You are on page 1of 8

skip to main | skip to sidebar

Senin, 01 Maret 2010


PROSEDUR PENATALAKSANAAN ASFIKSIA NEONATORUM PROSEDUR PENATALAKSANAAN ASFIKSIA NEONATORUM 1. Definisi Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dan adekuat PATOFISIOLOGI : Dapat disebabkan oleh semua keadaan yang menyebabkan gangguan pertukaran O2 dan CO2, sehingga berakibat : - O2 tidak cukup dalam darah yang disebut hipoksia - CO2 tertimbun dalam darah yang disebut hipercapnea. Sebagai akibatnya dapat menyebabkan asidosis tipe respiratorik atau campuran dengan asidosis metabolik karena mengalami metabolisme anaerob, juga dapat mengalami hipoglikemia. GEJALA KLINIK : - Pernapasan terganggu - Detik jantung menurun - Refleks/ respons bayi melemah - Tonus otot menurun - Warna kulit biru atau pucat. DIAGNOSA : Dengan menilai Apgar Score pada menit ke I Hasil Apgar Score : 0 3 : Asfiksia Berat Hasil Apgar Score : 4 6 : Asfiksia Sedang Hasil Apgar Score : 7 10: Normal. Klinis

0 1 2 Detik jantung Tidak ada Kurang dari 100/menit lebih dari 100/menit

Pernapasan Tidak ada Tidak teratur Tangis kuat Refl waktu jalan napas dibersihkan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas (lemah) Fleksi kuat Gerak aktif Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Ekstermitas biru Merah seluruh Tubuh DIAGNOSA BANDING :

Tidak ada

Pemantauan : Bila Apgar Score 5 menit masih kurang dari 7, penilaian dilanjutkan setiap 5 menit, sampai score mencapai 7. 2. Prosedur PENATALAKSANAAN : - Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya asfiksia ) : - Siapkan obat - Periksa alat yang akan digunakan, antara lain : Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup Tabung O2 terisi Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium bicarbonat. - Pada waktu bayi lahir : Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap lendir secara hati-hati. Penatalaksanaan untuk Asfiksia : Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring. Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal. - Apgar Score I 7 10 : a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung meconeum. b. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala. c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 4 jam. - Apgar Score I 4 6 : i. Seperti a , jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala. ii. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15 30 detik. iii. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong ( lebih baik yang dihangatkan ) - Apgar Score I 4 6 dengan detik jantung > 100 i. Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung. - Apgar Score I 0 3 : i. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermia dengan segala akibatnya. ii. Jangan diberi rangsangan taktil. iii.Jangan diberi obat perangsang napas. iv. Segera lakukan resusitasi. RESUSITASI Apgar Score 0 3 : - Jangan diberi rangsangan taktil - Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi - Mouth to tube atau pulmonator to tube - Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration atau mask and pulmonator respiration,

kemudian bawa ke ICU. Ventilasi Biokemial : - Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2 4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam. - Ventilasi tetap dilakukan. - Pada detik jantung 5. Referensi a. Erwin Sarwono et al, Asfiksia Neonatorum, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994 b. Fatimah Indarso, Resusitasi Pada Kegawatan Nafas Bayi Baru Lahir, Kumpulan Makalah Pelatihan PPGD Bagi Dokter, JICA, RSUD Dr. Soetomo, Dinkesda Tk.I Jatim,

Pengertian Dan Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


A. Definisi Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007). Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejalagejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999) B. Etiologi / Penyebab Asfiksia Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini: 1. Faktor ibu
Preeklampsia dan eklampsia Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta) Partus lama atau partus macet Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan) Lilitan tali pusat Tali pusat pendek

2. Faktor Tali Pusat

Simpul tali pusat Prolapsus tali pusat Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep) Kelainan bawaan (kongenital) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

3. Faktor Bayi

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan. C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD. Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. 2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung. 3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).

Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia


Tidak bernafas atau bernafas megap-megap Warna kulit kebiruan Kejang Penurunan kesadaran

D. Diagnosis Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu : 1. Denyut jantung janin Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya 2. Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada

presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro, 1999) E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :
Penafasan Denyut jantung Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP). F. Persiapan Alat Resusitasi Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1. 2 helai kain / handuk. 2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi. 3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet. 4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal. 5. Kotak alat resusitasi. 6. Jam atau pencatat waktu.

(Wiknjosastro, 2007). G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu : 1. Memastikan saluran terbuka - Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. - Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. - Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka. 2. Memulai pernafasan - Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan - Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi). 3. Mempertahankan sirkulasi

- Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara - Kompresi dada. - Pengobatan Detail Cara Resusitasi Langkah-Langkah Resusitasi
1. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi. 2. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar. 3. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor). 4. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung. 5. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusapusap punggung bayi. 6. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif. 1. Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif. 2. Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 60 x / menit. 3. Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10. 1. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan. 2. 60 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV. 3. 60 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai kompresi jantung. 4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung. 5. Kompresi jantung

Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung : a b Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh bayi. Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang tubuh bayi.

7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada. 8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan. 9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 0,3 mL / kg BB secara IV. 10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat. 11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3 5 menit. 12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro, 2007) Persiapan resusitasi

Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah : 1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum. 2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan minumum antara lain : - Alat pemanas siap pakai Oksigen - Alat pengisap - Alat sungkup dan balon resusitasi - Alat intubasi - Obat-obatan Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif : 1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan. 2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien 3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu tim yang terkoordinasi. 4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien. 5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap pakai. (Dari berbagai sumber)
ADVERTISEMENT

Share this: Like this: Suka One blogger likes this post. LinkedIn Email Digg Print Reddit Facebook194 Twitter

N,

You might also like