You are on page 1of 9

Jurnalisme sastrawi merupakan sebuah metode penulisan dalam jurnalistik di samping metode penulisan yang sudah ada.

Pada teknik penulisan dalam jurnalistik lama, umpamanya, dikenal beberapa jenis artikel seperti berita lurus dan karangan khas.
Jurnalisme investigasi dialokasikan sebagai pekerjaan berbahaya atau dangerous projects. Para wartawannya berhadapan dengan kesengajaan pihak-pihak yang tidak mau urusannya diselidiki, dinilai, dan juga dilaporkan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kewaspadaan dalam karier kewartawanan menjadi hal yang penting. Reportase investigasi memang merupakan sebuah kegiatan peliputan yang mencari, menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta tentang adanya pelanggaran, kesalahan, atau kejahatan yang merugikan kepentingan umum.
Jenis-jenis Feature

2. JENIS-JENIS FEATURE Feature human interestFeature human interest ialah feature yang menyajikan permasalahanpermasalahan kehidupan yang memiliki daya tarik manusiawi/ human interest, permasalahan hidup yang menyentuh rasa/ lubuk hati manusia. 2. Feature sejarah Feature sejarah ialah feature yang mengangkat persoalan sejarah yang menarik untuk dicerna pembaca masa kini. 3. Feature biografi Feature mengangkat sosok yang terkenal. Keberhasilan dan sikap hidup seseorang yang disegani atau dikagumi amat penting diketahui oleh masyarakat. 4. Feature perjalanan Feature perjalanan objeknya hampir sama dengan reportase, sebab perjalanan wartawan dapat dijadikan reportase. 5. Feature petunjuk melakukan sesuatu Feature ini mengajarkan kepada orang lain (pembaca) untuk melakukan sesuatu. Feature ini biasanya berbentuk tulisan-tulisan yang memberi petunjuk-petunjuk sederhana. Feature Ilmiah Feature ilmiah berisi materi ilmu pengetahuan. Bisa berupa hal-hal yang sudah diketahui pembaca atau belum diketahui, tetapi pernah didengar. Materinya ilmiah, tetapi penyajiannya secara sederhana, lincah, dan menarik.
Jurnalisme sastrawi merupakan salah satu dari tiga nama buat genre tertentu dalam jurnalisme yang berkembang di Amerika Serikat di mana reportase dikerjakan dengan mendalam, penulisan dilakukan dengan gaya sastrawi, sehingga hasilnya enak dibaca

Latar Belakang Seperti bidang lainya, jurnalistik berkembang dari waktu ke waktu. Kegiatan Jurnalistik awalnya sangat

sederhana, yaitu menyampaikan informasi secara langsung dengan berbicara. Lalu berkembang menjadi menggunakan tulisan tangan sederhana pada media yang ditempel atau dikenal dengan acta diurna. Hingga munculnya berbagai media seperti surat kabar, majalah dan radio pada abad ke-18 dan ke-20. Dan kini jurnalisme telah menyentuh jaman teknologi modern. Jurnalisme berkembang mengikuti kebutuhan manusia akan informasi dan kemajuan teknologi. Minat manusia akan informasi makin hari semakin meningkat. Dan kemajuan di bidang teknologi memungkinkan jurnalisme menggembang sesuai kebutuhan manusia. Mengingat begitu beragamnya kebutuhan manusia, jurnalisme perlu menyesuaikan dan memposisikan diri dengan baik. Hal inilah yang kemudian melandasi lahirnya berbagai genre (aliran) di dalam tubuh jurnalisme. Secara awam, karya jurnalisme dikenal dalam bentuk tulisan. Surat kabar misalnya, masyarakat begitu akrab dengan surat kabar sebagai bentuk jurnalisme. Hal ini wajar, karena tulisan adalah bentuk jurnalisme yang palin tua. Kemuadian disusul dengan kehadiran media massa lain seperti radio, televisi, film, hingga internet. Jurnalisme sastrawi membahas pemakaian gaya penulisan fiksi untuk kepentingan dramatisasi pelaporan dan membuat artikel jadi memikat. Teknik pelaporan dipenuhi dengan gaya penyajian fiksi yang memberikan detail-detail potret subyek, yang secara sengaja diserahkan kepada pembaca untuk dipikirkan, digambarkan, dan ditarik kesimpulannya. Pembaca disuruh mengimajikan tampakan faktafakta yang dirancang jurnalis dalam urutan adegan, percakapan dan amatan suasana. [Jurnalisme Sastra karangan Septiawan Santana, Gramedia Jakarta 2002]. Guy Talese (1970) mengatakan, meski seperti fiksi, jurnalisme ini bukan fiksi. Hasilnya menurut Atmakusumah yang mengutip Tom Wolfe: Sebuah bacaan yang amat langsung, dengan realitas yang terasa konkret, serta melibatkan emosi dan mutu penulisnya. [Tom Wolfe 1960]. Jurnalisme sastrawi merupakan salah satu genre jurnalisme baru yang juga berkembang di Indonesia. Sejak kemunculannya, jurnalisme sastrawi ini sering kali menjadi topik perbincangan. Jurnalisme sastrawi menjadi akrab di kalangan jurnalis, sastrawan, ilmuan, cendikiawan dan pengamat karya jurnalistik dan karya sastra. Sejak reformasi bergulir di Indonesia (1998) kebebasan pers pun mulai tumbuh. Berbagai media massa baru mulai bermunculan dengan karakteristiknya masing-masing. Dan kemunculan jurnalisme sastrawi menambah warna dari geliat media massa dan perkembangan dunia jurnalistik di Indonesia.

Jurnalistik Baru ( New Jurnalism )


Menurut,Jacob Oetama dan Atmakusumah: 1. Jurnalisme Empati (Emphaty Journalism ) Jurnalisme yang erat kaitannya dengan rasa empati dan iba wartawan yang tumbuh ketika melakukan tugas jurnalistik. Wartawan harus bisa membangun rasa empati dengan narasumber. Contoh : Kasus penderita AIDS, melalui penelusuran wartawan dapat mengungkap secara personal penyebab korban menderita AIDS dilihat dari berbagai faktor. 2. Jurnalisme Kekerasan/Perang ( Violence Journalism ) Pemberitaan ini hanya terfokus pada arena atau tempat terjadinya konflik kekerasan dengan menonjolkan informasi (dampak fisik dari kasus tersebut) dan lebih mengeksploitasi

kekerasan yang tampak. Dalam pemberitaannya wartawan menggunakan teknik Violence journalism yang memungkinkan ikut larut dalam emosi untuk memihak pada salah satu kelompok yang berkonflik dan wartawan bisa menilai secara sepihak. Contoh : Lengsernya Soeharto mengakibatkan tewasnya beberapa mahasiswa Trisakti, dalam pemberitaan media menggambarkan kekerasan yang dilakukan aparat dalam membantai mahasiswa. 3. Jurnalisme Perdamaian ( Peace Journalism) Merupakan jurnalisme modern yang berpegang pada asas imparsialitas ( kebenaran ) dan faktualitas ( berdasarkan fakta ). Jurnalisme damai dirumuskan oleh wartawan senior John Galtung, Rune Ottosen, Wilhem Kempt dan Maggie OKane, tujuannya untuk mencegah kekerasan di masyarakat. Jurnalisme ini mengajarkan wartawan untuk tidak turut dalam bagian pertikaian merupakan bagian dari pencari solusi. 4. Jurnalisme Advokasi ( Advocacy Journalism ) Merupakan kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh wartawan dengan cara menyatukan opini ke dalam berita. Berdasarkan hasil reportase, wartawan mengarahkan fakta untuk membentuk opini public. Penulisan jurnalistik advokasi lebih mempercayai objektifitas fakta dari berita yang dicampur dengan pikiran wartawan. Penyajiannya lebih banyak ditujukan untuk kepentingan tertentu yang disajikan dalam bentuk pemberitaan fakta dan peristiwa. 5. Jurnalisme Alternatif ( Alternative Journalism ) Kegiatan jurnalistik ini biasanya dilakukan untuk penulisan berita yang menyangkut publikasi internal, misalnya tulisan-tulisan yang khusus menampilkan hasil liputan untuk mengkritik terhadap seseorang yang lebih personal. Pemuatan jurnalistik alternative membentuk sekelompok audience yang dijadikan target konsumen dengan tujuan memukul penguasa di suatu daerah tertentu. Jurnalisme alternative adalah cerminan suara rakyat dan merupakan sebuah medium perjuangan, biasanya bermuatan kritis terhadap kemapanan ( status qou ). Isinya tidak memuat pernyataan pejabat melainkan menyuarakan dan memberi empati kepada rakyat. Sekain itu merupakan penggabungan antar unsur kebebasan dan control diri pada tanggung jawab social. Contoh : KASUS SRI MULYANI, DIEXPOSE KE PRIBADINYA YANG DIAMBIL DARI SEBUAH KASUS ( BANK CENTURY). PENAWARAN YBS DARI BANK DUNIA MENDAPAT RESTU DARI PRESIDEN YANG KEMUDIAN MASYARAKAT AKAN MENYOROTI DR SISI SRI MULYANINYA MELOMPAT KE BANK DUNIA. ALTERNATIF DISINI ADALAH MASYARAKAT AKAN MEMBERI PERHATIAN DISISI LAIN DARI KASUS CENTURY. BISA JADI ALTERNATIF PENYIARAN INI MERUPAKAN RENTETAN PENYELESAIAN SEBUAH PERMASALAHAN DAN INI DIPENGARUHI PENGATURAN KEBIJAKAN. 6. Jurnalisme Presisi ( Precision Journalism ) Merupakan kegiatan jurnalistik yang menekankan pada ketepatan (presisi ) informasi dengan menggunakan pelaporan ilmiah dengan tujuan agar hasil laporan lebih representatif. Liputan jurnalistik presisi menggunakan metode ilmiah yang terencana dan sistematis. 7. Jurnalisme Sastra ( Leterary Journalism ) Kegiatan jurnalistik dengan memasukkan unsur reportase secara inovatif, gaya penulisannya

tidak hanya berdasarkan feeling tetapi ditunjang oleh riset sehingga wartawan tidak hanya mengandalkan liputan berdasarkan hasil interview. Jurnalistik sastra menggunakan gaya penulisan tutur untuk reportase human interest. Pers banyak menggunakan liputan ketegangan situasidengan menerapkan konsep penulisan liputan bergaya sastra. Contoh : Ketika itu kira-kira pukul dua siang , saya sedang menikmati secangkir kopi di sebuah caf, tibatiba sebuah bom meledak meluluhlantakkan penghuni caf yang tak berdaya. ::: Syarat/kritik terhadap jurnalistik baru sebagai berikut : 1. Jurnalistik baru membutuhkan keberanian yang lebih, ini tidak semua bisa dilakukan oleh semua jurnalis.Menjadi jurnalis baru tidak hanya harus terjun ke medan yang riskan tetapi juga bagaimana dia harus menggambarkan secara detail dan hidup tanpa investigasi ke semua fakta yang berkait. Contoh : Jurnalis baru ketika masuk ke Gerakan Aceh Merdeka, konflik Maluku yang mengatasnamakan agama yang melibatkan dua surat khabar bertikai (suara Maluku dan Ambon Press ). 2. Jurnalisme baru memerlukan keahlian menulis yang merupakan paling utama. Jurnalisme baru menuntut banyak hal dalam menulis yaitu membahas dari banyak sisi, mesdeskripsikan sebanyak mungkin objek yang dilihatnya dan memberikan karakter ynag khas bagi setiap tokoh pada tulisannya. 3. Jurnalisme baru, tulisannya sangat panjang karena untuk bisa menggambarkan permasalahan secara beragam dan detail tidak bisa dalam tulisan singkat. 4. Jurnalisme baru penulisannya harus mendalam dengan melalui proses riset yang panjang dan melibatkan banyak nara sumber. Contoh : Wartawan ketika melihat oang tersenyum dalam menghadapi peristiwa, harus bisa menjabarkan secara detail arti senyum tersebut baik dari bahasa verbal maupun non verbal. Lead Ringkasan Lead ini hampir sama saja dengan berita biasa, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature menulis lead gaya ini karena gampang. Misal: Walaupun dengan tangan buntung, Pak Saleh sama sekali tak merasa rendah diri bekerja sebagai tukang parkir di depan kampus itu. Dan seterusnya. Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah tukang parkir bernama Pak Saleh yang cacat. Yang berminat bisa meneruskan membaca, yang tak berminat apalagi sebelumnya tak ada berita tentang Pak Saleh itu bisa melewatkan begitu saja. Lead Bercerita Lead ini menciptakan suatu suasana dan membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya. Misal: Anggota Reserse itu melihat dengan tajam ke arah senjata lelaki di depannya. Secepat kilat ia meloncat ke samping dan mendepak senjata lawannya sambil menembakkan pistolnya. Dor Preman itu tergeletak sementara banyak orang tercengang ketakutan menyaksikan adegan yang sekejap itu ..

Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang operasi pembersihan preman-preman yang selama ini mengacau lingkungan pemukiman itu. Lead Deskriptif Lead ini menceritakan gambaran dalam pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Biasanya disenangi oleh penulis yang hendak menulis profil seseorang. Misal: Keringat mengucur di muka lelaki tua yang tangannya buntung itu, sementara pemilik kendaraan merelakan uang kembalinya yang hanya dua ratus rupiah. Namun lelaki itu tetap saja merogoh saku dengan tangan kirinya yang normal, mengambil dua koin ratusan. Pak Saleh, tukang parkir yang bertangan sebelah itu, tak ingin dikasihani .. dst. Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Pak Saleh yang penuh warna. Lead Kutipan Lead ini bisa menarik jika kutipannya harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak klise. Misal: Saya lebih baik tetap tinggal di penjara, dibandingkan bebas dengan pengampunan. Apanya yang diampuni, saya kan tak pernah bersalah, kata Sri Bintang Pamungkas ketika akan dibebaskan dari LP Cipinang. Walau begitu, Sri Bintang toh mau juga keluar penjara dijemput anak istri. dan seterusnya. Pembaca kemudian digiring pada kasus pembebasan tapol sebagai tekad pemerintahan yang baru. Hatihati dengan kutipan klise. Misal: Pembangunan itu perlu untuk mensejahterakan rakyat dan hasilhasilnya sudah kita lihat bersama, kata Menteri X di depan masa yang melimpah ruah. Pembaca sulit terpikat padahal bisa jadi yang mau ditulis adalah sebuah feature tentang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan yang agak unik. Lead Pertanyaan Lead ini menantang rasa ingin tahu pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat berikutnya sudah alinea baru. Misal: Untuk apa mahasiswa dilatih jurnalistik?Memang ada yang sinis dengan Pekan Jurnalistik Mahasiswa yang diadakan ini. Soalnya, penerbitan pers di kampus ini tak bisa lagi mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik karena terlalu banyaknya batasan-batasan dan larangan . dst. Pembaca kemudian disuguhi feature soal bagaimana kehidupan pers kampus di sebuah perguruan tinggi. Lead Menuding

Lead ini berusaha berkomunikasi langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata Anda atau Saudara. Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan. Misal: Saudara mengira sudah menjadi orang yang baik di negeri ini. Padahal, belum tentu. Pernahkah Saudara menggunakan jembatan penyeberangan kalau melintas di jalan? Pernahkah Saudara naik ke bus kota dari pintu depan dan tertib keluar dari pintu belakang? Mungkin tak pernah sama sekali. Saudara tergolong punya disiplin yang, maaf, sangat kurang. Dst. Pembaca masih penasaran feature ini mau bicara apa. Ternyata yang disoroti adalah kampanye disiplin nasional. Lead Penggoda Lead ini hanya sekadar menggoda dengan sedikit bergurau. Tujuannya untuk menggaet pembaca agar secara tidak sadar dijebak ke baris berikutnya. Lead ini juga tidak memberi tahu, cerita apa yang disuguhkan karena masih teka teki. Misal: Kampanye menulis surat di masa pemerintahan Presiden Soeharto ternyata berhasil baik dan membekas sampai saat ini. Bukan saja anak-anak sekolah yang gemar menulis surat, tetapi juga para pejabat tinggi di masa itu keranjingan menulis surat. Nah, sampai di sini pembaca masih sulit menebak, tulisan apa ini? Alinea berikutnya: Kini, ada surat yang membekas dan menimbulkan masalah bagi rakyat kecil. Yakni, surat sakti Menteri PU kepada Gubernur DKI agar putra Soeharto, Sigit, diajak berkongsi untuk menangani PDAM DKI Jakarta. Ternyata bukannya menyetor uang tetapi mengambil uang setoran PDAM dalam jumlah milyaran. dan seterusnya. Pembaca mulai menebak-nebak, ini pasti feature yang bercerita tentang kasus PDAM DKI Jaya. Tetapi, apa isi feature itu, apakah kasus kolusinya, kesulitan air atau tarifnya, masih teka-teki dan itu dijabarkan dalam alinea berikutnya. Lead Nyentrik Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi atau sepotong kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya. Misal: Reformasi total. Mundur. Sidang Istimewa. Tegakkan hukum. Hapus KKN. Teriakan itu bersahut-sahutan dari sejumlah mahasiswa di halaman gedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi rakyat . dst. Pembaca digiring ke persoalan bagaimana tuntutan reformasi yang disampaikan mahasiswa. Lead Gabungan Ini adalah gabungan dari beberapa jenis lead tadi. Misal: Saya tak pernah mempersoalkan kedudukan. Kalau memang mau diganti, ya, diganti, kata

Menteri Sosial sambil berjalan menuju mobilnya serta memperbaiki kerudungnya. Ia tetap tersenyum cerah sambil menolak menjawab pertanyaan wartawan. Ketika hendak menutup pintu mobilnya, Menteri berkata pendek: Bapak saya sehat kok, keluarga kami semua sehat.

You might also like