You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Kita semua tahu mengapa Iblis dilaknat Allah selama-lamanya?

Karena dia mendustakan ayat-ayat Allah. Kita semua tahu mengapa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam memberitahukan bahwa segala bentuk aturan yang diada-adakan dalam Islam pelakunya di neraka? Karena ia membuat kedustaan terhadap Allah, karena ibadah yang dilakukannya dinyatakan sebagai bagian dari agama Allah dan berasal dari-Nya. Memang sepintas lalu tidak ada yang perlu disangsikan tentang tasawuf, apalagi para pelakunya adalah orang-orang yang tekun beribadah, shalat malam, puasa, dan bahkan banyak yang tidak pernah lowong puasanya, walau satu hari pun. Sehingga banyak orang-orang pada zaman sekarang yang dangkal ilmu agamanya, lansung terpesona, lalu mereka pun bergabung dengan kelompok-kelompok sufi. Banyak ghuluw yang dilakukan orang-orang sufi, yang membuat mereka nyaris lepas dari Islam laksana anak panah yang lepas dari tali busurnya. Di dalam makalah ini kita dapat membaca berbagai penyimpangan mereka, dari perkataan yang diyakini mereka sebagai kebenaran padahal tidak lain merupakn penyelewengan dari agama, dan pada juga sekte-sekte ekstrim dalam dunia tasawuf yang membuat mereka tersesat dari kebenaran. Yang pasti menurut strategi Iblis dalam peperangan, dia lebih suka berkonspirasi dengan orang-orang sufi yang mengikuti jalan bidah daripada berkonspirasi dengan maling, perampok, pezina, pencuri, dan bahkan orang kafir sekalipun. Suatu saat bila datang hidayah para pendosa tersebut dapat bertaubat dari dosa-dosanya. Tapi orang sufi dan ahli bidah jangan harap mau bertaubat, karena mereka menganggap amalannya merupakan bagian dari syariat dan ajaran Islam. Padahal Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari mereka. Setidak-tidaknya, itulah yang melatar belakangi makalah yang ada di hadapan para pembaca sekalian, sekaligus memunculkan rumusan masalah dibawah ini.

BAB II PEMBAHASAN A. Penyimpangan Ajaran Tasawuf dari Segi Aqidah Awalnya para sufi pertama berkomitmen pada Quran dan Sunnah. Namun, selanjutnya, tasawuf dipenuhi filsafat yang memuat paham-paham asing dalam dunia Islam. Generasi awal yang terdiri dari para sahabat dan tabiin menerima dan mengajarkan Islam secara utuh, seimbang, mendalam dan komprehensif. Mereka tidak menonjolkan salah satu bidang, sementara bidang yang lain dilupakan. Ketika mereka memperhatikan aspek batiniyah, mereka tidak melupakan aspek lahiriyah. Ketika mereka mengejar urusan ukhrawi, mereka tidak melalaikan urusan duniawi. Pendek kata, mereka memberi perhatian terhadap akal, ruh, dan jasad secara menyeluruh dan seimbang. Waktu terus bergerak, perubahanpun terjadi. Karena faktor internal dan eksternal, mulai didapati individu-individu tertentu atau bahkan sekelompok orang yang mengkhususkan diri untuk mendalami salah satu bidang tertentu dari ajaran Islam. Di antaranya ada yang mengkhususkan diri menelaah masalah-masalah ibadah dan segala urusan perintah dan larangan agama. Mereka ini kemudian dikenal dengan ahli fiqih atau fuqaha. Dari sini lahir empat imam madzhab yang sangat terkenal, yaitu Imam Maliki, Imam Hambali, Imam Syafii, dan Imam Hanafi. Sebelumnya ada segolongan orang yang lebih menitik beratkan perhatiannya pada masalah-masalah iman dan keyakinan. Mereka ini kemudian dikenal sebagai ahli ilmu kalam, filsuf, atau teolog Islam. Bidang ini selain melahirkan tokoh-tokoh besar, juga menghasilkan berbagai aliran pemikiran mengenai pokok-pokok agama (ushuluddin), di antaranya adalah Jabariyah dan Qadariyah yang sampai sekarang masih hidup di tengah-tengah pemahaman kaum Muslimin. Tak lama kemudian segolongan orang lagi memusatkan perhatiannya pada aspek ruhani dan kejiwaan. Mereka itulah yang kemudian hari dikenal sebagai ahli

tasawuf atau kaum sufi. Kemunculan mereka sesungguhnya dipicu oleh keadaan di mana sebagian kaum Muslimin sudah tenggelam dalam kemewahan hidup materialistis. Sebagian dari penguasa dan orang-orang kaya mulai terjangkiti penyakit hedonistis. Saat itu harta kekayaan ummat Islam melimpah seiring dengan perluasan wilayah yang semakin ekspansif. Serdadu Muslim selain membawa pulang harta rampasan juga gaya hidup baru. Tak heran jika kemudian para penguasa menjiplak gaya hidup kaisar dan kaisar yang berkuasa di negara-negara tiranis. Adapun orangorang kaya sibuk menambah kekayaannya dan melupakan kehidupan ukhrawi. Gaya hidup baru seperti itu sama sekali tak terlihat pada masa rasulullah dan para sahabatnya. Kemunculan ahli tasawuf ini pada mulanya bertujuan untuk menyelamatkan kaum Muslimin dari pola hidup hedonis yang murkai Allah Subhaanahu wa taala. Mereka menyeru kehidupan sederhana dengan cara memerangi hawa nafsu. Gaya hidup yang ditawarkan kaum sufi itu kemudian dikenal dengan istilah zuhud, yang kemudian pengertiannya meluas hingga meninggalkan ingar bingar kehidupan ramai. Tasawuf sebagai pendatang baru segera diterima oleh masyarakat Muslim yang saat itu mulai merasakan kekeringan ruhani. Tasawuf datang mengisi kekosongan yang tidak diisi oleh fiqih dan ilmu kalam, sebab kedua bidang ilmu yang disebutkan terakhir itu lebih menekankan pada aspek pikir dan segala sesuatu yang bersifat lahir. Sementara tasawuf menawarkan sesuatu yang bersifat batin. Sebenarnya pada setiap agama, tidak saja agama Islam mempunyai kecenderungan dan tradisi tasawuf, yaitu arahan untuk memperdalam aspek ruhani. Bahkan pada agama Hindu di India, misalnya, terdapat orang-orang yang menaruh perhatian yang sedemikian rupa terhadap masalah ruhaniyah sampai sampai mereka membiarkan dirinya dalam kefakiran, bahkan ada kecendrungan untuk menyiksa fisik untuk tujuan kesucian jiwa. Demikian halnya dalam agama Mesehi, terutama dalam kehidupan kependetaan.

Di masa Rasulullah Shalallaahu alaihi wa sallam kecenderungan sebagian sahabat untuk menjalani kehidupan kesufian sebenarnya telah ada. Akan tetapi karena Islam diturunkan bukan untuk menonjolkan satu aspek saja, maka kecenderungan itu telah diposisikan kembali oleh Rasulullah pada titik equilibrium yang tepat. Islam datang membawa keseimbangan antara kehidupan ruhani, kehidupan jasmani, dan akal pikiran. Ketika Abdullah bin Amr bin Ash melakukan puasa terus menerus setiap harinya, shalat malam hingga tidak tidur, serta meninggalkan kewajibannya sebagai suami terhadap istrinya, maka Rasulullah saw menegurnya secara keras. Beliau bersabda: Wahai Abdullah, sesungguhnya matamu mempunyai hak atasmu,

sesungguhnya keluargamu punya hak atasmu, sesungguhnya istrimu mempunyai hak atasmu, dan sesungguhnya tubuhmu punya hak atasmu, maka berikanlah masingmasing yang mempunyai hak atas haknya. Potensi kesufian itu sebenarnya telah ada pada setiap orang, oleh karenanya ketika potensi itu dipupuk dan disiram dengan baik, maka ia akan tumbuh subur dan berkembang secara cepat. Bahkan ada kecenderungan pertumbuhannya menjadi tak terkendali. Ketika masyarakat Muslim mendewakan akal dan iman tidak lebih dari ungkapan filsafat yang diperdebatkan dalam forum-forum diskusi yang tidak memuaskan ruhani, dan fiqih hanya mempersoalkan amalan badaniyah dan bukan amalan ruhani, maka Tasawuf adalah jawabannya. Tidak ada yang dapat menutup kekosongan dan kehampaan ruhani ini kecuali Tasawuf. Tidak ada yang dapat menghilangkan kelaparan ruhani kecuali kaum sufi. Mereka berusaha membersihkan batin sebelum membersihkan lahirnya. Mereka mengobati penyakit jiwa,

memprioritaskan amalan hati, dan menyibukkan diri dengan pendidikan ruhani dan akhlaq. Ahli tasawuf periode pertama sebenarnya masih komitmen terhadap al-Quran dan as-Sunnah, mengikuti batas-batas syara, dan menjauhi bidah dan khurafat, baik
4

dalam pemikiran maupun perilakunya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya tasawuf beralih dari pendidikan akhlaq dan pendidikan ruhani kepada filsafat yang memuat paham-paham yang asing dalam dunia Islam. Tokoh-tokoh mereka mulai memalingkan ajaran tasawuf dari sumber pokok ajaran islam yang asli dan otentik. Saat itu mulia diperkenalkan ajaran tentang hulul, yaitu ajaran yang menyatakan bahwa Tuhan ber-reinkarnasi dalam tubuh manusia. Yang lain adalah wihdatul wujud, kesatuan wujud. Bahwa yang ada hanya Allah, yang karenanya Allah adalah alam dan alam adalah Allah. Ajaran ini pertama kali diperkenalkan oleh Al-Hallaj yang karena telah tertipu oleh syetan sampai ia mengatakan: anallah, aku adalah Allah. Inilah penyimpangan tasawuf yang paling besar, yang ajarannya mengadop dari ajaran Masehi yang mempercayai bahwa al-Khaliq berinkarnasi dalam tubuh Isa Al-Masih. Puncak dari penyimpangan wihdatul wujud itu adalah ketika ajaran ini memperkenalkan bahwa tidak ada lagi yang bernama al-Khaliq (Pencipta), yang dengan sedirinya tidak ada yang disebut makhluq. Tidak ada rabb (Tuhan), juga tidak ada marhub (Yang dipertuhan). Inti dari ajaran ini adalah meniadakan tanggung jawab, baik individual maupun sosial, yang justeru merupakan pilar utama akhlaq Islam. Dalam pandangan ini, tidak ada bedanya antara orang baik dan orang jahat, antara penyembah tauhid dan penyembah berhala, karena semua yang ada merupakan lambang dari wujud Tuhan. Di luar penyimpangan yang tidak terampuni itu, kecenderungan orang yang menempuh jalan tasawuf untuk bersikap berlebih-lebihan dalam agama. Kegairahan mereka yang berlebih-lebihan itu akhirnya menjebaknya pada suatu sikap yang sama sekali tidak dibenarkan syariat. Bahkan ada kalangan tertentu yang berani berdusta atas nama Rasulullah dengan mengeluarkan hadits yang sama sekali tidak berasal dari beliau Saw. Dengan enteng mereka mengatakan, jika untuk fadhailul amal dan menganjurkan kebaikan, kenapa dilarang?

Hal lain bahwa di antara kaum sufi ada yang menjadikan perasaan pribadi atau ilham sebagai tolok ukur untuk mengetahui baik buruk, dan benar salah. Padahal al-Quran dan as-Sunnah adalah timbangan yang sebenarnya. Di antara mereka ada yang memisahkan antara syariat dan hakikat. Mereka memandang remeh syariat dan mengagungkan hakikat, seolah-olah mereka yang sudah sampai pada maqam hakikat tidak memerlukan lagi syariat. Secara tegas, Abdul Qodir mengawali bukunya dengan ungkapan yang menyentak, bahwa teori-teori yang diajarkan oleh berbagai macam aliran tasawuf, baik teori wihdatil wujud, wihdatus syuhud, al-ittihad, al-ittishal, al-hulul, atau alliqa, semuanya bersifat panteistis. Itu ujung-ujungnya adalah ajaran Hindu yang berpengaruh terhadap Yunani kuno dan kemudian diambil ke tasawuf Islam lewat penerjemahan-penerjemahan yang kebanyakan dilakukan oleh orang-orang Kristen zaman kekhalifahan abad kedua Hijriah. Demikian halnya dengan kecenderungan para mutasawwif yang meremehkan kehidupan dunia, sementara ajaran Islam sama sekali tidak menghinakan dunia. Bahkan kaum Muslimin dianjurkan berdoa.

B. Sekte-Sekte Sesat Dalam Tasawuf dari Segi Aqidah Pertama, sekte Al Isyraqi, sekte ini didominasi oleh ajaran filsafat bersama sifat zuhud. Yang dimaksud dengan Al Isyraqi (penyinaran) adalah penyinaran jiwa yang memancarkan cahaya dalam hati, sebagai hasil dari pembinaan jiwa dan penggemblengan ruh disertai dengan penyiksaan badan untuk membersihkan dan menyucikan ruh, yang ajaran ini sebenarnya ada pada semua sekte-sekte tasawuf, akan tetapi ajaran sekte ini cuma sebatas pada penyimpangan ini dan tidak sampai membawa mereka kepada ajaran Al Hulul (menitisnya Allah azza wa jalla ke dalam diri makhluk-Nya) dan Wihdatul Wujud (bersatunya wujud Allah azza wa jalla dengan wujud makhluk /Manunggaling Gusti ing kawulo Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan), meskipun demikian ajaran sekte ini bertentangan dengan

ajaran islam, karena ajaran ini diambil dari ajaran agama-agama lain yang menyimpang, seperti agama Budha dan Hindu. Kedua, sekte Al Hulul, yang berkeyakinan bahwa Allah azza wa jalla bisa bertempat/menitis dalam diri manusia -Maha Suci Allah azza wa jalla dari sifat ini-. Keyakinan ini diserukan oleh beberapa tokoh-tokoh ekstrem ahli Tasawuf, seperti Hasan bin Manshur Al Hallaj, yang karenanya para Ulama memfatwakan kafirnya orang ini dan dia harus dihukum mati, yang kemudian dia dibunuh dan disalib Alhamdulillah- pada tahun 309 H. Di dalam Syair yang dinisbatkan kepadanya dia berkata (kitab At Thawasiin, tulisan Al Hallaj hal.130): Maha suci (Allah) yang Nasut (unsur/sifat kemanusiaan)-Nya telah menampakkan rahasia cahaya Lahut (unsur/sifat ketuhanan)-Nya yang menembus Lalu Tampaklah Dia dengan jelas pada (diri) makhluk-Nya dalam bentuk seorang yang sedang makan dan sedang minum Hingga (sangat jelas) Dia terlihat oleh makhluk-Nya seperti (jelasnya) pandangan alis mata dengan alis mata Dalam syair lain (kitab Al Washaaya, tulisan Ibnu Arabi (hal.27), -Maha Suci Allah dari sifat sifat kotor yang mereka sebutkan-) dia berkata: Aku adalah yang mencintai dan yang mencintai adalah aku, kami adalah dua ruh yang bertempat di dalam satu jasad. Maka jika kamu melihatku (berarti) kamu melihat Dia Dan jika kamu melihat Dia (berarti) kamu melihat kami Memang Al Hallaj -seorang tokoh besar dan populer di kalangan orang-orang ahli Tasawuf ini- adalah penganut sekte Al Hulul, dia meyakini Dualisme hakikat ketuhanan dan beranggapan bahwa Al Ilah (Allah azza wa jalla) memiliki dua tabiat yaitu: Al Lahut (unsur/sifat ketuhanan) dan An Nasut (unsur/sifat

kemanusiaan/kemakhlukan), yang kemudian Al Lahut menitis ke dalam An Nasut, maka ruh manusia -menurut Al Hallaj- adalah Al Lahut ketuhanan yang sebenarnya dan badan manusia itu adalah An Nasut. Kemudian meskipun bandit besar ini telah dihukum mati karena ke-zindiqannya sehingga sebagian orang-orang ahli Tasawuf menyatakan berlepas diri darinya-,
7

tetap saja ada orang-orang ahli Tasawuf yang menganggapnya sebagai tokoh besar ahli tasawuf, bahkan mereka membenarkan keyakinan sesat dan perbuatannya, dan mengumpulkan serta membukukan ucapan-ucapan kotornya, mereka itu di antaranya adalah Abul Abbas bin Atha Al Baghdadi, Muhammad bin Khafif Asy Syirazi dan Ibrahim An Nashrabadzi, sebagaimana hal tersebut dinukil oleh Al Khathib Al Baghdadi dalam kitab beliau Tarikh Al Baghdad (8/112). Ketiga, sekte Wihdatul Wujud, yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta ini tidak lain merupakan perwujudan/penampakan Zat Ilahi (Allah azza wa jalla) -maha suci Allah azza wa jalla dari segala keyakinan kotor mereka-. Dedengkot sekte ini adalah wong elek yang bernama Ibnu Arabi Al Hatimi Ath Thai (Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad Ath Thai Al Hatimi Al Mursi Ibnu Arabi, lihat Siar Al Alam An Nubala tulisan Imam Adz Dzahabi 16/354) yang binasa pada tahun 638 H dan dikuburkan di Damaskus. Dalam kitabnya Al Futuhat Al Makkiyah (seperti yang dinukilkan oleh DR. Taqiyuddin Al Hilali dalam kitabnya Al Hadiyyatul Haadiyah hal.43) dia menyatakan keyakinan kufur ini dengan ucapannya: Hamba adalah tuhan dan tuhan adalah hamba duhai gerangan, siapakah yang diberi tugas (melaksanakan syariat)? Jika kau katakan: hamba, maka dia adalah tuhan Atau kau katakan: tuhan, maka mana mungkin tuhan diberi tugas?! Dan dalam kitabnya yang lain Fushushul Hikam (hal.192) dia ngelindur: Sesungguhnya orang-orang yang menyembah anak sapi, tidak lain yang mereka sembah kecuali Allah. Meskipun demikian, orang-orang ahli Tasawuf malah memberikan gelar-gelar kehormatan yang tinggi kepada Ibnu Arabi, seperti gelar Al Arif Billah (orang yang mengenal Allah azza wa jalla dengan sebenarnya), Al Quthb Al Akbar (pemimpin para wali yang paling agung), Al Misk Al Adzfar (minyak kesturi yang paling harum), dan Al Kibrit Al Ahmar (Permata yang merah berkilau), padahal orang ini
8

terang-terangan memproklamirkan keyakinan Wihdatul Wujud dan keyakinankeyakinan kufur dan rusak lainnya, seperti pujian dia terhadap Firaun dan keyakinannya bahwa Firaun mati di atas keimanan, celaan dia terhadap Nabi Harun shallallahu alaihi wa sallam yang mengingkari kaumnya yang menyembah anak sapi -yang semua ini jelas-jelas bertentangan dengan nash Al Quran-, dan keyakinan dia bahwa kafirnya orang-orang Nasrani adalah karena mereka hanya mengkhususkan Nabi Isa alaihis salam sebagai Tuhan, yang kalau seandainya mereka tidak mengkhususkannya maka mereka tidak dikafirkan.

BAB III PENUTUP Kesimpulan 1. Dari apa yang diketengahkan oleh para penulis muslim masa kini tentang asal usul tasawuf, dan masih banyak selain mereka yang tidak dise-butkan yang menyatakan hal serupa, maka jelaslah bahwa sufi adalah sesuatu yang dimasukkan ke dalam ajaran Islam yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi pengikutnya dengan cara-cara yang aneh dan jauh dari hidayah Islam. Mengenai disebutkannya secara khusus kalangan sufi generasi kemudian (mutaakhirin) adalah karena pada mereka banyak terdapat penyimpanganpenyimpangannya. Sedangkan kaum sufi terdahulu, mereka relatif lebih moderat, seperti Fudhail bin Iad, Al-Junaid, Ibrahim bin Adham dan lain lain. 2. Pada hakekatnya ajaran tasawuf yang dianut umat Islam bercorak panteistis, hasil dari konsepsi filsafat yang disebut monisme. Yaitu konsepsi yang menyatakan bahwa Tuhan dan alam adalah satu. Bahkan jika diurut-urut lebih jauh, konsepsi monisme dengan panteismenya ternyata bersumber dari ajaran Hindu. 3. Jelaslah bagi kita semua bahwa sebagian ajaran Tasawuf adalah ajaran sesat yang menyimpang sangat jauh dari petunjuk Al Quran dan As Sunnah, yang dengan mengamalkan ajaran ini -naudzu billah min dzalik- seseorang bukannya makin dekat kepada Allah azza wa jalla, tapi malah semakin jauh dari-Nya, dan hatinya bukannya makin bersih, akan tetapi malah semakin kotor dan penuh noda. Kemudian jika timbul pertanyaan, Kalau begitu usaha apa yang harus kita lakukan dalam upaya untuk menyucikan jiwa dan hati kita?, Maka jawabannya adalah sederhana sekali, yaitu, Pelajari dan amalkan syariat islam lahir dan batin, maka dengan itulah jiwa dan hati kita akan bersih (untuk lebih jelasnya silakan pembaca menelaah kitab yang ditulis khusus untuk menjelaskan masalah penting tentang tasawuf), karena di antara tugas utama yang dibawa para Rasul shallallahu alaihi wa sallam adalah menyucikan jiwa dan hati manusia dengan mengajarkan kepada mereka syariat Allah azza wa jalla.
10

DAFTAR PUSTAKA

Sholeh Fauzan, Hakekat Sufi & Sikap Kaum Sufi Terhadap Prinsip Ibadah Dan Agama, PT Bina Karya, jakarta 1998. Majmu Fatawa, Vol 11/5. Jakarta 1996. Hartono Ahmad Jaiz, Tasawuf Belitan Iblis, Darul Falah, Jakarta 1999. www.geocities.com www.muslim.or.id

11

You might also like