan sesuai UU No 37 tahun 2004 dan mengabulkan kasasi PT Cipta TPI. Dalam proses gugatan PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia, terdapat beberapa pokok persoalan yang dapat menjadi sumber tinjauan dalam kasus gugatan kepailitan PT.CTPI : 1. Adanya penjualan sub ordinate bonds pt ctpi kepada peregrine limited. Dalam proses jual beli bonds ini pt ctpi menjual sub ordinate bonds senilai usd53 juta kepada peregrine limited. Subordinate bonds adalah bentuk surat berharga yang pada saat terjadinya likuidasi perusahaan yang mengeluarkan, memiliki prioritas yang lebih rendah dibandingkan common bonds. Pt ctpi mengeluarkan bonds senilai tersebut usd 53jt dollar pada tanggal 26 desember 1996 dan kemudian melunasi kembali pada tanggal 27 desember 1996 Hal ini patut dipertanyakan karena sifat bonds sebagai surat berharga yang proses jual belinya mengandung syarat syarat tertentu. Tentunya pembelian kembali dalam waktu yang cukup singkat akan menimbulkan dampak terhadap perjanjian jual beli. Menurut pasal 1519, kitab undang undang perdata bagian 4 tentang pembelian kembali barang : Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual, timbul karena suatu perjanjian, yang tetap memberi hak kepada penjual untuk mengambil kembali barang

yang dijualnya dengan mengembalikan uang harga pembelian asal dan memberikan penggantian yang yang disebut dalam pasal 1532 Dalam pasal 1532 kitab undang undang hukum perdata, disebutkan:

Penjual yang menggunakan membeli kembali tidak hantta wajib mengembalikan seluruh uang harga pembelian semula melainkan juga mengganti semua biaya menurut hukum, yang telah dikeluarkan waktu menyelenggarakan pembelian serta penyerahannya, begitu pula biaya yang pelu untuk pembetulan pembetulan dan biaya yang menyebabkan barang yang dijual Berdasarkan kronologi, pt tpi tidak mengganti kerugian terhadap peregrine. Dan juga jangka waktu penjualan dan pembelian kembali yang cukup singkat untuk sebuah surat berharga. Itikad PT.CTPI dalam menyelenggarakan penjualan surat surat berharga patut dipertanyakan dalam hal ini 2. Penjualan surat berharga milik PT.CTPI dari filago ltd, kepada ccgl. Dalam hal ini yang menjadi pertanyaan dalam hal ini adalah proses perolehan surat surat berharga milik PT.CTPI oleh filago ltd. Sesudah pembelian kembali surat surat berharga dari peregrine limited, tidak ada kronologis penjualan surat surat berharga kepada pihak selanjutnya. Sebagai pembeli, PT. Crown Capital Global Limited dapat mengajukan keberatan kepada filago limited sebagaimana didasari dari pasal berikut Menurut pasal 1471 kitab undang undang hukum perdata:

Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain Dan sesungguhnya crown capital global limited tidak dapat dibebankan atas asal usul barang tersebut. 3. Belakangan diketahui bahwa Filago Ltd. Mendapatkan sub bonds yang dijual kepada pt CCG dari pemilik lama dalam hal ini Siti Hardiyanti Rukmana melalui Shadik

Wahono yang pada saat penjualan sub bonds kepada Peregrine Limited adalah menjabat sebagai Direktur Utama Cipta Marga Nusaphala Persada Dengan adanya fakta ini, maka Filago Ltd. Diduga melakukan transaksi jual beli dengan itikad tidak baik. Karena barang yang sedang di perjual belikan berupa barang dalam sengketa. Dengan penyelidikan lanjutan, Filago Ltd. Yang beralamat di Wijaya Graha Puri Blok A No 3-4 Jalan Wijaya 2 Jakarta Selatan adalah merupakan aset dari pemilik lama yaitu Siti Hardiyanti Rukmana. Ketentuan dalam pengalihan sub bond, menyaratkan bahwa setiap pengalihan kepemilikan sub bond perusahaan, PT CTPI wajib mengetahui keberadaan dan kepemilikan bonds tersebut. Hal ini sudah tidak dipatuhi dalam proses jual beli yang melibatkan Filago Ltd dan CCGL. Denggan demikian, maka mengacu pada fakta fakta dan dasar hukum yang berlaku, proses jual beli sub ordinate bonds tersebut dapat dianggap illegal. Dengan demikian, kepemilikan CCGL terhadap sub ordinate bonds tersebut dianggap tidak memenuhi syarat sebagai kreditur. Selain itu, dengan promissory notes yang dikeluarkan CCGL, tidak ditemukan adanya pembayaran untuk transaksi tersebut dengan kata lain masih terdapat hutang CCGL kepada Filago Ltd.

Berikut tujuh alasan mengapa pailit harus ditolak : 1.TPI tiap hari telah memproduksi 65 berita, 5 siaran rohani, 85 buah hiburan tiap hari. 2.TPI menjadi pelopor pembangunan budaya melayu yang menyumbang dalam pembentukan karakter budaya nasional. Sumbangan dalam membangun budaya melayu ini tercermin pada porsi 60 persen disiarkanya musik melayu maupun kartun melayu. 3.TPI telah menerima penghargaan apresiasi dari KPI untuk televisi tahun 2007 kategori feature. 4.TPI menerima penghargaan dari Unicef dalam liputan anak dan perempuan tahun 2008. 5.TPI menerima Piagam Muri atas program kuis dangdut pada tahun 2002. 6.TPI menurut data AC Nelson mencapai 4 juta pemirsa.

7.TPI memiliki karyawan berjumlah 1.083 orang.

"Dengan upaya mempailitkan stasiun televisi TPI, terjadi pelanggaran UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan Undang Undang Penyiaran No.32 tahun 2002. Dengan demikian yang dilanggar adalah hak masyarakat berjumlah 4 juta orang dalam memperoleh informasi, pengetahuan dan hiburan," ujar Marah Bangun. Karena itu, SP Cipta Kekar TPI, meminta anggota komisioner KPI dan Komisi I DPR untuk menegakkan prinsip hak informasi publik yang akan dilanggar dengan meminta KPI mengirim surat pada hakim kasasi di Mahkamah Agung untuk memutus perkara pailit TPI seadil-adilnya dengan memperhatikan kepentingan publik bukan sekedar sengketa bisnis semata. Juga meminta kedua lembaga itu memperhatikan nasib 1.083 karyawan yang akan ditimbulkan jika terjadi pailit di TPI. Meskipun dalam pada neraca keuangan TPI pada 2007 dan 2008 utang obligasi itu tak tercantum lagi, namun majelis hakim berpendapat sepanjang persidangan tidak ada pihak yang membuktikan pelunasan tagihan pada 2007 dan 2008. Majelis hakim menilai permohonan pailit Crown Capital memenuhi syarat pembuktian sederhana sebagaimana ditentukan Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Majelis berpendapat utang tersebut terbukti belum dilunasi hingga kini.

Kini, TPI yang memiliki market share 10% dari 40 juta pemirsa di Tanah Air 75% sahamnya dimiliki PT MNC. Perusahaan ini menguasai saham TPI melalui PT Berkah Karya Bersama. MNC adalah anak usaha PT Global Mediacom Tbk yang dulu bernama PT Bimantara Citra dan dikendalikan Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo (Hary Tanoe). Sebelumnya juragan TPI adalah Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut). Nah, manajemen TPI saat ini menyatakan obligasi tadi hanya akal-akalan untuk menutupi dugaan penggelapan uang TPI yang dilakukan oleh pemilik lama, Siti Hardiyanti Rukmana. Dan TPI melakukan kasasi ke Mahkamah Agung menolak pailit.

Kesimpulan 1. Kejanggalan dalam Penjualan Subordinate Bond dapat menjadi dasar untuk menolak gugatan dari PT Crown Capital Global Limited. 2. Pemilik lama TPI ingin memanipulasi kepemilikan sub ordinate bonds untuk kepentingan sendiri. Dengan hal ini, gugatan dilakukan atas dasar itikad kurang baik dari pemilik lama. 3. Adanya data data tentang pendirian perusahaan PT. Crown Capital Global Limited yang meragukan, sehingga PT CCGL dipertanyakan keberadaannya. Karena data seperti alamat dan pemegang saham, serta jumlah modal tertahan PT. CCGL tidak memungkinkan untuk bertindak sebagai kreditur dari PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia.

Pendapat Kelompok 1. Pada dasarnya menyetujui keputusan MA untuk membatalkan keputusan pailit dari PT. CTPI. 2. Bukti bukti yang menunjukkan adanya manipulasi data dan keabsahan pihak pihak yang terkait, menambah keyakinan kelompok bahwa seharusnya gugatan pailit terhadap PT. CTPI tidak dapat diterima. 3. Direksi PT. CTPI harusnya lebih mempunyai kekuatan dalam mempertahankan sub ordinate bonds, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan surat surat berharga tanpa sepengetahuan direksi.

You might also like