You are on page 1of 42

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan YME atas limpahan rahmat-Nya referat ini dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penyusun juga ingin menyampaikan terima kasih sebesarbesarnya kepada : 1. dr. H. Chamim Sp.OG (K.Onk) atas bimbingannya 2. Teman-teman di Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati atas dukungan yang telah diberikan selama pembuatan penyusunan referat ini. 3. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas dukungannya.

Referat ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Penyusun berharap dengan tersusunnya referat ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan khususnya di bidang Obstetri dan Ginekologi. Tidak lupa pula penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran agar di masa yang akan datang, penyusun dapat meningkatkan kualitas tulisan, baik dari segi isi maupun bentuknya.

Jakarta, Februari 2009

Penyusun

Lembar Pengesahan

Referat yang berjudul : Mola Hidatidosa Oleh Nur Ainun (030.03.180) telah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. H Chamim,Sp.OG (K.Onk) sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUP Fatmawati pada tanggal Februari 2010

Jakarta, Februari 2010

dr. Chamim, SpOG K.Onk

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................ ............. BAB I. BAB II. PENDAHULUAN ........................................................................... TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... Definisi......................................................................................... Epidemiologi................................................................................ Etiologi dan Faktor Resiko ........................................................... Patogenesis ................................................................................. Histopatologi.................................................................... .......... Klasifikasi....................................................................... ............. Diagnosis ..................................................................................... Diagnosa Banding ........................................................................ Penatalaksanaan ......................................................................... Komplikasi ................................................................................... Prognosis ..................................................................................... BAB III. BAB IV. BAB V. IKHTISAR KASUS .......................................................................... ANALISA KASUS ........................................................................... KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................

i ii iii 1 2 2 2 3 4 5 7 10 16 16 19 20 21 35 37 38

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................

iii

[Type text]

BAB I Pendahuluan

Mola hidatidosa adalah penyakit trofoblas gestasional yang sering ditemukan. Angka kejadian mola di rumah sakit besar di Indonesia kira-kira 1 di antara 80 persalinan normal.1 Angka kejadian tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian di USA, yaitu sebesar 1: 1000. Secara umum angka kejadian mola pada wanita Asia lebih tinggi daripada wanita di negara barat 2. Wanita yang berusia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk menderita mola. 2 Mola hidatidosa dapat digolongkan sebagai komplit atau parsial, berdasarkan atas morfologi makroskopik, histopatologi dan kariotipe. Insidens terbanyak adalah mola hidatidosa komplit sedangkan mola hidatidosa inkomplit/parsial ditemukan sebanyak 25 74% dari kasus mola.1,2 Delapan puluh persen mola bersifat jinak, meskipun demikian kemungkinan keganasan pada kasus mola juga harus dipikirkan. Penanganan kasus mola haruslah tuntas terutama penatalaksanaan pasca evakuasinya. Pemantauan lanjutan pasien sangat diperlukan untuk memantau perkembangan penyakit tersebut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Mola Hidatidosa Definisi Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus. Gambaran makroskopis yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblas pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan human chorionic gonadotropin (HCG) dalam jumlah lebih besar daripada kehamilan biasa. Ada atau tidak adanya fetus atau embrio telah digunakan sebagai pemisah apakah mola hidatidosa komplit atau parsial.

Epidemiologi Kehamilan mola telah dilaporkan insidennya berkisar antara 0,5 sampai 2,5 dari 1000 wanita hamil.3 Tingginya insiden kehamilan mola pada beberapa tempat disebabkan oleh banyak faktor termasuk ras, status ekonomi, usia, kebiasaan makan, riwayat reproduksi dahulu. Wanita Asia diketahui memiliki kemungkinan untuk mengalami kehamilan mola 10 kali lebih tinggi dari pada wanita Eropa dan Amerika Utara. Peningkatan progresif kejadian kehamilan mola telah diobservasi dan diduga adanya konsumsi karoten dan lemak hewani yang kurang. Wanita pada akhir usia reproduktifnya lebih tinggi kemungkinannya untuk mengalami kehamilan mola, apalagi jika mereka berusia tua, risiko untuk mengalami kehamilan mola antara 300400 kali lipat bila dibandingkan dengan wanita usia 20 29. Parazzini dkk menyimpulkan risiko mengalami kehamilan mola komplet bertambah seiring

dengan bertambahnya usia pria, tapi tidak ada efek yang ditemukan terhadap kehamilan mola parsial. Sebagai tambahan wanita dengan riwayat kehamilan mola memiliki risiko 10 kali lipat untuk terjadinya kehamilan mola kedua.3 2

Etiologi dan faktor risiko1,2,6 Mola hidatidosa mempunyai faktor risiko 1. Umur Insidensi kehamilan mola meningkat 2x lipat pada wanita berumur lebih dari 35 tahun. Pada wanita di atas 40 tahun kejadiannya meningkat 5-7,5 kali lipat5. Beberapa penelitian menunjukan peningkatan insiden mola pada wanita hamil usia belasan tahun. La Vecchia dkk melaporkan peningkatan kejadian sebanyak 4 kali lipat bila usia ayah lebih dari 45 tahun. Pada mola parsial tidak ada hubungan antara umur ibu dengan angka kejadian.6 2. Etnis Penelitian di Hawaii oleh Matsuura dkk menunjukan kejadian yang lebih tinggi pada wanita Filipina dan Jepang dibandingkan dengan kejadian tersebut pada wanita kulit putih dan penduduk asli Hawaii. Di Singapura juga didapatkan wanita keturunan Eurasian mempunyai kemungkinan dua kali lipat dibandingkan wanita keturunan Cina, India dan Malaysia. Di Cina, etnis yang terbesar yaitu Han mempunyai tingkat kejadian yang paling rendah dibandingkan etnis Zhuang dan Mongolia. 3. Riwayat mola Wanita dengan kehamilan mola sebelumnya mempunyai risiko 10 kali lipat dibandingkan populasi pada umumnya. 4. Faktor reproduktif dan kontrasepsi Kejadian mola hidatidosa mengalami peningkatan 2 kali lipat pada wanita yang sebelumnya mengalami abortus spontan.6 Peningkatan paritas tidak secara signifikan mempengaruhi kejadian mola. Tahun 1976 Stone dkk menemukan hubungan antara pemakaian kontrasepsi oral dengan kejadian Mola, tetapi peneliti lain tidak menemukan hubungan tersebut. 5. Faktor Nutrisi Studi perbandingan kasus di Amerika dan Itali memperlihatkan penurunan insidensi mola dengan intake lemak hewani dan beta karoten yang tinggi.

6.

Paparan herbisida Penelitian di Vietnam menunjukan pengaruh buruk agen orange dan kontaminannya, yaitu TCDD (2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin) terhadap kejadian mola.

Patogenesis Beberapa teori yang menerangkan patogenesis penyakit ini adalah:, a. Teori missed abortion Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi darah ibu, dan substansi substansi tersebut diakumulasikan ke dalam stroma vili sehingga terjadi kista vili yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang menyerupai cairan asites atau edema, tetapi kaya akan hCG. b. Teori neoplasma dari Park Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, yaitu terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin. Gelembunggelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uteri. Patogenesis molekuler penyakit ini secara pasti belum diketahui. Penelitian yang dilakukan oleh Berkowitz menunjukan peningkatan ekspresi onkoprotein seperti c-myc, c-erb B-2 dan bcl-2, demikian juga p53, p21, Rb dan MdM2. Zat-zat ini mungkin mempunyai peranan penting dalam patogenesis penyakit ini. Penelitian terhadap gen p53 tidak menunjukan hasil yang berarti. 6 Namun relaksasi paternal imprinting tampaknya mempunyai peran penting. Komposisi kromosom yang abnormal mengakibatkan proliferasi trofoblas, yang

abnormal pula. Sinsitiotrofoblas yang berproliferasi menghasilkan hCG, sehingga pada penyakit ini terjadi peningkatan kadar hCG di serum dan urin Histopatologi2 Mola hidatidosa adalah lesi dari plasenta dengan ciri degenerasi hidropik dari vili korialis dan proliferasi trofoblas yang dibagi menjadi mola komplit dan mola parsial Mola Komplit Gambaran makroskopis

Gambar 1-Makroskopis Mola Komplit

Villi edematus, secara masif membesar membentuk gambaran seperti buah anggur, ukuran diameternya mulai dari beberapa milimeter sampai yang terbesar lebih kurang 3 cm, rata-rata diameternya adalah 1,5 cm. Gambaran mikroskopis

Gambar 2-Mikroskopis Mola Komplit

Tampak proliferasi trofoblas, banyak trofoblas yang menunjukan sitologi atipia. Stroma vili berdegenerasi hidropik dan edematus, tidak ada jaringan embrio atau fetus. Kebanyakan villi membentuk central cistern yaitu daerah di tengah-tengah yang acelular. Villi ini biasanya avaskular, kadang-kadang ada daerah yang vaskular yang mengandung debris nekrotik. Dapat ditemukan kalsifikasi pada villi.

Mola parsial Gambaran makroskopis Volume jaringan biasanya kecil kurang dari 100 sampai 200 ml. Villi tampak membesar tetapi biasanya ukurannya lebih kecil dari pada mola komplit. Biasanya terlihat plasenta normal, demikian pula fetus atau selaput amnion.

Gambar 3-Makroskopis Mola parsial

Gambaran mikroskopis Terdapat 2 jenis trophoblas, sebagian dengan ukuran normal dengan degenerasi hidropik dan proliferasi trophoblas fokal. Sentral cistern jarang terlihat, villi memperlihatkan fibrosis pada stroma. Hiperplasia trofoblas lebih jelas terlihat dibandingkan mola komplit. Sel atipia jarang terlirhat. Ciri lain yang biasa terdapat adalah invaginasi trofoblas pada stroma villi, sehingga membentuk scalloping.

Gambar 4- Mikroskopis Mola Parsial

Klasifikasi Berdasarkan gambaran histopatologi mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu:2

1. Mola hidatidosa komplit (klasik) Struktur dan gambaran histologinya ditandai oleh: Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villi Tidak adanya pembuluh darah dalam vili Proliferasi epitel trofoblas sehingga mencapai derajat yang beragam Tidak ditemukan janin dan amnion

Kehamilan mola komplit sepenuhnya diturunkan dari pihak laki-laki dan memiliki karakteristik predominan kariotipe 46 xx ( > 90%), dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah miosis dan nukleus ovum tersebut dapat hilang atau tidak-teraktivasi. Kromosom ovum biasanya tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Walaupun sebagian besar mola komplit memiliki pola kromosom 46xx, sekitar 10% memiliki kariotipe 46xy. Kromosom pada mola komplit 46xy juga tampaknya berasal dari paternal seluruhnya, tetapi pada keadaan ini, telur yang kosong difertilisasi oleh dua sperma. Kariotipe ini mungkin berhubungan dengan kejadian keganasan di kemudian hari. Variasi lain juga pernah dikemukakan

yaitu 45x. Risiko neoplasia trofoblastik yang terjadi pada mola komplit kurang lebih sebesar 20%.

Gambar 5- Sketsa Mola Hidatidosa Komplit

Gambar 6-Kariotipe Mola Hidatidosa Komplit

2. Mola hidatidosa parsial Jika perubahan hidatidosa bersifat fokal serta belum begitu jauh dan masih terdapat janin atau sedikitnya kantong amnion, keadaan ini digolongkan sebagai mola hidatidosa parsial. Pada sebagian villi yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat, sementara villi lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang masih berfungsi tidak mengalami perubahan. Hiperplasia trofoblastik yang terjadi, lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas lebih tripoid, yang bisa 69, XXY atau 69, XYY, dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukkan stigmata triploid yang mencakup 8

malformasi kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan. Risiko terjadinya koriokarsinoma yang berasal dari mola hidatidosa parsial sangat kecil. Gambar 3.

Gambar 7-KariotipeMola Hidatidosa Parsial

Tabel 1- Karakteristik Mola Hidatidosa Komplit dan Parsialis Mola hidatidosa/komplet Kariotipe Diploid(46,XX atau 46,XY) Mola hidatidosa parsial Triploid (69,XXX atau 69, XXY) Patologi Fetus Tidak ada kadang-kadang ada kadang-kadang ada

Amnion, sel darah merah Tidak ada janin Edema villa Proliferasi trofoblastik Difus

Bervariasi, fokal

Bervariasi, ringan sampai Bervariasi, fokal, ringan berat sampai sedang

Gambaran klinis Diagnosis Ukuran uterus Kehamilan mola Missed Abortion untuk umur

50% lebih besar untuk Kecil umur kehamilan

kehamilan Jarang Jarang < 5-10% Meningkat (<50.000) sedikit

Kista teka-lutein Komplikasi Penyakit post mola -Hcg


*

25-30% Sering terjadi 20% Meningkat (> 50.000)

The American College of Obstetricians and Gynecologists 1993 9

Diagnosis2,3 1. Gejala Klinik

Pada umumnya kehamilan dengan mola hidatidosa memberikan gejala klinis sebagai berikut : a. Perdarahan pervaginam Perdarahan pervaginam merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien dengan kehamilan mola hidatidosa komplit, dan terjadi pada 97% kasus. Jaringan mola dapat terpisah dari desidua dan merusak pembuluh darah maternal, dan sejumlah besar darah yang tertahan dapat mengganggu pembuluh darah maternal. Ketika bekuan-bekuan darah intrauterin mengalami oksidasi dan pencairan, cairan seperti jus buah prune akan mengalir ke dalam vagina. Oleh karena perdarahan pervaginam dapat banyak dan memanjang, setengah dari pasien akan mengalami anemia (kadar hemoglobin < 10 g/100 mL). American College of Obstetrics and Gynecology merekomendasikan setiap perdarahan abnormal pervaginam yang berlangsung lebih dari enam minggu harus dilakukan pemeriksaan -hCG7. b. Tidak adanya aktivitas janin. Meskipun uterus cukup besar untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin. c. Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler villi yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan d. Eklampsi dan preeklampsi Eklampsi dan preeklamsi pada trimester pertama pada awal trimester kedua yang merupakan hal yang tidak biasa pada kehamilan normal, telah dikatakan sebagai hal patognomonik pada mola hidatidosa, walaupun hanya terjadi pada 10-12% pasien.

10

e. Hiperemesis Mual dan muntah yang sering berlebihan, dilaporkan terjadi 14-32% pasien mola, walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. f. Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein Kista teka lutein multipel yang menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium terjadi pada 15-30% penderita mola8. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan tetapi ada juga kasus kista lutein baru ditemukan pada saat pemantauan. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian hari. Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang berlebih oleh hormon korionik gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi. Pada setengah jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu, biasanya seiring dengan penurunan kadar hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi. Setelah evakuasi mola, kista lutein normalnya mengecil secara spontan dalam waktu 2 sampai 4 bulan. g. Embolisasi Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma vili keluar dari uterus ke vena pada saat evakuasi. Sebetulnya pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun. Tetapi pada kasus mola kadang-kadang sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan kematian. Jumlah dan volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru akut bahkan akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi. h. Tirotoksikosis Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus 11

besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penyebab kematian adalah krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma biasanya disebabkan oleh efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Kadar tirosin bebas dalam serum yang meningkat disebabkan oleh thyrotropin like effect dari hormon korionik gonadotropin. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid, tetapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 IU/L yang bersifat tirotoksis. 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan:1,2,3,4 Inspeksi - Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuningkuningan yang disebut muka mola (mola face). - Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas

Gambar 8 - Gelembung mola

Palpasi - Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek - Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dengan gerak janin 12

Auskultasi - Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial mungkin dapat didengar BJJ) - Terdengar bising dan bunyi khas

Pemeriksaan dalam - Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagianbagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan serviks. 3. Pemeriksaan Penunjang 2,6 a. Laboratorium Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah

kemampuannya untuk memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan kadar -hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama. Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah -hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. Kadar -hCG yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis mola. Terdapat laporan kasus dimana terdapat gejala mola berupa perdarahan pervaginam dan hasil USG menampakkan gambaran badai salju namun tes -HCG negatif9. Negatif palsu tersebut terjadi karena peningkatan kadar -hCG yang terlalu tinggi tidak dapat dideteksi oleh sistem assay sehingga harus dilakukan pengenceran beberapa kali9. b. Ultrasonografi Pada kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai salju dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. USG dapat

13

menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa.

Gambar 9 -USG mola Komplit

Pada 15 25 % kasus mola komplit dijumpai adanya massa kistik di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein ukuran > 6 cm.8 USG telah menggantikan semua sarana diagnostik dalam menegakkan diagnostik mola.8,10

Gambar 10 -USG Kista Teka Lutein

14

c. Uji sonde Hanifa Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri . Bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola. Kriteria Diagnostik2 Pada beberapa kasus, vesikel mola hidatidosa yang berupa gambaran anggur dikeluarkan sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan operasi. Pengeluaran secara spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan jarang terjadi setelah 28 minggu. Penemuan klinik berupa perdarahan yang menetap dan pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan harus dicurigai sebagai kehamilan mola. Harus juga dipikirkan apakah pembesaran uterus tersebut disebabkan oleh mioma uteri, hidramnion atau kehamilan ganda. Penegakkan diagnosis yang akurat ialah dengan pemeriksaan USG. Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik mola hidatidosa komplit sebagai berikut 2,3,4: 1. Perdarahan yang terus menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu yang biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan. 2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan. 3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus membesar setinggi pusat atau lebih. 4. Gambaran USG yang khas yaitu badai salju. 5. Kadar serum HCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan usia kehamilan. 6. Preeklampsia dan eklampsia yang muncul sebelum minggu ke-24. 7. Hiperemesis gravidarum. Diagnosis pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembunggelembung mola. Tetapi bila menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat, karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Yang baik ialah bila diagnosis mola dapat ditegakkan sebelum keluar gelembung.

15

Diagnosis banding Abortus Kehamilan ganda Kehamilan dengan mioma Hidramnion

Penatalaksanaan 1,2,3,6 Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu : 1. Perbaikan keadaan umum Yang termasuk dalam usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat atau tatalaksana syok, dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol dari Bagian Ilmu Penyakit Dalam.

2. Pengeluaran jaringan mola Bila diagnosis telah ditegakkan dan kondisi yang berkaitan dengan kehamilan mola seperti anemia berat, hipertensi, hipertiroidisme telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada dua cara evakuasi, yaitu : a. Kuret hisap Merupakan tindakan pilihan untuk mengevaluasi jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan pencapaian efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara cepat). Sondase tidak boleh dilakukan untuk mencegah terjadinya perforasi uterus Kuret hisap sebaiknya diikuti dengan kuret tajam, dan jaringan yang diambil dengan kuret tajam, dikirimkan secara terpisah ke Bagian Patologi Anatomi untuk membedakan dengan khoriokarsinoma. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan minimal 3 set agar dapat dipergunakan secara bergantian hingga pengosongan 16

kavum uteri selesai. Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparotomi harus dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi). b. Histerektomi Sebelum adanya kuret hisap, histerektomi dahulu sering dilakukan pada pasien dengan ukuran uterus di atas 12-14 minggu. Namun histerektomi saat ini tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi adalah karena umur tua merupakan faktor predisposisi timbulnya keganasan. Batasan yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif.

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika Pemberian kemoterapi profilaksis belum secara pasti ditetapkan, namun biasanya diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi keganasan, biasanya diberikan metotreksat atau aktinomisin D.4 Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat menghindarkan bahwa pemberian dengan sitostatika metastase, profilaksis serta dapat

keganasan

mengurangi

koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.4 Kadar hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai risiko tinggi untuk perubahan ke arah ganas. Pada kasus ini dapat dipertimbangkan untuk memberikan metotreksat (MTX) 3x5 mg sehari selama 5 hari

dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan aktinomisisn D 12 g/kgBB/hari selama 5 hari.

17

4. Pemeriksaan tindak lanjut Setelah evakuasi mola atau histerektomi dengan mola in situ, pasien haruslah menjalani pemeriksaan kadar subunit-beta hCG setiap minggu sampai hasilnya normal untuk tiga minggu berturut-turut, dan setiap bulan sampai kadarnya normal pada 6 bulan berturut-turut.

Grafik 1-Kurva regresi serum hCG normal

Lama pengawasan masih belum pasti, namun berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa ( 20%).4 Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan pemakaian alat kontrasepsi. Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar -hCG dan radiologi. Pemeriksaan kadar -hCG dilakukan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 4 6 minggu dan selanjutnya tiap bulan selama 1 tahun dan setelah itu pemeriksaan dilakukan dengan interval 3 bulan. Pemeriksaan Roentgen paru-paru dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis. Pemeriksaan -hCG serial setelah keguguran pada trimester pertama juga merupakan cara efektif untuk mendeteksi adanya kehamilan mola ataupun ektopik karena setelah terjadi keguguran masih ada kemungkinan terdapat kehamilan mola atau ektopik.7 18

5. Kontrasepsi Pasien dimotivasi untuk menggunakan kontrasepsi yang efektif selama tindak-lanjut pemantauan kadar gonadotropin. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) sebaiknya tidak dipasang sampai pasien mencapai kadar hCG normal, oleh karena adanya risiko potensial perforasi uterus. Jika pasien tidak menginginkan sterilisasi bedah, pilihan kontrasepsi adalah hormonal atau metoda barrier. Penggunaan kontrasepsi oral kombinasi maupun AKDR terbukti aman dan efektif serta tidak meningkatkan resiko terjadinya postmolar trophoblastic disease11. Penggunaan kontrasepsi oral terbukti tidak menyebabkan penyakit trofoblas persisten12.

Komplikasi 1. Komplikasi non maligna a. Perforasi uterus Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi perforasi uterus, kuretase harus dihentikan. Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui tempat terjadinya perforasi. b. Perdarahan Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan setelah tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian perdarahan ini. c. DIC Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas fibrinolitik. Semua pasien diskrining untuk melihat adanya koagulopati. d. Embolisme trofoblastik Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko terbesar terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal. e. Infeksi pada servikal atau vaginal. Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa terjadi pada mola benigna dan mola maligna. 19

2.

Komplikasi maligna Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus mola dan identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya. Setelah mola komplit invasi uteri terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4% pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang dilaporkan setelah terjadi mola inkomplit meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik non metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.

Prognosis Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 sampai 2,6% dengan risiko yang lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Kurang lebih 20% mola hidatidosa komplit menjadi metastatik koriokarsinoma yang potensial invasif.

20

BAB III IKHTISAR KASUS I. IDENTITAS Nama Jenis kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Status Agama Suku/bangsa Alamat No RM : Ny. M : Perempuan : 46 th

: Tamat SD : Ibu Rumah Tangga : Menikah : Islam : Jawa/Indonesia : Cipete : 963005

IDENTITAS SUAMI Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Suku/bangsa Alamat : Tn. E : 51 th : SMP : buruh : Islam : Jawa/Indonesia : Cipete

21

II.

ANAMNESIS A.Keluhan utama Keluar darah dari kemaluan sejak setengah jam SMRS B. Keluhan tambahan Mual dan muntah, lemas C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan setengah jam SMRS. Darah menggumpal dan berwarna merah kehitaman. Pasien mengaku hamil 2 bulan, HTA 1 Oktober 2009, sesuai umur kehamilan 10 minggu. Pasien mengetahui hamil dari hasil test pack yang pasien lakukan sendiri. Pasien belum pernah USG sebelumnya. Dari satu bulan SMRS pasien sudah mengalami flek-flek terus menerus hingga saat ini, banyaknya satu pembalut per hari. Keluar gelembung-gelembung disangkal. Lemas dirasakan oleh pasien. Mulas disangkal. Pasien mengeluh mual dan muntah sejak satu bulan SMRS frekuensi 1-2x per hari, volume kurang lebih 250cc sekali muntah. Penurunan berat badan drastis disangkal. Berdebar disangkal. Keringat banyak disangkal. Perut dirasakan makin membesar. D. Riwayat penyakit dahulu Hipertensi (-) Diabetes mellitus (-) Penyakit Jantung (-) Alergi (-) Hamil anggur disangkal. E. Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi (-) Diabetes mellitus (-) Penyakit Jantung (-) Alergi (-)

22

F. Riwayat Menstruasi Menarche Siklus Lamanya Banyaknya Dismenore : 14 tahun : teratur, 28 hari : 5-6 hari : 2-3 pembalut/hari :(-)

G . Riwayat Pernikahan Menikah 1x , usia pernikahan 33 tahun H. Riwayat Obstetri 1. Normal, laki-laki, BL 3000 gram, usia 31 tahun, ditolong bidan 2. Normal, perempuan, BL 3200 gram, usia 28 tahun, ditolong bidan 3. Normal, perempuan, BL 3000 gram, usia 24 tahun, ditolong bidan 4. Normal, laki-laki, BL 3600 gram, usia 22 tahun, ditolong bidan 5. Normal, perempuan, BL 3200 gram, usia 15 tahun, ditolong bidan 6. Normal, perempuan, BL 3300 gram, usia 11 tahun, ditolong bidan I. Riwayat KB : 1978 Pil KB selama 1 tahun 1979 KB suntik selama 1 tahun KB kalender J. Riwayat Operasi : (-)

23

III. A.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis : SS/CM : TD : 110/70 mmHg N : 98x/menit RR : 16x/menit S : 36,5C : normocephali, rambut hitam, distribusi merata. : pupil bulat isokor, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-. : mukosa tidak hiperemis, sekret (-), thyroid tidak membesar : KGB tidak teraba membesar

KU/Kes Tanda vital Kepala Mata THT Leher Thorax Cor Pulmo Abdomen Extremitas

: S1-S2 normal regular, murmur (-), gallop (-) : suara napas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-) : lihat status ginekologikus : akral hangat, edema tungkai -/-

B. Status Ginekologikus Abdomen Inspeksi : membuncit tidak sesuai usia kehamilan, striae(-) Palpasi : supel, TFU 2 jari di bawah pusat, kontraksi (-) Perkusi : shifting dullness (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-) Auskultasi: djj (-), bising usus (+) N

24

Anogenital I Inspekulo VT : V/U tenang, perdarahan (-) : portio livid, fluxus (+), fluor (-), 1 cm : cervix ~kehamilan 12 mgg, porsio kenyal, 1 cm, nyeri tekan adneksa -/-, massa -/-, nyeri goyang porsio (-) IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM HEMATOLOGI Darah Rutin Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Hemostasis Bleeding Time 1` 30`` Clotting Time 4` 00`` Golongan Darah Fungsi Ginjal Ureum Creatinin Fungsi Hati SGOT SGPT ENDOKRINOLOGI -HCG 89.142.00 N 1 mlU/mL 23 U/l 12 U/l N = 0-34 U/l N = 0-40 U/l 25 mg/dl 0.7 mg/dl N = 20-40 mg/dl N = 0.6 1.5 mg/dl O Rhesus (+) 9.6 g/dl 32 % 7.400/ul 231.000/ul N = 11.7-15.5 g/dl N = 35-47 % N = 3.600-11.000/ul N = 150.000-440.000/ul

25

PENCITRAAN USG

Uterus membesar. Tidak terdapat janin intrauterine Tidak terlihat Gestational Sach dan Fetal Echo Tampak gambaran honey comb appearance ukuran 9X6X6 cm Kesan : mola hidatidosa komplit V. RESUME Ny.M, 46 tahun, datang ke IGD RSF datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan yang banyak dan menggumpal sejak setengah jam SMRS. Pasien sudah mengalami flek-flek sejak satu bulan SMRS. Pasien mengaku hamil 2 bulan, HTA 1 Oktober 2009, sesuai umur kehamilan 10 minggu. Mual dan muntah dirasakan pasien. Tidak terdapat gumpalan jaringan maupun gelembung-gelembung. Tidak ada keluhan jantung berdebar-debar, banyak keringat serta tangan sering gemetar dan gelisah. Pasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya dan tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD 110/70 mmHg, FN 98x/menit, FP 16 x/menit, S 36.5oC. Eksoftalmus (-), tremor (-) dengan ektremitas hangat. Status obstetrikus didapatkan 26

TFU 2 jari di bawah pusat, ballotement (-), DJJ (-). Periksa dalam didapatkan Inspeksi : Vulva/uretra tenang, Inspekulo: porsio livid, ostium tertutup, fluor (-), fluxus (+). VT CUT 2 jari bawah pusat, porsio kenyal, ostium tertutup, nyeri tekan adneksa -/-, massa -/-, nyeri goyang porsio (-). Pada pemeriksaan penunjang USG didapatkan kesan sesuai gambaran mola hidatidosa komplit. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan, Hb 9,6 g/dL, Hmt 32%, Lekosit 7.400/mikro Liter, Trombosit 231.000/mikroLiter. hCG 89.142 mIU/mL

VI.

DIAGNOSIS G7P6 Hamil 10 minggu dengan mola hidatidosa komplit Anemia e.c. perdarahan

VII. PENATALAKSANAN Observasi TTV/8 jam Observasi perdarahan Persiapan darah PRC 500cc Evakuasi mola hidatidosa

Berlangsung evakuasi mola Laporan Operasi Evakuasi Mola 15/12/09 Operator : dr. Arief

Pasien dalam posisi litotomi dalam anestesi umum Kandung kemih dikosongkan / diyakinkan kosong A dan antisepsis genitalia eksterna dan sekitarnya Dipasang IVFD oksitosin 20 ui/500cc RL Dipasang spekulum bawah dan atas, porsio ditampakkan Dipasang tenakulum pada bibir porsio jam 12 27

Sondase masuk 13 cm, arah uterus antefleksi Dengan kuret hisap dikeluarkan jaringan berupa gelembung-gelembung mola hidatidosa. Jaringan dikirim untuk pemeriksaan PA Setelah diyakini tidak ada perdarahan, tindakan dihentikan

Instruksi post-op : Mobilisasi aktif DC 1X24 jam Ceftriaxon 1X2 gr Methergin tab 3X1 tab Hemobion 1X1 tab Transfusi jika Hb post transfusi 8 gr/dl Motivasi KB Rawat ruangan

VIII. PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam : bonam : bonam : dubia ad malam

28

XI.

FOLLOW UP 16/12/09 Bangsal S: mulas O: KU/kes: Baik/CM TV: TD 120/80 St. gen: Mata : CA-/-, SI -/Thoraks: c/p dbn Abd Ext : abd lemas (-), tanda akut (-) : akral hangat N 90x/ RR 20x/ S 39C

St. Obstetrik: I : V/U tenang, perdarahan aktif (-)

Lab: Hb 8,6 Ht 28 leu 9100 tro188.000 A: post kuret mola pada G7H10mgg P: Obs TNP/jam S/4jam Obs kontraksi, perdarahan CoAmoxiclav 3 X 625 mg Asam. Mefenamat 3x500 Metergin 3x1tab Hemobion 1x1

17/12/09 Bangsal S: (-) O: KU/kes: Baik/CM TV: TD 120/70 St. gen: mata: CA-/-, SI -/St. Obstetrik: I : V/U tenang, perdarahan aktif (-) N: 96x/ RR 20x/ 36,5C

29

A: post kuret mola pada G7H10mgg P: CoAmoxiclav 3 X 625 mg Asam. Mefenamat 3x500 Metergin 3x1tab Hemobion 1x1 Boleh pulang, kontrol poliklinik, cek HCG dua minggu pasca tindakan

23/12/09 Kontrol Poli S: Post kuret mola hidatidosa, perdarahan (+) sedikit O: KU/kes: Baik/CM TV: TD 110/80 St. gen: mata: CA-/-, SI -/St. Obstetrik: I : V/U tenang, perdarahan aktif (-) N: 88x/ RR 20x/ S 36,5C

Hasil PA belum ada A: post kuret mola pada G7H10mgg P: Cek HCG kuantitatif Kontrol minggu depan

29/12/09 Kontrol Poli S: perdarahan (+) sedikit O: KU/kes: Baik/CM TV: TD 120/80 St. gen: mata: CA-/-, SI -/St. Obstetrik: I : V/U tenang, perdarahan aktif (-) N: 92x/ RR 20x/ S 36,3C

HCG : 5.914 mIU/mL

30

USG 29/12/09

Kesan : Uterus anteflexi, bentuk normal Tampak massa di cavum uteri, meluas ke fundus sampai menembus miometrium, ukuran 16X18 mm, kemungkinan berasal dari suatu mola invasif. Pemeriksaan arus darah RI 0.38 Kedua ovarium normal, tidak tampak kista lutein : Suspek Mola Invasif

Kesimpulan

A: Suspek Mola Invasif P: Direncanakan histerektomi pada 18 Januari 2010 Persiapan PRC 500 cc

Setelah kontrol poli selama tujuh minggu, pasien dirawat kembali untuk menjalani operasi histerektomi.

18/01/10 Bangsal S: (-) O: KU/kes: Baik/CM TV: TD 120/80 St. gen: mata: CA-/-, SI -/N: 90x/ RR 20x/ S 36,5C

31

St. Obstetrik: TFU 2 jari di atas simfisis I DPL pre op : V/U tenang, perdarahan aktif (-) : Hb 10.6 gr/dl Ht 35% Tr 160.000/l L 5.900/l

A: Suspek mola invasif P: pro Histerektomi Total Laporan Operasi Histerektomi Total 19/01/10 Operator : dr. Angga/ dr. Agus Surur, Sp.OG

Pasien terlentang dalam anestesi umum A dan antisepsis daerah operasi Insisi mediana sampai dengan dua jari di bawah pusat Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus sedikit membesar, konsistensi lembek. Kedua tuba uvaria normal Diputuskan melakukan HT total Ligamentum rotundum dijepit dan dipotong, ikat Ligamentum ovarii proprium dijepit, potong ikat Vasa uterine dijepit, potong ikat Ligamentum kardinale dijepit, potong ikat Uterus dipancung setinggi portio Dilakukan reperitenialisasi, abdomen dicuci Setelah diyakini tidak ada perdarahan, abdomen ditutup lapis demi lapis hingga kulit Perdarahan 400 cc Urin 100 cc jernih

Instruksi post-op : Observasi TNSP, tanda-tanda perdarahn Cek DPL post-op. Jika Hb <8 gr/dl transfuse PRC Realimentasi setelah BU (+) 32

Mobilisasi bertahap Ceftriaxon 1X2 gr Profenid supp 3x1 Alienamin F 2xI

Pasien dipulangkan setelah empat hari perawatan dalam kondisi baik. Hasil Patologi Anatomi keluar pada tanggal 25 Januari 2010. Hasil : Makroskopis Jaringan uterus dan servix ukuran 11 x 8 x 6 cm Permukaan licin, pada pembelahan tampak ~ massa putih kenyal sebagian cetak o Serviks 2 cup 1 blok o Endometrium 2 cup 1 blok o Dari massa 1 cup 1 blok Mikroskopis Sediaan serviks dilapisi epitel selapis gepeng Subepitel stroma padat dan kelenjar dalam batas normal Pada lapisan miometrium tampak vili mola pada lumen pembuluh darah Serosa tanpa kelainan

Kesan : Invasive Hydatidiform Mole

33

08/02/10 Kontrol Poli S: Post Ht mola invasif, perdarahan (-) O: KU/kes: Baik/CM TV: TD 110/80 St. gen: mata: CA-/-, SI -/St. Obstetrik: I : V/U tenang, perdarahan aktif (-) N: 88x/ RR 20x/ S 36,5C

A: post histerektomi mola invasif P: Cek HCG kuantitatif

34

BAB IV ANALISA KASUS

Diagnosis mola hidatidosa pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien. Pasien wanita berusia 46 tahun. Umur pasien tersebut mempunyai peningkatan angka kejadian mola hidatidosa sebanyak 5-7.5 kali lipat. Selain umur, faktor resiko yang terdapat pada pasien ini adalah faktor nutrisi. Pasien berasal dari kelas sosial ekonomi rendah dimana pada keadaan ini intake lemak hewani dan beta karoten mungkin tidak terpenuhi. Gejala klinik yang didapatkan dari anamnesis berupa perdarahan pervaginam disertai mual muntah, perut makin membesar dengan test kehamilan positif.

Perdarahan merupakan gejala utama mola dengan waktu terjadinya pada bulan pertama kehamilan. Sifat perdarahan pada pasien ini adalah sedikit-sedikit, sehingga pasien tidak langsung memeriksakan keadannya ini karena dianggap tidak berarti oleh pasien. Barulah pada saat terjadi perdarahan banyak pasien datang. Mual muntah yang terjadi pada pasien ini biasa terjadi pada 14-32% pasien mola. Gejala perut makin membesar dengan tes kehamilan positif juga sesuai dengan mola hidatidosa. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TFU dua jari di bawah pusat, inspekulo porsio livid, ostium membuka satu cm dengan dijumpai adanya fluxus. Perut yang membuncit dengan TFU dua jari di bawah pusat yang tidak sesuai dengan kehamilan 10 minggu dimana ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan sesuai dengan mola hidatidosa. Pada pasien ini tidak didapatkan tanda tirotoksikosis dimana hal ini didapatkan dari anamnesis, pasien menyangkal adanya gejala tremor, jantung berdebar-debar , keringat banyak dan BB yang menurun. Dari pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya pembesaran kelenjar tiroid. Tidak dilakukan pemeriksaan kadar tiroxin plasma pada pasien ini padahal kadar tiroksin plasma seringkali meningkat walaupun gejala-gejala klinis hipertiroid tidak nampak.

35

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia (kadar Hb 9.6 gr/dl) mengingat terdapat riwayat perdarahan pervaginam terus menerus selama satu bulan dan -hCG positif yang menunjukkan adanya kehamilan dengan kadar kuantitatif yang sangat meningkat yaitu 89.142 mIU/mL. Hasil pemeriksaan USG didapatkan gambaran khas yang menunjang diagnosis mola hidatidosa yaitu gambaran sarang tawon (honey comb appearance). Setelah diagnosis kehamilan mola ditegakkan, persiapan pre-operatif harus dilakukan yang meliputi penapisan metastasis dan stabilisasi keadaan umum pasien. Hal tersebut meliputi pemeriksaan fisik menyeluruh, thorax foto, kadar HCG serum, hematologi, tes fungsi ginjal dan hati.3,13 Pada pasien ini kurang dilakukan pemeriksaan thorax foto. Dilakukan evakuasi mola dengan kuret hisap untuk mengeluarkan gelembung. Evakuasi mola dilakukan dalam anastesi IVA dengan perlindungan oksitosin 20 IU dalam RL 500 cc, dalam kepustakaan dikatakan sebaiknya tidak dilakukan pemberian oksitosin drip sebelum kuretase dimulai tetapi sebaiknya diberikan bersamaan saat kuretase.5 Dipersiapkan PRC 500cc, untuk mengantisipasi perdarahan yang dimungkinkan terjadi selama proses kuret hisap.Hasil evakuasi juga dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk mengevaluasi apakah terdapat keganasan atau tidak dalam kasus ini. Kuret hisap memang merupakan terapi pilihan untuk mola hidatidosa tetapi pada kasus ini mengingat pasien sudah berusia 46 tahun dan ini merupakan kehamilan yang ketujuh, menurut kepustakaan histerektomi lebih dipilih untuk penatalaksanaan mola pada pasien seperti ini daripada kuret hisap. Histerektomi merupakan prosedur yang logis dilakukan pada wanita berusia di atas 40 tahun karena mola hidatidosa pada sepertiga dari populasi tersebut akan berkembang menjadi neoplasia trofoblastik gestasional.2 Pada pasien ini tidak diberikan kemoterapi profilaksis. Peran kemoterapi sendiri masih menjadi kontroversi pada mola hidatidosa karena tidak terbukti meningkatkan prognosis jangka panjang, belum lagi efek toksik yang ditimbulkan. 2 Pemberian kemoprofilaksis dapat dipertimbangkan pada keadaan dimana

pemantauan kadar HcG tidak dapat dilakukan atau tidak dapat dilakukan follow-up secara teratur.2 36

Dalam kasus ini diberikan penjelasan untuk melakukan kontrol kadar hCG secara rutin, dua minggu sekali, bila telah tercapai kadar normal selama tiga minggu berturut-turut pemeriksaan hCG dilakukan setiap bulan sampai enam bulan dan kemudian setiap dua bulan sampai satu tahun. hCG mencapai kadar normal pada minggu kedelapan pasca evakuasi. Pasien harus menunda kehamilan berikutnya supaya hasil follow-up kadar hCG tidak menjadi rancu dengan peningkatan hCG karena kehamilan. Dilakukan pencegahan kehamilan selama satu tahun. Penundaan kehamilan pada kasus ini dapat dianjurkan dengan pemakaian kontrasepsi. Pasien dimotivasi untuk menggunakan kontrasepsi yang efektif selama tindak-lanjut pemantauan kadar gonadotropin. Bahkan pada pasien ini dimana sudah merupakan kehamilan yang ketujuh, sebaiknya disarankan untuk melakukan sterilisasi. Pada pasien ini sudah dilakukan motivasi KB namun tidak dilakukan dengan alasan tidak mendapat persetujuan dari suami pasien. Pada tindak lanjut dua minggu setelah evakuasi mola, didapatkan keluhan pasien perdarahan pervaginam sedikit-sedikit selama jangka waktu kurang lebih satu bulan dengan kadar hCG 5.914 mIU/mL. Perdarahan tidak teratur yang terjadi dapat merupakan salah satu gejala dari mola invasif. Jika disesuaikan dengan kurva regresi kadar hCG post-mola, penurunan nilai tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan , yaitu kisaran 100-1.000 mIU/mL sehingga dicurigai terjadi keganasan pada pasien ini dan dilakukan USG untuk konfirmasi. Pada USG ditemukan adanya mola invasif dan pada akhirnya dilakukan histerektomi. Hasil patologi anatomi menunjukkan adanya mola invasif. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang meyebutkan resiko mola hidatidosa berkembang menjadi mola invasif ataupun koriokarsinoma adalah sebesar 20%. Terjadinya neoplasia trofoblastik gestasional setelah mola hidatidosa komplit maupun parsial, tidak berhubungan dengan diagnosis dini dan terapi. 4 Pada pusat penelitian mengenai mola di Boston, angka terjadinya invasi uterus lokal setelah evakuasi mola komplit adalah 15% dan metastasis didiagnosa pada 4% pasien.3,4

37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti sehingga tidak dapat diketahui usaha pencegahan yang harus dilakukan, oleh karena itu sangatlah penting untuk dapat mendeteksi dan menangani kasus ini sedini mungkin terutama karena kecenderungannya menjadi ganas. Perdarahan yang terjadi saat kehamilan muda dengan uterus yang lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya merupakan kecurigaan terhadap kemungkinan adanya mola hidatidosa, walaupun harus dipikirkan kemungkinan lainya seperti kesalahan data tentang HPHT, kehamilan dengan mioma, hidrammnion, atau gemeli. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan dari adanya gelembung mola atau jaringan mola. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakan diagnosa, cara yang sangat membantu adalah adalah dengan pemeriksaan USG. Pengukuran kadar -HCG

secara serial digunakan dalam mendeteksi penyakit trofoblast ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola. Penanganan yang cepat dan tepat dibutuhkan karena biasanya pasien datang setelah terjadinya perdarahan. Selain itu informed concent pada pasien dan keluarga pasien juga perlu diperhatikan dalam prosedur tindakan medis. Disarankan kepada penderita untuk kontrol ke poli secara teratur dan memeriksakan kadar -HCG, untuk melihat adakah perubahan ke arah keganasan.

38

DAFTAR PUSTAKA 1. Wiknjosastro H. Mola Hidatidosa dalam: Ilmu Kandungan. Edisi ke-2. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2006; 262 266. 2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL et al. Gestational Trophoblastic Disease, in William Obstetrics. 22nd. New York, Mc Graw Hill ; 2007 ; Chapter 11. 3. H Alan, De Cherney, Nathan L. Gestational Trophoblastic Disease. In : Current Obstetric Gynecologic Diagnose and Treatment. 10th ed. Lange. Baltimore NY. Mc Graw Hill. 2007; Chapter 53. 4. Berkowitz RS, Goldstein DP. Molar Pregnancy. In N Engl J Med : 2009; 360;16. 5. Parazzini F, La Vecchia C Pampallona S. Parental age and risk complete and partial hydatidiform mole. Br J Obstet Gynaecol. 1996;93:582. 6. Society of Gynecologic oncologies, Diagnosis and treatment of gestational trophoblastic disease. In : ACOG practice buletin, Clinical management guidelines for obstetrician and gynecologists number 53, June 2004.
7.

Dresang, LT. A Molar Pregnancy Detected by Following Human Chorionic

Gonadotropin Levels after a First Trimester Loss. JABFP 2005 (18). 8. Montz FJ, Schlaerth JB, Morrow CP. The Natural history of theca lutein cysts. In : Obstet Gynecol 1988;72:247-51
9.

Case Report :A False Negative Pregnancy Test in a Patient with a Hydatidiform Molar Pregnancy. N Engl J Med; 349;22.

10. Soto Wright V, Bernstein M, Goldstein DP, Berkowitz RS. The changing clinical presentation of complete molar pregnancy. Obstet Gynecol 1995 ;86:775-9 11. Gaffield ME, Kapp N, Curtis KM. Combined oral contraceptive and
intrauterine device use among women with gestational trophoblastic disease, Contraception, June 2009 (80); 363-371.
12.

Parazzini F, et al. Oral contraceptives and risk of gestational trophoblastic


disease. Contraception, June 2002 (65); 425-427.

13. Ilancheran A. Optimal treatment in gestational trophoblastic disease. Ann Acad Med Singapore, 1998; 27:698-704.

39

You might also like