Professional Documents
Culture Documents
Iodometri
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2011
Iodometri
I. TUJUAN Menentukan konsentrasi tembaga (Cu) dalam larutan dengan titrasi reduksi oksidasi Menentukan konsentrasi Na2S2O3 II. TEORI DASAR Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003). Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium
sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri
(Rivai, 1995).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi agak
larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel: I2(solid) 2e 2I-
adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion I2(aq) + Itri-iodida: I3 -
Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis I3 + 2e sebagai: 3I-
III.
CARA KERJA Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 M Tiga sampel copper foil
Timbang masing-masing 0,2 gram, masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL Sampel copper foil Larutkan dengan 10 mL HNO3 6 M, lakukan dalam Lemari asam, panaskan pada system pemanas Campuran +H2SO4 10 mL, uapkan Campuran + asam putih (SO3) Dinginkan, +20 mL air, didihkan 1-2 menit, dinginkan Lakukan dalam lemari asam Campuran + NH3 6 M tetes demi tetes, aduk larutan Campuran warna biru gelap pertama kompleks Cu(NH3)42+ H2SO4 3M sampai warna biru hilang, + 2mL H3PO4 pekat, dinginkan Campuran
+ 10 mL KI secepatnya lakukan titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hilang Campuran
Campuran + 2 tetes KSCN, titrasi lagi sampai warna biru hilang Campuran Hitung konsentrasi Na2S2O3 Nilai konsentrasi Na2S2O3
Penentuan Tembaga dalam Sampel 10 mL sampel Masukkan ke dalam erlenmeyer Sampel +KI 10 mL titrasi secepatnya dengan Na2S2O3 Sampai warna kuning dan I3 hampir hilang Campuran + 2-3 mL larutan pati, titrasi sampai warna biru Campuran + 2 tetes KSCN titrasi lagi sampai warna Biru hilang Campuran Tentukan konsentrasi Cu Nilai konsentrasi Cu (tembaga)
IV.
PENGAMATAN
Tabel Perubahan Warna Pada Standarisasi Na2S2O3 N Perubahan Warna o Sampel+HNO3 Campuran Campuran Campuran Campuran+ Titrasi
+ H2SO4 + NH3 + H2SO4+ KI H3PO4 dgn Na2S2O3
Warna akhir
V.Na2S2 O3(mL)
biru
biru
coklat
Pembuatan larutan yang dibutuhkan: Massa (gram)/volume (mL) Na2S2O3 12,5 gram HNO3 6 M 133 mL NH3 6 M 66,67 mL H2SO4 3 M 16,67 mL KI 10 % 20 gram KSCN 10 % 5 gram Amilum 2 % 0,1 gram H3PO4 pekat 6 mL Tabel Perubahan Warna pada Sampel Warna awal +KI +amilum +KSCN Biru coklat Abu putih kehitaman
V Na2S2O3 4,69 mL
V.
PERHITUNGAN - I2 +2Na2S2O3 + H2O 2NaI + Na2S4O6 3I- + S4O62- I3- +2S2O32- 2Cu2+ + 2I- + 2SCN2 CuSCN + I2 - Cu + SCN- CuSCN +I1. Standarisasi Na2S2O3 Mol Cu2+ = = 0.00315 mol [Na2S2O3] : mol Cu = mol Na2S2O3 0.00315 mol = mol Na2S2O3 [Na2S2O3] = = = 0.12 M
2. Penentuan Tembaga dalam Sampel Mol Na2S2O3 = mol sampel Cu V1.M1 = V2.M2
[Cu2+]
= = =
= 0.056 M
VI.
PEMBAHASAN Pada percobaan ini, uji yang digunakan adalah uji kuantitatif dan prinsipnya adalah iodometri . iodometri yaitu cara titrasi redoks tidak langsung yang menggunakan larutan iodide sebagai pentiter (pereaksi reduksi). Larutan standar yang digunakan adalah natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan analitnya yaitu copper foil (Cu). Pada
saat Cu ditambah
menguap. Indicator yang digunakan yaitu amilum. Suatu kelebihan iodide ditambahkan pada pereaksi oksidasi yang ditentukan dengan pembebasan iodium yang kemudian di titrasi dengan Na2S2O3. Dalam hal ini kelebihan KI bereaksi dengan Cu(II) untuk membentuk CuI dan melepaskan sejumlah ekivalen I2. Iodide berperan sebagai reduktor (Khopkar, 1984). Karena banyaknya pereaksi oksidasi memerlukan larutan berasam untuk bereaksi dengan iodide, maka Na2S2O3 dipakai sebagai titran
(reaksinya berlangsung secara sempurna dengan iodium). (Underwood, 1986). Garam tiosulfat ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O, larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan langsung tetapi harus distandarisasi terhadap
larutan standar primer. Na2S2O3 tidak stabil untuk waktu yang lama, oleh karena itu di standarisasi dengan sejumlah zat padat sebagai standar primer. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata tapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat untuk membebaskan iodium dari iodide pada proses iodometrik (Underwood, 1986). Maka digunakan KI dan titik kesetaraan ditetapkan dengan bantuan amilum yang ditambahkan sesaat sebelum titik akhir di capai. Ketika warna biru kompleks iodium, amilum akan hilang pada saat titik akhir tercapai. Banyak zat pengoksidasi kuat dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebih dan menitrasi iod yang dibebaskan. Karena banyak iod yang mengoksidasi tiosulfat menjadi iod tetrationat. Iodide dengan konsentrasi kecil dapat dengan mudah ditekan dengan amilum. Sensitivitas warna bergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium mempunyai kelarutan kecil dalam air. Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral di titrasi dengan Na2S2O3 maka diperoleh reaksi : I3- + 2S2O32(Basset, dkk. 1994) Dapat diperoleh besarnya konsentrasi Na2S2O3 yaitu 0,12 M Sedangkan pada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi. Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk Na2S2O3 dan direkomendasikan jika tiosulfat harus digunakan untuk menetapkan Cu. Iod merupakan pengoksidasi yang lebih baik daripada ion Cu (II). Tapi bila ion iodide ditambahkan ke dalam larutan Cu(II) akan terbentuk endapan dengan reaksi : 2 Cu2+ + 4I2 CuI + I2
3I- + S4O62-
Penambahan indicator 10 % ditambahkan agar memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan kemudian di titrasi kembali dengan Na2S2O3 hingga menjadi putih. Bertemunya I2 dengan amilum menyebabkan warna biru kehitaman hingga menjadi putih dengan persamaan reaksi : I2+ + amilum I2- + amilum 2I- + amilum + S4O6I2+ + amilum + 2S2O32-
Namun sebelum titik akhir tercapai, dilakukan penambahan KSCN yang menyebabkan larutan kembali biru. Menimbulkan reaksi : 2Cu2+ + 2I- + 2SCN2CuSCN + I2.
Endapan CuSCN yang terbentuk mempunyai kelarutan yang lebih rendah daripada CuI sehingga reaksi berjalan sempurna. Dengan reaksi : CuI + SCNCuSCN + I-
VII.
VIII. DAFTAR PUSTAKA Wulandari, Meyliana, M.Si. 2011. Modul Praktikum Kimia Analitik. Bandung : UIN Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Unversitas Indonesia Press. Annisanfushie.wordpress.com/2009/07/Iodometri dan Iodimetri Harifsyah.multiply.com/../5/Praktikum Kimia Analitik