You are on page 1of 35

PPHB SEJARAH ARSITEKTUR 1 ARSITEKTUR KOLONIAL

Ir. Laksmi Utami, MA Gagah Wulung Pamungkas Yusrani Oktarina Puteri (052.06.032) (052.07.088)

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN ARSITEKTUR

KOLONIAL KLASIK

Tentang Arsitektur Kolonial Klasik


Arsitektur kolonial Belanda ini tetap berupaya menyesuaikan diri dengan iklim tropis di Bali, seperti kedudukan plafon yang umumnya sangat tinggi, kemiringan atap yang curam, beberapa memiliki konsol tritisan, penggunaan daun jendela krepyak kayu (membantu sirkulasi udara), sistem ventilasi atau oculus dan lorong yang berfungsi sebagai isolasi panas. Adanya elemen-elemen arsitektur berciri gaya klasik Eropa, seperti order ionic, doric, porch, pilaster, architrave, gable, tympanum, pelengkung bentuk parabola, dll Bentuk masa bangunan induk (yang umumnya) simetris dan disertai dengan koridor (beratap) penghubung dengan bangunan servis. Setiap dinding bangunan rata-rata memiliki ketebalan sekitar 30 cm, dengan kedudukan kusen pintu dan jendela yang tinggi (ambang kusen atas antara 2,30 - 2,60 meter dari permukaan lantai

Bentuk & Bagian Dari Bangunan Arsitektur Kolonial

konstruksi yang sama masih digunakan pada kebanyakan bangunan di Indonesia sampai sekarang

bangunan tua tidak dirawat dengan baik, menjadikannya terlihat kotor sehingga keindahan dari bangunan tersebut berkurang

bangunan komersial yang dibangun Belanda, sebuah fasad yang menarik dari jendela-jendela dengan panel-panel kaca, dengan pendekatan atap khas tropis

Sebuah pintu dari sebuah rumah kolonial dengan gaya yang khas, panel pintu dibuat dari kayu, dilengkapi dengan sistem pengunci.

rumah toko dapat menjadi sangat menarik. Karena rumah-rumah kolonial biasanya menggunakan plafon tinggi, tampilan depan lantai satu bisa dibagi dua; bagian pintu dan jendela, dan bagian jendela-jendela atas

Toko kue Ini adalah ekspresi lain dari arsitektur bangunan kolonial, Dinding putihnya dan kanopi sebagai tambahan dari arsitektur tropis

Pembentukan Kota-kota kolonial di Indonesia


1. Kota-kota perdagangan di daerah pesisir yang bersifat heterogen dan profan 2. Pusat-pusat kerajaan yang bersifat homogen dan sakral yang berada di tengah-tengah daerah pedalaman yang agraris.

KOTA TUA, JAKARTA

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KOLONIAL DI INDONESIA


Abad 16 sampai tahun 1800-an Waktu itu Indonesia di bawah kekuasaan perusahaan dagang Belanda, VOC. Arsitektur Kolonial Belanda selama periode ini cenderung kehilangan orientasinya pada bangunan tradisional di Belanda. Bangunan perkotaan orang Belanda pada periode ini masih bergaya Belanda dimana bentuknya cenderung panjang dan sempit, atap curam dan dinding depan bertingkat bergaya Belanda di ujung teras.3 Bangunan ini tidak mempunyai suatu orientasi bentuk yang jelas, atau tidak beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat.

Tahun 1800-an (awal abad ke 19) sampai dengan tahun 1902 Pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari VOC. Setelah pemerintahan tahun 1811-1815 wilayah Hindia Belanda sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Pada tahun 1865 oleh karena jarak yang jauh dan komunikasi yang sulit dengan Pemerintah Belanda sehingga perkembangan kemajuan arsitektur modern di Belanda tidak sampai gemanya ke Indonesia.

Pada saat itu, di Hindia Belanda terbentuk gaya arsitektur tersendiri yang dipelopori oleh GubernurJenderal HW yang dikenal dengan the Empire Style, atau The Ducth Colonial Villa: Gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis) yang diterjemahkan secara bebas. Hasilnya berbentuk gaya Hindia Belanda yang bercitra Kolonial yang disesuaikan dengan lingkungan lokal, iklim dan material yang tersedia pada masa itu. Pada periode ini, gaya neoklasik merupakan gaya arsitektur yang sangat cocok untuk mengungkapkan kemegahan kemaharajaan

KOLONIAL CIREBON

BANGUNAN KOLONIAL DI CIREBON


Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman, Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

BANGUNAN KERESIDENAN BALAI KOTA


Balai Kota (stadhuis) gaya Art Deco adalah karya J.J. Jiskoot, Kepala Dinas PU Cirebon pada tahun 1927. Delapan ekor udang yang merayap di kedua "menara nya menegaskan riwayat Cirebon sebagai kota udang. Berderet dengan bangunanbangunan ini

adalah rumah-rumah dengan jendela kaca patri.


Masih terdapat teras-teras keliling Membuat tower pada pintu masuk utama merupakan ciri khas arsitektur kolonial peralihan.

Penggunaan kolom kolom yang mencirikan bangunan kolonial

BANGUNAN BANGUNAN KOLONIAL DI CIREBON LAINNYA

PRAPATAN KEJAKSAAN

STASIUN KEJAKSAAN

KERATON CIREBON

PABRIK ROKOK BAT

KOLONIAL KLASIK BANDUNG

Sejarah kolonial Bandung


Berawal dari dikomandani oleh Ir. F.J.L. Ghijsels membangun 750 bangunan modern untuk ukuran saat itu, sebagai bagian dari persiapan kepindahan ibukota. Pada tahun 1923, Maestro Arsitek Belanda Hendrik Petrus Berlage berkunjung ke kota-kota di Hindia Belanda termasuk Bandung. Ia mengkritik Arsitektur jiplakan bangunan-bangunan di Eropa yang mendominasi wajah kota Bandung saat itu. Hal ini memicu diskusi arsitektur baru yang dipelopori C.P. Wolff Schoemaker bersama Maclaine Point, yang turut berperan dalam pengembangan arsitektur indo-eropa selanjutnya

Arsitektur yang sangat kental sentuhan barat pada bangunan di Bandung yaitu: 1. Art Nouveau, salah satu tokohnya adalah PAJ Moojen (1907) 2. Art Deco, oleh arsitek generasi berikutnya di tahun 1920-an

Tokoh Indo-Europeesche Architectuur Stijl Ed Cuypers H. Maclaine Point P.A.J Moojen

Menurut C.P. Wolff Schoemaker, Arsitektur Indo-Eropa berciri sebagai berikut : Sosok bangunan umumnya simetris Memiliki ritme vertikal dan horizontal yang relatif sama kuat Konstruksi bangunan disesuaikan dengan iklim tropis, terutama pada pengaturan ruang,masuk sinar matahari, dan perlindungan hujan

Bangunan bangunan kolonial bergaya arsitektur Indo eropa yaitu Gedung Sate, J. Gerber (1920-1924) Aula Barat ITB, Ir H. Maclaine Point (1920) kedua bangunan ini dipuji oleh Petrus Berlage saat kunjungannya ke Bandung, karena arsitekturnya yang merespon budaya & iklim setempat Masjid Cipaganti, C.P. Wolff Schoemaker Villa Merah ITB, C.P. Wolff Schoemaker Rumah-rumah peristirahatan Belanda di Bandung

GEDUNG SATE (1920 - 1924) Gedung Sate saat ini berfungsi sebagai Kantor Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Barat. Gedung Sate pada Zaman Kolonial Belanda dikenal dengan nama bangunan Gouvernements Bedrijven disingkat GB atau Pusat Instansi Pemerintahan. Gedung Sate dirancang oleh arsitek Belanda Ir. J. Gerber dari Jawatan Gedung-gedung Negara (landsgebouwendients), dibantu oleh sebuah tim yang terdiri dari: Kol. Genie (Purn.) V.L. Slor dari Genie Militair, Ir. E.H. De Roo dan Ir. G. Hendriks yang mewakili Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) atau DPU sekarang dan Gemeentelijk Bouwbedriff (Perusahaan bangunan Kotapraja) Bandung.

Langgam arsitektur Gedung Sate terinspirasi gaya bangunan Italia di Zaman Renaissance , Memberikan kesan anggun, indah, megah, dan monumental. Selain itu adanya pemakaian elemen lengkungan yang ritmis, berulang-ulang (repetisi) sehingga menciptakan irama arsitektur yang menyenangkan, indah dan unik.

Bagian atasnya yang menjulang menyerupai tusukan sate, karenanya secara popular rakyat memberi nama gedung itu Gedung Sate .

Pada dinding fasade depan Gedung Sate terdapat ornamen berciri tradisional, seperti pada bangunan candi-candi Hindu. Sedangkan ditengah-tengah bangunan induk gedung Sate, tegak berdiri menara dengan atap bersusun atau yang disebut tumpang seperti Meru di Bali atau atap Pagoda

KOLONIAL KLASIK JAKARTA

GEDUNG MUSEUM MANDIRI Museum yang menempati area seluas 10.039 m2 ini pada awalnya adalah gedung Nederlandsche HandelMaatschappij (NHM) atau Factorji Batavia yang merupakan perusahaan dagang milik Belanda yang kemudian berkembang menjadi perusahaan di bidang perbankan.

Gedung ini terdapat persis didepan Stasiun Kota Jakarta dan berada tepat di sebelah gedung NIHB yang sekarang menjadi Museum Bank Indonesia.

FASAD Gedung NHM ini memiliki 2 arsitektur bergaya Eropa yakni Art Deco yang menonjolkan kemegahan bangunannya, hal ini terlihat dari lantainya yang bermotif mozaik, pilar-pilar berukuran besar, hall yang sangat luas, ragam hiasan kaca patrinya yang mempunyai warnawarna eksotik serta atap disetiap lantainya yang berukuran sangat tinggi

gaya arsitektur lainya adalah Nieuwe Zakelijk yang berarti bisnis model terbaru. Hal ini jelas terlihat dari interior dan eksterior yang menonjolkan bentuk siku-siku disetiap bangunan (komponen) bangunannya sehingga memberikan kesan megah dan berkelas tinggi

Bahan bangunannya seperti marmer, kayu jati, besi tempa, berbagai macam jenis ubin (tegel) memiliki kualitas tinggi.

Bangunan terdiri dari 4 lantai, yaitu : 1. Souterrain (Basement)

Pada lantai ini terdapat ruang khazanah/kluis atau bisa disebut ruang Brandkast untuk menyimpan surat-surat berharga seperti saham, obligasi dll yang memiliki akses langsung ke bagian persahaman yang berada di lantai Begane Grond (lantai dasar) serta ruang Kaskluis untuk menyimpan uang tunai yang juga mempunyai akses langsung ke bagian Kas Afdeeling (bagian kas) Di samping kiri dan kanan ruangan terdapat 2 lorong yang menuju ke arah lift uang, difungsikan sebagai lalu lalangnya para petugas, juga difungsikan sebagai tempat disemayamkannya para Direksi yang meninggal sebelum dibawa ke negerinya. Di lantai ini juga terdapat pabrik percetakan kertas, yang sekarang difungsikan sebagai tempat parkir dan terdapat area ruang pembuatan mebel, parkir sepeda, pembuatan alat-alat percetakan (stempel), taman, dll.

Pintu besi sebagai akses masuk ke ruang khazanah/kluis

BAGIAN KAS

LORONG

2.

Begane Grond (Lantai Dasar)

AUDITORIUM

RUANG PERALATAN OPERASIONAL

RUANG PERLENGKAPAN BANK

ATM

CHINESEKAS

PUBLIC HALL

KASAFDEELING

RUANG PAMERAN

RUANG ORIENTASI

GIFTSHOP

Pada bagian ini dipisahkan menjadi 2 bagian utama, yakni :

a.

Bagian Kiri

Diperuntukan untuk pengurusan surat-surat berharga seperti saham, obligasi, dsb dan pada bagian ini memiliki akses langsung ke lantai Souterrain (Basement) untuk menyimpan langsung surat-surat berharga tersebut di ruang kluis (tempat penyimpanan surat-surat berharga), serta terdapat ruang pembukuan.

Diperuntukan untuk urusan kas, termasuk didalamnya bagian perkreditan perjalanan, ruang kas bagi orang-orang Cina dan ruang administrasi bagi perbankan. Pada lantai ini juga terdapat meja teller sepanjang 122 m yang dibagi menjadi bagian perkreditan, penggadaian, deposito, inkaso, giro, kredit perjalanan, dll serta pada bagian belakang lantai ini terdapat ruang makan (koffie kamer) bagi para pekerja, karyawan, direksi dan wanita.

b.

Bagian Kanan

2.

1e Verdieping (Lantai Satu)

Digunakan sebagai ruang kerja para direksi dan ruang rapat besar. Sisi kanan lantai III dikhususkan untuk Presiden Nederlandsche Handel Maatschappij Setiap ruangan pada Direksi dibedakan pada lantai dan wastafel di setiap ruangan, Direksi Perbankan lantainya berwarna merah dengan wastafel warna hijau, Presiden NHM lantainya berwarna agak gelap dengan wastafel warna putih, dan Direksi Perkebunan mempunyai lantai berwarna biru dengan wastafel warna abu-abu, setiap ruangan ini juga mempunyai ruangan untuk ganti baju. Sedangkan pada sisi sebelah kiri terdapat laboratorium, ruang training para karyawan, ruang kepala bagian dan ruang kerja karyawan bidang administrasi perkebunan.

Denah (Lantai Satu)

PEPUSTAKAAN

KORIDOR DALAM

RUANG KEPEGAWAIAN

RUANG RAPAT BESAR

RUANG NUMISMATIK

RUANG PRESIDEN DIREKTUR

RUANG PENGHARGAAN

RUANG MAKAN DIREKTUR

3.

2e Verdieping (Lantai Dua)

Bagian ini sebagian besar diperuntukan untuk bagian pengarsipan dan ruangan lainnya berfungsi sebagai ruang penjilidan majalah dan ruang kontrol kemanan. 4. 1e dan 2e Afdeling (Lantai Department/Bagian I dan II)

Pada bagian ini diperuntukan untuk loker dan toilet bagi para pekerja. 5. Zolder Verdieping (Loteng) Bagian ini diperuntukan untuk tempat mesin sirkulasi udara.

6. Taman

ORNAMEN

DETAIL KACA PATRI

Menuju ke atas, kita dapat melihat mozaik dari kaca patri yang indah, mirip dengan yang pernah kami lihat di Lawang Sewu, Museum Bank Indonesia. Mozaik tersebut menggambarkan keadaan 4 musim yang dialami di belahan Eropa dan juga tokoh nakhoda kapal Belanda, Cornelis de Houtman.

TANGGA

Tangga menghubungkan antara lantai satu ke lantai lainnya Pada tangga dalam bangunan ini memiliki unsur kolonial pada bagian material lantai tangga.

ELEMEN
ELEMEN INI TERDAPAT PADA BEBERAPA UNSUR BANGUNAN, SEPERTI LANTAI,DINDING DAN RAILING TANGGA

LANTAI YANG TERBUAT DARI TUMPUKAN BATU BATA LANTAI TERBUAT DARI KERAMIK MOZAIK YANG BERPADU DENGAN KACA

PINTU DAN JENDELA


Jendela yang terdapat pada ruangan. Pada jendela terdapat lubang-lubang agar udara dapat keluar masuk dengan mudah. Sehingga dalam ruangan mudah terjadi pertukaran udara Pada bagian pintu masuk ke dalam ruangan, bagian atasnya terdapat ventilasi udara agar udara dapat keluar masuk dan membuat hawa ruangan menjadi sejuk

DETAIL

PADA SISI DALAM BANGUNAN TERDAPAT PENAHAN PANAS BAGIAN INI MENJADI PENYESUAIAN BANGUNAN, TERHADAP IKLIM TROPIS INDONESIA.

Pada bagian luar bangunan terdapat elemen-elemen yang timbul, sebagai salah satu ragam hias

Unsur kolonial terdiri dari elemen-elemen arsitektur berciri gaya klasik Eropa, seperti order ionic, doric, porch, pilaster, architrave, gable, tympanum, pelengkung bentuk parabola, dll Setiap dinding bangunan rata-rata memiliki ketebalan sekitar 30 cm, dengan kedudukan kusen pintu dan jendela yang tinggi (ambang kusen atas antara 2,30 - 2,60 meter dari permukaan lantai Sosok bangunan umumnya simetris Konstruksi bangunan disesuaikan dengan iklim tropis, terutama pada pengaturan ruang,masuk sinar matahari, dan perlindungan hujan

KESIMPULAN

You might also like