You are on page 1of 1

Rokok: gumpalan asap dengan sejuta polemik

Kalau bicara soal rokok, memang gak akan pernah ada habisnya. Kontroversinya bakal terus ada, mungkin sampai akhir jaman. Apalagi sebagai salah satu penghasil tembakau terbesar di dunia, rokok akan terus jadi polemik di negara ini. Saya tidak pernah menganggap rokok itu haram. Saya menghormati hak dan kebebasan orang untuk merokok. Silahkan saja. Sah-sah saja. Tapi permasalahannya di sini, banyak perokok di Indonesia yang masih belum bisa menghormati hak dari orang non perokok. Banyak orang masih seenaknya menyulut rokok, menghembuskan asapnya di tempat-tempat umum, membuat polusi dimana-mana. Perokok memang punya hak untuk merokok, tapi hak orang banyak juga untuk menghirup udara yang bersih dan sehat. Salah satu argumen pemerintah yang membuat rokok masih beredar luas dan sangat mudah didapat, bahkan untuk anak-anak di bawah umur, adalah karena perusahaan rokok menjadi salah satu penyumbang pajak terbesar di negeri ini. Beberapa perusahaan rokok juga menjadi sponsor banyak beasiswa untuk putra-putri terbaik negeri ini. Ratusan ribu orang juga menggantungkan hidupnya dengan menjadi petani tembakau, atau pegawai di perusahaan rokok tersebut. Istilahnya sih, mungkin kita semua punya hutang budi dengan rokok. Masyarakat sekarang sudah mulai memahami pentingnya menghormati hak satu sama lain. Sehingga di tempat-tempat umum banyak disediakan ruangan untuk merokok dan tidak merokok. Namun uniknya, banyak tempat, seperti cafe, yang menyediakan ruangan merokok lebih luas daripada ruangan non merokok. Mungkin pertimbangan para pelaku bisnis tersebut adalah jumlah pelanggan perokok yang datang lebih banyak daripada yang tidak merokok. Mereka tidak mau kan kehilangan pelanggan. Berarti, merokok masih sangat ditolelir di negeri ini. Bicara soal toleransi, negara kita dikenal sangat menjunjung tinggi toleransi. Kita hidup di negeri ini dengan banyak sekali perbedaan dan masih bisa menjaga keharmonisan di tengah-tengah perbedaan tersebut, termasuk perbedaan antara perokok dan non perokok. Namun, saya merasa kalau tingkat toleransi kita sudah menurun. Beberapa hari yang lalu, saya dan teman-teman makan di sebuah cafe di Jatinangor. Mungkin memang kami yang salah memilih tempat. Kami duduk di kawasan merokok. Seorang pengunjung yang duduk di sebelah kami sedang merokok dan asapnya menyebar sampai ke meja kami. Saya dan teman-teman merasa sangat terganggu. Lalu salah satu teman saya menegur pengunjung tersebut untuk mematikan rokoknya. Namun jawaban dari dia sangat sinis, dia bilang Tapi saya masih pengen ngerokok sambil membuang muka. Merasa jengkel akhirnya setelah menyelesaikan makan, kami langsung bergegas pergi. Memang tidak semua perokok seperti dia. Banyak yang setelah ditegur baik-baik, sadar lalu mematikan rokoknya. Kampanye yang dilakukan pemerintah dan pekerja kesehatan tentang bahaya rokok sudah cukup baik saya lihat. Banyak masyarakat yang sudah sangat paham efek dan bahaya rokok bagi kesehatan diri sendiri dan orang disekitarnya. Edukasi secara personal juga sudah sering dilakukan. Namun, perokok masih punya segudang alasan untuk tetap merokok. Banyak perokok yang sudah menjadi pecandu rokok berat. Sedih juga sih melihatnya. Mengubah kebiasaan memang sulit, namun bukan berarti tidak mungkin. Sekali lagi, merokok itu hak individu. Satu hal yang kami, orang yang tidak merokok, adalah jangan merokok disekitar kami. Anda punya hak untuk merokok, kami punya hak untuk menghirup udara bersih dan sehat. Mari kita hormati hak satu sama lain. Gampang kan?

You might also like