You are on page 1of 13

Pentingnya Menundukan Pandangan Dan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Oleh: Inayah M0411026 Tugas AAI

Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012

Pentingnya Menundukan Pandangan

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Taala Semoga sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita, Nabi akhir zaman Muhammad shallallahu alaihi was sallam. Salah satu ajaran mulia dalam islam adalah menundukkan pandangan bahkan ia diperintahkan Allah azza wa jalla kepada orang-orang yang beriman dari hamba-hambanya, dan ini menunjukkan mulianya apa yang diperintahkan, Allah Subhanahu wa

Taala berfirman,


Katakanlah kepada laki-laki yang beriman[1], Hendaklah mereka menundukkan pandanganya, dan menjaga kemaluannya.Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (QS : An Nuur [24] : 30).

Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Taala mendahulukan penyebutan menundukkan pandangan dari pada menjaga kemaluan, maka hal ini menunjukkan pentingnya menundukkan pandangan sebagai sarana untuk membersihkan hati dari penyakit-penyakit yang dapat merasuk ke dalamnya, setelah itu barulah hati itu dapat tumbuh dan berkembang dengan diberi makanan hati yang berupa amal ketaatan sebagaimana badan yang juga butuh makanan agar dapat tumbuh dan berkembang. Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh dari menundukkan pandangan mata, di antaranya: 1. Membersihkan hati dari Derita Penyesalan

Karena barang siapa yang mengumbar pandangan matanya, maka penyesalan yang dirasakan tiada henti. Dan sesuatu yang lebih berbahaya bagi hati adalah mengumbar pandangan.

Karena dia akan melihat apapun yang dicarinya dan tidak bersabar untuk bisa meraih apa yang telah dilihatnya. Dan itu adalah derita dan siksaan baginya. Al-Ashmay berkata, Saya pernah melihat seorang gadis pada waktu thawaf, yang seakanakan dia adalah matahari. Aku pun terus memandangmya dan hatiku berdesir karena keelokan rupanya. Lalu dia bertanya kepadaku, Ada apa dengan dirimu? Aku katakan Engkau memang layak untuk dipandang. Kemudian gadis itu melantunkan syair, Selagi pandangan matamu berkeliaran Segala pemandangan akan membebani hati Engkau memandang sesuatu di luar kemampuan dirimu Sebagian lagi tiada kesabaran lagi Pandangan akan menyusup hati sabagaimana anak panah yang meluncur dari busurnya, jika engkau tidak mematahkannya, maka ia melukai dirimu. Pandangan itu ibarat bara api yang dilemparkan ke dahan-dahan yang kering, bila tidak membakar seluruh dahan itu ia membakar sebagiannya. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah syair: Segala peristiwa berawal dari pandangan mata Jilatan Api bermula dari setitik api Berapa banyak pandangan yang membelah hati pemiliknya Laksana anak panah yang melesat dari busur Selagi manusia memiliki mata untuk memandang Dia tidak lepas dari bahaya yang menghadang Senang dipermulaan dan ada bahaya dikemudian hari Tidak ada ucapan selamat datang, dan bahaya saat kembali

Orang yang memandang melepaskan pandangan dengan anak panah yang dikehendaki oleh hatinya, sedangkan ia tidak merasakan kalau sebenarnya ia melepaskan hatinya. Inilah rangkuman syair syairku,

Wahai orang yang melepaskan anak panah sesaat Engkaulah sang pembunuh namun tiada mengena Wahai orang yang mengumbar pandangan untuk mencari obat Kau datang dengan membawa kayu bakar yang membawa

2.

Mendatangkan cahaya dan keceriaan di hati, wajah dan seturuh anggota badan.

Hal ini, sebagaimana mengumbar pandangan mata yang akan mewariskan kegelapan, yang terlihat pada wajah dan seluruh anggota tubuhnya. Oleh karena itulah Allah berfirman,


Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (QS : Al Nuur [24] : 35). Sebelumnya Allah juga telah berfirman,

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya. (An-Nut: 30)

3.

Mendatangkan kekuatan firasat yang benar

Menahan pandangan mata akan mendatangkan kekuatan firasat yang benar, karena firasat merupakan cahaya dan buah dari cahaya. Jika hati seorang hamba bercahaya, maka akan benar firasatnya. Karena hati kedudukannya seperti cermin yang akan memperlihatkan seluruh wujud sebagaimana aslinya.

4.

Akan membuka pintu dan jalan ilmu serta memudahkan dalam mendapatkannya.

Hal itu disebabkan cahaya yang ada di dalam hati. Jika hati bersinar terang, maka akan muncul hakekat-hakekat pengetahuan di dalamnya, dan mudah untuk disingkap, sehingga sebagian demi sebagian ilmu itu dapat diserap. Namun, barang siapa yang mengumbar pandangannya, maka akan membuat hatinya kelam dan gelap, sehingga ia akan menutup pintu dan jalan untuk mendaptkan ilmu.

5.

Mendatangkan kekuatan, keteguhan dan keberanian hati.

Dengan begitu seseorang yang menahan pandangan matanya dapat menguasai pandangan itu dan penguasaan terhadap hujjah.

6.

Mendatangkan kegembiraan, kesenangan dan kelapangan hati.

Kenikmatan dan kegembiraan yang dirasakan lebih besar dari pada kesenangan yang diperoleh dari mengumbar pandangan itu. Hal Itu disebabkan karena ia telah mampu mengalahkan musuhnya, dan menundukkan hawa nafsunya. Di samping itu, tatkala ia mampu membekukan kesenangan dan syahwatnya karena Allah, dari kesenangan yang menjerumuskan kepada keburukan, maka Allah menggantinya dengan kenikmatan serta kesenangan yang lebih baik dan sempurna. Sebagaimana perkataan dari sebagian mereka. Demi Allah! Kenikmatan menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah, jauh lebih besar dari pada kenikmatan yang diperoleh dari perbuatan dosa. Sehingga tidak disanksikan bahwa seseorang yang mampu menundukkan hawa nafsunya, maka kesudahannya adalah kegembiraan, kesenangan, dan kenikmatan yang lebih

sempurna dari kenikmatan yang diperoleh jika mengikuti hawa nafsu tersebut. Maka, oleh sebab ltulah akal lebih menonjol dari hawa nafsu.

7.

Membebaskan hati dari tawanan syahwat.

Karena orang yang layak disebut tawanan adalah orang yang ditawan oleh syahwat dan hawa nafsunya. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah pepatah, Orang yang senantiasa mengumbar pandangannya adalah seorang tawanan. Dan ketika syahwat dan hawa nafsu sudah menawan hati manusia, maka memungkinkan bagi musuh dan rivalnya untuk melancarkan siksaan kepadanya. Sehingga dia seperti seekor burung yang berada di tangan anak kecil yang memainkannya sesuka hati.

8.

Menutup pintu-pintu neraka Jahannam.

Sesungguhnya pandangan mata adalah pintu syahwat yang menuju pelaksanaannya. Maka, pengharamannya oleh Allah dan syariat-Nya adalah tabir penghalang untuk mengumbar pandangan. Siapa yang merusak tabir ini, dia akan berani melanggar larangan tersebut. Dia tidak akan berhenti pada satu tujuan saja, karena jiwa manusia dalam hal ini tidak menentang tujuan yang sudah diperoleh, lalu dia ingin mendapatkan kesenangan yang baru lagi. Orang yang sudah terbiasa dengan sesuatu yang sudah ada, tidak menolak untuk menerima sesuatu yang baru, apalagi sesuatu yang baru itu tampak lebih baik dan lebih indah. Maka menahan pandangan mata bisa menutup pintu ini, yang karenanya raja-raja tidak mampu mewujudkan apa yang diinginkannya.

9.

Menguatkan dan mengokohkan akal

Mengumbar pandangan tentulah tidak akan dilakukan kecuali orang-orang yang lemah akalnya, gegabah dan tidak memikirkan akibatnya dikemudian hari. Orang yang cerdik akalnya adalah yang bisa mempertimbangkan akibat dari perbuatannya. Andaikan orang yang senantiasa mengumbar pandangam matanya mengetahui akibat dari perbuatannya itu, pastilah ia tidak akan mengumbar ptndangan matanya. Seorang penyair berkata, Orang yang cerdik akalnya Mereka yang tidak melakukan sesuatu Hingga dia memikirkan Akibat yang akan datang

10.

Membebaskan hati dari syahwat yang memabukkan dan kelalaian yang merugikan.

Mengumbar pandangan mata akan mendatangkan kelalaian untuk mengingat Allah dan hari akhirat serta dapat menjerumuskan ke dalam tawanan cinta yang memabukkan. Sebagaimana firman Allah, yang menjelaskan tentang orang yang tertawan oleh rupa dan penampilan,

Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terombang-ambing dl dalam kemabukan (kesesatan). (Al-Hijr: 72)

Pandangan mata adalah segelas khamr, sedangkan cinta adalah rasa mabuk akibat dari meminum khamr tersebut. Dan mabuk cinta Jauh lebih berbahaya dari pada mabuk karena khamr, sebab mabuk karena khamr bisa sadar kembali, tetapi orang yang dimabuk cinta Jarang yang bisa sadar kembali, kecuali jika sudah berada di ambang kematian. Sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair,

Mabuk karena nafsu terus berkelanjutan Jangan harap kesadarannya terbangkitkan

Sumber : Raudhatul Muhibbin Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

Berbicara tentang berbakti kepada orang tua tidak lepas dari permasalahan berbuat baik dan mendurhakainya. Mungkin, sebagian orang merasa lebih tertusuk hatinya bila disebut anak durhaka, ketimbang digelari hamba durhaka. Bisa jadi, itu karena kedurhakaan terhadap Allah, lebih bernuansa abstrak, dan kebanyakannya, hanya diketahui oleh si pelaku dan Allah saja. Lain halnya dengan kedurhakaan terhadap orang tua, yang jelas amat kelihatan, gampang dideteksi, diperiksa dan ditelaah,sehingga lebih mudah mengubah sosok pelakunya di tengah masyarakat, dari status sebagai orang baik menjadi orang jahat. Pola berpikir seperti itu, jelas tidak benar, karena Allah menegaskan dalam firman-Nya . Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. (QS. Al-Isra`: 23-24) Penghambaan diri kepada Allah, jelas harus lebih diutamakan. Karena manusia diciptakan memang hanya untuk tujuan itu. Namun, ketika Allah menggandengkan antara kewajibanmenghamba kepada-Nya, dengan kewajiban berbakti kepada orang tua, hal itu menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua memang memiliki tingkat urgensi yang demikian tinggi, dalam Islam. Kewajiban itu demikian ditekankan, sampai-sampai Allah menggandengkannya dengan kewajiban menyempurnakan ibadah kepada-Nya. Urgensi Berbakti kepada Dua orang Tua

Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua dalam wacana Islamadalah persoalan utama, dalam jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat baik terhadap sesama manusia. Allah sudah cukup mengentalkan wacana berbakti itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam, dalam banyak sabdanya, dengan memberikan bingkai-bingkai khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih saksama. Di antara tumpukan bukti tersebut adalah sebagai berikut:

1. Allah menggandengkan antara perintah untuk beribadah kepada-Nya, dengan perintah berbuat baik kepada orang tua: Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua. (Al-Israa : 23) 2. Allah memerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada orang tuanya, meskipun mereka kafir:

Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang jelas-jelas tidak ada pengetahuanmu tentang hal itu, jangan turuti; namun perlakukanlah keduanya secara baik di dunia ini. (Luqmaan : 15) Imam Al-Qurthubi menjelaskan, Ayat di atas menunjukkan diharuskannya memelihara hubungan baik dengan orang tua, meskipun dia kafir. Yakni dengan memberikan apa yang mereka butuhkan. Bila mereka tidak membutuhkan harta, bisa dengan cara mengajak mereka masuk Islam.. 3. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.

Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin berjihad kepada Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam. Beliau bertanya, Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Lelaki itu menjawab, Masih. Beliau bersabda, Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya. (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim) 4. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga.

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda, Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan. Salah seorang Sahabat bertanya, Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga. (Riwayat Muslim) Beliau juga pernah bersabda:

Orang tua adalah pintu pertengahan menuju Surga. Bila engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya. (Diriwayatkan oleh AtTirmidzi, dan beliau berkomentar, Hadits ini shahih. Riwayat ini juga dinyatakan shahih, oleh Al-Albani.) Menurut para ulama, arti pintu pertengahan, yakni pintu terbaik. 5. Keridhaan Allah, berada di balik keridhaan orang tua.

Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua[2]. 6. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.

Seseorang datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam minta izin hendak ikut jihad (berperang). Lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya kepadanya, Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Jawab orang itu, Masih! Beliau bersabda, Maka berjihadlah pada keduanya. (HR. Al-Bukhari no. 2782 dan Muslim no. 2549) Yakni: Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada keduanya. Dalam pengertian yang lebih kuat, riwayat ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses taubat dan pengampunan dosa. Mengingat, bakti kepada orang tua adalah amal ibadah yang paling utama. 7. Berbakti kepada orang tua, membantu menolak musibah.

Hal itu dapat dipahami melalui kisah tiga orang yang terkurung dalam sebuah gua. Masing-masing berdoa kepada Allah dengan menyebutkan satu amalan yang dianggapnya terbaik dalam hidupnya, agar menjadi wasilah (sarana) terkabulnya doa. Salah seorang di antara mereka bertiga, mengisahkan tentang salah satu perbuatan baiknya terhadap kedua orang tuanya, yang akhirnya, menyebabkan pintu gua terkuak, batu yang menutupi pintunya bergeser, sehingga mereka bisa keluar dari gua tersebut. (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim) 8. Berbakti kepada orang tua, dapat memperluas rezki.

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda, Barangsiapa yang ingin rezkinya diperluas, dan agar usianya diperpanjang (dipenuhi berkah), hendaknya ia menjaga tali silaturahim. (Al-Bukhari dan Muslim) Berbakti kepada kedua orang tua adalah bentuk aplikasi silaturahim yang paling afdhal yang bisa dilakukan seorang muslim, karena keduanya adalah orang terdekat dengan kehidupannya.

9.

Doa orang tua selalu lebih mustajab.

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda, Ada tiga bentuk doa yang amat mustajab, tidak diragukan lagi: Doa orang tua untuk anaknya, doa seorang musafir dan orang yang yang terzhalimi. 10. Harta anak adalah milik orang tuanya.

Saat ada seorang anak mengadu kepada Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam, Wahai Rasulullah! Ayahku telah merampas hartaku. Rasulullah bersabda, Engkau dan juga hartamu, kesemuanya adalah milik ayahmu. 11. Jasa orang tua, tidak mungkin terbalas.

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda: Seorang anak tidak akan bisa membalas budi baik ayahnya, kecuali bila ia mendapatkan ayahnya sebagai budak, lalu dia merdekakan. (Dikeluarkan oleh Muslim) 12. Durhaka kepada orang tua, termasuk dosa besar yang terbesar.

Dari Abu Bakrah diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda, Maukah kalian kuberitahukan dosa besar yang terbesar? Para Sahabat menjawab, Tentu mau, wahai Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam. Beliau bersabda, Berbuat syirik kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua. Kemudian, sambil bersandar, beliau bersabda lagi, ..ucapan dusta, persaksian palsu.. Beliau terus meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau segera terdiam. (Al-Bukhari dan Muslim) 13. Orang yang durhaka terhadap orang tua, akan mendapatkan balasan cepat di dunia, selain ancaman siksa di akhirat. Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda, Ada dua bentuk perbuatan dosa yang pasti mendapatkan hukuman awal di dunia: Memberontak terhadap pemerintahan Islam yang sah, dan durhaka terhadab orang tua Alhamdulillah. Kesemua bukti tersebut dan masih banyak lagi bukti-bukti ilmiah lainnya, termasuk konsensus umat Islam terhadap urgensi berbakti kepada orang tua yang sama sekali tidak boleh terabaikan, kesemuanya, menunjukkan betapa bakti kepada orang tua adalah kebajikan maha penting, bahkan yang terpenting dari sekian banyak perbuatan baik yang diperuntukkan terhadap sesama makhluk ciptaan Allah. Sedemikian pentingnya, hingga riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang adab, prilaku dan sikap seorang anak terhadap orang tuanya, bertaburan dalam banyak hadits-hadits Nabi Shallallahualaihi Wasallam, bahkan juga dalam beberapa ayat Al-Quran.

Lain Lain: Allah Taala berfirman: Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya. (QS. Al-Ankabut: 8)

Dari Abdullah bin Masud radhiallahu anhu dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah? Beliau menjawab, Shalat pada waktunya. Abdullah bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab, Kemudian berbakti kepada kedua orangtua. Abdullah bertanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab, Jihad fi sabilillah. Abdullah berkata, Beliau sampaikan semua itu, sekiranya aku minta tambah, niscaya beliau akan menambahkannya untukku. (HR. Al-Bukhari no. 527 dan Muslim no. 85)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lalu dia bertanya, Siapakah orang yang paling berhak mendapatkan kebaktianku? Jawab Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Ibumu! Dia bertanya lagi, Kemudian siapa? Beliau menjawab, Kemudian ibumu! Dia bertanya lagi, Kemudian siapa? Beliau menjawab, Kemudian ibumu! Dia bertanya lagi, Kemudian siapa?Beliau menjawab: Kemudian bapakmu! (HR. Al-Bukhari no. 5597 dan Muslim no. 2548) Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:

Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka! lalu beliau ditanya, Siapakah yang celaka, wahai Rasulullah? Beliau shallallahu alaihi wasallam menjawab, Barangsiapa yang mendapati kedua orang tuanya dalam usia lanjut, atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak dimasukkan ke dalam surga. (HR. Muslim no. 2551)

Sumber: http://al-atsariyyah.com/wajibnya-berbakti-kepada-orang-tua.html http://www.ikadi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=262:berbaktikepada-orang-tua&catid=41:tafakkur&Itemid=72

You might also like