You are on page 1of 25

Presentasi Kasus RSUD Bekasi

HIPERLEUKOSITOSIS

Pembimbing : dr. Rivai Usman, Sp. A Disusun Oleh : Riyani (030.04.201)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI PERIODE 21 NOVEMBER 2011 28 JANUARI 2011

JAKARTA
STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS A. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Agama : An. R. A : 10 tahun : Laki-laki : Islam : jakarta, 20 Agustus 2001 : PUP sektor V N 9/19 bahagia : 03268747 : 11 Desember 2011

Tempat tanggal lahir Alamat No.Rekam Medik Tanggal masuk RS

B. Identitas Orang Tua Ayah Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Alamat : : : : Tn. S 49 tahun : : SMU Karyawan -sdaIbu Ny. D 44 tahun SMU Ibu rumah tangga

Rp 1.600.000,00 -sda-

II.

RIWAYAT HIDUP PASIEN A. Susunan Keluarga Pasien merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

KEHAMILA N

Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal

Ibu

pasien

ketika

hamil

tidak

mengalami sakit yang berat Ibu pasien rajin kontrol ke bidan

KELAHIRA N

Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi

Tempat praktek bidan

Bidan

Spontan Cukup bulan - berat lahir : 3300 gram

Keadaan bayi

- panjang : 50 cm - lingkar kepala: - langsung menangis - pucat (-) - biru (-) - kuning (-) - kejang (-) - nilai Apgar : - kelainan bawaan: -

Kesan

: riwayat kelahiran dan kehamilan baik

B. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi pertama Psikomotor Tengkurap : 4 bln : 6 bln

Duduk Berdiri Berjalan Bicara Kesan

: 7 bln : 11 bln : 1 thn 2 bln : 1 thn : riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik

C. Riwayat Imunisasi Dasar Vaksin BCG DPT/DT POLIO CAMPAK Hepatitis B V V V V V V V V V V V V V v v v Dasar (umur) Ulangan (umur)

Kesan

: riwayat imunisasi dasar lengkap

D. Riwayat Makanan Umur (bulan) 02 24 46 6-8 8 10 10 - 12 >12 ASI ASI ASI ASI ASI PASI PASI ASI / PASI Bubur Susu Nasi Tim Makanan Dewasa

Kesulitan makan : tidak ada

E. Riwayat Perumahan dan Lingkungan Pasien tinggal bersama ke-2 orangtuanya beserta ke-3 saudaranya. Pasien tinggal di wilayah perumahan yang bersih, sanitasi air baik dan pembuangan sampah teratur. .

III.

RIWAYAT PENYAKIT Anamnesa dilakukan secara auto dan alloanamnesa dengan Ibu pasien pada tanggal 11 Desember 2011.

A. Keluhan Utama Panas sejak 7 hari SMRS B. Keluhan Tambahan badan lemas mual, muntah kembung nafsu makan menurun C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan panas sejak 7 hari SMRS. Selain itu, pasien juga alami badan lemes, mual, muntah, kembung dan nafsu makan menurun. 4 hari SMRS, pasien terlihat pucat, gelisah, sulit tidur, sulit diajak berkomunikasi. Sebelumnya pasien sudah pergi ke praktek dokter setempat, telah diberi antibiotik, obat penurun panas, obat mual, tetapi panasnya tidak turun, dan semakin lemas dan mual, gelisah sehingga

ibu pasien membawa pasien pemeriksaan pengambilan

ke R.S Ananda bekasi, dilakukan didapatkan hasil peningkatan

darah

leukosit, penurunan HB, penurunan trombosit, sehingga pasien dirujuk ke IGD RSUD Kota Bekasi. D. Riwayat Penyakit Dahulu Menurut ibu pasien, pasien tidak pernah mengalami keadaan seperti ini sebelumnya. Pasien pernah mengalami mimisan. Riwayat alergi (-) , Riwayat asma (-) E. Riwayat kebiasaan Hidup Pasien sulit makan, tidak suka makan sayur, suka memakan mie instan. F. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada yang menderita penyakit seperti ini dalam keluarga.

IV.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilaksanakan tanggal 11 Desember 2011


Status Generalis Keadaan Umum: sakit berat Kesadaran Berat badan Tanda vital Nadi Suhu : Apatis : 43 kg : : 110 x/mnt : 37,4 C : normocephali, rambut hitam, distribusi merata,

Pernafasan : 24x/mnt

Kepala

tidak mudah dicabut. Mata : konjungtiva anemis +/+, ptosis -/+ , sclera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya +/+. Telinga : normotia, serumen +/+, sekret -/-, membran tympani sukar dinilai. Hidung : septum deviasi (-), sekret -/-, hipertrofi konka (-), pernapasan cuping hidung (-). Mulut dan bibir : bibir kering, pucat Leher Tenggorokan Thoraks Jantung : : : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba : tidak dilakukan : BJ I/II reguler, murmur (-) gallop (-) : KGB ttm, trakea lurus di tengah : tonsil dan faring hiperemis (-), oedem (-).

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Paru : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi : tidak dilakukan : sonor dikedua lapang paru : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen :

Inspeksi Palpasi

: buncit : supel& tegang, hepar teraba membesar 4 cm di bawah arcus costae & lien teraba membesar pada shuffner III, NT (+) perut kanan atas

Perkusi : timpani, Pekak pada abdomen bagian kanan atas dan abdomen bagian kiri Auskultasi Ekstremitas Kulit : BU (+)

: akral hangat (+), oedem (-) : turgor baik

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan lab (tanggal 11 desember 2011):

Hematologi & Hemostasis Hb Ht Leukosit Trombosit Kimia klinik Fungsi ginjal Asam urat Elektrolit Magnesium ( Mg) Kimia klinik Analisa gas darah 1.80 8,2 6,4

20,3 176 29

PH PCO2 PO2 HCO3 02 Saturasi BE ( base excess ) TCO2 02 content BB BE act Stad HCO3 A-aDO2 Suhu Hb 02

7.540 15.9 90,9 13,5 97,7 - 7,0 14.O 9.0 37,4 -7.1 18,6 119.00 38,6 6,4 3

Gambaran darah tepi ( 11/desember 2011 ) Eritrosit : mikrositik hipokrom, rouleaux + Leukosit : kesan jumlah meningkat dengan dominasi limfosit , dijumpai blast dengan ukuran bervariasi , inti berlekuk, beberapa sel dengan kromatin kasar , anak inti tidak jelas, smudge cell ++ Blast : 17 %

Promielosit : 0 % Mielosit : 0%

Metamielosit : 0 % Basofil Eosinofil Batang : 0% :0% :0%

Segmen Limfosit Monosit

: 13 % : 68 % :2%

Eritrosit berinti / 100 leukosit : 3 Trombosit : kesan jumlah kurang, morfologi sulit dinilai Kesan : tersangka leukemia akut / LLA2 Anjuran : BMP dan sitokimia Biopsi kelenjar Pemantauan hematologi Faal hati, faal ginjal PT, APTT, D- dimer

VI. RESUME Seorang anak laki-laki berumur 10 tahun datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan panas sejak 7 hari SMRS. Selain itu, pasien juga alami badan lemas, mual, muntah, kembung dan nafsu makan menurun. 4 hari SMRS, pasien terlihat pucat, 4 hari SMRS, pasien terlihat pucat, gelisah, sulit tidur, sulit diajak berkomunikasi.

Pemeriksaan fisik didapatkan : Mata : konjungtiva anemis

Mulut dan bibir: bibir kering , pucat Abdomen

Palpasi

: hepar teraba membesar 4 cm di bawah arcus

costae & lien teraba membesar pada shuffner III, NT (+) perut kanan atas Perkusi : timpani, Pekak pada abdomen bagian kanan atas dan abdomen bagian kiri

Pemeriksaan Lab (11 desember 2011) : Hb Ht Leukosit Trombosit Asam urat Analisa gas darah PH PCO2 HCO3 TCO2 Stad HCO3 Suhu Gambaran darah tepi Eritrosit : mikrositik hipokrom, rouleaux + Leukosit : kesan jumlah meningkat dengan dominasi limfosit , dijumpai bervariasi inti berlekuk, beberapa sel dengan kromatin kasar , anak inti tidak jelas, smudge cell ++ Blast : 17 % 7.540 15.9 13,5 8,2 6,4

20,3 176 29

14.O 18,6 38,6

blast dengan ukuran

Trombosit : kesan jumlah kurang, morfologi sulit dinilai Kesan : tersangka leukemia akut / LLA2

VII.

DIAGNOSIS KERJA

Hiperleukositosis suspek Leukemia

VIII.

PENATALAKSANAAN 1. tts/makro 2. KAEN 1 B 1,5 maintenance+ bicnat 10 meq/kolf 12 tts/makro ( tatalaksana hiperleukosit ,alkalinisasi ) Dekstrosa 5 % 100ml : Nacl 400 ml 500 ml ( 1 kolf ) habis dalam 6 jam 27

1.Hidrasi 2 jalur

2.Transfusi PRC, Hb = 6,4 gr/dl ( HBx4x BB) (<12-6,4>x4x43 kg ) = 1000 ml 1000ml, I. 200ml II. 400 ml III. 400 ml 3. Penurunan asam urat ( tatalaksana hiperleukosit ) Asam urat 8,2 mg/dl Allopurinol 10 mg/kgbb/hari selama 3 hari Allopurinol 3x 400 mg( bb 43 kg) 4.Trombosit 29 ribu/ul ( BB/13x <3-4 unit> ) 43/13x3 = 8 unit trombosit Transfusi trombosit 8 unit 5.Anbacin 3x 750 mg 6. Ranitidin 2x1 ampul 7. Balans cairan/8 jam 7. monitoring - LAB : DPL+ UL Per 12 jam DPL : - L < 50.000 u/l hidrasi stop, bicnat stop , dilanjutkan dengan rumatan : jalur 1. KAEN IB + kcl 10 meq , jalur 2. RL as.net

- SGOT,SGPT,Ureum, creatinin, Asam urat, UL : PH urin, untuk melihat efek alkalinisasi PH < 7,5 terapi lanjut PH > 7,5 stop alkalinisasi

TINJAUAN PUSTAKA HIPERLEUKOSITOSIS

DEFINISI Hiperleukositosis adalah jumlah leukosit, darah tepi yang melebihi 100.000 ribu/ul EPIDEMIOLOGI

Keadaan ini ditemukan pada 9-13% anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA), pada 5-22% anak dengan leukemia non limfoblastik akut (LNLA) dan pada hampir semua anak dengan leukemia mieloitik kronik (LMK) fase kronik. Jumlah leukosit darah tepi pada awal diagnosis leukemia akut merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan prognosis. Jumlah leukosit yang tinggi merupakan salah satu penyebab tingginya angka relaps, baik relaps di sumsum tulang penyebab maupun di luar relaps sumsum leukemia keadaan tulang akut. Di dan samping rendahnya merupakan dapat angka faktor kesintasan (survival) penderita terjadinya

hiperleukositosis

menyebabkan

terjadinya berbagai komplikasi yang mengancam jiwa penderita yang memerlukan tindakan segera sehingga keadaan ini dikategorikan sebagai keadaan kedaruratan onkologi (oncology emergency) yaitu : Sindrom lisis tumor Sindrom Lisis Tumor merupakan kondisi kelainan metabolik sebagai akibat nekrosis sel-sel tumor atau apoptosis fulminan, baik yang terjadi secara spontan maupun setelah terapi. Terutama pasien LLA dimana selnya rapuh, mudah pecah sehingga keluar DNA, purin , menyebabkan peningkatan asam urat (hiperurisemia ) menyebabkan pembentukan Kristal asam urat, keadaan yang berbahaya bagi ginjal karena bisa terjadi sumbatan ( uropati obstruktif ) sehingga bisa terjadi gagal ginjal. Kelainan yang lain meliputi : hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia.

EPIDEMIOLOGI Insiden sindrom lisis tumor tidak diketahui secara pasti. Prevalensinya bervariasi pada berbagai jenis keganasan. Penelitian terhadap pasien dengan limfoma non Hodgkin oleh Hande dan Garrow (1993) didapatkan sebanyak 42% pasien mengalami sindrom lisis tumor pada hasil pemeriksaan laboratoriumnya (asimptomatik) dan hanya sebanyak 6% pasien menunjukkan gejala tumor lisis tumor secara klinis. Penelitian pada anak-anak dengan leukemia limfoblastik akut yang sedang dalam fase induksi kemoterapi didapatkan sebanyak 70% penderita tanpa menunjukkan gejala klinis namun hasil laboratoriumnya menunjukkan telah terjadi sindrom lisis tumor dan hanya 3% yang menunjukkan gejala klinis. Tidak didapatkan perbedaan predileksi insiden sindrom lisis tumor pada laki-laki dan perempuan, ras, atau usia.

PATOFISIOLOGI Kerusakan sel yang cepat sebagai akibat terapi sitostatika akan diikuti keluarnya materi intraseluler ke sistem sirkulasi. Keluarnya materi intraseluler ini melebihi kemampuan mekanisme buffer seluler dan kemampuan eksresi ginjal, sehingga timbul kekacauan metabolisme. Secara klinis sindrom lisis tumor dapat terjadi secara spontan, namun paling sering terjadi 48-72 jam sesudah dimulainya terapi keganasan. Lisis sel yang terjadi dengan cepat secara langsung akan menyebabkan pengeluaran ion kalium dan fosfat intrasel sehingga terjadi hiperkalemia dan hiperfosfatemia. Asam nukleat purin yang dikeluarkan pada saat kerusakan sel, oleh enzim xhantin oksidase hepar akan dimetabolisme menjadi asam urat yang dapat lunak. Fosfat merupakan anion intraseluler yang pada saat lisis sel-sel tumor sejumlah besar fosfat akan keluar sel dan menimbulkan hiper fosfatemia. Hipokalsemia bisa menyertai hiperfosfatemia karena fosfat akan berikatan dengan kalsium dan mengendap di jaringan dalam bentuk kalsium fosfat, termasuk di jaringan ginjal. Menurut Jones DP pengobatan hipokalsemia pada keadaan hiperfosfatemia akan meningkatkan resiko kalsifikasi, nefrokalsinosis/nefrolitiasis. Hipokalsemia juga bisa timbul karena menurunnya aktivitas enzim 1 -hidroksilase di tubulus proksimal dan menurunnya kadar 1.25 dihidroksi vitamin D3. Pada sindrom lisis tumor terjadi penurunan reabsorpsi fosfat di tubulus proksimal menyebabkan peningkatan ekskresi fosfat dalam urine. Hal ini meningkatkan resiko nefrokalsinosis dan obstruksi tubulus karena presipitasi kalsium fosfat. Asidosis metabolik dapat meningkatkan perpindahan fosfat dari intraseluler ke ekstraseluler sehingga konsentrasi fosfat dalam plasma meningkat dan beban filtrasi glomerulus juga ikut meningkat. Pemberian natrium bikarbonat untuk alkalinisasi urine akan menurunkan kelarutan kalsium fosfat intravaskuler sehingga resiko presipitasi kalsium fosfat meningkat. Gagal ginjal akut dan pelepasan asamasam intraseluler dalam jumlah besar akan menimbulkan asidemia; menurunnya konsentrasi bikarbonat dan kesenjangan anion yang melebar. Kondisi asidemia akan memperberat ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada sindrom lisis tumor. menyebabkan terjadinya hiperurisemia. Hiperfosfatemia akut akan mengakibatkan terjadinya hipokalsemia dan presipitasi kalsium fosfat di jaringan

MANIFESTASI KLINIS Tidak didapatkan keluhan atau manifestasi klinis yang khas dan spesifik. Keluhan dan kelainan klinis yang timbul merupakan perwujudan kelainan metabolik yang mendasari. TERAPI Tujuan pengelolaan sindrom lisis tumor adalah mencegah gagal ginjal dan ke tidak seimbangan. Dengan hidrasi yang adekuat melalui cairan intravena D5 NS 3 liter/m2 luas permukaan tubuh perhari akan memperbaiki gangguan elektrolit, meningkatkan meningkatkan volume GFR intravaskuler, dan volume meningkatkan urine dan aliran darah ke ginjal, mengurangi kemungkinan

dialisis. Elektrolit yang berat, untuk itu biasanya dilakukan dengan meningkatkan produksi urine, menurunkan konsentrasi asam urat, dan meningkatkan kelarutan asam urat dalam urine. Hidrasi Hidrasi intravena dilakukan 24-48 jam sebelum kemoterapi dan dilanjutkan sampai 48-72 jam sesudahnya akan menurunkan kecepatan pengendapan urat di ginjal dan meningkatkan klirens ura. Hidrasi dilakukan dengan cairan D5 NS 2-4 kali kebutuhan rumatan, dengan demikian GFR dan produksi urine akan meningkat. Produksi urine dipertahankan tidak kurang dari 3 ml/kg/jam untuk anak < 9 tahun atau 90-100 ml/m2 luas permukaan tubuh/jam untuk anak yang lebih tua dengan BJ urine tidak lebih dari 1,010. Kalium dan kalsium harus dihindari dalam cairan intravena. Diuretik bisa diberikan pada pasien dengan produksi urine yang tidak adekuat. Jika produksi urine 60 ml/m2/jam, manitol dapat diberikan dengan dosis 0,5 mg/kbBB selama 15 menit kemudian diikuti dengan pemberian furosemid 1-2 mg/kg berat badan. Penggunaan diuretik, khususnya furosemid bisa dipertimbangkan pada penderita yang sudah terhidrasi dengan baik tapi produksi urine belum adekuat, pada penderita normovolemik dengan hiperkalemia, dan pada penderita yang terbukti mengalami overload cairan. Alkalinisasi Urine

Penggunaan natrium bikarbonat isotonis secara intravena untuk mendorong diuresis alkali mempunyai efek meningkatkan kelarutan asam urat dan mengurangi pengendapan asam urat intratubuler. Penambahan
2

natrium bikarbonat 40-80

mEq/liter, 100-125 mEq/m atau75-100 mEq/liter cairan hidrasi akan membuat pH urine berkisar antara 7,0-7,5 dan BJ urine tidak lebih dari 1,010 sehingga eksresi asam urat menjadi lebih efisien. Pengobatan Hiperurisemia Beri Allopurinol dosis 10 mg/kk bb/hari LEUKEMIA LIMFOBLASTIK PADA ANAK Definisi Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid. Pada lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan sisanya merupakan leukemia sel T , sumsum tulang didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia yang paling banyak pada anak-anak(25-30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Walaupun demikian, 20% kasus adalah dewasa. Epidemiologi Insidens di Indonesia mencapai 1/60.000 orang per tahun dengan 75%nya berusia < 15 tahun dengan puncak insidens pada usia 3-5 tahun dan lebih banyak terjadi pada pria. Klasifikasi Berdasarkan morfologinya:

L-1: leukemia limfositik akut pada anak (populasi sel blas berukuran kecil homogen) L-2: leukemia limfositik akut pada dewasa (populasi sel blas besar heterogen) L-3: leukemia jenis limfoma Burkitt (sel blas besar dengan sitoplasma bervakuola dan basofilik)

Berdasarkan imunologinya (antigen permukaan sel):

Precursor B-ALL (50%) meliputi null cell dan preB-ALL T-ALL (25%) B-ALL (5%)

Etiologi dan faktor risiko Penyebab pastinya tidak diketahui. Faktor keturunan dan sindrom predisposisi genetik lebih berhubungan dengan onset pada anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berkaitan adalah radiasi ionik, paparan benzene kadar tinggi, merokok, kemoterapi, infeksi virus Epstein Barr, Down syndrome, dan Wiskott-Aldrich syndrome. Patogenesis Kelainan sitogenetik yang sering ditemukan pada kasus dewasa ialah t(9;22)/BCRABL (20-30%) dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%) yang prognosisnya buruk. ABL adalah nonreceptor tyrosine protein kinase yang secara enzimatik mentransfer molekul fosfat ke substrat protein sehingga terjadi aktivasi jalur transduksi sinyal yang penting dalam regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel. Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah inaktivasi gen supresor tumor Rb dan p53 yang berperan mengontrol progresi siklus sel. Kelainan yang lain meliputi delesi, mikrodelesi, dan penyusunan kembali gen yang melibatkan p16. Manifestasi klinis Manifestasi leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:

Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanya terjadi pada anak Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)

Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gram negatif usus, stafilokokus, streptokokus, serta jamur Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati Massa di mediastinum (T-ALL)

Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah, kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status mental Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (CBC, apus darah tepi, pemeriksaan koagulasi, kadar fibrinogen, kimia darah, ABO dan Rh, penentuan HLA), foto toraks atau CT, pungsi lumbal, aspirasi dan biopsi sumsum tulang (pewarnaan sitokimia, analisis sitogenetik, analisis imunofenotip, analisis molekular BCR-ABL) Jenis Pemeriksaan Complete blood leukositosis, anemia, trombositopenia count Bone Marrow Puncture Sitokimia hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berinti Sudan black negatif, mieloperoksidase negative Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (BALL) Imunoperoksida peningkatan TdT (enzim nuklear yang se Flowcytometry mengatur kembali gen reseptor sel T dan Ig precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-heavy chain, TdT T: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdT B: kappa atau lambda, CD19, 20, 22 Sitogenetika analisa gen dan kromosom dengan immunotyping untuk menguraikan klon maligna Pungsi lumbal keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL CSF

Hasil yang ditemui

Gambaran laboratorium

Pemeriksaan penunjang LLA Pemeriksaa n darah lengkap, dijumpai anemia normokromik normositer,

trombositopenia, leukosit dapat menurun, normal atau meningkat. Hiperleukositosis (>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi 200.000/mm3. Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari 0 sampai 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai trombosit kurang dari 25.000/mm3.

Apusan darah tepi, khas menunjukkan adanya sel muda yang melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang, pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik dan immunophenotyping. Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi penting untuk evaluasi gambaran sitologi.

Sitokimia, gambaran morfologi se blas pada apus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang tidak dapat membedakan LLA dari LMA. Pada LLA, pewarnaan sudan black dan mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari prekursor granulositik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna untuk membedakan precursor B da B-ALL dan T-ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan periodic acid schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow cytometry.

Imunofenotip (dengan sitometri arus/flow cytometry), pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi LLA. Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap :

1. Untuk sel prekursor B : CD10 (common ALL antigen), CD19, CD79A, CD22, cytoplasmic m-heavy chain, dan TdT. 2. Untuk sel T : CDIa, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT. 3. Untuk sel B : kappa atau lambda, CD19, CD20, dan CD22. Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid. Antigen mieloid yang biasa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33.

Ekspresi yang bersamaan dari antigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus ini jarang, dan perjalanan penyakitnya buruk.

Sitogenetik, analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan dengan subtipe LLA tertentu dan dapat memberikan informasi prognostik. Translokasi t (8;14), t (2;8), dan t (8;22) hanya ditemukan pada LLA sel B, dan kelainan kromosom ini menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8. Beberapa kelainan sitogenetik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom philadelphia, t (9;22) (q34;q11) yang khas untuk leukemia mielositik kronik dapat juga ditemukan pada <5% LMA dewasa dan 20%-30% LLA dewasa.

Biologi molekular, teknik molekular dikerjakan bila analisis sitogenetik rutin gagal, dan untuk mendeteksi t (12;21) yang tidak terdeteksi dengan sitogenetik standar. Teknik ini juga harus dilakukan untuk mendeteksi gen BCR-ABL yang mempunyai prognosis buruk.

Pemeriksaan lainnya, parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi intravaskular diseminata jarang terjadi. Kelainan metabolik seperti hiperurikemia dapat terjadi terutama pada pasien dengan sel-sel leukemia yang cepat membelah dan tumor burden yang tinggi. Pungsi lumbal dilakukan pada saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal. Perlu atau tidaknya tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang bersirkulasi masih kontroversi. Definisi keterlibatan susunan saraf pusat (SSP) adalah bila ditemukan >5 leukosit/mL cairan serebrospinal dengan morfologi sel blas pada spesimen sel yang disentrifugasi.

Diagnosis Banding Limfositosis, limfadenopati, dan hepatosplenomegali yang berkaitan dengan infeksi virus dan limfoma atau anemia aplastik Tata Laksana Terapi dibagi menjadi: Terapi induksi remisi Terapi yang bertujuan mencapai remisi komplit hematologik yaitu eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum dan

kembalinya hematopoiesis normal. Program pengobatan menggunakan kombinasi vinkristin, prednison, L-asparaginase, siklofosfamid, dan antrasiklin seperti daunorubisin. Terapi intensifikasi/konsolidasi Terapi yang bertujuan mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan mencegah timbulnya sel yang resisten obat. Terapi juga ini dilakukan 6 bulan kemudian. Profilaksis Leukemia Cerebri Terapi yang bertujuan mencegah relaps. Pengobatannya terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal (ke ruang subaraknoid), radiasi intrakranial, dan pemberian sistemik obat yang mepunyai bioavailabilitas SSP yang tinggi seperti metotreksat dan sitarabin dosis tinggi. Pemeliharaan jangka panjang Terapi yang terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2-3 tahun. Ini terbukti meningkatkan disease free survival pada anak. Lama terapi bervariasi antara 1,5-3 tahun dengan tujuan eradikasi populasi sel leukemia. Untuk kasus berat atau berisiko tinggi untuk relaps, perlu dipertimbangkan untuk melakukan transplantasi sumsum tulang alogenik (pada kasus kromosom Philadelphia, hiperleukositosis, gagal mencapai remisi komplit dalam 4 minggu). Prognosis Karena onset biasanya mendadak, maka dapat disertai perkembangan dan kematian yang cepat bila tidak diobati. 60% pasien yang diobati menjadi sembuh dan mengalami harapan hidup yang meningkat dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang serta SSP. Harapan sembuh pasien dewasa tergantung dari intensifnya terapi. Secara umum, overall disease free survival rate kira-kira 30%.

Pencegahan dan pendidikan

Penting melakukan deteksi dini pada leukimia akut yaitu dengan mewaspadai adanya pendarahan ,demam berkepanjangan tanpa diketahui sebabnya,adanya benjolan tanpa nyeri. Pengobatan leukimia berlangsung lama,menyakitkan,menimbulkan bebrbagai efek samping,dan mahal.pasien dan keluarga hendaknya diberikan penjelasan yang komprehensif terhadap penyakit dan perlu dimotivasi agar berobat dengan teratur sesuai dengan petunjuk medis.

DAFTAR PUSTAKA 1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. ed.6. vol.1. cet.1. Jakarta:EGC;2006.p.272-277. 2.Sudoyo AW, et al (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam. ed.4. jil.2. cet.2. ed.rev. Jakarta:Pusat Penerbitan IPD FKUI;2007.p.728-734.

3. Bunin NJ, Pin CH. Differing Complication of Hyperleukocytosis in Children With Acute Limphoblastic or Acute Nonymphoblastic Leukemia. J Clin Oncol 1985 ; 3 : 1590-5. Dikutip dari Lange B, DAngio G, Ross III AJ, Oneill, Jr. JA, Packer RJ. Oncology Emergencies. Dalam : Pizzo PA, Poplack DG, Penyunting : Principles and Practice of Pediatric Oncology. ed 2. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1993; 964-8. 4. Cuttner J, Holland JF, Norton L, dkk. Therapetuic Leukopheresis for Hyperleukocytosis in Acute Myelocytic Leukemia. Med Pediatric Ocology 1983; 11 : 76. Dikutip dari Baer MR. Management of Unusual Presentations of Acute Leukemia. Dalam : Bloomfield CD, Herzig GP, Penyunting. Hematology-Oncology Clin Nort Am 1993; 7 : 275-92.

5.

Cohen LF, Balow JE, Magrath IT, dkk. Acute Tumor Lysis Syndrome. A

Review of 37 Patient With Burkitts Lymphoma. Am J Med 1980 ; 68 : 486. Dikutip dari Allegretta GJ, Weisman SJ, Altman AJ. Oncologic Emergencies I. Metabolic and Space-Occupying Consequences of Cancer Treatment. Dalam : Altman AJ, Penyunting. Pediatric Clin North Am. 1985; 32 : 601-11.

You might also like