You are on page 1of 3

BAB III PEMBAHASAN A.

ANALISIS Nephrotic Syndrome adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hypoproteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006). Pengkajian dilakukan pada hari ke-22 sampai dengan hari ke-24 klien dirawat di RSUD Salatiga yaitu pada tanggal 06 08 April 2010. Didapatkan bahwa klien mengalami Nephrotic Syndrome dengan ciri-ciri edema di wajah, ascites, dan proteinurin. Namun untuk kadar albumin dan lipid dalam serum tidak terkaji. Pada saat dikaji, keluarga klien mengeluh badan klien masih bengkak di wajah dan perut. Saat itu didapatkan data lingkar perut klien 64 cm, berat badan 22 kg, TD 110/60 mmHg, suhu 36 o C, HR 92 x/menit, dan RR 20 x/menit. Dari pemeriksaan penunjang pada tanggal 06 April 2010, didapatkan hasil pemeriksaan urine sebagai berikut: kejernihan: keruh; protein: 600 mg/dl; reduksi: 50 mg/dl; blood: over; dan leukosit: 250 /1. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan antara lain: 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder, dengan intervensi: catat intake dan output cairan secara adekuat, kaji tekanan darah dan pembesaran abdomen, timbang berat badan klien setiap hari dengan skala yang sama, kaji kulit dan area edema, kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet rendah garam, dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi prednison pagi 4 tablet, siang 3 tablet, dan malam 2 tablet. 2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, dengan intervensi: kaji tanda-tanda vital klien, kaji tanda-tanda infeksi, catat nilai laboratorium (leukosit dan protein), lindungi klien dari orang-orang yang trerkena infeksi melalui pembatasan jumlah pengunjung, cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, anjurkan klien untuk istirahat (bedrest), dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi amoxicillin 3 x 300 mg.

3. Cemas berhubungan dengan lamanya proses hospitalisasi, dengan intervensi: kaji penyebab cemas klien, kaji tingkat kecemasan klien, beri informasi tentang prognosis penyakit dan cara pengobatan yang adekuat, ajarkan klien teknik distraksi, dan beri terapi bermain. B. EVALUASI Setelah dilakukan tindakan selama 3 x 24 jam, masalah keperawatan yang pertama belum dapat teratasi. Hal ini terjadi karena masih terdapat edema di wajah, ascites, TD 130/100 mmHg, lingkar perut klien 62 cm, berat badan 22 kg, warna urine kuning dan keruh, serta intake dan output cairan klien belum seimbang. Namun keluarga klien mengatakan bengkak pada wajah dan perut klien berkurang. Begitu pula dengan diagnosa keperawatan yang kedua. Masalah belum teratasi karena klien masih mengeluh batuk, TD 130/100 mmHg, suhu 36,7 o C, HR 84 x/menit, dan RR 20 x/menit. Sedangkan untuk diagnosa keperawatan yang ketiga, masalah sudah teratasi. Hal ini tampak dengan adanya pernyataan klien yang mengatakan bahwa dia senang, klien tampak lebih ceria, tenang, dan tidak termenung lagi.

BAB V PENUTUP KESIMPULAN Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang bercirikan kehilangan protein (albumin) melalui urin dalam jumlah cukup banyak (3-5 g sehari). Gejala yang paling umum adalah edema pada kaki maupun badan pada umumnya. Sindrom nefrotik ini umumnya disebabkan oleh karena gangguan reaksi kekebalan tubuh (imunologi) yang akhirnya menyebabkan kerusakan membran glomerulus pada ginjal. prinsip pemberian diit pada penderita dengan sindroma nefrotik adalah untuk mengganti kehilangan protein dan memperbaiki kadar albumin serum serta mengurangi oedema. Prinsip yang harus diperhatikan adalah tinggi protein, rendah natrium/garam. Mengingat pada sindrom nefrotik terjadi peningkatan kolesterol, maka makanan yang harus dibatasi (dihindari) adalah makanan-makanan yang mengandung kolesterol dan minyak jenuh. Sehingga diit yang dianjurkan juga harus rendah lemak jenuh dan kolesterol, karena dapat membantu menurunkan kolesterol serum. Peran perawat disini adalah memonitoring ketaatan diit pasien dan memberikan pendidikan kesehatan ke keluarga terkait dengan diit pasien untuk mencegah terjadinya serangan berulang. SARAN 1. 2. Perlu adanya kerja sama antara perawat dan ahli gizi dalam menentukan Alangkah lebih baik jika orang tua diberikan pendidikan kesehatan diit pasien sehingga tujuan dalam pemberian diit tercapai tentang penatalaksanaan diit pada pasien dengan sindrom nefrotik sehingga serangan ulang dapat dihindari.

You might also like