You are on page 1of 5

Rabies Pembawa Maut

1. Definisi
Rabies adalah suatu penyakit infeksi virus akut pada susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia yang selalu fatal, yang ditularkan langsung kepada manusia dari hewan yang terinfeksi melalui gigitan atau kulit yang terluka yang terpapar dengan air liur hewan itu, penyakit ini tergolong Zoonosis. Hewan penular yang paling sering adalah anjing (90%), sehingga di Indonesia disebut juga penyakit Anjing Gila. Hewan lain yang bisa menularkan adalah kucing, kera, raccoon, dan kelelawar. Diseluruh dunia penyakit ini menyebabkan lebih dari 30.000 orang meninggal setiap tahunnya. Mengingat masih tingginya angka kejadian penyakit rabies pada hewan, dan kasus yang terjadi di Nias Utara, maka penulis merasa perlu menguraikan tentang penyakit ini, cara mengenalnya dan pencegahannya

2. Penyebab
Kuman penyebabnya adalah golongan Virus genus Lyssa-virus, famili Rhabdoviridae yang berbentuk seperti peluru dengan diameter 75 - 80 nm. Virus ini masuk kedalam aliran darah manusia lewat luka gigitan hewan terinfeksi melalui air liur (saliva). Virus bergerak dari luka gigitan melalui serabut saraf menuju ke otak, yang kemudian akan menyebabkan terjadinya peradangan otak (ensefalitis), iritasi dan pembengkakan yang akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala penyakit.

3. Gejala dan Tanda


Masa inkubasi adalah waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit . Masa inkubasi penyakit Rabies pada anjing dan kucing kurang lebih 2 minggu (10 hari- 14 hari). Pada manusia 2-3 minggu dan paling lama 1 tahun.

Ada 4 stadium:
y Stadium pertama prodromal biasanya 1 - 4 hari dengan demam yang tidak begitu tinggi, nyeri pada daerah bekas gigitan, rasa lesu. Gejala ini tidak spesifik, sama seperti pada penyakit lainnya.

Stadium kedua disebut Ensefalitis akut (peradangan otak) yang timbul setelah beberapa hari setelah timbul gejala prodromal dengan kejang, halusinasi, kejang pada otot pinggang, dan otot anggota gerak, keluar air mata yang berlebihan, dan sekresi air liur juga berlebihan.

Stadium ketiga disebut Disfungsi batang otak, tejadi gangguan saraf pusat berupa pandangan double (diplopia), kelumpuhan saraf muka, hidrofobia, yaitu bila penderita diberi air minum, pasien menerimanya oleh karena haus, tetapi kehendak ini dihalangi oleh spasme/kejang yang hebat dari otot tenggorokan, kontraksi otot faring dan otot pernafasan sehingga pasien merasa takut terhadap air.

Stadium keempat, Stadium Koma dan terjadinya kematian atau sembuh, tapi hampir seluruh pasien berakhir dengan kemtian.

Tanda rabies bentuk diam :


y y Terjadi kelumpuhan pada seluruh bagian tubuh. Hewan tidak dapat mengunyah dan menelan makanan, rahang bawah tidak dapat dikatupkan dan air liur menetes berlebihan. y Tidak ada keinginan menyerang atau mengigit. Hewan akan mati dalam beberapa jam.

Tanda rabies bentuk ganas :


y y y y Hewan menjadi agresif dan tidak lagi mengenal pemiliknya. Menyerang orang, hewan, dan benda-benda yang bergerak. Bila berdiri sikapnya kaku, ekor dilipat diantara kedua paha belakangnya . Anak anjing menjadi lebih lincah dan suka bermain , tetapi akan menggigit bila dipegang dan akan menjadi ganas dalam beberapa jam.

Tanda rabies pada manusia :


y y y y Rasa takut yang sangat pada air, dan peka terhadap cahaya, udara, dan suara. Airmata dan air liur keluar berlebihan dan pupil mata membesar. Bicara tidak karuan, selalu ingin bergerak dan nampak kesakitan. Selanjutnya ditandai dengan kejang-kejang lalu lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.

4. Penanganan dan Tindakan


Pengobatan yang segera terhadap luka gigitan adalah faktor penting dalam pencegahan rabies. Luka gigitan harus segera dicuci dengan sabun, dilakukan pembersihan luka dan diberi desinfektan seperti alkohol, yodium, atau lainnya. Luka robek akibat gigitan hewan yang tersangka rabies tidak dibenarkan dijahit, kecuali keadaan memaksa, dapat dilakukan jahitan sementara. Diberikan juga ATS profilaksis dan antibiotik untuk infeksi bakteri pada luka. Tindakan Terhadap Hewan Yang Menggigit manusia atau hewan lainnya harus dicurigai menderita Rabies. Terhadap hewan tersebut harus diambil tindakan sebagai berikut : y Bila hewan tersebut adalah hewan peliharaan atau ada pemiliknya , maka hewan tersebut harus ditangkap dan diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi selama 14 hari. Bila hasil observasi negatif Rabies maka hewan tersebut harus mendapat vaksinasi Rabies sebelum diserahkan kembali kepada pemiliknya. y Bila hewan yang menggigit adalah hewan liar (tidak ada pemiliknya) maka hewan tersebut harus diusahakan ditangkap hidup dan diserahkan kepada Dinas Peternakan setempat untuk diobservasi dan setelah masa observasi selesai hewan tersebut dapat dimusnahkan atau dipelihara oleh orang yang berkenan , setelah terlebih dahulu diberi vaksinasi Rabies. y Bila hewan yang menggigit sulit ditangkap dan terpaksa harus dibunuh, maka kepala hewan tersebut harus diambil dan segera diserahkan ke Dinas Peternakan setempat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Tindakan Terhadap Orang Yang Digigit (Korban) :


y Segera cuci luka gigitan dengan air bersih dan sabun atau detergen selama 510 menit kemudian bilas dengan air yang mengalir , lalu keringkan dengan kain bersih atau kertas tissue. y Luka kemudian diberi obat luka yang tersedia (misalnya obat merah) lalu dibalut longgar dengan pembalut yang bersih.

Penderita atau korban secepatnya dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat untuk mendapat perawatan lebih lanjut.

Tindakan Terhadap Anjing , Kucing, atau Kera Yang Dipelihara :


y Menempatkan hewan peliharaan dalam kandang yang baik dan sesuai dan senantiasa memperhatikan kebersihan kandang dan sekitarnya. y Menjaga kesehatan hewan peliharaan dengan memberikan makanan yang baik,pemeliharaan yang baik dan melaksanakan Vaksinasi Rabies secara teratur setiap tahun ke Dinas Peternakan atau Dokter Hewan Praktek. y Memasang rantai pada leher anjing bila anjing tidak dikandangkan atau sedang diajak berjalan-jalan.

5. Pencegahan dan Vaksinasi Pasca Paparan


Untuk mencegah infeksi pada penderita yang terpapar dengan virus rabies melalui kontak ataupun gigitan binatang pengidap atau tersangka rabies, harus dilakukan perawatan luka gigitan dengan pemberian vaksin anti rabies dan immunoglobulin. Vaksinasi perlu juga diberikan kepada individu yang berisiko tertular rabies. Secara garis besar ada 2 tipe Vaksin Anti Rabies (VAR), yaitu : a) Nerve Tissue Vaccine (NTV) yang dapat berasal dari otak hewan dewasa seperti kelinci, kambing, domba dan monyet, atau bersal dari otak bayi hewan mencit, seperti Suckling Mouse Brain Vaccine (SMBV). b) Non Nerve Tissue Vaccine yang berasal dari telur itik bertunas (Duck Embryo Vaccine = DEV) dan vaksin yang berasal dari biakan jaringan seperti Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) dan Purified Vero Cell Rabies Vaccine (PVRV).

6. Penularan dan Penyebaran


Masa inkubasinya berkisar antara 10 hari sampai 7 tahun, dengan rata-rata 3 7 minggu. Diseluruh dunia, anjing merupakan hewan yang paling berisiko untuk menularkan rabies kepada manusia. Di Amerika dan Inggeris sudah meluas dan ekstensif program vaksinasi terhadap hewan piaraan. Inggeris telah berhasil mengeradikasi rabies, dan tidak diizinkan membawa hewan piaraan ke Inggeris sebelum menjalani karantina 6 bulan.

Di Indonesia, rabies diduga telah lama ada, namun laporan resmi ditulis pertama kali oleh Penning di Jawa Barat, tahun 1889. Peraturan tentang rabies telah ada sejak tahun 1926 (Hondsdolsheid Ordonansi Nomor 451 dan 452), diikuti oleh Staatsblad 1928 Nomor 180, SK Bersama Tiga Menteri (Pertanian, Kesehatan, dan Dalam Negeri) tahun 1978, dan Pedoman Khusus dari Menteri Pertanian (1982). Sebelum Perang Dunia II, selain Jawa Barat rabies hanya ditemukan di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Pada 1945-1980,rabies ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur (1953), Sulawesi Utara (1956), Sumatera Selatan (1959), Lampung (1969), Jambi dan Yogyakarta (1971), DKI Jaya dan Bengkulu (1972), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), dan Kalimantan Tengah (1978). Ambon, Flores, Palangkaraya, dan Papua adalah sebagian daerah endemik rabies. Tahun 1960, Prof AA Ressang, mantan guru besar Kesehatan Masyarakat Veteriner UI (sekarang IPB), mengungkapkan bahwa rabies adalah "the Incurable Indonesian Wound" (luka Indonesia yang tidak kunjung sembuh) dalam jurnal Com.Vet 4:1. Ungkapan di atas ternyata masih berlaku sampai kini. Dari data pada penulis, tahun 1997 sampai 2003 dilaporkan lebih dari 86.000 kasus gigitan tersangka Rabies (rata-rata 12.400 kasus pertahun) dan yang terbukti Rabies 538 orang (rata-rata 76 kasus pertahun). Di Medan, yang diketahui penulis sepanjang tahun 2007, ditemukan lebih dari 60 kasus gigitan anjing yang tersangka rabies.

You might also like