You are on page 1of 29

Low Back Pain (Nyeri Punggung Bawah) Akut et causa Cauda Equina Syndrome

Oleh

Kelompok C M. Rizky Fahdila Nurhalifah Nurprianto Diana Sriastutik I1A008076 I1A008079 I1A008082 I1A008085

Pembimbing:

dr. Oscar Nurhadi, Sp. S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF FKUNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN BANJARMASIN Maret, 2012

BAB I PENDAHULUAN

A.

Kasus Tn. M berusia 28 tahun datang ke IGD karena nyeri punggung bawah dan mati rasa di

kedua kaki. Dua hari sebelumnya, pasien mengeluh nyeri yang tajam dan menusuk di punggung dan pantat setelah memindahkan kotak. Nyeri berkurang setelah meminum acetaminophen. Tetapi keesokan harinya, pasien bangun dengan kelemahan pada kedua kaki, terutama kaki kiri, sampai tidak bisa berdiri atau berjalan tanpa bantuan. Nyeri berkurang jika berbaring dan bertambah jika duduk atau berdiri. Pasien juga mengalami hambatan saat kencing dan konstipasi. Pasien masih mengalami ereksi pagi hari. Pasien mengaku menderita cedera industri lima tahun lalu yang didiagnosis sebagai hernia discus lumbar yang kemudian mendapat laminektomi pada L4. Tidak ada keluhan setelahnya sampai hari kejadian. Pada pemeriksaan fisik, kesadaran & tanda vital pasien dalam batas normal. Tidak ditemukan nyeri pada palpasi punggung. Laseque test (30) negatif pada kedua kaki. Kekuatan otot agak menurun tapi fungsi motorik ekstremitas bawah baik. Kekuatan motorik otot hamstring, iliopsoas dan quadriceps menurun menjadi 3/5, otot fleksor ankle dan jempol kaki turun menjadi 2/5, dan 0/5 pada otot dorsofleksor ankle & ekstensor hallicus longus. Refleks tendon patella kanan normal, sedangkan kiri negatif. Refleks achilles bilateral juga hilang. Pemeriksaan sensorik menunjukkan hiperalgesia pada betis kiri dan hip estesia pada scrotum, area perianal dan kaki kiri. Tonus sphincter ani berkurang. Foto rontgen lumbospinal menunjukkan sedikit penyempitan pada discus intervertrebral antara L3-L4 dan L4-L5. MRI darurat lumbo-spinal menunjukkan discus sepanjang lateral kiri dari canalis vertebra. Discus melebar dari L3 sampai L4 yang menyebabkan stenosis canalis central sedang (moderat) dan kompresi cauda equina. Hasil rontgen & MRI menunjukkan bukti pernah dilakukan laminektomi pada discus L4.

B. Status Penderita Identitas Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Status Suku Bangsa Agama Pekerjaan MRS Ruang : Tn. M : Laki-laki : 28 tahun : Rantau : Kawin : Banjar : Indonesia : Islam : Buruh Batu Bara : 11 Januari 2010, Jam 14.30 WITA : Saraf

C. Anamnesa Keluhan Utama Nyeri punggung dan kelemahan kedua tungkai. Keluhan Penyerta Hambatan saat kencing dan konstipasi. Riwayat Penyakit Sekarang Tn. M berusia 28 tahun datang ke IGD karena nyeri punggung bawah dan mati rasa di kedua kaki. Dua hari sebelumnya, pasien mengeluh nyeri yang tajam dan menusuk di punggung dan pantat setelah memindahkan kotak. Nyeri berkurang setelah meminum acetaminophen. Tetapi pada pagi hari, pasien bangun dengan kelemahan pada kedua kaki, terutama kaki kiri, sampai tidak bisa berdiri atau berjalan tanpa bantuan. Nyeri berkurang jika

berbaring dan bertambah jika duduk atau berdiri. Pasien juga mengalami hambatan saat kencing dan konstipasi. Pasien masih mengalami ereksi pagi hari. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan menyangkal menderita diabetes. Pasien mengaku menderita cedera industri lima tahun lalu yang didiagnosis sebagai hernia discus lumbar yang kemudian mendapat laminektomi pada discus L4. Tidak ada keluhan setelahnya sampai hari kejadian.

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (1). LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (2). Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), yang termasuk dalam low back pain terdiri dari : (3,4,5) 1. Lumbar Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi: superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebra thorakal terakhir, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis vertikal tangensial terhadap batas lateral spina lumbalis. 2. Sacral Spinal Pain, nyeri di daerah yang dibatasi superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung prosesus spinosus vertebra sakralis pertama, inferior oleh garis transversal imajiner yang melalui sendi sakrokoksigeal posterior dan lateral oleh garis imajiner melalui spina iliaka superior posterior dan inferior. 3. Lumbosacral Pain, nyeri di daerah 1/3 bawah daerah lumbar spinal pain dan 1/3 atas daerah sacral spinal pain. Selain itu, IASP juga membagi low back pain ke dalam : (3,4) 1. Low Back Pain Akut, telah dirasakan kurang dari 3 bulan. 2. Low Back Pain Kronik, telah dirasakan sekurangnya 3 bulan.

3. Low Back Pain Subakut, telah dirasakan minimal 5-7 minggu, tetapi tidak lebih dari 12 minggu. B. Etiologi 1. Proses degeneratif, meliputi: spondilosis, HNP, stenosis spinalis, osteoartritis. Perubahan degeneratif pada vertebrata lumbosakralis dapat terjadi pada korpus vertebrae berikut arkus dan prosessus artikularis serta ligamenta yang menghubungkan bagian-bagian ruas tulang belakang satu dengan yang lain. Dulu proses ini dikenal sebagai osteoartrosis deforman, tapi kini dinamakan spondilosis. Perubahan degeneratif ini juga dapat menyerang anulus fibrosis diskus intervertebralis yang bila tersobek dapat disusul dengan protusio diskus intervertebralis yang akhirnya menimbulkan hernia nukleus pulposus (HNP). Unsur tulang belakang lain yang sering dilanda proses degeneratif ini adalah kartilago artikularis yang dikenal sebagai osteoartritis (6). 2. Penyakit Inflamasi LBP akibat inflamasi terbagi 2 yaitu artritis rematoid yang sering timbul sebagai penyakit akut dengan ciri persendian keempat anggota gerak terkena secara serentak atau selisih beberapa hari/minggu, dan yang kedua adalah pada spondilitis angkilopoetika, dengan keluhan sakit punggung dan sakit pinggang yang sifatnya pegal-kaku dan pada waktu dingin dan sembab linu dan ngilu dirasakan (6). 3. Osteoporotik Sakit pinggang pada orang tua dan jompo, terutama kaum wanita, seringkali disebabkan oleh osteoporosis. Sakit bersifat pegal, tajam atau radikular (6). 4. Kelainan Kongenital Anomali kongenital yang diperlihatkan oleh foto rontgen polos dari vertebrae lumbosakralis sering dianggap sebagai penyebab LBP meskipun tidak selamanya benar. Contohnya adalah lumbalisasi atau adanya 6 bukan 5 korpus vertebrae lumbalis

merupakan variasi anatomik yang tidak mengandung arti patologik. Demikian pula pada sakralisasi, yaitu adanya 4 bukan 5 korpus vertebrae lumbalis (6). 5. Gangguan Sirkulatorik Aneurisma aorta abdominalis dapat membangkitkan LBP yang hebat dan dapat menyerupai sprung back atau HNP. Gangguan sirkulatorik yang lain adalah thrombosis aorta terminalis yang perlu mendapat perhatian karena mudah didiagnosa sebagai HNP. Gejalanya disebut sindrom Lerichie. Nyeri dapat menjalar sampai bokong,belakang paha dan tungkai kedua sisi (6). 6. Tumor Dapat disebabkan oleh tumor jinak seperti osteoma, penyakit Paget, osteoblastoma, hemangioma, neurinoma,meningioma. Atau tumor ganas yang primer seperti mielomamultipel maupun sekunder seperti macam-macam metastasis (7). 7. Toksik Keracunan logam berat, misalnya radium (7). 8. Infeksi Akut disebabkan oleh kuman piogenik (stafilokokus, streptokokus) dan kronik contohnya pada spondilitis tuberkulosis (penyakit Pott), jamur, osteomielitis kronik (7). 9. Problem Psikoneurotik Histeria atau depresi, malingering, LBP kompensatorik. LBP yang tidak mempunyai dasar organik dan tidak sesuai dengan kerusakan jaringan atau batas-batas anatomis (7). 10. Trauma Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP (8). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut. Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba

pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut (9). 11. Gaya Berat Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya (10). Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP (11). Kehamilan dan

obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot (8).

C. Faktor Resiko
Dari data epidemiologik faktor resiko untuk nyeri pinggang bawah adalah usia/ bertambahnya usia, kebugaran yang buruk, kondisi kesehatan yang jelek, masalah psikososial, merokok, kelebihan berat badan, serta faktor fisik yang berhubungan dengan pekerjaan seperti duduk dan mengemudi, mengangkat, membawa beban, menarik beban dan membungkuk (12, 13).

D. Patofisiologi Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan

sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia (14). Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf (14). Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal ini merupakan dasar pemeriksaan Laseque (14). E. Diagnosis Diagnosis klinis NPB meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis serta pemeriksaan penunjang 1. Anamnesis Dalam anamnesis perlu diketahui: Awitan Penyebab mekanis NPB menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul bertahap.

Lama dan frekuensi serangan NBP akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu. Lokasi dan penyebaran Kebanyakan NPB akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak mempunya pola penyebaran yang tetap. Faktor yang memperberat/memperingan Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk, bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring. Kualitas/intensitas Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara NPB dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada NPB dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri NPB lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif. Gejala NPB yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya secara mekanis.

Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu NPB, namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang yang enteng. Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intraabdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik. Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi. 2. `Pemeriksaan Fisik Inspeksi : Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral. Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah. Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.

Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu

diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).

Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.

Nyeri NPB pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.

Palpasi : Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan neurologis. Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari S1. pada kelainan

Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN. Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris memperhatikan miotom yang mempersarafinya. Pemeriksaan sensorik : Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris (15). Tanda-tanda perangsangan meningeal : Tanda Laseque: menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus (16). Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti yang seringan mungkin dengan

menderita HNP dan pada hernia yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun). Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya suatu HNP. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki. Tes Valsava: Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila timbul nyeri

D. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal. Pemeriksaan Radiologis : Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral. CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.

MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.

G. Diagnosis Banding TABLE Laboratory and Radiographic Findings in Selected Causes of Low Back Pain (17):

Disease or condition

Laboratory tests

Radiographs Usually negative

Back strain

No abnormalities

Radiographs may show incidental spondylotic changes. Possibly, narrowed intervertebral disc

If testing is timed spaces on radiographs properly, positive CT and MRI can reveal level and Acute disc herniation findings for degree of herniation. electrodiagnostic studies Myelography localizes site of disc in the presence of root herniation and the presence of root entrapment entrapment. ESR and WBC count Osteoarthritis plus differential typically normal Asymmetric narrowing of joint space Sclerotic subchondral bone Marginal osteophyte formation Abnormal intervertebral movement on Spondylolisthesis No abnormalities radiographs obtained with spine in

Disease or condition

Laboratory tests

Radiographs flexion and extension Radiographs may reveal pars defect. Bone scans can reveal pars defect not visible on radiographs.

ESR may be elevated Mild anemia possible Ankylosing spondylitis Positive leukocyte human antigen-B27

Radiographs of pelvis are positive for sacroiliac joint sclerosis and narrowing. Bone scans are useful for

demonstrating increased activity in sacroiliac joints, facets or

assay in 90 percent of affected patients Infection Elevated ESR; WBC

costovertebral joints. Radiographs may show vertebral endplate erosion, decreased intervertebral or disc height, changes indicative of bony erosion and reactive bone formation. Gallium citrate scanning or indiumlabeled leukocyte imaging may be positive.

count may be normal Blood culture

tuberculin test may be positive

Malignancy

Anemia

Radiographs may show bony erosion or blastic lesions.

Increased ESR

Bone scans are useful for early demonstration of blastic lesions.

Prostate-specific antigen or alkaline phosphatase

CT localizes cortical lesions earlier than radiographs.

Disease or condition

Laboratory tests level may be elevated

Radiographs MRI is useful for demonstrating soft tissue tumors involving the spinal cord.

CT = computed tomography; MRI = magnetic resonance imaging; ESR = erythrocyte sedimentation rate; WBC = white blood cell.

H. Diagnosis Kerja Diagnosis kerja pada kasus ini adalah sindrom cauda equina. Definisi Cauda equina merupakan kumpulan akar saraf intradural pada ujung medulla spinalis. Cauda merupakan bahasa latin dari ekor, dan equina adalah bahasa latin untuk kuda, sehingga berarti ekor kuda. Sindrom Cauda Equina didefinisikan sebagai kompleks gejala yang meliputi low back pain, siatika unilateral atau yang lebih khas bilateral, gangguan sensoris saddle, dan kehilangan sensasi motorik dan sensori ekstremitas bawah yang bervariasi, bersama-sama dengan gangguan kandung kencing, usus dan disfungsi ereksi (18). Patofisiologi Sindrom cauda equina disebabkan oleh penyempitan apapun atau defisit pada canalis spinalis yang menekan akar saraf di bawah level medula spinalis. Beberapa penyebab sindrom cauda equina telah dilaporkan, meliputi cedera traumatik, herniasi diskus, stenosis spinalis, neoplasma spinal, schwannoma, ependimoma, kondisi peradangan, kondisi infeksi, dan penyebab iatrogenik (18). Trauma Kejadian traumatik yang menyebabkan fraktur atau subluksasi dapat menyebabkan kompresi cauda equina.

Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi cauda equina. Manipulasi spinal yang menyebabkan subluksasi akan mengakibatkan munculnya sindrom cauda equina.

Kasus yang jarang berupa fraktur insufisiensi sacral telah dilaporkan menyebabkan sindrom cauda equina.

Herniasi diskus Kejadian sindroma cauda equina yang disebabkan oleh herniasi diskus lumbalis dilaporkan bervariasi dari 1-15%. Sembilan puluh persen herniasi diskus lumbalis terjadi baik pada L4-L5 atau L5-S1. Tujuh puluh persen kasus herniasi diskus yang menyebabkan sindrom cauda equina terjadi pada pasien dengan riwayat low back pain kronis, dan 30% berkembang menjadi sindrom cauda equina sebagai gejala pertama herniasi diskus lumbalis. Laki-laki usia dekade 4 dan 5 adalah yang paling rawan terhadap sindrom cauda equina akibat herniasi diskus. Sebagian besar kasus sindrom cauda equina yang disebabkan herniasi diskus melibatkan partikel besar dari materi diskus yang rusak, mengganggu setidaknya sepertiga diameter canalis spinalis. Pasien dengan stenosis kongenital yang menderita herniasi diskus yang menetap lebih mungkin untuk mengalami sindrom cauda equina yang disebabkan bahkan oleh herniasi diskus yang ringan dapat secara drastis membatasi ruang yang tersedia untuk akar saraf. Kasus herniasi diskus transdural yang jarang telah dilaporkan menyebabkan sindrom cauda equina.

Stenosis spinalis Penyempitan canalis spinalis dapat disebabkan oleh abnormalitas dalam proses perkembangan atau degeneratif. Kasus spondilolistesis dan Pagets diseaseyang berat dapat menyebabkan sindrom cauda equina. Neoplasma Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau metastasis, biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki).

Gambar 3 .Cauda equina dengan neoplasma Sindrom cauda equina dapat disebabkan oleh neoplasma spinal baik primer atau metastasis, biasanya berasal dari prostat (pada laki-laki). 60 % pasien dengan sindrom cauda equina yang disebabkan neoplasma spinal mengalami nyeri berat yang dini. Temuan terbaru meliputi kelemahan ekstremitas bawah yang disebabkan oleh keterlibatan ventral root. Pasien umumnya mengalami hipotoni dan hiporefleks. Hilangnya sensoris dan disfungsi sfingter juga umum ditemukan.

Schwannoma Schwannoma adalah neoplasma jinak dengan kapsul yang secara struktural identik dengan sinsisium sel Schwann. Pertumbuhan ini dapat berasal dari saraf perifer atau simpatis. Schwannoma dapat dilihat menggunakan mielografi, tetapi MRI adalah kriteria standar. Schwannoma bersifat isointense pada image T1, hyperintense pada image T2, dan enhanced dengan kontras gadolinium. Ependimoma Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim yang relatif undifferentiated. Mereka sering berasal dari canalis sentralis medula spinalis dan cenderung tersusun secara radial di sekitar pembuluh darah. Ependimoma paling umum ditemukan pada pasien yang berusia sekitar 35 tahun. Mereka dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan peningkatan kadar protein pada cairan serebrospinalis. Temuan pada MRI dapat digunakan untuk membantu dokter dalam mendiagnosis sindrom cauda equina. Lesi tampak isointense pada T1-weighted image, hypointense pada T2-weighted image, dan enhanced dengan kontras gadolinium. Kondisi peradangan Kondisi peradangan pada medula spinalis yang berlangsung lama, misalnya Pagets disease dan spondilitis ankilosa, dapat menyebabkan sindrom cauda equina karena stenosis ataupun fraktur spinal. Kondisi infeksi Kondisi infeksi, misalnya abses epidural, dapat menyebabkan deformitas akar saraf dan medula spinalis.

MRI dapat menampilkan penampakan abnormal akar saraf yang tertekan ke satu sisi sacus duralis.

Gejala secara umum meliputi nyeri punggung yang berat dan kelemahan motorik yang berkembang sangat cepat.

Penyebab iatrogenik Komplikasi dari instrumentasi spinal telah dilaporkan menyebabkan kasus sindrom cauda equina, misalnya pedicle screw dan laminar hook yang salah tempat. Anestesi spinal yang kontinyu juga telah dihubungkan sebagai penyebab sindrom cauda equina. Injeksi steroid epidural, injeksi lem fibrin, dan penempatan free fat graft merupakan penyebab yang juga dilaporkan sebagai penyebab sindrom cauda equina meskipun jarang. Beberapa kasus melibatkan penggunaan lidokain hiperbarik 5%. Rekomendasi yang ada menyebutkan bahwa lidokain hiperbarik tidak dimasukkan dengan konsentrasi yang lebih dari 2%, dengan dosis total tidak melebihi 60 mg. Gejala Klinis Gejala sindrom cauda equina meliputi (18).: Low back pain Siatika unilateral atau bilateral Hipoestesi atau anestesi saddle atau perineal Gangguan buang air besar dan buang air kecil Kelemahan motorik ekstremitas bawah dan defisit sensorik Berkurang atau hilangnya refleks ekstremitas bawah

Low back pain dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikular (18)..

Nyeri lokal secara umum merupakan nyeri dalam akibat iritasi jaringan lunak dan corpus vertebra. Nyeri radikular secara umum adalah nyeri yang tajam dan seperti ditusuk-tusuk akibat kompresi radiks dorsalis. Nyeri radikular berproyeksi dengan distribusi sesuai dermatom.

Manifestasi buang air kecil pada sindrom cauda equina meliputi (18).: Retensi Sulitnya memulai miksi Berkurangnya sensasi urethra Secara khas, manifestasi buang air kecil dimulai dengan retensi urin dan kemudian diikuti oleh inkontinensia urin overflow.

Gangguan buang air besar dapat meliputi (18).: Inkontinensia Konstipasi Hilangnya tonus dan sensasi anus

Pemeriksaan Fisik Dan Neurologis Pemeriksaan fisik dari cauda equina sindrom meliputi(1): Inspeksi : mencari beberapa manifestasi eksternal dari nyeri, seperti : sikap tubuh yang abnormal, pemeriksaan sikap tubuh dan gaya berjalan untuk mengetahui kemungkinan dari defek dan adanya kelainan pada tulang belakang Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan Kekuatan tonus dan otot ekstremitas bawah

Sensoris ekstremitas bawah Colok dubur

Nyeri dan defisit dengan keterlibatan akar saraf ditunjukkan dalam tabel berikut (18).: Akar saraf Nyeri Defisit sensorik Defisit motorik Kelemahan Paha bagian L2 anterior medial Paha bagian atas slight quadricep; fleksi panggul; aduksi paha Kelemahan L3 Paha anterior lateral Paha bagian bawah quadricep; ekstensi lutut; aduksi paha Paha L4 posterolateral; tibia anterior Kaki bagian bawah sebelah medial Ekstensi lutut dan pedis Dorsofleksi L5 Dorsum pedis Dorsum pedis pedis dan ibu jari kaki Pedis bagian lateral Pedis bagian lateral Plantar fleksi pedis dan ibu jari kaki Sfingter Bulbocavernosus; anus Achilles Harmstring Patella atau suprapatella Suprapatella yang sedikit menurun Defisit refleks

Patella

S1-2

S3-5

Perineum

Saddle

Pemeriksaan Penunjang Selain riwayat lengkap, pemeriksaan fisik, evaluasi neurologis dan analisis laboratorium dasar, diagnostik kerja untuk cauda equina dapat dilihat secara radiologi (18).

Radiografi Foto polos harus dilakukan untuk menemukan perubahan destruktif, penyempitan ruang diskus atau hilangnya alignment spinal. Myelografi Lumbal Myelografi tidak lagi dilakukan secara rutin karena tersedianya MRI. Myelografi dipilih pada keadaan tertentu dimana MRI menjadi kontraindikasi (misalnya pasien dengan pacemaker jantung). Obstruksi aliran kontras pada area kompresi membantu untuk mengkonfirmasi level kondisi patologis yang dicurigai. CT-scan dengan atau tanpa kontras CT-scan sering lebih mudah didapatkan daripada myelografi lumbal. CT-scan memberi detail tambahan tentang densitas dan integritas tulang yang membantu dalam rencana terapi, khususnya pada kasus tulang belakang dan mana instrumen untuk stabilisasi dibutuhkan setelah agen yang mengganggu dihilangkan dari regio cauda equina. CT-scan yang dilakukan setelah myelografi dapat menunjukkan blok kontras dan memperjelas kondisi patologis lebih baik dari yang ditunjukkan denagn CT-scan. MRI MRI adalah modalitas yang paling membantu untuk diagnosis kelainan medulla spinalis dan umumnya menjadi tes yang dipilih untuk membantu dokter dalam mendiagnosis sindrom cauda equina.

MRI memberikan gambaran jaringan lunak, termasuk struktur neuron dan keadaan patologis yang terjadi. Ini kurang membantu dibanding dengan CT-scan dalam mengevalusi arsitektur tulang dan stabilitas medulla spinalis. Radionuclide scanning Ini merupakan modalitas yang membantu saat berhadapan dengan osteomyelitis dan infeksi tulang belakang pada kondisi sindrom cauda equina. Positron emission tomography scan Positron emission tomography (PET) dalam hubungannya dengan CT-scan dikatakan sebagai modalitas yang berguna pada penderta sindrom cauda equina dan keganasan pada tulang belakang.

Terapi Terapi Konservatif : Iskemia akar saraf bertanggung jawab sebagian terhadap nyeri dan berkurangnya kekuatan motorik yang berhubungan dengan sindrom cauda equina. Hasilnya, terapi vasodilatasi dapat membantu pada beberapa pasien. Mean arterial blood pressure (MABP)

harus dipertahankan di atas 90 mmHg untuk memaksimalkan aliran darah ke medula spinalis dan akar saraf (18). Terapi dengan lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan efektif dalam meningkatkan aliran darah ke regio cauda equina dan mengurangi gejala nyeri dan kelemahan motorik. Pilihan terapi ini harus dilakukan untuk pasien dengan stenosis spinal sedang dengan neurogenic claudication. Tidak ada keuntungan yang telah dilaporkan pada pasien dengan gejala yang lebih berat atau pasien dengan gejala radikular (18). Pilihan terapi medis lain berguna pada pasien-pasien tertentu, tergantung penyebab yang mendasari sindrom cauda equina. Obat anti inflamasi dan steroid dapat efektif pada pasien dengan proses inflamasi, termasuk spondilitis ankilosa (18). Pasien dengan sindrom cauda equina akibat penyebab infeksius harus mendapat terapi antibiotik yang sesuai. Pasien dengan neoplasma spinal harus dievaluasi untuk kecocokan terhadap terapi kemoterapi dan radioterapi (18). Kita harus berhati-hati dalam semua bentuk manajemen medis untuk sindrom cauda equina. Pasien dengan sindrom cauda equina yang sebenarnya dengan gejala saddle anerthesia dan/atau kelemahan bilateral ekstremitas bawah atau hilangnya kontrol untuk buang air besar dan buang air kecil harus menjalani terapi medis awal tidak lebih dari 24 jam. Jika tidak ada perbaikan gejala selama periode tersebut, dekompresi bedah segera adalah hal yang diperlukan untuk meminimalkan kesempatan terjadinya kerusakan saraf permanen (18).

Terapi Pembedahan Pada banyak kasus sindrom cauda equina, dekompresi emergensi pada canalis spinalis merupakan pilihan terapi yang sesuai. Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan pada saraf di cauda equina dengan menghilangkan agen yang mengkompresi dan memperluas

ruang canalis spinalis. Sindrom cauda equina telah dipikirkan sebagai emergensi bedah dengan dekompresi bedah yang diperlukan dalam 48 jam setelah onset gejala (18). Untuk pasien di mana herniasi diskus merupakan penyebab sindrom cauda equina, direkomendasikan laminotomi atau laminektomi untuk memungkinkan dekompresi canalis spinalis. Kemudian, tindakan ini diikuti dengan retraksi dan discectomy (18). Banyak laporan klinis dan eksperimental telah menunjukkan data outcome fungsional berdasarkan timing dekompresi bedah. Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbadaan yang bermakna dalam perbaikan derajat fungsional sebagai fungsi timing dekompresi bedah. Bahkan dengan temuan-temuan ini, sebagian besar peneliti merekomendasikan dekompresi bedah sesegera mungkin setelah onset gejala untuk menawarkan kesempatan terbesar untuk perbaikan neurologis yang komplit (18). Para peneliti telah mengusahakan untuk mengidentifikasi kriteria khusus yang dapat membantu dalam memprediksi prosgnosis pasien dengan sindrom cauda equina: Pasien dengan siatika bilateral telah dilaporkan memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan pasien dengan nyeri unilateral. Pasien dengan anestesia perineum komplit lebih mungkin untuk mengalami paralisis kandung kencing yang permanen. Luasnya defisit sensorik perineum atau saddle telah dilaporkan sebagai prediktor yang terpenting untuk kesembuhan. Pasien dengan defisit unilateral memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan defisit bilateral. Wanita dan paien dengan gangguan buang air besar telah dilaporkan memiliki outcome pasca operasi yang lebih buruk.

Daftar Pustaka

1. Rakel D. 2003. Low Back Pain. Diakses tanggal 2 Oktober 2008 dari http://www.clinicalevidence.com 2. Maher, Salmond & Pellino. 2002. Low Back Pain Syndroma. Philadelpia: FA Davis Company. 3. Bogduk N. Evidence-Based Clinical Guidelines for the Management of Acute Low Back Pain. The National Muskuloskeletal Medicine Initiative. 1999. 4. van Tulder MW, Koes BW. Low back pain and sciatica. Clin Evid 2001;6:864-83. 5. ACSM. The recommended quantity and quality of exercise for developing and maintaining cardiorespiratory and muscular fitness in healthy adults. Medicine Science and Sports in Exercis 1990; 22: 265-74. 6. Adelia, Rizma., 2007. Nyeri Pinggang/Low Back Pain. In http://www.fkunsri.wordpress.com/2007/09/01/nyeri-pinggang-low-back-pain/ :

7. Nuarta, Bagus., 1989. Beberapa Segi Klinik dan Penatalaksanaan Nyeri Pinggang Bawah. In : http://www.kalbe.co.id 8. Bimariotejo. (2009). Low Back Pain (LBP). Diambil 20 Februari 2010 dari www.backpainforum.com. 9. Idyan, Zamna., 2007. Hubungan Lama Duduk Saat Perkuliahan Dengan Keluhan LBP: http://www.inna-ppni.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=130 10. Soeharso. (1978). Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica. 11. Shocker, M. (2008). Pengaruh Stimulus Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage terhadap Intensitas Nyeri Osteoarthritis. Diambil 20 Februari 2010 dari http://www.scribd.com. 12. Sadeli, H.A., Tjahjono, B. 2001. Nyeri Punggung Bawah. Dalam: KRT Meliala, L., Suryamiharja, A., Purba, J.S. (eds). Nyeri Neuropatik Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI. Hal. 145-167. 13. Miranda, H., Juntura, E.V., Punnett, L., Riihimki, H. 2008. Occupational loading, health behavior and sleep disturbance as predictors of low-back pain. Scand J Work Environ Health. 34: 411-419. 14. Meliala L. Patofisiologi Nyeri pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.

15. Lubis I. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta, 2003. 16. Wheeler AH, Stubbart J. Pathophysology of chronic back pain. Up date April 13, 2006. www.emedicine.com/neuro/topic516.htm 17. Patel AT, Ogle AA. Diagnosis and management of acute low back pain. Available from: URLhttp://www.afp/low%20back%20pain\Diagnosis%20Management%20of%20Ac ute%20 18. Yudiari, D. (2007). Cauda Equina Syndrome. Denpasar: Lab/Smf Ilmu Bedah Rsup Sanglah/Fk Unud.

You might also like