You are on page 1of 12

S-2 TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL UNIVERSITAS INDONESIA

Aplikasi Biokomposit sebagai Particleboard

CO NF ID
M.Ekaditya Albar - 0806331683
Desember 2011

EN

TA

Biokomposit

Aplikasi Biokomposit sebagai Particleboard


1. Biokomposit Semakin meningkatnya kebutuhan manusia di berbagai aspek kehidupan membuat berbagai pengamat lingkungan khawatir dengan semakin tingginya penggunaan bahan-bahan berbasis plastik (petroleum based materials) yang sudah diketahui selama ini sangat sulit terurai oleh lingkungan. Dengan adanya permasalahan tersebut, muncul berbagai ide tentang penggunaan biobased material untuk menggantikan material berbasis plastik tersebut. Penggunaan material yang berbasis alam atau alami ini tidak lain karena melimpahnya berbagai sumber material tersebut di sekitar kita. Penggunaan material berbasis alam atau alami ini juga sekaligus mendukung program green energy yang diharapkan bisa meminimalisasi penggunaan energi (hemat energi) sekaligus mengurangi limbah dan emisi CO2 di lingkungan sekitar. Penggunaan material yang berasal dari alam ini juga dapat mengembangkan sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian utama di negara-negara Asia, terutama Indonesia.

CO NF ID
dan kerusakan mekanis[1-2].

Salah satu material yang termasuk biobased material dan mengalami perkembangan pesat saat ini adalah material biokomposit. Komposit merupakan material yang mengandung dua jenis atau lebih

material atau fasa yang ketika dipadukan memiliki sifat yang sangat berbeda dengan sifat material-material penyusunnya secara individual. Secara umum,

komposit mengandung penguat sebagai fasa yang kaku, kuat, biasanya berbentuk serat dan melekat dengan matriks. Matriks sendiri merupakan fasa yang lebih lemah dibandingkan dengan fasa penguat (reinforce). Fungsi

keberadaan matriks dalam komposit adalah mentransmisikan beban yang diberikan melalui mekanisme tegangan geser pada antarmuka (interface) ke arah penguat dan melindungi fasa penguat tersebut dari pengaruh lingkungan

Biokomposit adalah kombinasi dari serat alam (biofibers) seperti serat kayu (kayu keras atau lunak) atau serat selain kayu (serat gandum, kenaf, rami, goni, sisal dan flax) dengan matriks yang biasanya terbuat dari polimer[3]. Berdasarkan pengertian tersebut, biofibers merupakan komponen penting dari

EN

TA

Universitas Indonesia

material biokomposit. Material yang berserat ini merupakan turunan dari serat pohon, tumbuhan atau semak-semak sehingga disebut biofibers. Komposit alam atau biofibers saat ini berperan sebagai material alternatif dari komposit serat gelas (glass fiber composite). Biofibers ini terus berkembang pesat sebagai aditif pada material termoplastik [4]. Pengembangan terhadap material biokomposit ini terus berkembang terutama riset mengenai antarmuka (interface) biokomposit, desain biokomposit, proses fabrikasi biokomposit dan proses karakterisasinya. Aplikasi biokomposit secara umum sudah banyak digunakan sejak lama. Biokomposit paling banyak digunakan pada bidang medis atau kesehatan

medis, biokomposit juga banyak digunakan pada bidang industri bangunan, industri struktural dan non-struktural[5]. Penggunaan serat alam dalam berbagai aplikasi tersebut disesuaikan dengan kekuatan mekanis (stiffness dan tensile strength) dari masing-masing serat alam sesuai kebutuhannya. Kriteria pemilihan serat alam sebagai penguat pada biokomposit adalah sebagai

CO NF ID
Elongasi saat failure Stabilitas termal Adhesi antara serat dan matriks Dynamic behavior Long time behavior Harga dan ongkos produksi Aspek lingkungan

berikut[6]:

2. Keunggulan dan Kekurangan Biokomposit Keunggulan penggunaan biokomposit (biofibers) dalam beberapa aplikasi seperti yang telah disebutkan sebelumnya sebagai pengganti komposit serat gelas (glass fiber composite) adalah sebagai berikut[5]:

Serat tumbuhan merupakan sumber energi yang terbarukan. Proses produksinya pun membutuhkan energi yang lebih rendah. Serat alam juga tidak mengemisikan CO2 serta mudah untuk diolah kembali.

EN

TA

dimana biokompatibitas menjadi isu penting dari material ini. Selain bidang

Universitas Indonesia

Aspek biologi Serat alam merupakan produk organik sehingga kemungkinan iritasi terhadap kulit saat dipakai sangat kecil. Hal ini berbeda dengan penggunaan serat gelas yang kadang dapat menimbulkan iritasi saat digunakan. Aspek produksi Serat alam bersifat non-abrasif dan memiliki sifat mampu bentuk (formability) yang baik. Aspek berat (weight) Serat alam memiliki berat yang lebih ringan dibandingkan serat kaca (kerapatan massa serat alam setengah dari kerapatan massa serat gelas).

Serat alam memiliki harga yang lebih murah jika dibandingkan dengan serat gelas. High specific strength

Tabel 1. Perbandingan kekuatan mekanis serat alam dengan serat buatan [5,7]

CO NF ID
Jenis serat E-Glass 76 HS carbon KevlarTM Flax 230 130 50 - 70 Hemp Jute 30 - 60 27.6 kekurangan, seperti[3]: Dimensional instability Moisture absorption Biokomposit umumnya menyerap

Modulus Young (GPa) UTS (MPa) 2000 3400 3000

EN
500 - 900 310 - 750 393 773 kelembaban

Serat alam yang digunakan sebagai biokomposit ini juga memiliki beberapa

Adanya perubahan dimensi, terutama pada ketebalan dan koefisien ekspansi.

TA
2.6 3.4 2.3 yang

Aspek ekonomi

lingkungannya. Hal ini dikarenakan adanya gugus hidroksil dan oksigen sehingga moisture dapat terikat melalui ikatan hidrogen.

L
Strain to Failure (%) 1.3 - 3.3 2-3 1.7 1.8 berasal dari
Universitas Indonesia

Biological resistance Proses biodegradability dari biokomposit terkait dengan adanya organisme yang memiliki enzim khusus untuk menghidrolisis rantai karbon yang terkandung dalam polimer dari biokomposit. Ultraviolet resistance Adanya degradasi oleh sinar ultraviolet pada produk-produk biokomposit yang digunakan secara outdoor. Hal ini dikarenakan adanya lignin yang berhubungan dengan pemudaran warna. Fire resistance Biokomposit biasanya ditambahkan dengan fire retardant pada dinding serat alam agar memiliki ketahanan terhadap api.

3. Aplikasi Biokomposit sebagai Particleboard

Particleboard adalah produk panel komposit yang mengandung partikel selulosa dengan berbagai ukuran yang terikat dengan resin sintetik atau binder di bawah pengaruh suhu dan tekanan[8]. Particleboard merupakan salah satu

CO NF ID
mengklasifikasikan particleboard proses manufaktur sangat

jenis biokomposit non-struktural dimana komposit jenis ini tidak menanggung beban saat digunakan. Particleboard merupakan salah satu dari tiga jenis panel yang ada selain fiberboard dan mineral-bonded panels [5]. Standar produk dan sertifikasi dari produk particleboard diatur dalam ANSI A208.1. Standar ini berdasarkan kerapatan massanya, kekuatannya, karakteristik dimensinya serta sifat fisik dan mekanisnya[8].

Gambar 1. Particleboard dan tekstur permukaannya [8]

Geometri dari partikel, kualitas resin, kerapatan massa dari board dan mempengaruhi hasil particleboard beserta

penggunaannya. Dalam beberapa kasus, adanya penambahan aditif untuk meningkatkan performance dari particleboard seperti stabilitas dimensi,

EN

TA
Universitas Indonesia

meningkatkan ketahanan terhadap api dan ketahanan terhadap moisture. Particleboard banyak digunakan sebagai furniture, floor underlayment, home construction, cabinet, stair threads, shelving, table tops, vanities, speakers, sliding doors, lock blocks, interior signs, displays, table tennis, pool tables, electronic game consoles, paneling, kitchen worktops, dan beberapa produk lainnya [9-10].

Gambar 2. Aplikasi particleboard pada furniture rumah tangga [8]

Particleboard umumnya terbuat dari partikel kayu seperti wood chips, hasil sisa gergaji, atau bahkan debu gergaji. Pada awalnya, particleboard digunakan sebagai pengganti dari kayu konvensional dan kayu tripleks karena lebih murah dan ringan. Kekurangan dari particleboard adalah terlalu mudah

CO NF ID
low cost [12].

mengalami ekspansi dan discoloration karena pengaruh moisture, khususnya apabila particleboard tidak dilapisi dengan suatu pelapis. Terus berkembangnya permasalahan keterbatasan keberadaan hutan di

muka bumi menyebabkan mulai banyaknya industri yang tertarik untuk menggunakan sisa-sisa pertanian sebagai bahan baku particleboard untuk

menggantikan serat kayu[11]. Serat gandum mengandung serat dengan jumlah yang banyak dan memiliki potensi untuk menggantikan kayu dalam proses fabrikasi particleboard. Keuntungan penggunaan serat gandum sebagai

particleboard adalah karena kekakuan, kekuatan, lebih bersifat insulatif dan

Jenis resin yang banyak atau umum digunakan sebagai adhesif adalah urea formaldehyde (UF), phenol formaldehyde (PF), dan methylene diphenyl diisocyanate (MDI)[13]. Namun, semakin ketatnya regulasi mengenai penggunaan produk yang mengandung formaldehyde[14] dan keterbatasan sumber petrokimia menyebabkan mulai munculnya berbagai adhesif yang berasal dari sumber yang terbarukan. Protein kacang kedelai mulai

EN

TA

L
Universitas Indonesia

dipertimbangkan sebagai solusi dari penggunaan binder berbasis petroleum karena jumlahnya yang melimpah, mampu diperbarui, biodegradability dan sifat feasibility. Adhesif yang berasal dari kacang kedelai ini sendiri merupakan bahan utama dalam pembuatan tripleks (plywood). Protein kedelai ini saat ini mulai bisa menggantikan peran resin UF atau PF untuk mengurangi emisi dari formaldehyde pada proses pembuatan particleboard. Performa dari adhesif ini bergantung pada dispersi dan rentangan (unfolding) dari protein ini di dalam solution. Adanya rentangan dari protein ini dapat meningkatkan area kontak dan interaksi dengan substrat [15]. Berbagai proses finishing juga diperlukan

proses treatment terhadap particleboard adalah dengan melakukan overlaying atau coating dengan cat, tinta, varnish, veneers, laminates, impregnated papers dan foils. Tujuan utama pelapisan ini adalah untuk mengurangi absorpsi dari air dan kelembaban[16]. Salah satu penelitian yang membahas masalah treatment ini dilakukan oleh Gokay Nemli et al untuk mengetahui efek pelapisan

CO NF ID
tinggi.

permukaan terhadap sifat particleboard sekaligus memilih jenis pelapisan yang cocok untuk aplikasi interior. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses

Continuous Press Laminates (CPL) dan veneer kayu dapat meningkatkan sifat

mekanis dan mengurangi ketebalan akibat pembengkakan dibandingkan berbagai proses coating lainnya[17]. Oleh karena itu, proses CPL ini dapat dipilih sebagai proses coating untuk aplikasi dengan kondisi humidity yang

4. Fabrikasi Biokomposit sebagai Particleboard Dalam proses fabrikasi particleboard konvensional, partikel kayu atau flakes dicampur dengan resin dan dibentuk menjadi sebuah lembaran (sheet). Partikel kayu ini pada awalnya harus dikeringkan terlebih dahulu lalu dipisahkan antara ukuran yang oversize dan undersize. Ketika partikel kayu dan resin telah dicetak bersama membentuk lembaran, maka selanjutnya lembaran ini akan ditekan untuk mengurangi ketebalan sehingga mudah dipindahkan. Selanjutnya particleboard ini ditekan lagi dengan tekanan 2 3

EN

TA

particleboard dengan kualitas yang melebihi papan konvensional. Salah satu

L
untuk

mendapatkan

Universitas Indonesia

MPa dan suhu antara 140oC dan 220oC. Dengan adanya pengaruh tekanan dan suhu ini, particleboard akan terbentuk dan mengeraskan adhesifnya. Semua tahapan ini harus dilakukan secara terkontrol untuk memastikan hasil dengan ukuran yang tepat, kerapatan massa dan konsisitensi dari board yang dihasilkan. Papan tersebut lalu didinginkan, dipotong dan diampelas. Papan ini dapat dijual sebagai raw board atau dalam bentuk board yang telah ditambah veneer kayu atau laminate surface. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan kayu dan berbagai turunannya sebagai bahan baku particleboard terus dikritisi karena semakin terbatasnya keberadaan hutan di muka bumi ini. Oleh karena itu, berbagai produk sisa pertanian mulai digunakan sebagai material pengganti[11]. Dasar pemikiran penggunaan material alternatif ini juga didasarkan karena melimpahnya produk pertanian di sekitar kita, terutama di negara-negara Asia dimana pertanian menjadi mata pencaharian utama. Oleh karena itulah pengembangan material biokomposit terus berkembang dari masa ke masa.

CO NF ID
Particleboard berbasis jerami padi[18]

Gambar 3. Grafik perkembangan biokomposit dalam beberapa aplikasi[5]

Berbagai penelitian yang dilakukan untuk mencari material pengganti dari serat kayu sebagai pengisi dalam particleboard terus ditemukan dan dikembangkan. Berbagai material pengganti tersebut difabrikasi dengan metode yang tidak jauh berbeda dengan metode fabrikasi particleboard konvensional. Yang membedakan hanyalah pada material penyusunnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa performa dari particleboard sangat bergantung terhadap ukuran partikel dari jerami padi yang dikontrol dari

EN

TA

Universitas Indonesia

proses pencacahan oleh hammer-mill. Ketebalan swelling, penyerapan air dan ekspansi linear dari particleboard menurun seiring dengan kenaikan ukuran partikel. Komposisi optimal dari penelitian ini adalah penggunaan 4% polymeric diphenylmethane diisocyanate (pMDI) dan ukuran jerami padi sebesar 3.18 mm.

Particleboard berbasis jerami gandum[19]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sifat mekanis, penyerapan air, ketebalan swelling dan kandungan moisture memberikan hasil yang sangat baik. Particleboard yang dibuat dari bleached straw memberikan performa mekanis yang lebih baik dibanding jerami yang tidak dilakukan treatment.

CO NF ID
UF.

Adhesif berbasis protein kacang kedelai menunjukkan kekuatan mekanis yang sama atau lebih tinggi daripada resin dari UF untuk konstruksi indoor dan furniture. Oleh karena itu, protein kacang kedelai dapat digunakan sebagai pengganti resin UF yang tidak mengemisikan racun seperti pada

Gambar 5. Jerami gandum sebagai serat pada particleboard[19]

Particleboard berbasis jerami gandum dan intisari jagung[20] Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa particleboard yang terbuat dengan komposisi 70% jerami gandum, 4% methylene diphenyl diisocyanate (MDI) dan 30% batang jagung serta 10% NaOH memberikan tensile strength dan compressive strength tertinggi. Nilai kekuatan mekanis ini lebih tinggi pada

EN

TA

Gambar 4. Jerami padi sebagai serat pada particleboard[18]

L
Universitas Indonesia

10

penggunaan partikel berukuran besar dibandingkan dengan penggunaan partikel dengan ukuran kombinasi besar dan kecil. Nilai kekuatan mekanis ini juga meningkat seiring dengan peningkatan kerapan massa. Peningkatan kerapatan massa dari 0.30 gr/cm3 menjadi 0.34 gr/cm3 dapat meningkatkan kekuatan tarik dari 2.11 MPa menjadi 3.24 MPa dan meningkatkan kekuatan tekan dari 3.01 MPa menjadi 4.29 MPa. Particleboard berbasis serat Pinus pinaster[21] Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan needle litter dari pohon Pinus pinaster sebagai pengisi particleboard menurunkan sifat mekanis dan meningkatkan ketebalan swelling secara signifikan. Peneliti juga menyimpulkan bahwa three-layer particleboard dapat diproduksi dari serat pohon Pinus pinaster. Particleboard berbasis serat Pinus pinea L.[22]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan partikel pinus meningkatkan ketahanan terhadap air pada panel dan sangat mengurangi emisi dari formaldehyde. Namun, sifat fleksural dan kekuatan ikatan internal

CO NF ID
dan emisi formaldehyde yang rendah.

menurun seiring dengan peningkatan partikel pinus pada panel. Penggunaan partikel pinus ini dapat dipertimbangkan sebagai material alternatif pengganti material kayu dengan sifat-sifat ketebalan swelling, absorpsi air

EN

TA

Universitas Indonesia

11

5. Daftar Referensi 1. Paul A Fowler. (2006). Biocomposites: technology, environmental credentials and market forces. Journal of the Science of Food and Agriculture. 2. Matthews FL, Rawlings RD. (1994). Composite Materials: Engineering and Science. Chapman & Hall. 3. Mahsa Golbabaie. (2006). Application of Biocomposites in Building Industry. University of Guelph. 4. Amar Mohanty, Manjusri Misra. Natural Fibers, Biopolymers, and Biocomposites.

Developments in Biocomposites.

6. Ulrich Riedel, Jorg Nickel. High Performance Applications of Plant Fibres in Aerospace and Related Industries. German Aerospace Center (DLR), Germany.

7. Michaeli W, Wegener M. (1990). Einfuerhrung in die Technologie der

CO NF ID
8. Composite Panel www.pbmdf.com/Particleboard pp. 770-774. National Particleboard Association.

Faserverbundwekstoffe. Carl Hanser, Munich. Association. Particleboard. Canada.

9. Gokay Nemli, Ibrahim Ozturk. (2006). Influences of Some Factors on the Formaldehyde Content of Particleboard. Building and Environment 41

10. Anonymous. (1996). Particleboard-from start to finish. Gaithersburg:

11. Sampathrajan, A., Vijayaraghavan, N.C., Swaminathan, K.R. (1992). Mechanical and thermal properties of particleboards made from farm residues. Bioresour. Technol. 40, 249-251. 12. Parker, P. (1997). A summary report on building materials produced from wheat straw. Inorg-Bonded Wood Fiber Composite Mater. 5, 47-48. 13. Zucaro, J., Reen, R. (1995). The second forest: filling the wood source gap while creating the environmental performance board of the 21st century. Developing composites from wheat straw. In: Proceedings of the 29th

EN

TA

5. Ramesh S Sharma, Dr.V.P.Raghupathy. Review of Recent Trends &

Universitas Indonesia

12

International Symposium of Washington State University on Particleboard / Composite Materials, pp. 225-231. 14. Sauter, S.L. (1996). Developing composites from wheat straw. In: Proceedings of the 29th International Symposium of Washington State University on Particleboard / Composite Materials, pp. 197-214. 15. Lambuth, A.L. (1994). Protein adhesive for wood. Handbook of Adhesive Technology. Marcel Dekker, New York, pp. 259-282. 16. Vansteenkiste R. (1981). Surface treatment of wood based panels. Seminar on wood based panels and furniture industries, Beijing, China. 17. Gokay Nemli, Yalcin Ors. (2004). The choosing of suitable decorative

particleboard. Construction and Building Materials 19, pp. 307-312. 18. Xianjun Li, Zhiyong Cai. (2009). Selected properties of particleboard panels manufactured from rice straws of different geometries. Bioresource Technology 101, pp. 4662-4666.

19. Xiaoqun Mo, Enzhi Cheng. (2002). Physical properties of medium-density

CO NF ID
Products 18, pp. 47-53. Technology 101, 255-259.

wheat straw particleboard using different adhesives. Industrial Crops and

20. Donghai Wang, Xiuzhi S. Sun. (2001). Low density particleboard from wheat straw and corn pith. Industrial Crops and Products 15, 43-50.

21. Gokay Nemli, Aytac Aydin. (2005). Evaluation of the physical and mechanical properties of particleboard made from the needle litter of Pinus pinaster Ait. Industrial Crops and Products 26, 252-258.

22. Umit Buyuksari, Nadir Ayrilmis. (2009). Evaluation of the physical, mechanical properties and formaldehyde emission of particleboard manufactured from waste stone pine (Pinus pinea L.) cones. Bioresource

EN

TA

surface coating material types for interior end use applications of

Universitas Indonesia

You might also like