You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN

Di Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampak negatifnya , yaitu berupa penurunan kualitas SDM , terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya (Alwi Shahab, 2006). Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya kenaikan prevalensi dari tahun ke tahun. Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4% akan didapatkan 7 juta pasien DM, suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat ditangani oleh dokter spesialis/ subspesialis/ endokrinologis (Alwi Shahab, 2006). Diantara penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang, diabetes adalah salah satu diantaranya. Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan, akhir akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi,

hiperlipidemia, diabetes, dll (Slamet suyono, 1998). Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Arif Mansjoer, 2001). 1

Komplikasi kronik diabetes merupakan komplikasi yang sangat sukar ditangani karena berjalan pelan tetapi pasti dan karenanya akan makan biaya sangat tinggi. Menurut data di RS Dr. Ciptomangunkusumo tahun 1988, komplikasi diabetes untuk gangren/ ulkus sebesar 3,9% (Slamet suyono, 1998). Masalah khusus pada pasien diabetik adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan tungkai bawah. Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan abnormal sekunder karena neuropati diabetik. Masalah ini diperjelas jika terdapat distorsi tulang kaki. Pembentukan kalus biasanya.merupakan kelainan awal. Karena itu semua pasien dengan ulkus harus menjalani pemeriksaan sinar-X kaki (Daniel W. Foster, 2000). Di Amerika Serikat ternyata 50-70% dari amputasi kaki kasus nontraumatik disebabkan oleh diabetes melitus, hal ini mencakup sekitar 20.000 sampai 30.000 amputasi kecil maupun besar setiap tahun. Dapatlah dibayangkan betapa besar biaya yang dibutuhkan. Pada tahun 1978 biaya rumah sakit untuk kaki diabetik saja mencapai 200 juta dolar Amerika. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menurut Supartondo, rata-rata perawatan kaki diabetik per orang adalah 45,3/ hari dengan biaya sebesar Rp. 1.636.996 (John MF Adam, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada : 1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di jaringan perifer (otot dan lemak) 2. sekresi insulin oleh sel beta pankreas 3. atau keduanya (A. Aziz Rani, 2006)

B. Etiologi Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel pulau

Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel (Arif Mansjoer, 2001). dan resistensi insulin

C. Diagnosis Cara yang umum dipakai untuk mendiagnosis penyakit diabetes didasarkan pada berbagai tes kimiawi terhadap urin dan darah : 1) Glukosa urin Pada umumnya jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang normal sukar dihitung, sedangkan pada kasus diabetes, glukosa yang dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak sekali, sesuai dengan berat penyakitnya dan asupan

karbohidratnya.

2) Kadar glukosa darah puasa Kadar glukosa darah puasa sewaktu pagi hari, normalnya adalah 80 sampai 90 mg/dl, dan 110 mg/dl dipertimbangkan sebagai batas atas kadar normal. Kadar gula darah puasa di atas nilai ini, seringkali menunjukkan adanya penyakit diabetes mellitus, atau yang kurang umum, mungkin diabetes hipofisis atau diabetes adrenal. 3) Uji toleransi glukosa Bila orang normal yang puasa memakan 1 gram glukosa per kilogram berat badan, maka kadar glukosa darahnya akan meningkat dari kadar kira kira 90 mg/dl menjadi 120 sampai 140 mg/dl dan dalam waktu kira kira dua jam kadar ini akan menurun lagi kembali ke nilai normalnya. Pada penderita diabetes, konsentrasi glukosa darah puasa hampir selalu diatas 110 mg/dl dan sering diatas 140 mg/dl. 4) Pernapasan aseton Sejumlah kecil asam aseto asetat, yang sangat meningkat pada penderita diabetes yang berat, dapat diubah menjadi aseton. Aseton bersifat mudah menguap dan dikeluarkan dalam udara ekspirasi. Juga, asam keto dapat ditemukan dalam urin melalui cara kimia, dan jumlah asam keto ini dipakai untuk menentukan tingkat penyakit diabetes. (Guyton dan Hall, 1997)

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) : Bukan DM Kadar glukosa darah sewaktu plasma vena darah kapiler Kadar glukosa darah puasa plasma vena darah kapiler < 110 < 90 ( 110 125 A 90 - 109 126 110 < 110 < 90 110 199 90 - 199 200 200 Belum pasti DM DM

(Alwi Shahab, 2006) Dari anamnesis didapatkan : 1. Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. 2. Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulva pada wanita. (Aziz Rani, 2006)

D. Klasifikasi Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI ( Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia ) adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (ADA) 1997, sbg berikut : 1. Diabetes Melitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) :   Autoimun Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)

2. Diabetes Melitus tipe 2 (bervariasi mulai dari yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin) 3. Diabetes Melitus tipe lain : A. Defek genetik fungsi sel beta : a. Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3. b. DNA mitokondria B. Defek genetik kerja insulin C. Penyakit endokrin pankreas : a. Pankreatitis b. Tumor pankreas /pankreatektomi c. Pankreatopati fibrokalkulus D. Endokrinopati : a. Akromegali b. Sindrom Cushing c. Feokromositoma d. Hipertiroidisme E. Karena obat/zat kimia : a. Vacor, pentamidin, asam nikotinat b. Glukokortikoid, hormon tiroid c. Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain F. Infeksi : Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV) G. Sebab imunologi yang jarang : Antibodi anti insulin H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : Sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lainlain. 4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG) (Alwi Shahab, 2006)

E. Komplikasi Komplikasi diabetes terjadi akibat gangguan metabolik akut (hipoglikemia atau hiperglikemia) atau pada tahap lanjut, akibat kerusakan mikrovaskular dan makrovaskular, dimana risikonya

tergantung pada kontrol terhadap kadar glukosa dan faktor risiko vaskular konvensional (Amalia Safitri, 2006). Komplikasi Mikrovaskular pada Diabetes Penyakit pembuluh darah kecil merupakan tanda utama diabetes mellitus dan membutuhkan waktu 10 tahun atau lebih untuk dapat terjadi. a. Penyakit mata (retinopati) Satu dari antara tiga orang dengan diabetes mengalami penyakit mata dan 5% mengalami kebutaan pada umur 30 tahun. Retinopati terjadi akibat penebalan membran basal kapiler, yang menyebabkan pembuluh darah mudah bocor (perdarahan dan eksudat padat), pembuluh darah tertutup (iskemia retina dan pembuluh darah baru), dan edema makula (Amalia Safitri, 2006). Katarak pada pasien diabetes mellitus terjadinya lebih dini dibanding pada populasi normal (Sarwono Waspadji, 1998). Katarak terjadi 10 15 tahun lebih cepat pada penderita diabetes (Amalia Safitri, 2006). b. Nefropati diabetik Keadaan ini terjadi 15 25 tahun setelah diagnosis pada 35 45% pasien dengan diabetes tipe 1 dan kurang dari 20% pasien dengan diabetes tipe 2 (Amalia Safitri, 2006). Pasien dengan nefropati diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat, sampai keluhan sesak napas akibat penimbunan cairan (Sarwono Waspadji, 1998). Nefropati diabetik melibatkan dua pola patologik yang berbeda yang dapat berada bersama sama atau tidak : difus dan noduler. Difus yang lebih sering, terdiri atas pelebaran membrana basalis glomerulus bersama penebalan mesangial menyeluruh. Pada bentuk noduler, 7

penumpukan banyak bahan PAS-positif diendapkan pada perifer berkas glomerulus, disebut lesi Kimmelstiel-Wilson (Daniel W. Foster, 2000). c. Neuropati diabetik Neuropati diabetik dapat mempengaruhi setiap bagian sistem saraf, kecuali otak. Gambaran yang paling lazim adalah polineuropati perifer. Biasanya bilateral, gejala meliputi mati rasa, kesemutan, hiperestesi berat, dan nyeri. Mononeuropati, meskipun lebih jarang disbanding polineuropati juga dapat terjadi. Khas, terdapat wrist drop, foot drop, atau paralisis nervus kranialis ke-3, ke-4, atau ke-6. Mononeuropati khas ditandai oleh reversibilitas spontan yang tinggi, biasanya selama beberapa minggu. Radikulopati adalah sindroma sensori dengan nyeri timbul sepanjang distribusi satu atau lebih nervus spinalis, biasanya pada dinding dada dan perut. Neuropati autonomik dapat muncul dengan berbagai cara. Saluran cerna merupakan target utama, dan mungkin terdapat disfungsi esofagusdengan kesulitan menelan, penundaan pengosongan lambung, konstipasi, atau diare (Daniel W. Foster, 2000). Komplikasi Makrovaskular pada Diabetes Masalah khusus pada pasien diabetik adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan tungkai bawah. Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan abnormal sekunder karena neuropati diabetik. Penyakit vaskular dengan penurunan suplai darah berperan dalam pembentukan lesi ini, dan infeksi umum terjadi, sering oleh banyak organisme (Sarwono Waspadji, 1998). Di Amerika Serikat sebagai suatu negara yang maju, ternyata kaki diabetik masih cukup banyak ditemukan yaitu sekitar 25,0% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit. Penelitian klinik dari beberapa sentra di Indonesia melaporkan prevalensi kaki diabetik berkisar antara 17,3% sampai 32,9% dari seluruh penderita diabetes melitus yang dirawat di rumah sakit (John M F Adam, 2005). 8

Pasien diabetes mellitus dengan kelainan makrovaskular dapat memberikan gambaran kelainan pada tungkai bawah, baik berupa ulkus maupun gangren diabetik. Pada pasien tersebut bila dilakukan perabaan arteri mungkin akan teraba denyut yang berkurang sampai menghilang. Perabaan arteri perlu dilakukan pada setiap pasien diabetes mellitus, paling sedikit pada arteri dorsalis pedis, tibialis posterior, dan poplitea (Sarwono Waspadji, 1998). Kelainan kaki pada diabetes dapat disebabkan oleh infeksi/ septik, neuropati, iskemik atau kombinasi antara ketiganya. Membedakan keempat penyebab tersebut perlu dilakukan untuk menyesuaikan dengan langkah pengobatan yang akan diambil (John M F Adam, 1985). Iskemi dan neuropati merupakan faktor utama yang memegang peranan terjadinya ulkus pada kaki penderita diabetes. Setiap terjadinya ulkus pada kaki akan mudah diikuti oleh infeksi, sehingga dapatlah dikatakan bahwa sangat jarang kaki diabetik tanpa disertai infeksi. Biakan kuman dari nanah kaki diabetik sering memperlihatkan pertumbuhan kuman yang lebih dari satu, hal mana lebih mempersulit pemilihan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman yang tumbuh (John M F Adam, 2005). Faktor risiko ulkus diabetika adalah lama DM 10 tahun, kadar kolesterol 200 mg/dl, kadar HDL 45 mg/dl, ketidakpatuhan diet DM, kurangnya latihan fisik, perawatan kaki tidak teratur dan penggunaan alas kaki tidak tepat dengan memberikan sumbangan terhadap ulkus diabetika sebesar 99,9 % (Hastuti, Tri Rini, 2007).

Prevalensi kaki diabetik menurut beberapa peneliti di Indonesia : Penelitian/tempat Soetardjo Semarang Waspadji Jakarta Askandar Surabaya Ikram Palembang Hardi Semarang Nashruddin P Ujung Pandang Tahun Prevalensi kaki diabetik 7,00%

1975

1984

32,90%

1987

27,60%

1987

25,40%

1987

17,30%

1990

20,60% (John M F Adam, 2005).

Patogenesis terjadinya ulkus diabetikum : 1. Sistem saraf Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanik, kemis, maupun termis, keadaan ini memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya

mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren. Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi (anonim, 2009).

10

2. Sistem vaskular Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua kategori kelainan vaskuler : a. Makroangiopati Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multipel. Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis. b. Mikroangiopati Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil, arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan nonenzimatik glukosa kedalam membrana basalis. Penebalan membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. 3. Sistem Imun Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan monosit (makrofag) meliputi proses kemotaksis, perlekatan

(adherence), fagositosis dan proses-bunuh mikroorganisme intraseluler (intracelluler killing). Semua proses ini terutama penting untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. Empat tahapan tersebut diawali dengan kemotaksis, kemudian fagositosis, dan mulailah proses intra seluler untuk membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas oksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida. Dalam keadaan normal kedua bahan dihasilkan dari glukosa melalui proses hexose monophosphate shunt yang memerlukan NADPH 11

(nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Pada keadaan hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR) diubah menjadi sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari proses ini sel akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan H2O2 karena NADPH digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan lebih parah apabila regulasi DM memburuk. (Anonim, 2009) Angiopati diabetik hampir selalu mengakibatkan neuropati perifer. Neuropati diabetik ini berupa gangguan motorik, sensorik, dan autonom, yang masing masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus di tempat itu. Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma, sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari. Akibatnya kalus dapat berubah menjadi ulkus yang bila disertai infeksi berkembang menjadi selulitis dan berakhir dengan gangren. Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh (Sjamsuhidajat, 1997). Infeksi dan luka ini sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat dari tiga faktor. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga mekanisme radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bacteria patogen. Faktor ketiga adalah karena terjadi pintas arteri-vena di subkutis yang terbuka, aliran nutrient akan melampaui tempat infeksi di kulit (Sjamsuhidajat, 1997). Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki (Sjamsuhidajat, 1997). 12

Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedang secara akut emboli akan memberikan gejala klinik 5P (pain, paleness, paresthesia, pulselessness, paralisis) dan bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinik menurut pola dari Fontaine : 1. Stadium 1 : asimptomatik atau gejala tidak khas (semutan, geringgingan) 2. Stadium 2 : klaudikasio intermiten (sehingga jarak tempuh intermiten) 3. Stadium 3 : nyeri saat beristirahat 4. Stadium 4 : manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (sekresi, ulkus) (Sjamsuhidajat, 1997). Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam derajat menurut Wagner : Derajat 0 I II III IV V Sifat Luka/ tukak Superfisial Dalam sampai tendon/ tulang Dalam Dalam Gangren Abses + +/Selulitis +/+/Osteomielitis +/+/Gangren Jari Seluruh kaki (Sjamsuhidajat, 1997).

Kaki diabetik menurut Wagner : A. Wagner 0 : kulit utuh Kaki neuropati : pes planovalgus, paralisis otot kecil di dalam kaki, jari palu, jari sikap cakar, hiperemia, pembuluh vena melebar. 13

B. Wagner 1 : tukak neuropatik/ superfisial : telapak kaki, dikelilingi kalus, hiperemia. C. Wagner 2 : tukak superfisial dorsum dan lateral kaki, tukak neuroiskemik, meluas subkutan, selulitis sekitarnya, gangren di pinggir. D. Wagner 3 : tukak dalam (neuroiskemik) : sampai tulang tumit, osteomielitis. E. Wagner 4 : gangren dua jari dan sebagian kaki depan, hiperemia. (Sjamsuhidajat, 1997). Sistem klasifikasi kaki diabetik, modifikasi Brodsky, kedalaman luka : 1. 2. 3. 4. 0 1 2 3 kaki berisiko, tanpa ulserasi ulserasi superficial, tanpa infeksi ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon ulserasi yang luas/ abses (dr. A. Yuda Handaya, 2009)

Penanggulangan ulkus diabetik Pada penderita DM sebaiknya pemasangan infus tidak di kaki (kaki diabet) karena merupakan end artery. Terapi DM dengan ulkus adalah insulin, karena insulin bersifat anabolik agent sehingga baik untuk pembentukan jaringan, apalagi jika disertai underweight (A. Guntur H, 2006). Pengobatan kelainan ulkus diabetik terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan kelainan ulkus. Pengendalian diabetes mellitus harus disertai upaya memperbaiki keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai dan pemberian antiagregasi trombosit, hipolipidemik, dan hipotensif jika dibutuhkan. Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Pilihan antibiotik mungkin berupa golongan penisilin spektrum luas, golongan kloksasilin/ dikloksasilin, untuk terapi vaskulitis, dan golongan yang aktif terhadap kuman anaerob seperti klindamisin atau metronidazol. Obat lokal seperti solutio, salep, atau krim diberikan setelah luka dicuci dengan cairan antiseptik (Sjamsuhidajat, 1997).

14

Terapi bedah untuk kaki dapat terdiri dari tindakan bedah kecil seperti insisi dan penyaliran abses, debridemen, dan nekrotomi. Prinsipnya ialah mengeluarkan semua jaringan nekrotik untuk maksud eliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Tindak bedah berupa amputasi dilakukan berdasarkan indikasi yang tepat. Tindakan bedah vaskular misalnya embolektomi, endarteriektomi, atau rekonstruksi pembuluh kadang dilakukan (Sjamsuhidajat, 1997). Alasan pasien DM mudah terjadi infeksi dan luka tidak sembuhsembuh : a. Imunitas turun b. Penurunan fungsi leukosit c. Kerentanan, karena kadar gula darah yang naik turun, keton bodies d. Mikro/ makroangiopati jaringan. (A. Guntur H, 2006) leukosit dan O2 sulit mencapai

15

BAB III PENUTUP

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada kerja insulin di hati dan di jaringan perifer, dan defek pada sekresi insulin oleh pankreas. Salah satu komplikasi kronik dari DM adalah terbentuknya ulkus diabetik yang memerlukan perawatan lama dan biaya yang besar. Ulkus diabetik ini terjadi akibat keterlibatan dari sistem saraf, sistem vaskular, dan sistem imun.

16

DAFTAR PUSTAKA

R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 1997. Tindakan Bedah : Organ dan Sistem Organ dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta. Penerbit EGC. Hal. 646-8 Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. 2001. Metabolik Endokrin dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Hal. 580 Guntur, A. 2006. Bed Side Teaching Ilmu Penyakit Dalam. Surakarta. Penerbit Sebelas Maret University Press. Hal. 33 Suyono, Slamet. 1998. Masalah Diabetes di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi ketiga. Jakarta. Penerbit FKUI. Hal. 571-575 Guyton Arthur C, Hall John E., 1997. Endokrinologi dan Reproduksi dalam dr. Irawati Setiawan Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton dan Hall Edisi 9. Jakarta. Penerbit EGC. Hal. 1235 Amalia Savitri. 2005. Diabetes Melitus dalam At a glance Medicine Patrick Davey. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal. 266-269 Foster, W. Daniel. 2000. Diabetes Mellitus dalam Prof. Dr. Ahmad H. Asdie, Sp.PD-KE. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 5 Edisi 13. Jakarta. Penerbit EGC. Hal. 2196 dan 2213 A. Aziz Rani, dkk. 2006. Diabetes Melitus dalam Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta. Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal. 8 Anonim. 2009. Ulkus Diabetikum. Ilmu Bedah. www.bedahugm.net/ulkusdiabetikum/ John Marthin Frederik Adam. 2005. Komplikasi Kronik Diabetik Masalah Utama Penderita Diabetes dan Upaya Pencegahan. Suplement Vol 26 No.3 Juli-September 2005

17

John Marthin Frederik Adam. Kaki Diabetes. 1985. Cermin Dunia Kedokteran No. 39 Hastuti, Rini Tri. 2007. Faktor-Faktor Risiko Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus (studi kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta) dr. A. Yuda Handaya. 2009. Ulkus Kaki Diabetes. Alwi Shahab. 2009. Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus (disarikan dari Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia : Perkeni 2006)

18

You might also like