You are on page 1of 14

HIPERBILIRUBINEMIA Definisi : Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal)

yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine. Etiologi: Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatabilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan acidosis, hipoglikemia dan polisitemia. Patofisiologi Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan acidosis atau dengan hipoksia/anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gagguan konjugasi hepar (defisiensi enszim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada sususnan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi. Tabel.1 Perbandingan Tipe Unconjungatif Hyperbilirubinemia Fisiologis jaundice Jaundice yang Jaundice Breast Hemolitik desease berhubungan milk dengan Breast feeding Intake susu yang Faktor-faktor pada Incompatibilitas Penyebab Fungsi hepatik immatur ditambah jelek berhubungan susu ibu yang antigen yang peningkatan dengan konsumsi berubah, bilirubin menyebabkan bilirubin dari kalori yang sedikit menjadi bentuk hemolisis sebagian hemolisis RBC pada bayi sebelum lemak yang mana dari RBC. susu ibu keluar direabsorbsi usus Hati tidak mampu untuk mengkonjugasikan dan mengeksresikan kelebihan bilirubin dari hemolisis Setelah 24 jam 2 3 hari 4 5 hari Selama 24 jam Onset pertama (bayi pertama prematur, bayi lahir

Puncak Durasi Terapi

lama) 72 jam Berkurang setelah 5-7 hari Fototherapi jika bilirubin meningkat dengan cepat

2 3 hari

10 15 hari Sampai seminggu Hentikan ASI selama 24 jam untuk mendeterminasi sebab, jika kadar bilirubin menurun pemberian ASI dapat diulangi. Dapat dilakukan fototherapi tanpa menghentikan pemberian ASI

Bervariasi

Berikan ASI sesering mungkin, berikan suplemen kalori, fototherapi untuk kadar bilirubin 18 20 mg/dl

Posnatal: fototherapi, bila perlu transfusi tukar Prenatal: Transfusi (fetus) Mencegah sensitisasi dari RH negatif ibu dengan RhoGAM

Pengkajian 1. Riwayat keluarga dan kehamilan: - Orang tua atau saudara dengan neonatal jaundice atau penyakit lever - Prenatal care - DM pada ibu - Infeksi seperti toxoplasmosis, spilis, hepatitis, rubela, sitomegalovirus dan herves yang mana ditransmisikan secara silang keplasenta selama kehamilan - Penyalahgunaan obat pada orang tua - Ibu dengan Rh negatif sedangkan ayah dengan Rh positif - Riwayat transfusi Rh positif pada ibu Rh negatif - Riwayat abortus dengan bayi Rh positif - Obat-obatan selama kehamilan seperti sulfonamid, nitrofurantoin dan anti malaria - Induksi oksitosin pada saat persalinan - Penggunaan vakum ekstraksi - Penggunaan phenobarbital pada ibu 1-2 bulan sebelum persalinan 2. Status bayi saat kelahiran: - Prematuritas atau kecil masa kehamilan - APGAR score yang mengindikasikan asfiksia - Trauma dengan hematoma atau injuri - Sepsis neonatus, adanya cairan yang berbau tidak sedap - Hepatosplenomegali 3. Kardiovaskuler - Edema general atau penurunan volume darah, mengakibatkan gagal jantung pada hidro fetalis 4. Gastrointestinal - Oral feeding yang buruk - Kehilangan berat badan sampai 5 % selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori - Hepatosplenomegali 5. Integumen - Jaundice selama 24 jam pertama (tipe patologis), setelah 24 jam pertama (Fisiologik tipe) atau setelah 1 bulan dengan diberikan ASI - Kalor yang disebabkan oleh anemia yang terjadi karena hemolisis RBC 6. Neurologik - Hipotoni - Tremor, tidak adanya reflek moro dan reflek menghisap, reflek tendon yang minimal - Iritabilitas, fleksi siku, kelemahan otot, opistotonis - Kejang 7. Pulmonari

- Apnu, sianosis, dyspnea setelah kejadian kern ikterus - Aspiksia, efusi pulmonal 8. Data Penunjang - Golongan darah dan faktor Rh pada ibu dan bayi untuk menentukan resiko incompatibilitas, Rh ayah juga diperiksa jika Rh ibu negatif (test dilakukan saat prenatal) - Amniosintesis dengan analisa cairan amnion, Coombs test dengan hasil negatif mengindikasikan peningkatan titer antibodi Anti D, bilirubin level pada cairan amnion meningkat sampai lebih dari 0,28 mg/dl sudah merupakan nilai abnormal (mengindikasikan kebutuhan transfusi pada janin). - Coombs test (direct) pada darah tali pusat setelah persalinan, positif bila antibodi terbentuk pada bayi. - Coombs test (indirect) pada darah tali pusat, positif bila antibodi terdapat pada darah ibu. - Serial level bilirubin total, lebih atau sama dengan 0,5 mg/jam samapi 20 mg/dl mengindikasikan resiko kernikterus dan kebutuhan transfusi tukar tergantung dari berat badan bayi dan umur kehamilan. - Direct bilirubin level, meningkat jika terjadi infeksi atau gangguan hemolisis Rh - Hitung retikulosit, meningkat pada hemolisis - Hb dan HCT - Total protein, menentukan penurunan binding site - Hitung leukosit, menurun sampai dibawah 5000/mm3, mengindikasikan terjadinya infeksi - Urinalsis, untuk mendeteksi glukosa dan aseton, PH dan urobilinogen, kreatinin level Diagnosa Keperawatan Dx. 1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan produk sisa sel darah merah yang berlebihan dan imaturitas hati Tujuan 1: Pasien mendapatkan terapi untuk menyeimbangkan eksresi bilirubin Tindakan: 1. Kaji adanya jaundice pada kulit, yang mana mengindikasikan peningkatan kadar bilirubin 2. Cek kadar bilirubin dengan bilirobinometer transkutan untuk mengetahui peningkatan atau penurunan kadar bilirubin 3. Catat waktu terjadinya jaundice untuk membedakan fisiologik jaundice (terjadi setelah 24 jam) dengan patologik jaundice (terjadi sebelum 24 jam) 4. Kaji status bayi khususnya faktor yang dapat meningkatkan resiko kerusakan otak akibat hiperbilirubinemia (seperti hipoksia, hipotermia, hipoglikemia dan metabolik asidosis) 5. Memulai feeding lebih cepat utuk mengeksresikan bilirubin pada feces Hasil yang diharapkan: 1. Bayi baru lahir memulai feeding segera setelah lahir 2. Bayi baru lahir mendapatkan paparan dari sumber cahaya Tujuan 2: tidak terjadi komplikasi dari fototherapi Tindakan: 1. Tutupi mata bayi baru lahir untuk menghindari iritasi kornea 2. Tempatkan bayi secara telanjang dibawah cahaya untuk memaksimalkan paparan cahaya pada kulit 3. Ubah posisi secara teratur utnuk meningkatkan paparan pada permukaan tubuh 4. Monitor suhu tubuh untuk mendeteksi hipotermia atau hipertermia 5. Pada peningkatan BAB, bersihkan daerah perienal untuk menghindari iritasi 6. Hindarkan penggunaan minyak pada kulit untuk mencegah rasa pedih dan terbakar 7. Berikan intake fluid secara adekuat untuk menghindari rehidrasi Hasil yang diharapkan : tidak terjadi iritasi mata, dehidrasi, instabilitas suhu dan kerusakan kulit Tujuan 3: Tidak adanya komplikasi dari transfusi tukar (jika terapi ini diberikan) Tindakan: 1. Jangan berikan asupan oral sebelum prosedur (2-4 jam) untuk mencegah aspirasi 2. Cek donor darah dan tipe Rh untuk mencegah reaksi transfusi 3. Bantu dokter selama prosedur untuk mencegah infeksi 4. Catat secara akurat jumlah darah yang masuk dan keluar untuk mempertahankan volume darah 5. Pertahankan suhu tubuh yang optimal selama prosedur untuk mencegah hipotermia dan stress karena dingin atau hipotermia

6. Observasi tanda perubahan reaksi transfusi (Tacykardia, bradikardia, distress nafas, perubahan tekanan darah secara dramatis, ketidakstabilan temperatur, dan rash) 7. Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi keadaan emergensi 8. Cek umbilikal site terhadap terjadinya perdarahan atau infeksi 9. Monitor vital sign selama dan stelah transfusi untuk mendeteksi komplikasi seperti disritmia jantung. Hasil yang diharapkan : 1. Bayi menunjukkan tidak adanya tanda-tanda reaksi transfusi 2. Vital sign berada pada batas normal 3. Tidak terjadi infeksi atau perdarahan pada daerah terpasangnya infus Dx.2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan bayi dengan potensial respon fisiologis yang merugikan Tujuan 1: Keluarga dapat memberikan suport emosional Tindakan: 1. Hentikan fototherapi selama kujungan keluarga, lepaskan tutup mata bayi untuk membantu interaksi keluarga 2. Jelaskan proses fisiologis jaundice untuk mencegah kekhawatiran keluarga dan potensial over proteksi pada bayi 3. Yakinkan keluarga bahwa kulit akan kembali normal 4. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya untuk memperpendek periode jaundice 5. Jelaskan kegunaan ASI untuk mengatasi jaundice dan penyakit lainnya Hasil yang diharapkan : Keluarga menunjukkan pengertian terhadap terapi dan prognosa Tujuan 2: Keluarga dapat melaksanakan fototherapi dirumah Tindakan: 1. Kaji pengertian keluarga terhadap jaundice dan terapi yang diberikan 2. Instruksikan keluarga untuk: - Melindungi mata - Merubah posisi - Memberikan asupan cairan yang adekuat - Menghindari penggunaan minyak pada kulit - Mengukur suhu aksila - Mengobservasi bayi: warna, bentuk makanan, jumlah makanan - Mengobservasi bayi terhadap tanda letargi, perubahan pola tidur, perubahan pola eliminasi 3. Menjelaskan perlunya test bilirubin bila diperlukan Hasil yang diharapkan: Keluarga dapat menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan fototherapi di rumah (khususnya metode dan rasional)

ASKEP BAYI DENGAN HIPERBILIRUBIN Pengertian : Heperbilirubinemia adalah : peningkatan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang ditunjukan dengan ikterik .. Etiologi : Beberapa penyebabb hiperbilirubin pada bayi BBL adalah : 1.Faktor fisiologik / prematuritas 2.Berhubungan dengan air susu ibu 3.Meningkatnya produksi bilirubin / hemolitik, 4.Ketidak mampuan hepar liver untuk mensekresi bilirubin conjugata/ deficiensi ensim dan obstruksi duktus biliaris 5.Campuran antara meningkatnya produksi dan menurunnya ekskresi / sepsis

6.Adanya penyalit / hipothiroidism, galaktosemia, bayi dengan ibu DM. 7.Predisposisi Genetik untuk meningkatkan produksi.

Pathofisiologi : Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel darah merah /RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin { protein } digunaka kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan albumin. Didalam liver bilirubin berikatan dengan protein plasma dan dengan bantuan ensim glukoronil transferase dirubah menjadi bilirubin konjugata yang akan ddikeluarkan lewat saluran empedu ke saluran intestinal. Di Intestinal dengan bantuan bakteri saluran intestinal akan ddirubah menjadi urobilinogen dan starcobilin yang akan memberi warna pada faeces. Umumnya bilirubin akan diekskresi lewat faeces dalam bentuk stakobilin dan sedikit melalui urine dalam bentuk urobilinogen. Red Blood Cell Hemoglobin

Heme globin

Iron unconjugated bilirubin Glucoronil acid Aksi dari glucoronil transferase Conjugated bilirubin Glucoronil Exkresi lewat faeces dan urine Pada BBL bbilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena terdapat beta glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin inddirek diserap lagi oleh usus kemudian masuk kembali ke hati . Keadaan ikterus di pengaruhi oleh : 1.Faktor produksi yng berlebihan melampaui pengeluaran : hemolitik yang meningkat 2.Gangguan uptake dan konjugasi hepar karena imaturasi hepar. 3.Gangguan transportasi ikatan bilirubin + albumin menuju hepar , defiiensi albumin menyebabkan semakin banyak bilirubin bebas ddalam darah yang mudah melewati sawar otak sehingga terjadi kernicterus 4.Gangguan ekskresi akibat sumbatan ddalam hepar atau diluar hepar, karena kelainan bawaan/infeksi atau kerusakan hepar karena penyakit lain. Ikterus pada neonatorum dapat dibagi dua : 1.Ikterus fisiologi Ikterus muncul pada hari ke 2 atau ke 3, dan tampak jjelas pada hari 5-6 dan menghilang hari ke 10. Bayi tampak biasa , minum baik , BB naik biasa. Kadar bilirubin pada bayi aterm tidak lebih dari 12 mg /dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari ke-14. Penyebab ikterus fisiologik diantaranya karena kekurang protein Y dan , ensim glukoronil transferase yang cukup jumlahnya. 2.Ikterus Patologis a.Ikterus yang muncul dalam 24 jam kehidupan ,, serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl.

b.Peningkatan bilirubin 5 mg persen atau lebih dalam 24 jam c.Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi premature atau 12 mg/dl pada bayi aterm. d.Ikterus yang disertai proses hemolisis e.Bilirubin Derek lebih dari mg/dl, atau kenaikan bilirubin serum mg/dl/jam atau 5 mg/dl/hari. f.Ikterus menetap setelah bayi berumur 10 hari pada bayi aterm dan 14 hari pada BBLR. Keadaan yang mnyebabkan ikterus patologis adalah 1.Penyakit hemolitik 2.Kelainan sel darah merah 3.Hemolisis : hematoma, Polisitemia, perdarahan karena trauma jalan lahir. 4.Infeksi 5.Kelainan metabolic : hipoglikemia, galaktosemia 6.Obatobatan yang menggantikan ikatan bbilirubin dengan albumin seperti : sulfonaamida, salisilat, sodium bensoat, gentamisin, 7.Pirau enterohepatik yang meninggi : obstruksi usus letak tinggi, hirschsprung, stenosis pylorus, mekonium illeus. Komplikasi Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik : 1.Letargi/lemas 2.Kejang 3.tak mau menghisap 4.tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus 5.Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang 6.dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental. Pengkajian Keperawatan : 1.Kepala : tampak ikterik a.Mata : sclera tampak ikterik, konjungtiva anemis bila ikterus patologik karena hemmolisis. b.Hidung : tidak ada kelainan c.Mulut : mukosa mulut dan bibir tampak ikterik d.Telinga tidak ada kelainan 2.Leher : tampak ikterik , leher kaku dan akhirnya epistotonus pada kernicterus. 3.Dada : simetris, tampak ikterik pada seluruh dada atau tidak tergantung kadar bilirubin. a.Paru-paru : apne, cyanosis, dispnea pada keadaan kernikterus. Aspiksia dan pulmonary effusi pada hidrops fetalis b.Jantung : Edema umum atau berkurangnya volume darah gagal jjantung pada kondisi hidrops fetalis 4. Abdomen : tampak ikterik, palpasi supel , distensi -, dapat ditemukan hepatospleno megali. 5.Ginjal : warna urine gelap dengan meningkatnya konsentrasi bilirubin. 6.Genitalia : tidak ada masalah 7.Rektum : anus +, 8.Ekstremitas : tampak ikterik pada seluruh ektermitas atau hanya sebagian , letargi, tonus otot meninggi. 9.Punggung : tampak ikterik, tidak ada kelainan bentuk tulang belakang. 10.Neurologi : hipotonia, tremor, reflek moro dan menghisap tidak ada, diminished reflek tendon, kejang. 11.Endokrin : tidak gangguan pada system endokrin. Pemeriksaan penunjang : 1.Bilirubin serum , indirek dan indirek : peningkatan bilirubin diatas 10 mg/dl pada bayi aterm atau 12 mg/dl padda BBLR 2.Golongan darah ibu dan bayi, serologi darah tali pusat. 3.Hb dan HCT : Hb kurang dari 14 gr persen dan HCT kurang dari 42 persen menandakan adanya

proses hemolitik. Hb dari tali pusat kurang dari 12 g/dl indikasi diperlukaannya transfusi tukar. 4.Protein total. 5.Leukosit darah untuk memantau adanya infeksi 6. BJ urine 7.comb test [ indirek dan direk ]

Diagnosa Keperawatan : 1.Resiko tinggi cedera : MR, kematian b.d. meningkatnya kadar bilirubin 2.Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi. 3.Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi. 4.Resiko terjadi gangguan regulasi suhu tubuh b d efek prototerapi 5.Resiko tinggi injuri : side efek pengobatan terhadap kehidupan b.d.. transfusi tukar 6. Resiko tinggi perubahan peran orang tua b.d. pemisahan 7.Kurangnya pengetahuan tentang kondisi anak dam perawatan di rumah. Rencana keperawatan : 1.Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan phototerapi. Tujuan : Klien tidak menunjukan gejala sisa neurologis ddan berlanjutnya komplikasi phototerapi. Kriteria hasil : Rencana Rational 1.Identifikasi adanya factor resiko : bruising sepsis delayed ord clamping ibu dengan DM Rh, ABO antagonis Pletora SGA 2.Kaji BBL terhadap adanya hiperbilirubinemia setia 2-4 jam lima hari pertama kehidupan 3.Perhatikan dan dokumentasikan warna kulit dari kepala, sclera dan tubuh secara progresif terhadap ikterik setiap pergantian shift 4. Monitor kadar bilirubin dan kolaborasi bila ada peningkatan kadar 5.Monittor kadar Hb, Hct ata adanya penurunan 6.Monitor retikulosit, kolaborasi bila ada peningkatan 7.Berikan phototerapi : sesuai protocol untu waktu, prosedur, dan durasi. Monitor kadar bilirubin setia 6 12 jam under therapy Tutup mata dengan tameng mata , hindari tekanan pada hidung Ganti bantalan mata sedikitnya 2 kali sehhari Inspeksi mata dengan lampu sedikit nya 8 jam sekali Pertahankan teraapi cairan parenteral untuk hidrasi kolabborasi medis Pertahankan suhu axial 36.5 dderajat celsius 8.Lakukan transfusi tukar kolaborasi medis Monitoe vital sign selama dan setelah transfusi tukar Periksa darah yang keluar dan masuk 1.Adanya factor resiko membimbing perawat untuk waspada terhadap kemung kinan munculnya hiperbilirubinemia 2. BBL sangat rentan terhadap hiperbilirubinemia. 2.Mengetahui addanya hiperbilirubinemi secara dini sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan segera. 3.Peningkatan kadar bilirubin tang tinggi 5.Adanya penurunan Hb,Hct menunjukan adanya hemolitik

7. phototerapi berfungsi mendekomposisi kan bilirubin dengan photoisomernya. Selama photooterapi perlu diperhatikan adanya komplikasi seperti : hipertermi, Konjungtivitis, dehidrasi. 8. Transfusi tukar dilakukan bila terjadi hiperbilirubinemia pathologis karena terjadinya proses hemoliitik berlebihan yang disebabkan oleh ABO antagonis. 2.Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi. Tujuan : Klien tiidak menunjjukan tanda-tanda kekurangan volume cairan Rencana Rasional 1.pertahankan intake cairan : Timbang BB perhari Ukur intake output Berikan intake extra peroral atau per IV jika ada kehilangan BB progresif, meningkatnya suhu, diare, onsentrasi urine, 2.Kaji Output : kaji jumlah, warna urine setiap 4 jam Kaji Diare yang berlebihan 3.Kaji Hidrasi : Monitor suhu tubuh tiap 4 jam Inspeksi membran mukosa dan pontanel 1.Intake cairan yang adekuat metabolisme bilirubin akan berlangsung sempurna dan terjadii keseimbangan dengan caairan yang keluar selama photo terapi karena penguapan 2.Output yang berlebihan atau tidak seimbang dengan intake akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan. 3. Hidrasi yang adekuat menunjukan keseimbangna cairan tubuh baik yang ditunjukan dengan suhu tubuh 36-37 derajat Celsius dan membran mukosa mulut lembab dan fontaanela datar. 3.Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi. Tujuan : Klien tidak menunjukan gangguan integritas kulit 1.Monitor adanya kerusakan integritas kulit 2.Bersihkan kulit bayi dari kotoran setelah BAB, BAK 3.Pertahankan suhu lingkungan netral dan suhu axial 36.5 derajat Celsius 4.Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam. 5.Berikan istirahat setelah 24 jam phototerapi 1.Deteksi dini kerusakjan integritas kulit 2.Faeces dan urine yang bersifat asam dapat mengiritasi kulit 3.Suhu yang tinggi menyebabkan kulit kering sehingga kulit mudah pecah 4.Perubahab posisi mempertahankan sirkulasi yang adekuat dan mencegah penekanan yang berlebihan pada satu sisi

BAYI HIPERBILIRUBINEMIA

A. Batasan-Batasan 1. Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):

Timbul pada hari kedua-ketiga Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg % Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu 2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. 3. Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. D. Etiologi 1. Peningkatan produksi : Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia. 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. 3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif E . Metabolisme Bilirubin Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.

F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh.

Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991). G. Penata Laksanaan Medis Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : 1. Menghilangkan Anemia 2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi 3. Meningkatkan Badan Serum Albumin 4. Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat. Fototherapi Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : 1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. 2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. 3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. 4. Tes Coombs Positif 5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. 6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. 7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. 8. Bayi dengan Hidrops saat lahir. 9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. Transfusi Pengganti digunakan untuk :

1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. 2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) 3. Menghilangkan Serum Bilirubin 4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil. Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika. Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus: 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama. Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri) Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD. Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar Bilirubin Serum berkala. Darah tepi lengkap. Golongan darah ibu dan bayi. Test Coombs. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu. 2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir. Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll). Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan: Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD. Pemeriksaan lain bila perlu. 3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama. Sepsis. Dehidrasi dan Asidosis. Defisiensi Enzim G6PD. Pengaruh obat-obat. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert. 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif.

Hipotiroidisme Breast milk Jaundice. Infeksi. Hepatitis Neonatal. Galaktosemia. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan: Pemeriksaan Bilirubin berkala. Pemeriksaan darah tepi. Skrining Enzim G6PD. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi. ASUHAN KEPERAWATAN Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Pengkajian 1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI. 2. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas. 3. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak. 4. Pengetahuan Keluarga meliputi : Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988) 2. Diagnosa, Tujuan , dan Intervensi Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan. Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh. 1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototherapi, dan diare. Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air diantara menyusui atau memberi botol. 2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam. - 37Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5 3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya. 4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.

Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya. 5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi. Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan Intervensi : Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah. 6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi Intervensi : Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan. 7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi Intervensi : Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program. Aplikasi Discharge Planing. Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah. Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994): 1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun. 2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu. 3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi. 4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin. 5. Mengajarkan tentang perawatan kulit : Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat. Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak. Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit. Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekan Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan .

Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak. Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : 1. celsius)Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 2. Perawatan tali pusat / umbilikus 3. Mengganti popok dan pakaian bayi 4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru 5. Temperatur / suhu 6. Pernapasan 7. Cara menyusui 8. Eliminasi 9. Perawatan sirkumsisi 10. Imunisasi 11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya : letargi ( bayi sulit dibangunkan ) demam ( suhu > celsius)37 muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x) diare ( lebih dari 3 x) tidak ada nafsu makan. 12. Keamanan Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.

You might also like