You are on page 1of 36

ASMA BRONKIAL

PENDAHULUAN Asma adalah penyakit saluran nafas dengan karakteristik berupa meningkatnya reaktifitas trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan sehingga terjadi penyempitan saluran nafas yang dapat hilang dengan atau tanpa pengobatan, peningkatan reaktivitas tersebut dihubungkan dengan proses inflamasi. Pada individu yang cenderung menderita penyakit ini, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak nafas, rasa tegang di dada, serta batuk khususnya diwaktu malam dan/atau dini hari (1). Gejala ini berhubungan dengan penyempitan saluran nafas yang difus dengan derajat yang bervariasi dan bersifat reversibel baik dengan pengobatan maupun secara spontan (1-3). Inflamasi ini juga menyebabkan hipereaktivitas saluran nafas terhadap berbagai rangsang (1-2). Asma terjadi pada semua suku bangsa. Asma dapat terjadi pada semua usia walaupun faktor genetik merupakan predisposisi yang penting untuk terjadinya atopi dan juga asma, bukti yang menunjukkan prevalensi asma di negara-negara berkenbang diseluruh dunia diduga bahwa faktor lingkungan merupakan faktor yang lebih penting daripada faktor ras (1,6) PATOGENESIS Dahulu diakui yang berperan pada patogenesis asma adalah spasme otot polos bronkus yang disebabkan lepasnya mediator-mediator sel mast. Doktrin ini kemudian 1

direvisi setelah diketahui bahwa inflamasi saluran nafas merupakan mekanisme utama yang bertanggung jawab terhadap hipereaktivitas saluran nafas, dan ternyata berbagai sel inflamasi terlibat pada patogenesis ini terutama limfosit dan eosinofil. Sel-sel inflamasi tersebut menghasilkan bermacam-macam mediator yang saling berinteraksi menimbulkan berbagai efek patologik yang bertanggung jawab terhadap hipereaktivitas saluran nafas dan gejala klinik asma. Inflamasi saluran nafas pada asma dibuktikan dari gambaran histopatologik mukosa bronkus dan gambaran sel pada kurasan bronkoalveolar (1). Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan serangan asma perlu diketahui dan sedapatnya dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Alergen utama debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan. 2. iritan seperti asap, bau-bauan, polutan. 3. infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus. 4. Perubahan cuaca yang ekstrim. 5. Kegiatan jasmani yang berlebihan. 6. Lingkungan kerja. 7. Obat-obatan. 8. Emosi. 9. Lain-lain, seperti refluks gastro esophagus (2)

PATOFISIOLOGIS Pada asma terdapat ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal selama pernafasan (terutama pada ekspirasi). Hal ini dicerminkan dengan rendahnya FEV1, volume udara yang dihasilkan sewaktu usaha membuang nafas dengan paksa pada detik pertama dan diukur dengan parameter yang berhubungan. Karena banyak saluran udara yang menyempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan dengan cepat, terjadi aerasi paru-paru yang tidak seimbang. Turbulensi arus udara dan getaran ke bronkus menyebabkan sura mengi yang terdengar jelas pada saat serangan asma. Penderita asma yang gelisah biasanya bernafas lebih cepat dari normal dan menghindarkan kegiatan yang tidak perlu. Dada mengambil posisi inspirasi maksimal yang mula-mula diperoleh secara volunteer dan membantu melebarkan jalan udara. Gambaran ini menetap disebabkan pengosongan alveoli yang tidak lengkap mengakibatkanhiperinflasi torak yang progresif. Pada asma tanpa komplikasi, batuk hanya mencolok sewaktu serangan mereda, batuk membantu mengeluarkan sekret yang mengumpul. Di antara serangan asma yang khas penderita bebas dari mengi dan gejala, walaupun reaktivitas bronkus meningkat dan kelainan pada ventilasi tetap dapat diperlihatkan dengan tehnik khusus. Pada keadaan asma kronik, masa tanpa serangan mungkin dapat menghilang, sehingga mengakibatkan keadaan asma yang terus menerus, sering disertai infeksi sekunder (4).

Ada 2 golongan penyakit obstruksi saluran nafas, yaitu : a. Asma atau penyakit obstruksi saluran nafas yang reversibel b. Penyakit obstruksi saluran nafas menahun yaitu bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa penderita, ketiga penyakit obstruksi saluran nafas tersebut sukar dibedakan satu dari yang lain karena semuanya mempunyai patofisiologi yang sama. Dari ketiga penyakit tersebut, asma bronkial mempunyai prognosis yang terbaik apabila ditangani dengan baik tetapi bila tidak, dapat menjadi penyakit obstruksi saluran nafas yang menahun. Pengertian bronkitis menahun merupakan diagnosis klinis, emfisema merupakan diagnosis anatomis dan asma lebih bersifat fisiologis (2). Tabel 1. Sifat-sifat obstruksi saluran nafas (2) Asma Reversibilitas Alergi Hipereaktivitas bronkus Respon terhadap bronkodilator Respon terhadap steroid + + + + + Bronkitis kronik + + + + Emfisema + -

GAMBARAN KLINIS Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan pada waktu serangan tampak penderita bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk

dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversible secara spontan ataupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain : 1. Sesak. 2. Bising mengi ( wheezing ) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop. 3. Batuk produktif, sering pada malam hari. 4. Nafas atau dada seperti tertekan. Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari (5). Gejala-gejala tersebut tidak selalu terlihat bersama-sama. Ada penderita yang hanya batuk tanpa rasa sesak, atau sesak dan mengi saja (2). Beratnya derajat serangan asma dibagi dalam serangan derajat ringan, sedang dan berat berdasarkan persentase APE nilai dugaan sesuai kriteria Global for Ashtma 1995 yaitu : Serangan derajat ringan : bila APE > 80% nilai dugaan Serangan asma ringan 1. 2. 3. 4. Sesak nafas waktu berjalan,bisa berbaring Berbicara : kalimat Kesadaran mungkin agitasi Frekwensi nafas meningkat

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. -

Pemakain otot bantu nafas biasanya ada Mengi keras Nadi 100-120 x/menit Pulsus paradoksus tidak ada APE sesudah terapi awal >80% PaO2 normal PaCO2 <45 mmHg Saturasi O2 (udara biasa) >95%

Serangan derajat sedang : bila APE 60-80% nilai dugaan Serangan asma sedang : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Sesak nafas waktu berbicara, lebih suka duduk Berbicara kata kata Kesadaran biasanya agitasi Frekwensi nafas meningkat Pemakaian otot bantu nafas biasanya ada Mengi keras Nadi 100-120x/menit Pulsus paradoksus mungkin ada APE sesudah terapi awal 60-80% PaO2 >60mmHg PaCO2 < 45 mmHg Saturasi O2 91-95%

Serangan derajat berat : bila APE < 80% nilai dugaan, disertai gambaran asma akut berat yaitu : 1. Sesak nafas walau diwaktu istirahat, hanya mampu mengucapkan

beberapa kata, duduk membungkuk 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Kesadaran biasnya agitasi Frekwensi pernafasan > 30 x/menit Pemakaian otot bantu nafas biasanya ada, retraksi sentral Bising mengi terdengar sangat jelas Nadi > 120 x/menit Pulsus paradoksus sering ada > 25 mmHg APE sesudah terapi awal <60%, <100L/menit PaO2 < 60 mmHg PaCO2 > 45 mmHg Saturasi O2 < 90%

% APE nilai dugaan adalah nilai aktual Arus Puncak Respirasi (APE) saat serangan dibagi nilai APE dugaan sesuai jenis kelamin, umur (tahun), tinggi badan (cm) menurut tabel fungsi paru tim Pneumobile Project Indonesia 1992 (1,5). Klasifikasi asma berdasarkan derajat beratnya asma (3,5): 1. Intermiten Gejala kurang dari satu minggu Tanpa gejala di luar serangan Serangan berlangsung singkat

Gejala asma malam kurang dari dua kali perbulan Faal paru normal antara eksaserbasi VEP-1 atau APE: lebih dari 80% nilai prediksi

2. Persisten Ringan Gejala lebih dari atau sama dengan satu kali per minggu, tetapi kurang dari satu kali perhari Serangan dapat menggangu aktifitas dan tidur Gejala asma malam lebih dari dua kali per bulan VEP-1 atau APE: lebih dari atau sama dengan 80% nilai prediksi

3. Persisten Sedang Gejala harian Menggunakan obat setiap hari Serangan menggangu aktifitas dan tidur Serangan 2 kali/minggu, dapat berhari-hari Gejala asma malam lebih dari satu kali per minggu VEP-1 atau APE: lebih dari 60- kurang dari 80% nilai prediksi

4. Persisten Berat Gejala terus menerus Serangan sering Gejala asma malam sering VEP-1 atau APE: kurang dari 60% nilai prediksi

PEMERIKSAAN PENUNJANG (3,5,6) 1. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible. Cara yang paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator >20% tidak berarti ada asma. Hal tersebut dapat dijumpai pada penderita yang sudah normal atau mendekati normal sehingga kenaikan FEV1 atau FVC tidak melebihi 20%. Respon mungkin juga tidak dijumpai pada obstruksi jalan nafas yang berat, oleh karena obat tunggal aerosol tidak cukup memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang akhir mungkin diperlukan pengobatan kombinasi adrenergik, teofilin dan bahkan kortikosteroid untuk 2-3 minggu. Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat terlihat dari hasil pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda-beda misalnya beberapa hari atau bulan kemudian. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. 2. Tes provokasi bronkial Indikasi provokasi inhalasi :

Antigen Untuk menjelaskan peranan alergen spesifik pada asma Apabila uji kulit tidak dapat dilakukan seperti pada penyakit kulit yang

luas dan luka bakar Untuk evaluasi efek terapeutik imunologis Untuk evaluasi alergen baru atau allergen tidak dikenal yang diduga

mempunyai peranan dalam penyakit paru Untuk evaluasi efek obat dalam penghambatan kerja allergen Untuk meyakinkan pasien tentang hubungan sebab akibat

Metakolin, Karbakol, dan Histamin Untuk mengidentifikasi pasien hipereaktivitas bronkus tanpa melihat sebab dan untuk mengukur besarnya hipereaktivitas tersebut. 3. Tes kepekaan kulit Tujuan tes ini yaitu untuk menunjukkan adanya antibodi imunoglobulin E yang spesifik dalam tubuh. Tes ini hanya menyokong anamnesis, karena alergen yang menunjuk tes kulit positif tidak selalu merupakan penyebab asma, sebaliknya tes kulit yang negatif tidak berarti ada faktor kerentanan kulit. Dengan berbagai bahan alergen dapat membantu untuk menetukan pada asma atopik.

10

4.

Pemeriksaan laboratorium : Darah : persentase eosinofil pada hitung jenis dan jumlah eosinofil yang meningkat, Imunoglobulin E yang spesifik. Analisa gas darah: bila ada kecurigaan gagal napas Dahak dan sekret hidung: pemeriksaan eosinofil

5.

Pemariksaan radiologi : Foto toraks : Umumnya pemeriksaan foto dada penderita asma adalah nor mal. Pemariksaan tersebut dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses patologik di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomedistinum, atelektasis dll Foto sinus paranasalis, jika asma tidak membaik

DIAGNOSIS (5,6) 1. Anamnesis : keluhan sesak napas dengan napas bunyi ngiik yang sering kumat (adanya riwayat asma), riwayat penyakit alergik, dan keluarga yang menderita alergik (faktor keturunan) dapat memperkuat dugaan penyakit asma disertai adanya faktor pencetus serangan. 2. Pemeriksaan fisik : penemuan pada pemeriksaan fisik tergantung derajat beratnya obstruksi jalan nafas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, takikardia, pernafasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada penderita asma dalam serangan.

11

3. Laboraturium Sputum: Kristal Charcot-Leyden, spiral Cruschman Darah: jumlah Eo meningkat 4. Pemeriksaan faal paru: Obstruksi saluran nafas (rasio FEV1/FVC < 75% atau PEF < 150 liter/menit). 5. Tes provokasi bronkus, tes kepekaan kulit. DIAGNOSIS BANDING (2) 1. Bronkitis kronik Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi hari, lama-lama disertai mengi dan menurunnya kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal. 2. Emfisema paru Sesak merupakan gejala utamanya dan jarang disertai mengi dan batuk. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, penderita selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun dan suara sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.

12

3. Gagal jantung kiri akut Dulu disebut asma kardial, dan bila timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dyspnoe. Penderita biasanya terbangun pada malam hari karena sesak dan apabila pasien duduk sesaknya berkurang atau menghilang. Selain ortopnea, pada pemeriksaan fisis ditemukan kardiomegali dan edema paru. 4. Emboli paru Yang dapat menimbulkan emboli paru adalah imobilisasi, gagal jantung, tromboflebitis. Disamping gejala sesak napas, penderita batuk-batuk, yang dapat disertai darah, nyeri pleura keringat dingin, kejang dan pingsan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukan perubahan aksis jantung ke kanan. 5. Lain-lain penyakit yang jarang, seperti stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteritis nodusa. KOMPLIKASI (2,6) 1. Infeksi saluran nafas 2. Atelektasis 3. Pneumotoraks, pneumomediastinum. Emfisema kutis 4. Gagal nafas 5. Aritmia ( terutama, bila sebelumnya ada kelainan jantung )

13

PENATALAKSANAAN Tujuan terapi asma adalah (3,5) : 1. 2. 3. 4. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma. Mencegah kekambuhan. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan

exercise. 5. 6. Menghindari efek samping obat asma. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel.

Tujuan penatalaksanaan eksaserbasi akut (5) Makin sering eksaserbasi akut, akan meningkatkan kemungkinan terjadi remodeling saluran nafas dan meningkatkan keyakinan perburukan penyakit. Penatalaksanaan pada eksaserbasi akut bertujuan : 1. Menghilangkan obstruksi secepat mungkin 2. Menghilangkan hipoksemi 3. Mengembalikan faal paru ke normal secepat mungkin 4. Mencegah kekambuhan Serangan asma berat dapat menimbulkan kematian, terutama bila terlambat ditanggulangi atau penanggulangan yang tidak adekuat. Resikoini juga meningkat bila ada komplikasi. Faktor yang meningkatkan resiko kematian pada asma adalah :

14

Riwayat gagal nafas dan pemasangan intubasi Pemakaian steroid sistemik Kunjungan ke gawat darurat/perawatan karena asma Penatalaksanaan asma yang tidak adekuat Depresi berat dan atau masalah psikososial

Tabel 2. Pengobatan asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit (3,5) Derajat Asma Asma Intermiten Obat Pengontrol (harian) - Tidak perlu Obat Pelega Bronkodilator singkat, yaitu inhalasi agonis beta2 bila perlu Intensitas pengobatan tergantung berat eksaserbasi Inhalasi agonis beta2 atau kromolin dipakai sebelum aktivitas atau pajanan alergen Inhalasi agonis beta2 aksi singkat bila perlu dan tidak melebihi 34 kali sehari.

Asma Persisten Ringan

Asma Persisten Sedang

Inhalasi kortikosteroid 200500 g/ kromolin/ nedrokromil atau teofilin lepas lambat Bila perlu ditingkatkan sampai 800 g atau ditambahkan bronkodilator aksi lama terutama untuk mengontrol asma malam. Dapat diberikan agonis beta 2 aksi lama inhalasi, oral atau teofilin lepas lambat. Inhalasi kortikosteroid 800-

- Inhalasi beta2 aksi

agonis singkat 15

Asma Persisten Berat

2000 g Bronkodilator aksi lama terutama untuk untuk mengontrol asma malam, berupa agonis beta 2 aksi lama inhalasi, oral atau teofilin lepas lambat Inhalasi kortikosteroid 8002000 g atau lebih Bronkodilator aksi lama, berupa agonis beta2 inhalasi atau oralatau teofilinlepas lambat Kortikosteroid oral jangka panjang

bila perlu dan tidak melebihi 3-4 kali sehari

Obat-obat anti asma (5) 1. Bronkodilator a. Agonis 2 Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi. Terbutalin, salbutamol, dan fenetranol memiliki lama kerja 4-6 jam, sedangkan agonis 2 longacting bekerja lebih dari 12 jam, seperti salmeterol, formoterol, bambuterol dan lain-lain. Bentuk aerosol dan inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis yang jauh lebih kecil yaitu sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal.

16

b. Metilxantin Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini ditekan dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjag. c. Antikolinergik Golongan ini merupakan tonus vagus intinnsik dari saluran napas. 2. Anti inflamasi

Antiinflamasi menghambat inflamasi jalan napas dan mempunyai efek supresi dan profilaksis. a. b. Kortikosteroid Natrium kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinflamasi

nonsteroid. Tabel 3 Terapi serangan asma akut (5) BERATNYA TERAPI SERANGAN RINGAN Terbaik: - Aktivitas hampir - Agonis Beta2 isap normal. (MDI) 2 isap boleh - Bicara dalam kalimat diulangi 1 jam penuh. kemudiqan atau tiap - Denyut nadi 20 menit dalam 1jam <100/menit Alternatif: - (APE>60%) - Agonis beta2 oral dan atau 3x1/2 1 tablet (2mg) oral - Teofilin 75-150 mg - Lama terapi menurut kebutuhan

LOKASI Di rumah

17

SEDANG - Hanya mampu berjalan jarak dekat - Bicara dalam kalimat terputus-putus - Denyut nadi 100120/menit - (APE 40-60%) BERAT - Sesak pada istirahat - Bicara dalam katakata terputus - Denyut nadi >120 L/menit - (APE < 40% atau 100L/menit)

Terbaik: - Agonis Beta-2 secara nebulisasi 2,5 5mg, dapat diulangi sampai dengan 3 kali dalam 1jam pertama dan dapat dilanjutkan setiap 1-4 jam kemudian Terbaik: - Agonis beta-2 secara nebulisasi dapat diulangi s.d 3kalidalam 1jam pertama selanjutnya dapat diulangi setiap 1-4 jam kemudian - Teofilin iv dan infus - Steroid iv dapat diulang/ 8-12jam - Agonis beta 2 sk/iv / 6jam - Oksigen 4 liter/menit - Pertimbangkan nebulisasi ipratropiumbromide 20 tetes Terbaik: - Lanjutkan terapi sebelumnya - Pertimbangkan intubasi dan ventilasi mekanik - Pertimbangkan anastesi umum untuk terapi pernapasan intensif. Bila perlu dilakukan kurasan bronco alveolar (BAL)

Puskesmas Klinik rawat jalan Unit Gawat Darurat Praktek dokter umum Dirawat RS bila tidak respons dalam 2-4 jam

Unit Gawat Darurat Rawat bila tidak ada responns dalam 2 jam maksimal 3 jamm Pertimbangkan rawat ICU bila cenderung memburuk Progresif

MENGANCAM JIWA - Kesadaran menurun - Kelelahan - Sianosis - Henti napas

ICU

18

Terapi awal yaitu (5) 1. Oksigen 4-6 liter /menit 2. Agonis 2 (salbutamol 5mg atau feneterol 2,5 mg atau terbutalin 10mg) inhalasi nebulasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Dapat diberikan secara subkutan atau iv dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% dan diberikan perlahan. 3. Aminofilin bolus iv 5-6 mg/kg BB, jjikasudah menggunakan obat ini dalam 12jam sebelumnya cukup diberikan setengah dossis 4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv jika tidak ada respon segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat. Respon terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut : 1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan. 2. Pemeriksaan fisik normal. 3. Arus puncak ekspirasi (APE) >70%. Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit. Terapi asma kronik adalah sebagai berikut 1. Asma ringan: agonis 2 inhalasi bila perlu atau agonis 2 oral sebelum exercise atau terpapar allergen. 2. Asma sedang: antiinflamasi setiap hari dan agonis 2 inhalasi bila perlu.

19

3. Asma berat: steroid inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis 2 long acting, steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis 2 inhalasi sesuai kebutuhan. Penatalaksanaan yang baik dapat membuat asma menjadi terkontrol yaitu gejala penyakit berkurang dan faal paru menjadi optimal, criteria asma yang terkontrol adalah (5) : 1. Gejala klinik menghilang atau minimal termasuk gejala asma malam 2. Eksaserbasi jarang 3. Kebutuhan 2-agonis minimal 4. Aktivitas tidak terganggu 5. Variasi APE < 15% 6. Efek samping obat tidak ada / minimal 7. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat.

20

ILUSTRASI KASUS
Seorang wanita, bernama Ny.E, berumur 48 tahun, sudah menikah, suku Padang, agama Islam, Pegawai Negeri Sipil, bertempat tinggal di Jl. Neg. TL.Bawang, Bunga; Bandar Lampung, masuk RSUD Abdul Moeloek 01 Agustus 2003 pukul 01.40 pagi dan dirawat di Ruang Penyakit Paru. AUTOANAMNESIS Keluhan utama Keluhan tambahan : Sesak nafas : Batuk-batuk berdahak disertai nafas berbunyi pada saat mengeluarkan nafas.

Riwayat penyakit sekarang

Satu hari sebelum pasien datang ke RS, sore hari setelah pasien menyapu lantai dan mengangkat air satu ember penuh ukuran sedang, pasien sesak nafas dan nafasnya berbunyi secara tiba-tiba, pasien juga sebelumnya mengaku habis pulang dari rumah saudaranya dan dalam kondisi lelah dan banyak pikiran memikirkan adiknya, pasien juga mengeluh batuk-batuk berdahak disertai dengan pilek sejak 1 hari yang lalu sebelum sesak nafas terjadi, disertai nafas berbunyi pada saat mengeluarkan nafas terutama pada posisi tidur terutama di malam hari.Pasien juga menyangkal mempunyai riwayat ashma sebelumnya. Kemudian pasien masuk keRSAM untuk dirawat karena mengeluh sesak nafas, pasien juga mengaku dalam keluarganya ada 21

yang menderita asma. Pasien juga tinggal didekat pabrik gula, dimana dirumahnya selalu berdebu setiap harinya. Dan sebelumnya keponakannya mengeluh penyakit yang sama pula . Riwayat penyakit dahulu :

- Os pernah menderita tumor dirahimnya dan dilakukan pengangkatan rahim sejak 3 bulan yang lalu. - Os juga mempunyai riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu. Riwayat penyakit keluarga :

- Keponakannya ada yang mempunyai riwayat asma. PEMERIKSAAN FISIK Status Present Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Frekwensi nadi Frekwensi nafas Suhu Tinggi badan Berat badan Status gizi : : : : : : : : : Tampak sakit berat Kompos mentis 150/90 mmHg 102 x /menit 28x /menit 36,5 C 162 cm 64 kg cukup 22

Status Generalis Kepala : - Rambut - Mata - Hidung - Mulut - Leher : : : : : Hitam, ikal, tidak mudah dicabut Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan JVP KGB : tidak meningkat : tidak teraba

Kelenjar tiroid : tidak teraba pembesaran Toraks : Toraks anterior Paru-paru Inspeksi : Takipnea Retraksi suprasternal (+) Retraksi supraklavikular (+) Retraksi interkostal (+) Palpasi Perkusi Auskultasi : : : Fremitus taktil sulit dinilai Sonor pada kedua lapang paru Bunyi nafas hemitorak kanan : vesikuler (+) dengan ekspirasi memanjang ronki (+), wheezing (+)

23

Bunyi nafas hemitorak kiri

vesikuler (+) dengan ekspirasi memanjang, ronki (+), wheezing (+) Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : : : Ictus cordis terlihat Ictus cordis teraba Batas kanan ICS V garis parasternal kanan Batas kiri ICS V garis midklavvikula kiri Auskultasi Torak posterior Paru-paru Inspeksi : Takipnea Retraksi suprasternal (+) Retraksi supraklavikular (+) Retraksi interkostal (+) Palpasi Perkusi Auskultasi : : : Fremitus taktil sulit dinilai Sonor pada kedua lapang paru Hemitorak kanan : vesikuler (+) dengan ekspirasi memanjang ronki (+), wheezing (+) : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), HR : 102 x/menit

24

Hemitorak kiri : vesikuler (+) dengan ekspirasi memanjang ronki (+), wheezing (+) Abdomen Inspeksi Palpasi : : : Perut datar, simetris Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba

Nyeri tekan epigastrium (-) Nyeri lepas (-) Perkusi Auskultasi Genetalia : : : Hipertimpani Bising usus (+) normal Wanita, tidak ada kelainan

Ekstremitas : Superior Inferior : : Oedem (-), sianosis (-) Oedem (-), sianosis (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah rutin : - Hb - Leukosit : : 15,7 gr % 12.700 /Ul

25

- LED - Hitung jenis

: :

51 mm/jam 0/2/0/80/18/0 : Ashma bronkhial intermiten

DIAGNOSIS KERJA

PENATALAKSANAAN : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bed rest, posisi semi fowler. O2 3 liter/menit Infus RL/D5% + Aminophyllin (0,6-0,9 mg/kgBB/8j)I amp gtt XX /m. Theophiline 300mg 2x1 tab Injeksi Deksametason 5mg, I amp/12jam/IV OBH syrup 3XCI/hr. Nifedipine 10mg 3x1 tab Salbutamol inhaler 120 mcq 3x1puff (combifen inhaler)

Pemeriksaan Anjuran : - Analisa gas darah - Pemeriksaan elektrolit - Spirometri - Uji hipereaktivitas bronkus - Foto toraks

26

FOLLOW UP 4 Agustus 2003 Keluhan : Sesak Nafas bunyi Batuk berdahak Dada seperti tertekan Tanda vital: + + + + 150/90 mmHg 102 x/m 28 x/m 36,5c Toraks : Inspeksi : Takipnea Retraksi supraasternal Retraksi supraklavikular Retraksi interkostal Palpasi : Perkusi : Auskultasi : + + + + + Fremitus taktil sulit dinilai Sonor: Vesikuler +/+ ekspirasi memanjang Ronki +/+ Wheezing +/+ Perut datar, simetris Nyeri tekan epigastrium Nyeri lepas Hepar tidak teraba Lien tidak teraba Pemeriksaan darah rutin, kesan: - LED (adanya inflamasi) - Leukositosis ringan - Eosinofilia - Pergeseran kearah kanan 5 Agustus 2003 + 130/90 mmHg 102 x/m 26 x/m 36,5c Fremitus taktil kanan = kiri Vesikuler +/+ Ronkhi -/Wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : Palpasi :

Nyeri tekan epigastrium Ada perubahan

Kesan : Anjuran :

27

Penatalaksanaan :

Analisa gas darah Pemeriksaan elektrolit Spirometri Uji hipereaktivitas bronkus Foto toraks - Bed rest posisi semi fowler - O2 3 lt/m - Infus RL/D5% + Aminophyllin I amp gtt XX x/m - Theophiline 300mg 2x1 tab - Injeksi deksametason 5 mg, I amp/8 jam/IV - OBH syrup 3XCI - Nifedipin 10 mg 3x1 tab - Salbutamol inhaler 120 mcq 3x1puff (combifen inhaler)

Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan - Bed rest - Infus RL/D5% + Aminophyllin I amp gtt XX x/m - Salbutamol 2mg, 3x1 tab - Theophiline 300mg 2x1 tab - Injeksi deksametason 5mg, I amp/hr - OBH syrup 3xCI - Salbutamol inhaler 120 mcq 3x1puff (combifen inhaler)

28

RESUME : Anamnesis : Seorang wanita, 48 tahun, suku Padang, agama Islam, Pegawai Negeri Sipil gol III, tempat tinggal di JL. Negara, Tulang Bawang, datang dengan keluhan : napas berbunyi pada saat expirasi berdahak, dahak berwarna putih, sulit dikeluarkan Pemeriksaan fisik : Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Frekwensi nadi Frekwensi nafas Suhu Tinggi badan Berat badan Status gizi Kepala : : : : : : : : : : 29 Tampak sakit berat, status mental : gelisah Kompos mentis 150/90 mmHg 102 x/menit 28 x/menit 36,5C 162 cm 64 kg Cukup Batuk Nafas Sesak

Mata Hidung Telinga Mulut Leher Toraks Paru-paru Inspeksi :

: : : : : :

Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Takipnea, retraksi suprasternal (+), retraksi supraklavikular (+), retraksi interkostal (+)

Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Abdomen Inspeksi Palpasi

: : : : : : :

Fremitus taktil sulit dinilai Sonor pada kedua lapang paru Vesikuler +/+ ekspirasi memanjang, ronki +/+, wheezing +/+ Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba

Perkusi Auskultasi Genetalia eksterna Ekstremitas

: : : :

Hipertimpani Bising usus (+) normal Wanita, tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

30

Pemeriksaan penunjang : Darah rutin Hb LED Leukosit Hitung jenis : : : : 15,7 gr% 51 mm/jam 12.700 /uL 0/2/0/80/18/0

Diagnosis akhir : Ashma bronkhial intermiten Penatalaksanaan :

Bed rest, posisi semifowler O2 3 liter/menit Infus RL/D5% + Aminofilina (0,6-0,9mg/kgBB/8j) I Amp 20 tetes/menit Salbutamol 2,5 mg 2x1 tab Theophiline 300mg 2x1 tab Injeksi deksametason 5mg, I amp/12j/IV OBH syrup 3XCI/hr Nifedipine 10mg 3x1 tab Salbutamol inhaler 120mcq 3x1puff ( combifen inhaler) 31

Prognosis : Ad bonam

DISKUSI

Riwayat dan gejala klinik yang khas pada asma dapat kita temui pada kasus ini, sehingga tidak sukar untuk menegakkan diagnosis. Tetapi untuk menegakkan diagnosis yang baik, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang asma (yang tidak dapat dilakukan pada kasus ini oleh karena faktor manusia dan teknis), sehingga diagnosis, derajat penyakit, keberhasilan terapi, dan ada tidaknya komplikasi penyakit dapat diketahui. Pada akhirnya penatalaksanaan asma menjadi tepat dan adekuat. Asma tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Hal ini bukanlah sesuatu yang fatal, tetapi dapat mengancam jiwa jika tidak ditangani atau tidak terkontrol. Frekwensi asma yang sering, adanya gangguan tidur, bukanlah sesuatu yang normal. Asma yang terkontrol dengan baik akan menghentikan gejala symptom tersebut, dan membuat penderita berhenti datang ke ruang gawat darurat atau ke RS. Ada 2 tipe terapi unuk asma : Anti-inflamasi adalah terapi yang paling penting pada sebagian orang dengan asma karena obat ini dapat mencegah timbulnya serangan asma yang terus menerus. Kortikosteroid atau steroid saja, dapat mengurangi produksi mucus pada jalan nafas. Sehingga hipereaktivitas saluran nafas terhadap rangsangan berkurang. Terapi ini yang digunakan setiap hari butuh waktu beberapa minggu untuk dapat mengontrol

32

asma. Terapi ini dapat mengurangi symptom, kualitas pernafasan menjadi lebih baik, mengurangi sensitivitas, kerusakan saluran nafas serta serangan asma. Bronkodilator, mengurangi gejala asma melalui dilatasi otot polos, sehingga membuka jalan nafas dengan cepat, untuk mendapatkan lebih banyak udara, dengan terbukanya jalan nafas mucus dapat dikeluarkan dengan lebih mudah. Pada terapi jangka panjang kortikosteroid hanya digunakan pada asma yang persisten, sedangkan pada asma yang intermiten tidak perlu, dimana hanya membutuhkan obat pelega saja. Hal ini mungkin disebabkan karena aktivitas yang meningkat dan interaksi dengan lingkungan yang bertambah serta adanya faktor emosional yang dapat memicu timbulnya serangan asma. Pada anamnesa pasien mengatakan, saat itu pasien sedang mempunyai banyak masalah pribadi. Maka dapat disimpulkan bahwa faktor emosional mempunyai peranan yang cukup penting sebagai pencetus timbulnya serangan pertama pada pasien ini. Sehingga untuk penatalaksanaan yang lebih adekuat perlu dipertimbangkan psikoterapi pada pasien asma, yang selama ini sepertinya kurang mendapat perhatian. Kurang lebih 3 bulan terakhir, serangan asma lebih sering terjadi, hal ini dimungkinkan oleh lingkungan pasien yang tidak sehat ( lembab, banyak debu, pengap ). Sehingga untuk dapat mengontrol timbulnya serangan asma dianjurkan pada pasien untuk mencari tempat tinggal lain yang tidak berdebu.

33

Prognosis kasus ini ke arah baik, karena terlihat perubahan yang nyata setelah pemberian terapi, di mana gejala dan serangan asma berkurang dan hilang. Sehingga os merasa sembuh dan akhirnya pulang atas kemauan sendiri dalam keadaan umum yang baik, walau hanya dirawat dua hari. Tapi melihat cukup seringnya gejala dan serangan asma timbul, faktor pencetus yang begitu erat dengan kehidupan pasien membuat adanya keragu-raguan terhadap prognosis tersebut. Oleh karena itu kami menganjurkan dilakukan beberapa pemeriksaan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan, derajat penyakitnya, untuk menhilangkan keragu-raguan tersebut dan agar pemberian terapi jangka panjang dapat dilakukan.dengan tepat dan adekuat. Penatalaksanaan Ashma bronkhial, karena penanggulangan yang terlambat ataupun yang tidak adekuat pada serangan asma yang berat dapat menimbulkan kematian. Namun banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan penatalaksanaan, di antaranya : beratnya serangga, obat yang diberikan, cara pemberian, penilaian pengobatan dan respon penderita terhadap pengobatan

34

PRESENTASI KASUS DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ASMA BRONKIAL INTERMITEN

OLEH Sri Nurbowo Ardi 1101997161 PEMBIMBING Dr. Boy Zaghlul Zaini NARASUMBER Dr. A Rasyid, SpP

DIAJUKAN SEBAGAI PRASYARAT MENGIKUTI UJIAN AKHIR KEPANITERAAN SENIOR ILMU PENYAKIT DALAM

35

RSUD Dr. Hi. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG AGUSTUS 2003

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaman Saleh Y, Mangunnegoro H, Hudoyo A, dkk, Kadar Eosinofil pada Sputum Penderita Asma Bronkhial Dalam Serangan Di rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia 1998; 18:p.5-6 2. Bratawijdaya, Karnen. Asma Bronkhial dalam Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi III, BP FKUI, Jakarta, 2006; hal 21-32 3. Yunus, Faisal. Penatalaksanaan Asma Bronkhial Masa Kini. Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 46, Nomor : 10, Oktober 1996. 4. Solomon, William R. Ashma bronkhial : Alergi dan lain-lain. In: Price sylvia A, Wilson Lorraine M. Editor. Patofisiologi Buku I. Edisi IV. Jakarta : EGC; 2006. hal 784-785 5. Yunus, Faisal. Penatalaksanaan Eksaserbasi Akut Asma. Pertemuan Ilmiah Khusus PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Semarang 6. Sukmana Nanang. Asma Bronchial. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, Agustus, 2001

36

You might also like