You are on page 1of 2

Implementasi

ERP FoxMeyer: Kasus Kegagalan Proyek Teknologi Informasi


Ernestina Rahmanasari, ITS Surabaya

Abstrak
Berikut adalah studi kasus proyek implementasi aplikasi Enterprise Resource Planning (ERP) di perusahaan farmasi FoxMeyer pada tahun 1996 yang merupakan 1 dari 10 besar kegagalan proyek teknologi informasi seluruh dunia periode 1990-2005 [1]. Studi kasus ini bertujuan mencegah kegagalan dan memberikan saran proyek penerapan teknologi informasi khususnya penerapan ERP di perusahaan.

Latar Belakang

FoxMeyer merupakan perusahan ke-5 terbesar farmasi di Amerika Serikat pada tahun 1995 dengan penjualan tahunan mencapai 5 triliun US$ dan pengiriman barang mencapai 500.000 jenis produk/hari [2]. Distribusi FoxMeyer didukung oleh 25 cabang seluruh Amerika Serikat. Pada tahun 1990-an ada 40 penjual skala besar, namun 80% penjualan didominasi oleh perusahaan farmasi 5 (lima) terbesar, diantaranya FoxMeyer [3]. Kompetisi yang ketat mendorong FoxMeyer bertekad melakukan perubahan besar pada sistem teknologi informasi, yang bertujuan memangkas distribusi jalur rantai pasok. Berdasarkan hasil analisis rantai pasok, FoxMeyer memutuskan bahwa penggunaan ERP merupakan solusi yang tepat, menyediakan data real-time terhadap persediaan dan penyediaan layanan pelanggan yang responsif [2]. Pada tahun 1992, FoxMeyer merekrut Anderson Colsulting and Arthur Andersen & Co. (AA), grup konsultan aplikasi, untuk mengimplementasikan SAP (R/3), sebuah aplikasi ERP. Selain itu, FoxMeyer juga membeli warehouse-automation, aplikasi penjualan otomatis dari vendor Pinacle. Proyek ini gagal total. Setelah gagal menerapkan SAP ERP, pada tahun 1996, FoxMeyer dinyatakan bangkrut [5] dengan memperkarakan SAP, sebagai vendor ERP, dan AA Consulting Group, selaku pengimplementasi ERP [3]. Christoper Cole, kepala operasional Pinacle untuk FoxMeyer, menyatakan bahwa kegagalan FoxMeyer bukan merupakan kegagalan otomasi penjualan. Bukan juga kegagalan aplikasi komersial (SAP ERP, red). Itu merupakan kegagalan manajemen [4].

Analisis Resiko Proyek


Biaya implementasi R/3 dianggarkan 65 juta US$; 4.8 juta US$ sistem client/server dari Hawlett Packard, 4 juta US$ aplikasi SAP ERP, dan 18 juta US$ pembelian gudang pusat data komputer di Ohio. Implementasi R/3 ini diproyeksikan menghemat 40$ US$ per tahun. Angka ini diakui CIO FoxMeyer sendiri, Robert Brown, terlalu fantastis, katanya kami mempertaruhkan perusahaan untuk proyek ini [3]. Jangka waktu proyek adalah 18 bulan, yang menurut Woltz Consulting sangat tidak realistis [4]. Studi yang dilakukan Keil, Cule, Lyytinen dan Schmidt tahun 1998 [4] mengkategorikan proyek implementasi ERP FoxMeyer sebagai proyek gagal dengan empat alasan: (1) distribusi mandat di perusahaan, (2) ruang lingkup dan kebutuhan, (3) eksekusi, (4) lingkungan. 1. Distribusi mandat tidak merata karena manajemen tingkat atas dan bawah tidak sepakat. Pegawai bagian gudang menganggap bahwa implementasi R/3 mengancam pekerjaan mereka. Pada awal implementasi, tiga gudang ditutup dan proses transisi dari manual ke otomasi gudang membawa insiden buruk. Pegawai gudang memalsukan data persediaan, tidak mengisi order pemesanan, banyak kesalahan terjadi karena sistem baru dihadapkan dengan volume transaksi yang luar biasa besar. Senilai 34 juta US$ persediaan hilang [4]. 2. Ruang lingkup proyek beresiko tinggi. Meskipun pada saat uji coba, server HP9000 mampu menampung volume

Implementasi ERP FoxMeyer: Kasus Kegagalan Proyek Teknologi Informasi, Ernestina Rahmanasari, MPTI C, Sistem Informasi, ITS Surabaya: 20 Februari 2012

transaksi data R/3, namun tahun 1994 server tersebut hanya mampu menampung 10.000 data/hari dibandingkan dengan transaksi FoxMeyer sesungguhnya yang mencapai 420.000 data [4]. 3. Eksekusi proyek berjalan lambat karena FoxMeyer kekurangan tenaga terampil komputer. Implementasi bergantung pada Andersen Consulting Group, namun pegawai input data kurang berpengalaman dibandingkan dengan segala kerumitan penggunaan aplikasi SAP R/3 [4]. 4. Lingkungan manajemen mengindikasikan bahwa proyek ini tidak terkontrol. Manajemen FoxMeyer menyadari bahwa proyek ini bermasalah, namun karena kebutuhan keuangan juga sangat tinggi, FoxMeyer membutuhkan transaksi dengan volume tinggi dan menguntungkan. Akibatnya, fokus proyek berubah drastis, sehingga justru meningkatkan biaya proyek senilai 100 juta US$ [4].

2.

3.

4.

5.

Saran Implementasi ERP


Berdasarkan data tim riset editor Computerworld yang mempublikasikan 10 kegagalan terbesar proyek TI di Amerika Serikat tahun 1990 2005, 50% diantaranya merupakan proyek implementasi ERP pada perusahaan [1]. Pengalaman FoxMeyer merupakan pembelajaran yang penting, karena banyak perusahaan berkembang saat ini berusaha memakai ERP untuk mengotomasi sistem proses bisnis di perusahaannya. Saran implementasi ERP pada perusahaan mencakup (1) pemilihan aplikasi ERP, (2) pembuatan Rencana Kontinjensi, (3) melibatkan seluruh komponen (stakeholder) perusahaan, (4) batasan dan kebutuhan proyek yang realistis, (5) kontrol manajemen dan dukungan pegawai/user. 1. Produsen aplikasi ERP seringkali hanya mengiklankan dengan mewah aplikasinya, sehingga kesulitan dan kerumitan implementasinya kadang tidak diberitahukan kepada konsumen.

Konsultan ahli perlu direkrut untuk pemilihan pro dan kontra aplikasi sesuai proses bisnis perusahaan. Rencana kontinjensi perlu dibuat dengan asumsi bahwa jika proyek ini gagal, perusahaan tetap terus beroperasi. Implementasi ERP mengancam pegawai secara psikologis. Kehilangan pekerjaan merupakan hal paling tidak diinginkan pegawai. Disamping tercapainya tujuan untuk meningkatkan pendapatan, perusahaan harus mempertimbangkan keterlibatan pegawai dan manajem tingkat menengah yang terkena dampak implementasi proyek ERP. Batasan dan kebutuhan proyek, termasuk jangka waktu implementasi harus disesuaikan dengan volume transaksi perusahaan. Jika perubahan drastis tidak terukur, perubahan secara modular dan bertahap jauh lebih bijaksana. Proyek harus dikontrol dan didukung penuh keahlian pegawai/user. Kontrol dilakukan dengan review berkala implementasi proyek. Jika proyek mencapai tahap tidak menguntungkan perusahaan, lakukan rencana kontinjensi atau berani lakukan pemberhentian/cut- off proyek.

Referensi:
[1] Keefe, Mari. "Top 10 Corporate Information Technology Failure", http://www.computerworld.com/computerworld /records/images/pdf/44NfailChart.pdf , October 9, 1994. [2] Sumner, M. FoxMeyer Case: A Failure of Large ERP Implementation, 138-147, August 28, 1998. [3] Scott, Judy E. The FoxMeyer Drugs bankruptcy: Was it a Failure of ERP?, AMCIS 1999 Proceedings, 1999. [4] Jesitus, J. "Broken Promises?; FoxMeyer 's Project was a Disaster. Was the Company Too Aggressive or was it Misled?", Industry Week, November 3, 1997, 31-37. [5] Computergram International "FoxMeyer Plus Two Sue Andersen for SAP Snafus", Computergram International, July 20, 1998.

Implementasi ERP FoxMeyer: Kasus Kegagalan Proyek Teknologi Informasi, Ernestina Rahmanasari, MPTI C, Sistem Informasi, ITS Surabaya: 20 Februari 2012

You might also like