You are on page 1of 8

REKOMENDASI KEBUTUHAN KAPUR DAN PUPUK KALIUM UNTUK PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

M. Al-Jabri
Balai Penelitian Tanah

ABSTRAK Rekomendasi pemupukan P dan K berdasarkan Peta Status Hara P dan K Tanah Sawah berskala 1:50.000 dan 1:250.000 adalah not accountable or not responsible karena akurasinya kurang dipercaya, sehingga dalam aplikasinya penanggungjawab pembuat peta dapat dipersalahkan jika terjadi kekeliruan. Akurasi kedua jenis peta secara scientific rule kurang dipercaya atau sulit dipertanggungjawabkan, sebab tidak dapat menjawab pertanyaan how something worked dan why something happened. Sebagai contoh, pada saat larutan asam keras P-HCl25% dijadikan sebagai penduga ketersediaan P dinilai tinggi karena nilainya > 40 mg P2O5,/100 g sehingga sebenarnya padi tidak respon terhadap pupuk P, tetapi fakta di lapang menunjukkan justru sebaliknya dimana pertumbuhan tanaman pada petak percobaan yang tidak diberi pupuk P tidak optimal. Disamping itu, respon tanaman padi terhadap P tidak nyata, padahal status hara P dinilai rendah (< 20 mg P2O5/100 g). Ada beberapa alasan mengapa status P-HCl 25% yang diukur secara kolorimeter di laboratorium dinilai relatif rendah atau tinggi, hal ini sangat dimungkinkan, karena beberapa hal seperti: (1) Teknik pengambilan contoh tanah komposit yang salah, (2) Pengembangan warna biru P di laboratorium di- interfere dengan adanya unsur lain (Fe, Ca, Si, asam-asam organik) dengan spektrum warna yang hampir sama, sehingga P yang terukur adalah bukan nilai P yang sesungguhnya, (3) Meskipun ketersediaan unsur mikro seperti Cu dan Zn dibawah nilai batas kritisnya sudah menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman, tetapi dalam melakukan percobaan unsur mikro tidak diberikan. Penentuan rekomendasi pemupukan tidak harus melakukan percobaan kalibrasi, karena kenyataan instansi terkait hanya melalukan percobaan paling banyak dua unit setiap tahunnya karena biayanya mahal. Oleh karena itu, jika percobaan kalibrasi diteruskan juga akan memakan waktu puluhan tahun. Belum lagi ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dari percobaan kalibrasi yang semula menggunakan pelarut single-nutrient soil analysis, dua puluh tahun yang lalu negara yang mengembangkan iptek kalibrasi sudah beralih dengan menggunakan pelarut multi-nutrient soil analysis. Tujuan dari makalah ini adalah me-review atau mengevaluasi kembali cara penentuan rekomendasi pemupukan kapur dan KCl terhadap tanaman padi yang ditanam pada lahan rawa lebak di Desa Sianggantung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Kalsel). Sebenarnya, cara penentuan rekomendasi pemupukan kapur dan KCl dapat ditentukan melalui pendekatan penghitungan nisbah Ca/Mg, Ca/K, dan Mg/K atau persentase kejenuhan kation-kation dapat ditukar (Ca, Mg, K) terhadap kapasitas tukar kation (KTK). Rekomendasi kebutuhan kapur (KK) dapat ditentukan berdasarkan formulasi: KK = faktor [(Al-dd+H-dd) batas kritis % kejenuhan Al (KTKefektif)] = 0.333[8.94 0.70(10.96)] = 423 kg kapur ha-1 dan rekomendasi pupuk KCl untuk mencapai batas kritisnya (0.30 cmol/ kg) = 0.30 0.15 (K-dd awal) cmol/kg-1 = 0.15 cmol/kg = 59 ppm = 117 kg/ha = 225 kg KCl/ha x faktor (0.3333) = 75 kg KCl/ha. Nisbah Ca/K jika diberi perlakuan kapur dan

227

pupuk KCl = 1.99 cmol/kg/ 0.20 cmol/kg = 10 diprediksi sudah mendekati seperti nisbah Ca/K yang ideal sekitar 13/1. Tanpa pemberian unsur Mg ternyata nisbah Mg/K 5/1.82 = 2.75 sudah mendekati dari nisbah Mg/K yang ideal untuk tanaman padi sekitar 2. Dikemudian hari jka Mg-dd tanah < 0.5 cmol/kg dan konsentrasi unsur Mg dalam daun padi < 2% maka unsur Mg sangat mutlak harus diberikan, jika tidak, maka proses fotosintesa dalam daun tidak berlangsung sempurna karena jumlah ion Mg dalam khlorofil berkurang dan akhirnya hasil gabah turun.

PENDAHULUAN Ada beberapa alasan mengapa kapur sebagai sumber kation Ca dan pupuk KCl sebagai sumber kation K perlu ditambahkan untuk tanah sawah pada lahan rawa lebak, antara lain karena pH tanah sangat rendah (pH < 4.25) dan ketersediaan K relatif rendah (K dapat ditukar < 0.30 cmol/kg). Unsur Ca dan K dalam tanah bersifat antagonistik, sehingga pemberian ke dua unsur tersebut harus proporsional dengan nisbah Ca/K sekitar 13/1 (Haby et al., 1990). Jika nisbah Ca/K > 13/1 maka tanaman dapat kahat unsur K, sebaliknya jika nisbah Ca/K < 13/1 maka kahat Ca. Namun yang harus diperhatikan adalah berapa takaran kapur dan pupuk K yang diberikan untuk tanah sawah pada tingkat optimum. Sebenarnya penggenangan tanah sawah adalah merupakan self liming effect, artinya penggenangan tanah mineral masam meningkatkan pH tanah, sehingga kapur tidak harus diberikan dalam jumlah berlebihan, kecuali kemasaman tanah sangat tinggi. Unsur K dapat diserap akar tanaman dalam jumlah optimal selama nisbah Ca/K tidak hanya sekitar 13/1, tetapi juga nisbah Mg/K sekitar 2/1. Pupuk K yang diberikan dapat mencapai optimum jika nisbah Mg/K sekitar 2/1 dengan kejenuhan Mg dapat ditukar sekitar > 4% (Mengel dan Kirkby, 1978). Meskipun takaran kapur untuk mempertahankan pH 5.5 tanah sawah pada lahan rawa lebak berkisar 2 5 ton/ha, tetapi jika persentase kejenuhan Ca + Mg mendekati pada level 65 75 % maka keracunan Fe dan Al dapat dikurangi dan ketersediaan unsur hara berasal dari pupuk dipastikan meningkat (Liebhardt, 1981). Tingkat Kecukupan Uji Tanah Kalium, Kalsium, dan Magnesium Gejala kahat K sering terjadi pada tanaman padi yang ditanam pada tanah yang mengandung < 100 mg K/kg selama tidak tidak ada kontribusi K dari air irigasi dan K dari kompos jerami. Tingkat kecukupan uji tanah K bervariasi dengan tanaman, tanah, dan manajemen. Pupuk K tidak direkomendasikan untuk gula bit, jagung, dan alfalfa masingmasing dengan nilai uji tanah K > 0.26, 0.38, dan 0.45 cmol/kg (Rehm et al., 1985). Interpretasi uji tanah dan rekomendasi pemupukan K mempunyai kisaran yang sangat bervariasi, hal ini disebabkan sangat erat berhubungan dengan tekstur tanah (Anonymous, 1984)). Takaran pupuk K untuk jagung untuk tanah bertekstur halus adalah 150 mg K/kg dan 270 mg K/kg untuk tanah bertekstur kasar. Gejala kahat Ca sering terjadi pada tanaman yang ditanam pada tanah dengan pH dibawah 4.25 yang mengandung < 400 mg Ca/kg (2 cmol/kg Ca) (Melsted, 1953). Banyak tanaman akan respons terhadap aplikasi Ca pada saat kejenuhan Ca terhadap KTK jatuh < 25%. Meskipun persentase kejenuhan Ca pada tanah yang ideal sekitar 65%, tetapi bukan

228

berarti takaran kapur yang diberikan untuk tanaman padi harus mencapai kejenuhan Ca pada nilai 65%, sebab dengan penggenangan tanah masam dapat meningkatkan pH tanah. Meskipun kebutuhan kapur (KK) dapat ditentukan melalui pendekatan formulasi: KK = faktor [(Al-dd+H-dd) batas kritis % kejenuhan Al x (KTKefektif)] untuk lahan kering (Wade et al., 1986), tetapi tidak menutup kemungkinan formulasi tersebut digunakan untuk lahan basah. Gejala kahat Mg sering terjadi pada tanaman yang ditanam pada tanah dengan pH dibawah 4.50 yang mengandung < 25 mg Mg/kg (0.21 cmol/kg) dengan persentase kejenuhan Mg < 5%. Namun suatu jenis tanaman yang ditanam pada suatu tanah tertentu dengan kandungan Mg relatif rendah mungkin saja tidak respons terhadap pemupukan Mg, hal ini disebabkan ion H+ yang berasal dari akar melalui proses pertukaran kation sangat efektif melepaskan bentuk Mg tidak dapat ditukar menjadi bentuk Mg dapat ditukar sehingga dengan mudah diserap akar tanaman (Christenson dan Doll, 1973). Magnesium dapat ditukar sangat signifikan berkorelasi dengan persentase kejenuhan Mg dan secara konsensus bahwa persentase kejenuhan Mg sekitar 5% dari KTK tanah sudah cukup untuk hasil optimum dari berbagai jenis tanaman. Namun untuk tanaman-tanaman tertentu yang memerlukan konsentrasi kation-kation basa yang lebih tinggi dimana jeraminya dijadikan untuk makanan ternak untuk pencegahan penyakit hypomagnesaemia dari binatang memamah biak, maka persentase kejenuhan Mg sekitar 10% dari KTK adalah sangat dianjurkan untuk mempertahankan konsentrasi Mg dimakanan ternak kering 2 g/kg (0.2%). Penelitian yang pernah dilakukan disimpulkan sebagai berikut: (1) Tanah lokasi percobaan mempunyai kendala pH, kandungan K, Mg dan kejenuhan basa yang rendah; (2) Pemupukan K dan pengapuran berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan hasil gabah kering; (3) Pemberian sampai 225 kg KCl dan 2 600 kg/ha masih menunjukkan peningkatan hasil (Sholeh et.al., 2000). Sifat fisik dan kimia tanah dari lahan rawa lebak Sianggantung, Sungai Negara (Kalimantan Selatan) disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan percobaan kalibrasi uji tanah bahwa batas kritis K dapat ditukar adalah 0.30 cmol/kg. Oleh karena itu, takaran pupuk KCl dapat dihitung dengan cara mengurangi nilai batas kritis K-dd dikurangi dengan K-dd dari analisis tanah awal sebelum dilakukan percobaan. Jadi kebutuhan pupuk K = 0.30 (batas kritis K-dd) 0.15 (K-dd awal) cmol/kg = 0.15 cmol/kg = 59 ppm = 117 kg/ha = 225 kg/ha KCl x faktor (0.3333) = 75 kg KCl/ha yang lebih rendah dari yang ditetapkan melalui percobaan, dimana pemberian KCl sampai 225 kg KCl/ha dengan kombinasi kapur yang sama (1300 kg/ha) tidak signifikan terhadap peningkatan hasil pada semua tingkat K (Tabel 2). Meskipun hasil tertinggi dicapai pada kombinasi perlakuan 112.5 kg KCl + 1.300 kg kapur/ha (pada tingkat kapur konstan), tetapi peningkatan takaran pupuk KCl tidak signifikan terhadap hasil dan secara ekonomis tidak menguntungkan. Jika takaran pupuk KCl ditetapkan berdasarkan persamaan kuadratik pada takaran kapur konstan sebanyak 1300 kg/ha, maka pupuk KCl yang direkomendasikan adalah 137 kg KCl/ha (Gambar 1).

229

Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tanah dari lahan rawa lebak Sianggantung, Sungai Negara (Kalimantan Selatan) (Sumber: Sholeh et al., 2000) Parameter Kandungan Tekstur: Liat 58% Debu 42% Pasir pH-H2O 4.1 pH-KCl 3.8 C-organik 7.18% N-organik 0.65% C/N 11 HCl 25% : P2O5 82 mg/100 g K2O 8 mg/100 g Ca-dd (% kejenuhan Ca) 0.93 cmol/kg (2.76%) Mg-dd (% kejenuhan Mg) 0.82 cmol/kg (2.43%) K-dd (% kejenuhan K) 0.15 cmol/kg (0.44%) Na-dd (% kejenuhan Na) 0.12 cmol/kg (0.36) Jumlah kation 2.02 cmol/kg KTK 33.71 cmol/kg KTK efektif = Ca-dd+Mg-dd+K-dd+Na-dd+Al-dd+H-dd 10.96 cmol/kg KB 6 (%) Al-dd 7.94 cmol/kg H-dd 1.00 cmol/kg % kejenuhan Al-dd + H-dd = [Al-dd+H-dd]/KTKe x 82% 100% Sulfur-K2HPO4 111 ppm

Gabah kering giling (ku/ha)

34 33 32 31 30 29 28 27 0 50 100 150 200 250 KCl (kg/ha) y = -0.0002x 2 + 0.0547x + 28.183 R2 = 0.9211

Gambar 1. Pengaruh tingkat pemberian KCl terhadap hasil gabah kering giling pada lahan rawa di Sianggantung, Sungai Negara (Kalimantan Selatan)

230

Takaran pupuk KCl pada pemberian kapur konstan (Gambar 1) secara teknis yang ditetapkan melalui pendekatan persamaan kuadratik nampaknya sangat tinggi, hal ini disebabkan belum mempertimbangkan harga pupuk dan hasil gabah kering. Namun jika harga pupuk dipertimbangkan sehingga hasil gabah kering pada 95% hasil maksimum maka takaran pupuk KCl sekitar 100 kg/ha. Takaran pupuk KCl ini hampir mendekati takaran pupuk KCl yang ditetapkan dengan cara mengurangi nilai batas kritis K-dd dikurangi dengan analisis awal K-dd x faktor. KK yang selama ini diprediksi sekitar satu kali nilai ekuivalen Al-dd dengan larutan 1 N KCl untuk lahan kering jika digunakan untuk tanah dari lahan rawa lebak Sianggantung 7.94 t/ha adalah terlalu tinggi atau over estimate. Sebagai penggantinya maka KK dapat ditentukan melalui pendekatan formulasi model (Wade et al., 1986) atau larutan KCl dengan normalitasnya yang diencerkan (Al-Jabri, 2002). Kebutuhan kapur berdasarkan formulasi model: KK = faktor [(Al-dd+H-dd) batas kritis % kejenuhan Al (KTKefektif)] = 0.333[8.94 0.70(10.96)] = 423 kg kapur ha-1. Sedangkan KK dengan larutan KCl dengan normalitasnya yang diencerkan tidak dilalukan, tetapi jika dilakukan dipastikan takaran kapur relatif rendah. KK berdasrkan formulasi model sekitar 423 kg kapur/ha adalah lebih rendah dari yang ditetapkan melalui percobaan, dimana pemberian kapur sampai 2.600 kg kapur/ha dengan kombinasi pupuk KCl yang konstan (112.5 kg/ha) tidak signifikan terhadap peningkatan hasil pada semua tingkat kapur (Tabel 2). Hasil gabah kering giling percobaan pemupukan K dan pengapuran disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil gabah kering giling percobaan pemupukan K dan pengapuran pada lahan rawa lebak Sianggantung, Sungai Negara (Kalsel) (Sumber: Sholeh et al., 2000) Takaran Berat gabah kering giling ( ku/ha) KCl (kg/ha) Kapur (kg/ha) 0 0 26.49 a* 0 1300 28.48 a 56.25 1300 29.98 a 112.5 1300 32.97 ab 225 1300 32.54 ab 0 0 27.85 a 112.5 0 30.15 ab 112.5 650 31.99 ab 112.5 1300 31.46 ab 112.5 2600 36.13 b CV 12.4 % LSD 9.40
Keterangan: *) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama dibelakangnya berarti tidak ada perbedaan yang nyata berdasarkan DMRT 0.05

Meskipun hasil tertinggi dicapai pada kombinasi perlakuan 112.5 kg KCl (pada tingkat pupuk KCl konstan) + 2600 kg kapur/ha, tetapi peningkatan takaran kapur tidak signifikan terhadap hasil dan secara ekonomis tidak menguntungkan. Jika takaran kapur ditetapkan berdasarkan persamaan kuadratik pada takaran pupuk KCl konstan sebanyak

231

112.5 kg KCl/ha, maka kapur yang direkomendasikan adalah 2.857 kg kapur/ha (Gambar 2).

37
Gabah kering giling (ku/ha)

36 35 34 33 32 31 30 29 0

y = 6E-07x + 0.0004x + 30.5 R2 = 0.9251

1000

2000

3000

Kapur (kg/ha)

Gambar 2. Pengaruh tingkat pemberian kapur terhadap hasil gabah kering giling pada lahan rawa Sianggantung, Sungai Negara (Kalimantan Selatan) Takaran kapur pada pemberian pupuk KCl konstan (Gambar 2) secara teknis yang ditetapkan melalui pendekatan persamaan kuadratik nampaknya sangat tinggi, hal ini disebabkan belum mempertimbangkan harga kapur dan hasil gabah kering. Demikian juga, jika harga kapur dipertimbangkan sehingga hasil gabah kering pada 95% dari hasil maksimum, maka takaran kapur sekitar 1.000 kg/ha dirasakan masih sangat tinggi. Oleh karena itu, KK yang ditetapkan melalui pendekatan formulasi: KK = faktor [(Al-dd+H-dd)batas kritis % kejenuhan Al x (KTKefektif)] = 0.333[8.94 0.70(10.96)] = 423 kg kapur ha-1 sebenarnya lebih realistik mengingat padi resisten terhadap kemasaman tinggi (70 % kejenuhan Al) sehingga tidak semua aktivitas Al dinetralkan dengan kapur dosis tinggi dan penggenangan tanah sendiri dapat meningkatkan pH tanah. Kapur yang diberikan adalah 423 kg CaCO3 /ha sehingga Ca total = 1.06 cmol/kg + 0.93 cmol/kg = 1.99 cmol/kg. Persen kejenuhan Ca = 1.99 cmol/kg/ (10.96 cmol/kg x 100% = 18% sudah dapat menciptakan pertumbuhan tanaman padi yang cukup baik. Kalium yang diberikan adalah 75 kg KCl/ha sehingga K total = 0.05 cmol/kg + 0.15 cmol kg -1 = 0.20 cmol/kg, sehingga nisbah Ca/K = 1.99 cmol/kg/ 0.20 cmol/kg = 10 sudah mendekati dari nisbah Ca/K yang ideal sekitar 13/1. Kejenuhan K = 0.20 cmol/kg/KTKefektif x 100% = 1.82 dan nisbah Mg/K 5/1.82 = 2.75 sudah mendekati dari nisbah Mg/K yang ideal sekitar 2. Jika Mg-dd tanah awal ekstrim < 0.5 cmol/kg dan Mg daun < 0.2% maka unsur hara Mg harus diberikan.

232

KESIMPULAN 1. Kebutuhan pupuk KCl dan kapur dapat ditetapkan berdasarkan analisis tanah awal di laboratorium, sehingga tidak harus melakukan percobaan lapang; 2. Takaran pupuk KCl yang ditetapkan berdasarkan persamaan kuadratik pada takaran kapur konstan (1300 kg/ha) adalah 137 kg KCl/ha; 3. Mengingat takaran pupuk KCl yang ditetapkan berdasarkan persamaan kuadratik pada butir (2) terlalu tinggi dan secara ekonomis tidak menguntungkan apalagi pemberian KCl sampai 225 kg kg KCl/ha dengan kombinasi kapur yang konstan (1300 kg/ha) ternyata tidak signifikan terhadap peningkatan hasil pada semua tingkat K, maka sebaiknya takaran pupuk KCl ditetapkan dengan cara mengurangi nilai batas kritis K-dd dikurangi K-dd dari analisis tanah awal, sehingga kebutuhan pupuk K = 0.300.15 (Kdd awal) cmol/kg = 0.15 cmol/kg = 59 ppm = 117 kg K/ha = 225 kg KCl/ha x faktor (0.3333) = 75 kg KCl/ha; 4. Kapur sangat beralasan diberikan untuk tanah masam pada lahan rawa lebak jika pH tanah < 4.25 dengan kejenuhan Al > 70%; 5. Takaran kapur ditetapkan berdasarkan persamaan kuadratik pada takaran pupuk KCl konstan (112.5 kg KCl/ha) adalah 2.857 kg kapur/ha; 6. Mengingat KK yang ditetapkan berdasarkan persamaan kuadratik pada butir (5) terlalu tinggi, maka sebaiknya KK ditetapkan melalui pendekatan formulasi: KK = faktor [(Aldd+H) batas kritis % kejenuhan Al (KTKefektif)] = 0.333[8.94 0.70(10.96)] = 423 kg kapur/ha sebab lebih realistik, apalagi pemberian kapur sampai 2.600 kg kapur/ha dengan kombinasi pupuk KCl konstan (112.5 kg KCl/ha) tidak signifikan terhadap peningkatan hasil pada semua tingkat kapur sehingga secara ekonomis tidak menguntungkan.

DAFTAR PUSTAKA Al-Jabri, M. 2002. Penetapan kebutuhan kapur dan pupuk fosfat untuk tanaman padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam actual Belawang-Kalimantan Selatan. Disertasi. Program Pascasarjana. UNPAD. Bandung. Anonymous. 1985. Cornell recommends for field crops. New York State Coop. Ext. Serv. Christenson, D.R., and E. C. Doll. 1973. Release of magnesium from soil clay and silt fractions during cropping. Soil Sci. 116:59-63. Haby, V. A., M. P. Russelle, Earl O. Skogley. 1990. Testing Soils for Potassium, Calcium, and Magnesium. In Westerman (Ed.) Soil Testing and Plant Analysis. Third Edition:p, 181 228. Soil Science Society of America, Inc. Madison, Wisconsin, USA.

233

Liebhardt, 1981. The basic cation saturation concept of lime and potassium recommendation on Delawares Coastal Plain Soils. Soil Sci. Soc. Am. J. 45: 544 549. Melsted, S. W. 1953. Some observed calcium deficiencies in corn under field condition. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 17:52-54. Mengel, K., and E. A. Kirkby. 1978. Magnesium. p, 411 423. In Principles of plant nutrition. Int. Potash Inst., Worblaufen-Bern, Switzerland. Rehm, G. W., C. J. Rosen, J. F. Moncrief, W. E. Fenster, and J. Grava. 1985. Guide to computer programmed soil test recommendations for field crops in Minnesota. Univ. of Minnesota Agric. Ext. Serv. AG-BU-0519. Sholeh, Ariwibawa, Nasrullah, dan IPG. Widjaja-Adhi. 2000. Laporan akhir pemupukan K dan pengapuran lahan rawa lebak. Bagian Proyek Penelitian Pendayagunaan Sumber Daya Lahan Puslittanak, Proyek Pengkajian Pertanian Partisipatif (The Participatory Development of Agricultural Technology Project, PAATP). Badan Litbang Pertanian. Wade, M. K., M. Al-Jabri, and M. Sudjadi. 1986. The effect of liming on soybean yield and soil acidity parameters of three red yellow podzolic soils of West Sumatera. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. 6:1-8. Puslittanak. Badan Litbang Pertanian.

234

You might also like