You are on page 1of 6

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KONDISI KRITIS DAN TERMINAL ( Anastasia Anna ) Pengertian : Kritis : suatu kondisi

yang mana pasien dalam keadaan gawat tetapi masih ada kemungkinan untuk mempertahankan kehidupan. Terminal : fase akhir kehidupan pasien, menjelang kematian ( sakaratul maut / dying ), yang dapat berlangsung dalam waktu singkat atau panjang. Bagi setiap orang, kematian merupakan suatu kehilangan, yang tidak dapat dihindari oleh siapa pun. KEHILANGAN Jenis Kehilangan : 1. Actual Loss : kehilangan yang nyata, yang dapat diketahui oleh orang lain 2. Perceived Loss : kehilangan yang dapat dirasakan oleh diri sendiri dan tidak diketahui / dirasakan oleh orang lain ( kehilangan yang bersifat psikologis ) 3. Anticipatory Loss : kehilangan yang belum terjadi, merupakan perilaku seseorang yang kehilangan dan berduka. Sumber Kehilangan : 1. kehilangan obyek / bagian dari dalam diri sendiri, seperti kehilangan bagian / fungsi tubuh, misalnya amputasi kaki, mastektomi . 2. Kehilangan obyek di luar diri, misalnya kehilangan HP, dompet, mobil, dsb. 3. Kehilangan orang yang dicintai, misalnya nenek, orang tua, suami/istri, anak, pacar, dsb. 4. Berpisah dengan lingkungan yang sudah akrab / menyatu dengan dirinya, misalnya harus meninggalkan keluarga untuk sekolah di luar negeri, pensiun, atau mutasi / pindah dari tempat pekerjaan, dsb. Reaksi terhadap kehilangan adalah BERDUKA, merupakan respon emosi yang wajar dan subyektif untuk mencapai kesehatan jiwa. Proses berduka terdiri dari : Bereavement grieving : proses / reaksi berduka terhadap kehilangan Mourning grieving : periode menerima kehilangan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Kehilangan : 1. Usia dan tingkat Perkembangan : pada usia bayi hingga balita, individu belum begitu mengerti mengenai arti kehilangan, mulai usia sekolah hingga dewasa, sudah dapat merasakan arti kehilangan. 2. Makna Kehilangan : bersifat subyektif bagi setiap individu, sehingga tidak dapat disamaratakan. Misalnya : Nn. A menggunakan ballpoint yang, sebenarnya dijual dibanyak tempat dengan harga 5000 rupiah. Pada saat ia kehilangan bollpoint tersebut, ia menangis dan terus menerus mencarinya. Baginya walaupun harga ballpoint hanya 5000 rupiah tapi makna dari benda tersebut sangat besar karena pemberian dari orang yang sangat ia kagumi. Contoh lain : Nn. B pada saat ayahnya meninggal dunia sama sekali tidak menangis, karena ia tidak pernah merasakan kasih sayang dari ayahnya. Bagi orang lain yang melihat, mungkin akan mengatakan bahwa ia anak yang tidak berbakti karena tidak merasa kehilangan / berduka atas kematian ayahnya. Sebenarnya Nn.B tidak dapat disalahkan karena baginya , ayahnya kurang bermakna dalam hidupnya, sehingga ia tidak merasa kehilangan. 3. Kultur / budaya : budaya jawa mempunyai prinsip nrimo , sehingga kematian seseorang harus selalu diikhlaskan. Pada suku Toraja, bila seseorang meninggal dunia, semakin banyak orang yang menangisi, menunjukkan bahwa almarhum adalah orang yang mempunyai pengaruh pada saat hidupnya, atau orang yang disayangi / dihormati oleh banyak orang, sehingga bila ia berasal dari keluarga kecil, maka keluarga akan menyewa orang untuk menangisi jenasahnya. Ada juga tradisi / budaya yang menunjukkan reaksi berduka dengan mendoakan almarhum pada hari

ketiga, ketujuh, ke 40 hari, 100 hari, dst. 4. Keyakinan spiritual : individu yang beragama Katolik, Kristen dan Islam meyakini bahwa seseorang yang telah meninggal dunia akan mempunyai kehidupan lain sesuai dengan amal baktinya selama ia hidup di dunia ( di neraka atau Surga ), dan doa dari anggota keluarga atau dari kerabat yang masih hidup akan membantu mengantarkan almarhum ke kehidupannya di alam baka, selain itu dianjurkan untuk tidak membebani perjalanannya dengan meneteskan airmata pada jasadnya. Sedangkan individu yang beragama Hindu dan Budha, meyakini juga ada kehidupan lain di alam baka dan kemungkinan akan reinkarnasi. Keyakinan setiap individu sesuai dengan spiritualnya akan mempengaruhi juga reaksi berdukanya. Semakin kuat imannya, semakin positif reaksi berdukanya. 5. Jenis kelamin dan Perannya : seorang ibu yang tidak mempunyai pekerjaan dan hanya bergantung pada suami, akan sangat merasa kehilangan bila suaminya meninggal. Seorang suami yang biasanya hanya berfikir untuk mencari nafkah, akan sangat kehilangan bila istrinya meninggal karena ia tidak terbiasa mengurus anak-anaknya. 6. Status sosial ekonomi : kematian seseorang yang merupakan tulang punggung keluarga akan mempengaruhi reaksi kehilangan. Karakteristik berduka ( Burgess dan Lazarc ) 1. Merasa shock dan tidak percaya : 2. Sedih dan merasa hampa 3. Timbul perasaan tidak nyaman seperti sakit dada, nafas pendek dan cepat lelah 4. Mengalami perasaan bersalah 5. Cenderung iritabel dan menangis 6. Disibukkan oleh bayang-bayang orang yang sudah hilang / meninggal Tahapan Berduka ( Engel ) 1. Shock dan tidak percaya 2. Mengembangkan kesadaran 3. Restitusi 4. Adaptasi kehilangan 5. Idealisasi 6. Hasil / tujuan Tahapan Berduka ( Kubler Ross ) 1. Denial : tidak percaya, menolak 2. Anger : marah 3. Bargaining : tawat menawar dengan Tuhan 4. Depression : rasa sedih yang mendalam 5. Acceptance : memahami & menerima keadaan Adaptasi Bertahap terhadap Kehilangan sebagai bagian dari realita ( Schulz ) : 1. Tahap awal : kehilangan Berlangsung sampai beberapa minggu, reaksi yang timbul : shock dan tidak percaya disertai perasaan dingin, hilang rasa dan bingung. Dapat pula timbul konflik, kecemasan dan ketakutan 2. Tahap Intermediate. Berlangsung 3 minggu setelah kehilangan sampai 1 tahun. Tiga pola perilaku pada tahap ini : a. perilaku obsesional b. belajar mengerti makna kematian c. belajar untuk menjadi orang yang sudah meninggal 3. Tahap recovery Setelah 1 tahun : tidak lagi kembali ke masa lalu, sudah dapat aktif lagi untuk melakukan kegiatan seperti biasa, karena berfikir bahwa hidup harus tetap berjalan. KEMATIAN Definisi : 1. Menurut Arodisovial : secara tradisional seseorang dikatakan mati,

apabila secara klinis ia tidak mempunyai denyut nadi dan pernafasan berhenti beberapa menit . 2. Menurut World Medical Assembly ( 1968 ) : petunjuk medikasi kematian adalah sebagai berikut : a. tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total b. tidak ada gejala dari otot, terutama otot pernafasan c. tidak ada reflek d. gambaran EEG mendatar. 3. Menurut ahli Tenatologi : mati klinis ( somatik ) adalah ketidakaktifan 3 sistem tubuh, yaitu : susunan saraf pusat, sistem peredaran darah dan sistem pernafasan 4. Menurut Kubler Ross : Tanda kematian secara klinis adalah denyut nadi berhenti, pernafasan berhenti berdasarkan pemeriksaan auskultasi, bola mata membesar dan tidak berubah lagi, semua refleks tubuh menghilang, kegiatan sistem otak berhenti berdasarkan pemeriksaan EEG mendatar selama 24 jam. Perubahan Tubuh setelah Kematian : 1. Lebam Mayat ( Livor Mortis ) Perubahan warna kulit, biru kehitam-hitaman karena sirkulasi darah sudah tidak berjalan, sehingga terjadi pelepasan Hb mulai dari anggota bawah tubuh pasien pada keadaan telentang. Lebam mayat terjadi sesaat setelah meninggal dan mulai 15 39 menit setelah meninggal. 2. Kaku Mayat ( Rigor Mortis ) Terjadi 2 4 jam setelah kematian, dimulai pada hati, bladder, kepala, leher, pundak dan ekstremitas. Timbul kekakuan karena ATP ( Adenosine Tri Phosphat ) dalam tubuh berkurang karena tidak disintesa lagi oleh glikogen. 3. Penurunan Suhu ( Algor Mortis ) Setiap jam suhu turun 1C sampai mencapai suhu kamar, elastisitas kulit hilang, sehingga kulit pecah-pecah. Penurunan suhu terjadi karena berhentinya proses metabolisme dan tidak bekerjanya hipotalamus, sehingga sirkulasi darah dan kerja SSP berhenti pula. 4. Pembusukan ( Dekomposisi / Post Mortem ) Proses pembusukan mulai nampak setelah 34 36 jam post mortal, disebabkan oleh mekanisme kerja mikroorganisme pembusuk, terutama golongan clostridium. Penyebab Kematian : 1. Penyakit Kronis : seperti TBC, cirrhosis hepatic, gagal ginjal kronis, penyakit jantung dan hipertensi 2. Penyakit keganasan : seperti Ca otak, Ca paru, Ca hepar, Ca pancreas, leukemia 3. Kelainan saraf : seperti stroke, meningitis, hydrocephalus 4. Intoxicasi / keracunan : makanan, obat-obatan, zat kimia 5. Kecelakaan / trauma : trauma kepala, trauma pada organ vital Individu menjelang kematian : Biasanya seseorang yang sudah merasa akan mendekati ajalnya, akan membuat rencana, baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain / keluarga . Misalnya : - ingin ziarah ke suatu tempat - ingin bertemu dengan seseorang yang sangat bermakna bagi dirinya - ingin berkumpul dengan anak jalanan / yatim piatu - ingin memberikan organnya untuk orang lain ( donor organ ) - membuat surat wasiat - membangun tempat ibadat - membuat perjanjian dengan keluarga tentang apa yang harus dilakukan oleh keluarga setelah ia meninggal - dst.

Bila situasi ini terjadi di RS, maka perawat harus memberi dukungan penuh terhadap rencana tersebut. Menurut kepercayaan di Indonesia, segala sesuatu yang disampaikan / dikatakan oleh seseorang yang akan meninggal merupakan amanat yang harus dijalankan oleh mereka yang ditinggalkan. Tanda-Tanda Klinis Menjelang Kematian : 1. Hilang Tonus Otot : relaksasi otot wajah, sulit berbicara, sulit menelan dan gag refleks hilang pelan-pelan, menurunnya aktivitas saluran cerna ( nausea, obstipasi, distensi abdomen ), kontrol sfingter menurun ( incontinensia urie & alvi ), pergerakan berkurang. 2. Sirkulasi Darah Berkurang : sensasi menurun, sianosis ekstremitas, kulit dingin di ekstremitas, telinga dan hidung. 3. Perubahan Tanda Tanda Vital : nadi lambat, irregular, nafas cepat, lama-lama menjadi lambat dan irregular, pernafasan mulut sehingga membran mukosa mulut menjadi kering. 4. Gangguan Sensorik : penglihatan kabur, sensasi penciuman dan pengecapan berkurang, pendengaran merupakan sensorik yang paling akhir hilang. 5. Perubahan Tingkat Kesadaran : bervariasi. Tanda-tanda Klinis Sesaat Menjelang Kematian : Pupil melebar, tidak dapat bergerak, refleks hilang, nadi lambat dan lemah, pernafasan cheynes stokes, mengorok / stridor, tekanan darah sangat rendah, mata membuka / menutup sebagian. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Kaji tingkat kesadaran / pemahaman pasien &/ keluarga : a. closed awareness : pasien &/ keluarga tidak menyadari proses kematian yang sudah menjelang. Mereka sama sekali tidak mengerti mengapa pasien sakit dan percaya bahwa pasien akan segera sembuh. b.Mutual pretense : pasien , keluarga dan perawat mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak membicarakannya lagi, serta tidak berusaha untuk meningkatkan kondisinya. Kadang-kadang pasien menghindari percakapan tentang kematian demi menghindarkan keluarga dari tekanan. c. Open awareness : pasien &/ keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan merasa nyaman untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit. Kesadaran ini membuat pasien mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam merencanakan pemakaman 2. Kaji tanda-tanda perubahan fisik pasien : tonus otot, penurunan sirkulasi ,perubahan Tanda-tanda vital ( TTV), gangguan sensoris dan perubahan tingkat kesadaran. 3. Kaji tanda klinis sesaat sebelum meninggal, seperti :respons terhadap stimulus, pergerakan otot, khususnya otot pernafasan, fungsi refleks dan TTV. 4. Kaji kondisi nutrisi pasien : penampilan umum, berat badan, kekuatan dan ketebalan otot, nilai Hb dan kondisi konjucntiva. 5. Kaji status cairan pasien : volume output cairan ( urine, muntah, diare, keringat ), kondisi membrane mukosa dan turgor kulit. 6. Kaji rasa aman dan nyaman pasien : rasa nyeri, personal hygiene 7. Kaji persepsi pasien &/ keluarga tentang kematian : budaya dan spiritual 8. kaji perubahan psikologis pasien &/ keluarga : menurunnya proses intelektual, seperti menurunnya kemampuan untuk mengingat informasi, tidak dapat berfikir jernih, dan sulit mengambil keputusan; meningkatnya sensitivitas ( mudah tersinggung, mudah marah, mudah sedih, dst. ), menurunnya kemampuan untuk melaksanakan aktivitas dan tugas dalam mengadaptasi masalah, serta reaksi berkabung a. Tahap Denial : kaji pengetahuan pasien, kecemasan pasien dan

penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya. b. Tahap Anger : pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak terkendali, komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri. c. Tahapan Bargaining : pasien mulai menerima keadaan dan berusaha untuk mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang. d. Tahapan Depresi : kaji potensial bunuh diri, gunakan kalimat terbuka untuk mendapatkan data dari pasien e. Tahapan Acceptance : kaji keinginan pasien untuk istirahat / menyendiri. 9. Kaji kebutuhan spiritual pasien : kebutuhan pasien akan tokoh agama atau seseorang yang dapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada di tahap bargaining. INTERVENSI KEPERAWATAN Tujuan : pasien dapat menghadapi kematian dalam damai Kriteria : pasien tidak merasa kesepian, takut dan depresi Pasien merasa aman, nyaman dan percaya diri Pasien dapat menerima keadaan / penyakitnya Intervensi : 1. Menjelang kematian : a. pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien b. atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien c. lakukan suction bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas d. berikan nutrisi dan cairan yang adekuat e. lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan / infeksi kornea f. lakukan oral hygiene g. lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada daerah penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu putih untuk mencegah dekubitus h. kolaborasi untuk pemberian analgetika bila diperlukan i. anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa j. Bantu pasien &/ keluarga untuk dapat menerima keadaannya k. Bantu dan dukung pasien untuk membuat rencana bagi dirinya maupun keluarga / orang lain l. Tunjukkan rasa caring dan empati 2. Saat menghadapi proses berduka : Bantu pasien untuk dapat melewati proses berkabung dengan baik a. Tahap Denial dan Anger : dampingi pasien dan dengarkan keluhan pasien, tidak mencela pembicaraan pasien / memberi komentar, gunakan prinsip-prinsip komunikasi terapeutik. Pada fase ini segala nasehat, penyuluhan jangan diberikan dulu. b. Tahap Bargaining : berikan penjelasan tentang penyakitnya setahap demi setahap. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya dengan menghubungi tokoh agama atau seseorang yang ia percaya dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya. c. Tahap depresi : temani pasien, hindari / jauhkan pasien dari barang-barang yang dapat merusak dirinya, seperti obat, cairan antiseptic, gelas, pisau, garpu, dsb., cegah pasien untuk bunuh diri d. Tahap Acceptance : Bantu pasien untuk membuat keputusan / program selanjutnya 3. Setelah kematian : a. tanggalkan semua peralatan medis yang digunakan oleh pasien, seperti NGT, kateter urine, IV line, endotracheal tube / tracheostomi tube, dst. b. bersihkan tubuh pasien sesuai dengan agama pasien

c. kenakan pakaian sesuai keinginan pasien / keluarga atau kain kafan bila pasien beragama islam d. atur posisi supine dengan kedua tangan di sisi tubuh atau menyilang di atas abdomen ( posisi berdoa sesuai dengan agama yang dianut pasien ) e. lubang telinga, lubang hidung, anus diberi kapas lemak untuk menahan sekresi cairan yang keluar. f. Bila mata pasien tidak dapat menutup rapat, sementara diberi plester kecil pada ujungnya g. Mulut pasien diusahakan tertutup rapat h. Beri tanda pengenal / identitas, bereskan administrasi, seperti surat keterangan kematian, dsb i. Jenazah dibawa ke kamar jenazah / pulang setelah 2 jam kemudian Catatan : Untuk pasien yang menderita penyakit tertentu, misalnya HIV Aids, maka perawatan jenazah sesuaikan dengan protap yang berlaku. EVALUASI Pasien dapat menghadapi kematian dalam damai, tanpa merasa kesepian, takut dan depresi, setelah pasien &/ keluarga dapat menerima keadaannya. PENUTUP Setiap perawat professional akan berusaha membantu dan mendampingi pasien menghadapi masa terminal / kritis dengan memperhatikan kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual pasien sesuai dengan hingga pasien dapat menghadapi kematian dalam damai. September 2011 Anastasia Anna FKep Unpad

You might also like