You are on page 1of 3

Epidemiologi Mola hidatidosa adalah salah satu penyakit trofoblas gestasional (PTG), yang meliputi berbagai penyakit yang

berasal dari plasenta yakni mola hidatidosa parsial dan komplit, koriokarsinoma, mola invasif dan placental site trophoblastic tumors. Para ahli ginekologi dan onkologi sependapat untuk mempertimbangkan kondisi ini sebagai kemungkinan terjadinya keganasan, dengan mola hidatidosa berprognosis jinak, koriokarsinoma keganasan, sedangkan mola hidatidosa invasif sebagai borderline keganasan.1 Insidensi mola hidatidosa dilaporkan Moore dkk (2005) pada bagian barat Amerika Serikat, terjadi 1 kejadian kehamilan mola dari 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus terapetik. Di Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan.1 Definisi Mola hidatidosa merupakan kehamilan yang dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologis terdapat proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.1,2 Sedangkan menurut Hanifa dkk, Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.3 Mola hidatidosa terbagi atas 2 kategori. Yakni komplit mola hidatidosa dan parsial mola hidatidosa. Mola hidatidosa komplet tidak berisi jaringan fetus. 90 % biasanya terdiri dari kariotipe 46,XX dan 10% 46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal (androgenetic pregnancies). Ovum yang tidak bernukleus mengalami fertilisasi oleh sperma haploid yang kemudian berduplikasi sendiri, atau satu telur dibuahi oleh 2 sperma. Pada mola yang komplit, vili khoriales memiliki ciri seperti buah angur, dan terdapat tropoblastik hiperplasia. Sedangkan pada mola hidatidosa parsial merupakan gestasi triploid dimana terjadinya pembuahan ovum haploid dan duplikasi dari kromosom duploid paternal. Pada mola parsial terdapat jaringan fetus. Eritrosit fetus dan pembuluh darah di vili khorialis sering didapatkan. Vili khorialis terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk dengan stroma tropoblastik yang menonjol dan berkelok-kelok.1,2 Faktor risiko Mola hidatidosa sering didapatkan pada wanita usia reproduktif. Wanita pada remaja awal atau usia perimenopausal amat sangat beresiko. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2 kali lipat. Wanita usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko 7 kali dibanding wanita yang lebih muda. Paritas tidak mempengaruhi faktor resiko ini.1,4 Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosioekonomi rendah dan paritas tinggi.3 Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni:

y y

Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus. Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat

dari peningkatan secara tajam hormon -HCG. Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan kulit yang hangat. Dari pemeriksaan fisik pada kehamilan mola komplet didapatkan umur kehamilan yang tidak sesuai dengan besarnya uterus (tinggi fundus uteri). Pembesaran uterus yang tidak konsisten ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang eksesif dan tertahannya darah dalam uterus. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan edema dengan hiperefleksia. Kejadian kejang jarang didapatkan. Kista theca lutein, yakni kista ovarii yang diameternya berukuran > 6 cm yang diikuti oleh pembesaran ovarium. Kista ini tidak selalu dapat teraba pada pemeriksaan bimanual melainkan hanya dapat diidentifikasi dengan USG. Kista ini berkembang sebagai respon 1,3,4,5 terhadap tingginya kadar beta HCG dan akan langsung regresi bila mola telah dievakuasi. Pemeriksaan diagnostik yang dapat ditemukan adalah1,6:

Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin

Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap

tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison) Cek darah lengkap sering menunjukkan adanya anemia dan koagulopati. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 4 bulan Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin Bila telah ditegakkan diagnosis mola hidatidosa, maka pemeriksaan rontgen pulmo harus dilakukan karena paru paru merupakan tempat metastasis pertama bagi PTG. Pada foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara y Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis Pemeriksaan histologis memperlihatkan pada mola komplet tidak terdapat jaringan fetus, terdapat proliferasi trofoblastik, vili yang hidropik, serta kromosom 46,XX atau 46,XY. Sebagai tambahan pada mola komplet memperlihatkan peningkatan faktor pertumbuhan, termasuk c-myc, epidermal growth factor, dan c-erb B-2, dibandingkan pada plasenta yang normal.1

y y y y

Gejala mola parsial tidak sama seperti komplet mola. Penderita biasanya hanya mengeluhkan gejala seperti terjadinya abortus inkomplet atau missed abortion, seperti adanya perdarahan vaginal dan tidak adanya denyut jantung janin. Jarang sekali didapatkan adanya hiperemesis, kista lutein, dan hipertiroid. Pada pemeriksaan histologis, pada mola parsial terdapat jaringan fetus beserta amnion dan eritrosit fetus.1 Penatalaksanaan Secara medis pasien distabilkan dahulu, dilakukan transfusi bila terjadi anemia, koreksi koagulopati dan hipertensi diobati. Evakuasi uterus dilakukan dengan dilatasi dan kuretase penting dilakukan. Induksi dengan oksitosin dan prostaglandin tidak disarankan karena resiko peningkatan perdarahan dan sekuele malignansi. Pada saat dilatasi infus oksitosin harus segera dipasang dan dilanjutkan pasca evakuasi untuk mengurangi kecenderungan perdarahan. Pemberian uterotonika seperti metergin atau hemabate juga dapat diberikan. Respiratori distres harus selalu diwaspadai pada saat evakuasi. Hal ini terjadi karena embolisasi dari trofoblastik, anemia yang menyebabkan CHF, dan iatrogenik overload. Distres harus segera ditangani dengan ventilator. Setelah dilakukan evakuasi, dianjurkan uterus beristirahat 4 6 minggu dan penderita disarankan untuk tidak hamil selama 12 bulan. Diperlukan kontrasepsi yang adekuat selama periode ini. Pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi oral, sistemik atau barier selama waktu monitoring. Pemberian pil kontrasepsi berguna dalam 2 hal yaitu mencegah kehamilan dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar HCG. Pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim(AKDR) tidak dianjurkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi karena terdapat resiko perforasi rahim jika masih terdapat mola invasif. Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon dianjurkan setelah kadar hCG kembali normal.1,3,4 Tindak lanjut setelah evakuasi mola adalah pemeriksaan HCG yang dilakukan secara berkala sampai didapatkan kadar HCG normal selama 6 bulan. Kadar HCG diperiksa pasca 48 jam evakuasi mola, kemudian di monitor setiap minggu sampai dengan terdeteksi dalam 3 minggu berturut-turut. Kemudian diikuti dengan monitoring tiap bulan sampai dengan tdak terdeteksi dalam 6 bulan berturut turut. Waktu rata-rata yang dibutuhkan sampai dengan kadar HCG tidak terdeteksi setelah evakuasi kehamilan komplit maupun parsial adalah 9 11 minggu. Tinjauan kepustakaan lain menyebutkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kadar normal sekitar 6-9 bulan. Setelah monitoring selesai maka pasien dapat periksa HCG tanpa terikat oleh waktu. Prognosis Hampir kira-kira 20% wanita dengan kehamilan mola komplet berkembang menjadi penyakit trofoblastik ganas. Penyakit trofoblas ganas saat ini 100% dapat diobati. Faktor klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan seperti umur penderita yang tua, kadar hCG yang tinggi (>100.000mIU/mL), eklamsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral. Kebanyakan faktor-faktor ini muncul sebagai akibat dari jumlah proliferasi trofoblas. Untuk memprediksikan perkembangan mola hidatidosa menjadi PTG masih cukup sulit dan keputusan terapi sebaiknya tidak hanya berdasarkan ada atau tidaknya faktor-faktor risiko ini.Risiko terjadinya rekurensi adalah sangat sekitar 1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, maka risiko rekurensinya menjadi 1/6,5 sampai 1/17,5. Daftar Pustaka Fox,Harold, 1997, Gestational Trophoblastic disease, available at www.bmj.com. Moore,Lisa,MD, 2005, Hydatidiform Mole, available at www.e-medicine.com Wiknjosastro H, dkk. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan kedelapan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2006.

y y y

y y y

The royal colegge of obstetrician and gynaecologists, 1999, a Guidline manajemen trophoblastic neoplasia, available at www.RCOG.com Berkowitz, Ross, 1996, Chorionic tumors, The New England Journal of medicine 1996:335:1740 1748 , available at www.nejm.com Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.

You might also like